Share

Bertemu kembali

4 tahun kemudian, aku kembali sebagai Cinta Graciela, pengacara termuda dengan segudang prestasi membanggakan dalam kasus-kasus berat yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar.

Merubah identitas  adalah salah satu keahliannya sebagai aparat hukum. Lantas, semua hal yang berkaitan dengan hal Ini termasuk ijazah dari mulai Sekolah Dasar sampai S2 tercetak nama baru ini dengan sempurna.

Entahlah, nama Mikhaela selalu  mengingatkan pada hal-hal buruk. Menghampiri seperti momok yang memicu trauma tak berkesudahan.

Hari ini pertama kali aku berkunjung ke pusat, setelah 2 tahun berhasil membesarkan kantor cabang advokat milik atasan, di kota Bandung.

Kota tempatku bertekad untuk membenahi diri sambil menempuh kuliah di sekolah tinggi ilmu hukum, yakni Bandung Law School University.

Law Offices Hardiman Sibarani and Associates. Aku dikirim kemari karena pak Hardiman kekurangan tenaga ahli dengan jumlah klien yang terus bertambah.

"Ella, selamat datang."

Senyum pasta gigi disuguhkan oleh pak Hardiman sambil saling menjabat tangan.

"Terima kasih pak, " jawabku dengan melihat sekelebat majalah bisnis di atas mejanya. Model cover majalah it—u  kelihatannya?

"Jadi gimana El, kamu siap bekerja mulai kapan?" tanya Beliau sembari menikmati secangkir kopi hitam favoritnya.

"Sesuai perintah bapak saja."

Teralihkan gara-gara majalah sialan, pikiran jadi tidak menentu. Kalau sudah begitu makanan berlemak jadi solusinya. Ei—-ts itu dulu.

Kini, permen bebas gula selalu menemani dimana saja kaki ini berpijak.

Jantung ini berdegup kala ingatan pahit masa lalu itu kembali. Masih hangat, seperti  baru kemarin hati ini nyeri di sayat-sayat mulut setajam belati milik pria itu.

A—h sudahlah semua sudah berlalu. Aku menggeleng untuk fokus pada pak Hardiman lagi.

"Okay El, kita mulai besok ya.”

"Baik, kalau begitu, saya akan membayar biaya sewa apartemen di dekat sini pak."

"O-h apa rumah kamu jauh, El?"

"Hmm, ya--h lumayan jauh pak."

Berkelit sedikit, padahal rumah Ayah hanya berjarak 30 menit jika jalanan tidak macet. Itu kalau menggunakan mobil, terlebih lagi saat mengendarai motor, seharusnya bisa ditempuh hanya dalam waktu  10 menit.

Pria itu tersenyum, beliau menangkap arah sorot mata ini. "Bacalah ini, untuk menambah pengetahuan."

Tiba-tiba saja majalah itu sudah berada di hadapan. Halaman pertama langsung mengulas si pemilik cover majalah.

"Oke kalau begitu El, aku harus pergi dengan team pengacara kita, bersantailah mumpung kamu masih cuti hari ini."

"Baik, terima kasih pak."

Aku berdiri dari sofa ruang tamu ruangan bos untuk mengantar kepergian beliau. Lalu melanjutkan membaca hasil wawancara pria yang sudah aku nobatkan menjadi musuh bebuyutan itu.

Mulanya percakapan wartawan dan Gabriel hanya membahas tentang permasalahan perusahaannya dan kesuksesannya di usia yang begitu muda sampai mata ini sedikit membelalak saat pertanyaan sudah menjurus ke rana pribadi.

Laudya Parker, super model dunia yang wajahnya selalu riwa-riwi di Youtube itu ternyata mantan kamu? Pantas saja, kamu hampir meludahiku saat itu, a—h, sungguh, aku juga tidak kepedean mengiyakan perjodohan itu bung. Pasalnya, percaya diri itu hal yang tidak dimiliki oleh seorang Mikhaela.

