Alya harus menikah sama Revan, CEO muda yang dingin dan nyebelin, demi nutup utang keluarga. Mereka sepakat nikah cuma setahun. Buat Revan, Alya cuma istri kontrak. Tapi lama-lama, hati mereka mulai goyah. Saat cinta mulai tumbuh, masa lalu Revan yang kelam balik menghantui. Masih bisakah cinta bertahan kalau semua cuma dimulai dari kontrak?
View MoreBAB 1
Alya berdiri dengan ragu di depan penghulu. Gaun putihnya tampak basah kuyup oleh hujan yang turun begitu deras. Suasana di sekitarnya terasa sunyi, hanya ada suara gemuruh hujan yang menyelimuti ruang. "Selamat ya, kamu sekarang sudah resmi jadi istrinya Revan Alvaro," ucap penghulu dengan senyum tipis. Alya hanya mengangguk pelan, tak mampu berkata apa-apa. Matanya kosong, seolah tidak bisa melihat apa yang ada di hadapannya. Revan, yang berdiri di sampingnya, hanya diam. Wajahnya datar, tak ada ekspresi apapun yang tampak. "Selamat," bisik seseorang dari belakang. "Ini demi keluarga kamu, Alya." Alya kembali mengangguk, mencoba menahan air mata yang hampir jatuh. Revan yang sudah menunggu, melangkah keluar dari ruang akad. Alya mengikutinya dengan langkah pelan. Di luar, hujan semakin deras. Mereka berjalan menuju mobil, Revan lebih dulu membuka pintu dan masuk. Alya mengikuti tanpa berkata apa-apa. Mobil melaju dalam keheningan yang hampir memekakkan telinga. Sesekali, hanya terdengar suara rintik hujan yang menghantam kaca. "Sepuluh menit lagi sampai," ucap Revan tanpa menoleh. Alya menoleh ke arah Revan. "Maksudnya?" "Ke rumah," jawab Revan dengan nada datar. "Atau lebih tepatnya, ke apartemen." Alya hanya terdiam, menatap hujan yang terus mengguyur dari balik jendela. Setelah beberapa menit, mobil berhenti di depan sebuah apartemen mewah. Mereka keluar dari mobil dan berjalan masuk tanpa banyak bicara. Sesampainya di dalam, Revan membuka pintu kamar utama dan menoleh ke arah Alya. "Masuk," ujar Revan singkat. Alya masuk dengan langkah pelan, memandang sekeliling ruangan yang tampak mewah namun terasa asing bagi dirinya. Ruangan itu terasa hampa. Revan berbicara lagi, "Ini kamar kamu," sambil menunjuk ke arah kamar lain yang ada di samping. Alya hanya mengangguk pelan, mencoba menerima kenyataan yang terasa begitu jauh dari yang ia bayangkan. "Baik," jawab Alya pelan. Revan berbalik menuju kamar utama dan menoleh sebentar. "Ingat, jangan masuk tanpa izin." "Aku ngerti," jawab Alya dengan suara lirih. Revan masuk, dan pintu kamar utama pun terkunci. Alya berdiri sejenak di ruang tamu, merasa kebingungan. "Harusnya aku apa?" gumamnya dalam hati. Perlahan, Alya berjalan menuju kamarnya, duduk di tepi ranjang. Tangan Alya meraba sekeliling kamar, merasakan kesepian yang mendalam. "Ini semua demi ibu," bisiknya pada dirinya sendiri. "Aku harus kuat." Di luar, hujan masih terus mengguyur. Beberapa jam kemudian, keheningan kembali menyelimuti apartemen. Alya merasa sendirian, merasakan hampa yang mencekam. Ia berbaring di ranjang, menatap langit-langit kamar yang sepi. Pintu kamar terbuka perlahan. Revan keluar dengan wajah yang datar. "Jangan pernah coba mengganggu urusanku," kata Revan dengan suara pelan namun tegas. "Ini cuma kontrak. Jangan berharap lebih." Alya hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa. "Aku nggak berharap apa-apa," jawabnya pelan. Revan menatapnya sebentar, lalu melangkah pergi. Pintu kamar terkunci kembali, meninggalkan Alya sendirian di dalam