Share

Menyadap W******p

"Kamu ngapain, Dis?" 

Seketika jantung Gendis seolah berhenti. Segera dia menghampiri sang suami, sebelum mendekat dia menyimpan ponselnya ke dalam saku daster lebarnya. 

"Abang nggak tidur?" tanyanya. Khawatir aksinya tadi kepergok suaminya. 

"Haus, ambilin minum," perintahnya. 

Segera dia beranjak mengerjakan perintah sang suami, dengan hati terus berdebar Gendis merapalkan doa-doa agar semua aman sesuai dengan harapannya. 

"Kenapa kamu belum tidur?" tanya Hanan setelah sang istri mengangsurkan gelas berisi air putih. 

"Kebelet aja tadi. Abang belum tidur apa gimana?" tanya Gendis was-was. 

"Udah tidur enak banget malah tengorokan kering. Makanya aku minta kamu ambilin air. Udah aku mau lanjut tidur lagi," jawab Hanan sembari membetulkan selimut. 

Gendis bernapas lega, ternyata sang suami tidak mengetahui aksinya tadi. 

"Dis, jangan lupa barang-barangku jangan sampai ada yang ketinggalan," ucap Hanan, lalu kembali membenamkan diri dalam selimut. 

"Iya," jawabnya. 

Gendis segera beranjak meninggalkan Hanan yang sudah kembali tidur. Dia melanjutkan packing pakaian dan barang yang akan di bawa suaminya. 

Dengan teliti dan trampil dia mengemas semua pesanan suaminya, supaya sang suami tidak lagi memarahinya karena ada yang terlupa. 

Meski dalam hati ingin segera menyelesaikan semuanya dan menelusuri penyebab perubahan pada suaminya. Gendis sangat yakin bahawa sang suami memiliki wanita idaman lain. 

"Apa mungkin wanita itu? Tapi kenapa terlihat biasa saja? Abang pun tidak terlihat berbinar saat bersamanya?" gumam Gendis pelan. 

Gendis mengingat foto yang Bastian kirimkan, tidak terlalu menarik dari segi manapun, sebab Hanan hanya terlihat sedang berbincang biasa saja menurut Gendis. 

Meski pikiran Gendis bercabang dia segera menyelesaikan mengepak barang, lalu bergegas membuka kembali ponsel yang dia simpan di saku dasternya. 

Ternyata sudah ada beberapa pesan masuk di aplikasi kloningan tersebut. Jantung Gendis berdebar tidak karuan, membayangkan akan menemukan rahasia besar yang selama ini di tutupi oleh sang suami. 

Akan tetapi, tidak ada satu pun chat yang mencurigakan. Hingga suatu pesan yang menurut Gendis sedikit janggal, dengan nama foto profile seorang laki-laki sedang memamerkan perutnya yang seperti roti sobek. 

[Tetap semangat bekerja❤] 

Tulisnya yang tentu membuat Gendis heran. Saking lelahnya, Gendis memilih mengistirahatkan badan. Barang kali esok hari akan banyak rahasia yang terungkap. 

+++

Sang surya masih belum menampakan cahayanya, meski azan subuh sudah berlalu. Bukan karena bumi masih bersembunyi di balik tanah, tetapi sebab mendung menutupi langit pagi ini. 

Gendis sudah antusias, berharap akan ada pesan-pesan yang lainnya. Namun, sampai pagi begini belum juga ada pesan masuk selain pesan dari mama mertuanya yang sudah meminta jatah sepagi ini. 

Dia hanya membuka chat setelah Hanan terlihat membalas chat tersebut, takut jika sampai suaminya menyadari bahwa aplikasinya sudah di sadap. 

[Mama mau beli baju buat arisan besok, Nan. Kirim uang buat mama dua juta saja. Itu sudah sama sekalian buat arisan] 

Hanan tidak membalas pesan itu. Dia hanya mengirim sebuah foto berisikan bukti transfer, dengan nominal seperti permintaan mamanya. 