Tak berselang kemudian,  majalah itu kembali ke posisi semula, karena membacanya terus-terusan juga tak baik untuk kesehatan. Bayangan Gabriel cukup jadi kepingan memori kelam masa lalu.

"Mbak Cinta, ada tamu dibawah?" ucap Mirna, staf yang ditunjuk untuk mendampingiku sebagai asisten.

"Okay Mir, makasih." Balasku sambil melangkah menuju ruanganku di lantai 1.

Pemandangan Keluarga harmonis terpampang nyata didepan mata. Ayah memisahkan diri. Memelotot, bola mata Jenar dan Jihan terperangah menatapku.

"Siapa itu mah, emangnya jadi pengacara harus secantik dan sesexy itu ya?"

Suara gumaman Jihan di dekat Jenar tadi, terdengar jelas bersamaan dengan pertemuan mata kami.

"Bukan sayang, dia pasti model iklan yang dibayar untuk mempromosikan kantor pengacara ini?"

"Ma--h ini tuh Hardiman Law Office, sudah dikenal di pelosok negeri, nggak perlu bantuan model untuk promosi, mama igh, suka ngarang!"

Celoteh mereka semakin mengeras mengiringi langkah kaki ini masuk ke ruang bertuliskan Pengacara Cinta Graciella, SH, MH.

"Assalamualaikum Ayah."

Sembah sungkemku di puncak tangan penuh keriput itu dengan penuh kelembutan.

"Sayang, Mikha?"

Mata Ayah dipenuhi  kaca-kaca bercampur bulir bening yang sedikit lagi tumpah ke pipinya. Sedangkan aku yang selama 4 tahun hidup berada dalam pelarian, bertahan untuk tidak terbawa suasana.

Seketika wajah itu memucat. Memeluknya, menyalurkan rasa rindu sepihak selama hidup di perantauan, adalah keinginan Mikha sejak lama.

Meski aku merasa dikesampingkan, tetapi  pria tua ini tetaplah Ayah yang harus aku utama kan dan hormati.

"Maaf Yah, panggil aku Ela mulai sekarang."

"Kenapa? Apa kamu memutuskan untuk mengganti nama panggilanmu sayang?"

Aku mengangguk. "Sebenarnya bukan hanya nama panggilan melainkan nama lengkap.  Aku lebih nyaman dengan nama itu?"

"Sa-yang Ayah tidak pernah memaksamu untuk menyiksa diri sampai berubah menjadi sosok yang--?"

Kata-kata ayah terhenti setelah melihatku dari ujung kepala hingga kaki. Entahlah tidak ada komentar dengan penampilan mikha versi baru dari bibirnya. Mungkin karena beliau adalah Ayah yang pelit mengungkapkan pujian untuk anaknya sendiri, demi kebaikan?

Beda ceritanya jika itu Jihan. Ayah akan otomatis menghujaninya dengan pujian. Se-tak- adil itulah ayah memperlakukan Jihan di depanku  sampai detik ini.

"Ayah kan pernah bertanya, apa yang ingin aku minta?"

"Iya, sayang?"

"Itu saja Yah, namaku Cinta Graciella bukan lagi Mikhaela, maaf jika aku tiba-tiba mengganti nama pemberian ayah dan ibu, sekali lagi aku minta maaf."

Kedua pipiku basah. Aku usap cepat dengan tisu sembari menelan ludah. "Diminum Yah."

"Ayah lebih suka penampilanmu yang dulu sayang?"

Ap—a lagi ini? Dulu juga tak pernah sama sekali Ayah memujiku, tetapi apa yang terjadi sekarang? Ayah memang pintar membuat orang keki rupanya.

“Maaf Yah, aku lebih percaya diri dengan penampilan yang sekarang.  Aku harap Ayah hargai itu.  Lagipula aku jadi terhindar dari penyakit berbahaya, kolesterol, darah tinggi, diabetes, yang paling parahnya lagi, jantung di usia muda.”