kamar. Alya menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Satu tahun," ia berbisik, "Aku harus kuat." Pagi berikutnya, Revan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Alya menghabiskan waktu di apartemen, berjalan-jalan di sekitar kompleks, atau duduk di depan jendela menatap hujan yang tak pernah berhenti. Revan tidak pernah memperhatikan keberadaannya. Jika mereka berbicara, itu hanya soal aturan yang harus diikuti. Suatu sore, ketika Alya sedang duduk di ruang tamu sambil membaca, Revan muncul di hadapannya. "Alya," panggilnya. Alya menoleh. "Ada apa?" "Ikuti aku," perintah Revan tanpa menjelaskan apa-apa. Alya mengikuti langkah Revan, memasuki ruang kerja Revan yang tertutup rapat. "Ada yang perlu dibicarakan," kata Revan sambil duduk di kursi kerjanya. "Kenapa?" tanya Alya, bingung. "Satu tahun," jawab Revan datar. "Setelah itu, kita cerai. Itu sudah jelas." Alya menatapnya dengan wajah terkejut. "Apa?" "Satu tahun," ulang Revan. "Setelah itu, semuanya selesai. Kamu jalani peranmu selama setahun, jangan ganggu aku." Alya menundukkan kepala, menahan air mata yang ingin jatuh. "Aku cuma ingin ibu aku sembuh." Revan menghela napas. "Tapi ini bukan tentang ibu kamu, Alya. Ini tentang kita." Alya terdiam, merasakan setiap kata Revan menembus hatinya. "Aku mengerti," jawabnya akhirnya. "Baik," ujar Revan. "Itu saja." Alya keluar dari ruang kerja dengan langkah berat. Setiap kata yang keluar dari mulut Revan hanya menegaskan bahwa ini semua bukanlah pernikahan, melainkan sekadar kontrak. Revan Alvaro. Nama yang sering muncul di berita, majalah bisnis, dan obrolan para sosialita. CEO muda yang sukses, tampan, kaya raya, namun reputasinya yang dingin dan sulit didekati juga cukup terkenal. Bagi dunia luar, dia adalah pria yang sempurna, namun bagi Alya, dia hanyalah pria asing yang kini menjadi suaminya, meskipun itu hanya sekadar pernikahan kontrak. Hujan masih terus mengguyur, seakan menjadi teman setia dalam kesepian yang Alya rasakan. Alya duduk sendiri di ruang tamu,"Satu tahun?" pikir Alya dalam hati, "Aku harus kuat,semua ini aku lakukan demi ibu,” tuturnya .Sambil melamun melihat rintikan hujan yang perlahan jatuh.Bab 8 – Musuh Dalam SelimutPagi itu, rumah Revan terasa berbeda. Alya duduk di meja makan, menatap semangkuk sup buatan Mbak Sari. Tangannya bermain-main dengan sendok, matanya kosong."Kenapa ngelamun?" suara Revan tiba-tiba terdengar.Alya menoleh, melihat Revan baru turun dengan jas rapi dan rambut klimis. CEO mode: on."Aku cuma mikirin... siapa yang bisa ngelakuin itu. Maksudku, surat kontrak itu kan nggak banyak orang yang tahu, kan?" tanya Alya.Revan duduk di sebelahnya, mengambil cangkir kopi. "Iya. Yang tahu soal kontrak itu cuma aku, kamu, pengacara pribadi, dan... satu orang lagi."Alya menatapnya. "Siapa?""Sekretarisku. Karin," jawab Revan pelan, matanya tajam menatap Alya.Alya terdiam. Nama itu... Karin. Ada yang mengganggu dirinya sejak awal."Menurutmu... dia yang bocorin?" tanya Alya."Aku belum yakin. Tapi aku bakal cari tahu. Hari ini aku minta IT perusahaan lacak sumber email yang masuk ke dewan. Kalau benar dia yang ngelakuin, aku nggak bakal segan-segan."Di k