Gendis sedikit tertegun, bukan apa. Dia merasa tidak adil, suaminya hanya memberi jatah kepada dirinya sementara buat orang tuanya dia tidak pernah perhitungan. Padahal jelas-jelas uang yang di dapat Hanan dari kantor milik Gendis.  

Mood Gendis rusak sepagi itu, setelah suaminya pergi dia akan mengurus semua aset-aset yang selama ini dia percayakan kepadanya. Bisa jadi nanti semuanya akan habis hanya untuk mencukupi gaya hedon mertuanya. 

"Dasar tidak tahu di untung!" gumam Gendis geram. 

Terdengar langkah sang suami menuruni tangga membuatnya menyimpan kembali ponsel miliknya di atas kulkas, supaya sang suami tidak curiga. 

Persiapan keberangkatan Hanan dan papanya sudah selesai, tinggal menunggu jemputan dan sarapan dulu tentunya. 

Meski sudah jengah dengan sikap sang suami, Gendis masih tetap menyiapkan segalanya. Mungkin itu yang terakhir sebelum dia berangkat ke luar negeri. 

"Sarapannya lengkap sekali?" tanya Hanan heran.

"Buat perpisahan," jawab Gendis sembari menata sendok dan piring.

Gendis dan Hanan menyantap sarapan dengan diam,  tidak ada lagi bincang dan candaan seperti dulu lagi. Semua memang sudah berubah, mungkin pula rasa cinta telah mengikis akibat dari pengabaian dan luka-luka yang tersimpan. 

Sebetulnya Gendis ingin memulai diet hari itu, tetapi dia tidak ingin terlihat oleh suaminya. Jadi dia masih makan dengan porsi biasanya, malas jika harus mendengar ejekan orang yang dulu sangat dia cintai. 

+++

"Hati-hati, Papa," ucap Putra anak semata wayang mereka. 

Untuk kali ini Hanan menyambut baik ucapan anaknya itu, biasanya dia hanya akan melambaikan tangan tanpa mengecup pipi gembul pewaris hidung nya. 

"Baik-baik di rumah sama mama, ya. Papa kerja dulu," pesan Hanan. 

Mobil melaju meninggalkan pelataran rumah Gendis yang luas, setelah tidak terlihat Gendis beserta Putra kembali kedalam. 

Meja makan sudah terlihat bersih, Gendis berjalan ke dapur untuk menitipkan anaknya kepada pembantunya. 

"Mbak, sudah sarapan belum?" tanyanya.

"Belum, Non." 

"Setelah beres sarapan dulu, nanti ikut aku ke yayasan, ya. Mau nyari yang kusus momong," imbuhnya. 

"Baik, Non." 

Tidak butuh waktu lama, putranya sudah dalam keadaan bersih dan wangi. Kali ini dia akan pergi dan mengendarai mobil sendiri untuk pergi ke yayasan, tetapi sebelumnya dia akan pergi ke dokter kecantikan. 

Dia ingin memulai berdiet dengan pola yang sehat dan tidak sembarangan. 

Semua sesuai dengan gambaran Gendis, hari ini dia sudah mendapatkan orang untuk mengasuh anaknya dan juga berkonsultasi dengan dokter. 

"Tidak lama asal konsisten," ucap Dokter.  

Gendis yakin dia pasti bisa berubah dan membuat suaminya menyesali perbuatannya. 

Hari masih cukup siang untuk dia kembali kerumah, dengan pelan dia membelokkan stir menuju kantor miliknya. 

Sesampainya di lobi dia pertemu dengan wanita yang dulu sempat memarahinya karena bercanda di kantor. 

"Ada perlu apa, ya?" tanyanya sedikit ketus. 

"Saya mau bertemu Hrd? Bisa tolong antarkan," jawab Gendis mencoba senetral mungkin. 

"Sebelumnya sudah ada janji? Soalnya kami tidak membuka lowongan pekerjaan." 

"Katakan saja Gendis Ayu Maharani ingin bertemu!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status