"Ayah jangan memikirkan hal yang tidak perlu, lebih baik ayah traveling bersama Tante Jenar, untuk refreshing. Selama ini aku selalu susah menghubungi Ayah, jangan terlalu sibuk yah, ini saran saja sih Yah. Jika Ayah masih menganggap aku sebagai putri Ayah."

"Ayah itu terlalu pilih kasih Yah, mohon Ayah introspeksi diri, bagaimana berat sebelahnya Ayah memperlakukan anak kandung Ayah dengan anak orang lain begitu timpang?"

Wajah teduh itu berubah bengis seketika. Tetiba saja, Ayah menampar pipiku. Ada apa dengan pria ini. Apa sebenarnya yang menyulut emosinya? Salahkah kalau aku merasa Ayah memang selalu bersikap demikian. Salahkah kalau aku merasa di kesampingkan terus menerus olehnya?

"A---k!"

"Ma--afkan Ayah, Ayah--"

Nyeri, ku pegang  pipiku yang memerah.

"Sebaiknya Ayah pergi--"

Nafas yang keluar dari mulut ini terasa berat sampai terengah-engah.

"Mikha, ayah mau kamu tinggal di rumah Ayah, asal kamu tahu Mikha, kamu akan selalu menjadi gadis kecil ayah Mikha, pintu rumah Ayah akan selalu terbuka untukmu."

Sampai akhir pertemuan, Ayah tetap diam, malahmengalihkan pembicaraan. Bukankah keadilan itu berhak aku dapatkan. Namun, bukan hal itu lagi tujuan hidupku kembali ke kota ini. Waktunya membuka lembaran baru.

"Mirna, antar bapak ini ke depan, jaga kesehatan ya Yah?” Beliau pergi setelah aku mempersilahkan dengan sopan.

"Baik mbak Cinta, mari pak, lewat sini?"

Jeritan batin  ini meluap, meledak, hati ini tercabik-cabik oleh Ayah  sendiri. Mana sosok ayah yang aku butuhkan saat aku berada di perantauan? Bahkan aku selalu berusaha menelpon Ayah  untuk berbagi kabar yang selalu di tolak pada akhirnya.

Apa aku salah jika aku bertingkah seperti tak butuh Ayah lagi? Aku bekerja serabutan siang dan malam hingga jadi seperti sekarang, tanpa meminta bayaran dari Ayah sepeserpun.

Kalau ingat kejadian itu, betapa beratnya menjadi aku. Disaat anakmu ini masih butuh biaya kuliah, Ayah malah menyekolahkan Jihan hingga lulus S2. Ayah lalu mempertanyakan uang 1 Milyar yang aku terima sebagai mas kawin.

Tidak Ayah.... aku tidak mau lagi terlibat dengan manusia sempurna bernama Gabriel Warren, bahkan harta bendanya aku kembalikan ke tempat semula tanpa tersisa.

Aku cukup sadar posisi untuk menikmati uang dari Gabriel Warren yang hanya 10 menit bertatap muka, lalu menceraikanku begitu saja.

Kriiing!

"Mbak cinta, si boss telpon?"

Seruan Mirna membangunkan lamunan ini. Aku ambil telepon wireless kantor itu dengan kondisi hampir terguncang.

"Halo, iya pak Hardiman?"

"Ella, lekas ke Cafe Meridian sekarang, ada client penting yang ingin bertemu."

"Ba---ik pak!"

Bergegas ku raih  kunci mobil kantor untuk mengikuti arah share lokasi yang Boss berikan. Selang beberapa lama aku sampai di La Meridien Cafe.

"Na--h Ella, kenalkan, ini client VVIP kita."

Mata ini membelalak. Pun, Jantung ini rasanya terbelah menjadi beberapa bagian.

"Gabriel Warren."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status