Bab 7 – Antara Kontrak dan PerasaanPagi itu, Alya bangun lebih awal dari biasanya. Dia masih belum terbiasa tidur di kamar mewah dengan kasur empuk dan seprai putih bersih seperti hotel bintang lima. Namun, malam sebelumnya terasa berbeda. Setelah semua yang terjadi, pelukan hangat Revan, dan ciuman di kening itu... rasanya bukan cuma sekadar sepasang kekasih kontrak lagi.Alya melirik ke sebelah,yaitu ke tempat dimana biasanya Revan tidur. Tetapi Kosong.Alya bangkit, berjalan keluar kamar. Suara dentingan dari dapur membuatnya mengernyit.Jangan-jangan...“Revan?” panggilnya pelan sambil mengintip ke dapur.Ternyata benar. Revan berdiri di sana, dengan celemek di badan, dan satu panci sup yang sedang dipanaskan.Alya menahan senyum. “CEO dingin ternyata bisa masak juga?”Revan menoleh, tampak agak gugup. “Cuma sup ayam. Gampang kok. Aku pikir kamu butuh sesuatu yang anget pagi ini.”Alya menghampiri, berdiri di sebelahnya. “Tumben perhatian banget. Biasanya kamu nyuruh Mbak Sari aj
Bab 6 – Rahasia Masa LaluAlya menatap Revan yang berdiri di depan pintu, wajahnya terlihat jauh berbeda dari biasanya. Bukan dingin atau cuek, tapi lebih seperti... takut. Ada kekhawatiran dalam sorot matanya yang selama ini selalu tampak tajam.“Masalah apa, Revan?” tanya Alya pelan, nyaris berbisik. “Apa maksudmu dengan ‘bisa menghancurkan kita berdua’?”Revan berjalan pelan mendekat, lalu duduk di ujung tempat tidur. Dia menunduk, memainkan jari-jarinya sendiri, seolah mencari keberanian untuk bicara.“Aku pernah mencintai seseorang dengan sepenuh hati, Alya,” akhirnya dia membuka suara. “Namanya Nayla. Kami hampir menikah.”Alya terdiam. Ini pertama kalinya Revan menyebut nama perempuan lain, dan hatinya bergetar tak karuan. Tapi dia tetap diam, mencoba mendengarkan dengan tenang.“Tapi dia meninggal. Kecelakaan,” lanjut Revan, suaranya serak. “Dan aku merasa... itu salahku.”Alya mengernyit. “Kenapa kamu merasa bersalah?”Revan menatap dinding kosong di depannya. “Karena saat it
Bab 5 – Cinta yang TertahanMinggu-minggu berlalu dengan cepat. Revan dan Alya semakin sering berbicara, meskipun hanya hal-hal ringan. Namun, Alya merasa ada yang berubah dalam dirinya—perasaannya mulai lebih dalam. Setiap kali Revan tersenyum atau berbicara dengan lembut, hatinya berdebar. Ia menyadari betapa besar pengaruh pria itu dalam hidupnya.Suatu malam, setelah seharian bekerja, Revan pulang larut. Alya sudah menyiapkan makan malam, namun ada keheningan yang mengambang di antara mereka. Revan duduk di meja makan, tampak lelah. Udara malam itu terasa berat. Alya duduk di seberangnya, memperhatikan wajah Revan yang nampak lebih tua dari biasanya."Alya, kenapa kamu memandang seperti itu?" tanya Revan, mengangkat pandangannya dan menemukan mata Alya yang penuh perhatian."Aku khawatir. Kamu tidak terlihat seperti biasanya. Ada sesuatu yang mengganggumu, bukan?" jawab Alya, sedikit memiringkan kepala. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang mengganjal di hati Revan.Revan menatapnya
Bab 4 – Titik Balik yang Tak TerdugaRevan masuk ke dalam rumah, tampak lelah. Alya duduk di ruang tamu, memegang buku, matanya mengikuti kata-kata di halaman, tetapi pikirannya jauh.“Alya,” panggil Revan dengan suara berat.Alya menurunkan bukunya, menatap Revan yang masuk. “Ada apa, Rev?”Revan menggelengkan kepala, mengusap wajahnya. “Gak ada, masalah kantor aja.”Alya melangkah mendekat. “Revan, ada yang lebih besar kan,rev? Kamu kelihatan beda.”Revan menatapnya sekilas, kemudian memalingkan muka. “Aku gak mau kamu ikut campur.”Alya tidak bergerak. “Kenapa? Aku istrimu, Rev. Setidaknya kasih tahu aku sedikit.”“Percuma,” jawab Revan dengan suara datar. “Kamu gak bakal ngerti.”Alya mendekat, berdiri di sampingnya. “Kenapa kamu selalu seperti ini? Aku bisa bantu kalau kamu mau bicara.”Revan terdiam sejenak, matanya beralih ke ponselnya yang bergetar. Lalu dia berbalik, melangkah ke pintu.“Aku gak bisa tinggal diam, Rev,” kata Alya, mengikuti langkahnya. “Apa yang terjadi?”Rev
Bab 3 – Batasan yang Tak TerucapPagi itu, Alya terbangun lebih awal, merasakan kesunyian di rumah yang seolah begitu besar tanpa suara. Revan sudah siap di depan pintu, mengenakan jas abu-abu yang tampak rapi, meskipun ekspresinya datar dan lelah.Alya, yang masih setengah terbangun, menatapnya. “Revan, kamu pergi kemana?” tanyanya pelan, mencoba memecah keheningan.“Alya, aku pergi seharian,” jawab Revan singkat, matanya tak menatap Alya.Alya mengangguk. “Iya, hati-hati di jalan,” jawabnya, suaranya hampir terdengar hilang dalam keheningan pagi itu.Revan hanya mengangguk, lalu berbalik dan pergi. Alya hanya berdiri di tempat, menatap punggungnya yang semakin jauh, hingga tak terlihat lagi.Beberapa jam berlalu, suasana di rumah terasa sunyi. Alya duduk di ruang tengah, menatap layar ponselnya yang kosong. Tidak ada pesan, tidak ada panggilan masuk. Perasaan kosong itu semakin terasa."Apa aku nggak penting?" gumamnya pelan pada dirinya sendiri. Ia menarik napas panjang, mencoba me
Bab 2 - Rumah Tanpa KehangatanPada pagi setelahnya, suasana apartemen Revan tetap sunyi. Alya membuka matanya perlahan, menatap sekeliling. Itu bukan rumahnya. Ia menarik napas panjang, mengusap wajahnya.Alya berdiri dan keluar dari kamar. Kakinya melangkah ke dapur, berharap menemukan sesuatu yang bisa mengalihkan pikirannya. Di meja makan, Revan sudah duduk dengan setelan kerja abu-abu, menyesap kopi sembari membaca tablet.“Pagi...” sapa Alya ragu.Revan melirik sekejap. "Pagi."Alya menggigit bibir bawahnya, membuka kulkas dan mengambil sebotol susu. Ia duduk di kursi jauh dari Revan, berusaha menenangkan dirinya. Hening.“Revan...” panggil Alya, suaranya hampir seperti bisikan.Revan menoleh. "Ada apa?"Alya menggenggam botol susu. "Aku... boleh kerja?" tanyanya, sedikit gugup."Kerja?" Revan mengulang pertanyaannya.Alya mengangguk. "Aku nggak mau cuma diam di rumah. Aku bisa cari kerja part-time, mungkin di toko buku atau jadi guru les."Revan menatapnya, ekspresinya datar. "
BAB 1Alya berdiri dengan ragu di depan penghulu. Gaun putihnya tampak basah kuyup oleh hujan yang turun begitu deras. Suasana di sekitarnya terasa sunyi, hanya ada suara gemuruh hujan yang menyelimuti ruang."Selamat ya, kamu sekarang sudah resmi jadi istrinya Revan Alvaro," ucap penghulu dengan senyum tipis.Alya hanya mengangguk pelan, tak mampu berkata apa-apa. Matanya kosong, seolah tidak bisa melihat apa yang ada di hadapannya.Revan, yang berdiri di sampingnya, hanya diam. Wajahnya datar, tak ada ekspresi apapun yang tampak."Selamat," bisik seseorang dari belakang. "Ini demi keluarga kamu, Alya."Alya kembali mengangguk, mencoba menahan air mata yang hampir jatuh.Revan yang sudah menunggu, melangkah keluar dari ruang akad. Alya mengikutinya dengan langkah pelan.Di luar, hujan semakin deras. Mereka berjalan menuju mobil, Revan lebih dulu membuka pintu dan masuk. Alya mengikuti tanpa berkata apa-apa.Mobil melaju dalam keheningan yang hampir memekakkan telinga. Sesekali, hanya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments