Air mata yang berusaha dia tahan kembali lagi menganak sungai, Gendis mengepalkan tangan memukul-mukul stir mobil. Dia berusaha meredam gejolak di dalam dada.
Teman yang selama ini dia banggakan ternyata masa lalu suaminya, dan ternyata sampai kini mereka masih berhubungan bahkan mereka merencanakan untuk merebut kekayaan dirinya. Ternyata waktu empat tahun itu tidak mampu membuat Hanan mencintainya, pengorbanan serta perjuangan Gendis memikat hati Hanan tidak berarti apa-apa. Gendis tidak mengira jika selama ini dia hanya di manfaatkan oleh suaminya agar bisa kembali ke masa lalunya. "Ternyata aku salah menilaimu, Bang. Cinta yang kau ucapkan tak ubahnya racun yang kau semaikan! Aku berjanji akan mengembalikan kamu ketempat semula!" teriaknya histeris. Tidak akan ada orang yang mendengar suaranya, kini dia hanya mampu menyesali sikapnya yang terburu-buru menerima cinta Hanan yang ternyata hanya sesaat. Puas mengeluarkan isi hati dan mulai tenang, dia turun dari mobilnya menuju toilet. Tidak ingin jika sampai orang lain yang mengenal dirinya, mendapatinya dalam keadaan tidak karuan. Wanita dengan berat badan lebih itu menatap cermin, dia mengamati dengan sesama wajah dan juga tubuhnya. Pantas saja suaminya memilih kembali pada masa lalu, sebab lemak itu benar-benar merubah segalannya. Badan yang dulu ideal dan rambut yang terurus membuatnya terlihat cantik, tetapi itu dulu. Kini, setelah dia merelakan tubuhnya berubah dan lemak dimana-mana demi memberi gelar suaminya sebagai seorang ayah. Dia tersisih karena lebih memilih menjaga sang anak dari pada badannya. Tekat itu kembali bulat, dia ingin segera mendapatkan kembali apa yang memang menjadi haknya. Dengan langkah gontai dia berjalan menuju parkiran. Tujuannya kini hanya pulang dan bertemu sang buah hati sebagai obat penenang. Pelan dan pasti dia melajukan kendaraan roda empatnya. Tidak ingin kalau sampai orang lain tahu dengan masalahnya, kembali pulang adalah pilihan yang tepat. Sejak semalam Gendis sengaja mematikan ponsel, kecewa berat dan tentunya lelah membuatnya tertidur setelah membersihkan diri dan bertemu dengan sang buah hati. Pagi ini dia bangun lebih awal, Dokter menyarankan agar ia banyak berolahraga. Lari pagi menjadi pilihannya. Bakda subuh dia keluar menuju lapangan perumahan yang dekat untuk membakar lemak. Lari-lari kecil mengelilingi lapangan untuk waktu sepagi ini tidak akan kedapatan orang lain. Keringat telah membasahi wajah dan juga sebagian bajunya setelah beberapa kali putaran. Karena hari sudah semakin terang dan mentari akan segera keluar dari pertapaanya, Gendis kembali ke rumah dengan sedikit berlari-lari kecil. "Mbak, Putra sudah bangun?" tanyanya kepada wanita muda yang sedang menyapu halaman. Sebenarnya, itu bukan tugasnya, mungkin dia hanya mencari kesibukan sebelum anak majikannya terbangun. "Belum, Bu. Masih tidur nyenyak. Maaf saya bantuin Embak bersih-bersih," ucapnya sungkan. Gendis yang sedang melepas tali sepatu, menoleh kearah wanita itu lalu berkata "nggak apa-apa yang penting kamu nyaman aja. Tapi kalau sampai anakku tidak terurus ada konsekuensinya." "Iya, Bu." Wanita itu kembali dengan rutinitas semula menyapu halaman. Tidak terlalu kotor sebenarnya, tetapi memang wajib pagi harus membersihkan halaman. Sementara Gendis membersihkan diri dan bersiap ke kantor, dia tidak ingin berlarut memikirkan kelakuan suami benalunya. Usai bersiap, Gendis menyempatkan untuk sarapan. Kata Dokternya sarapan itu penting untuk program dietnya, meski yang Gendis makan bukan seperti biasanya. Hanya sehelai roti yang di atasnya terletak dua buah telur mata sapi, juga segelas susu yang di rekomendasikan oleh sang ahli. Suapan terakhir belum juga masuk ke dalam mulutnya, suara ponsel yang nyaring membuatnya seketika menghentikan aktifitas sarapannya. Lita. Nama yang terpampang jelas di layar ponsel miliknya. "Kenapa sepagi ini dia menghubungiku?" gumam Gendis keheranan. "Assalamualaikum, Dis. Apa kabar?" tanya Lita di seberang. "Baik. Ada apa pagi-pagi menghubungiku?" Ada amarah yang sengaja dia redam. Dia pura-pura tidak mengetahui kelakuan buruk teman yang ternyata mantan pacar suaminya yang kini pun menjadi penyebab suami Gendis rela melakukan hal gi la demi menguasai hartanya. "Maaf, Dis. aku mau pinjam uang kamu dulu buat bayar service mobil. Mobil aku mogok," jelasnya. "Nggak salah kamu minta aku? Aku cuma ibu rumah tangga, 'kan? Lagian aku nggak pegang uang. Kenapa kamu nggak pinjam calon suami kamu itu," tanya Gendis. Lita pernah bercerita jika dia sudah mempunyai calon suami, tetapi masih di luar negeri. Namun, ternyata calon suaminya adalah Hanan suami Gendis. Gendis tahu jika Lita tidak punya uang. Sebab, Hanan tidak bisa mengirim uang kepadanya. Semua Atm, kartu kredit milik Hanan sudah Gendis bekukan. Jadi gundiknya ini pasti kebingungan mencari sumber dana. "Kamu kan punya kantor, Dis. Lagian cuma buat bayar service mobil doang, kok. Nggak seberapa buat kamu," imbuhnya memelas. "Maaf, Ta. Meski hanya untuk bayar service mobil aku nggak punya, maaf aku harus pergi!" Tanpa salam Gendis menutup sambungan telepon sepihak, amarahnya sudah tidak mampu dia tahan. Kini, dia akan lebih hati-hati kepada siapa pun. Belum juga dia meletakan ponselnya, notifikasi pesan baru sudah muncul. ["Kirim uang buat belanja bulanan, mama sudah nggak punya uang,"] Gendis tidak langsung membuka pesan tersebut, dia memilih membuka akun kloningan milik suaminya. [Sayang bagaimana ini, aku nggak bisa ngirim uang?] [Lalu bagaimana belanjaku ini? Aku sudah pesen banyak, lo,"] [Seperti biasa coba kamu minta si buntal lagi] Gendis mengerutkan dahi, jadi pesan Lita tadi hanya tipuan semata. Selama ini Gendis tidak pernah perhitungan dengan Lita, tetapi ternyata selama ini dia telah di bodohi oleh mereka. Gendis membaca dengan seksama pesan-pesan tersebut, bahkan Hanan meminta orang tuanya untuk meminta langsung kepadanya agar sang gundik dapat berbelanja dengan puas. "Jadi mama tahu kalau Bang Hanan ada hubungan dengan Lita?""Jadi mama tahu kalau Bang Hanan ada hubungan dengan Lita?" Sakit sampai ke ulu hati itu yang kini Gendis rasakan, ternyata semua itu sudah di rencanakan oleh suami dan juga mertuanya. "Baik, akan aku hempaskan kalian!" geram Gendis. Gendis menghubungi Hrd, hari ini dia akan berkunjung ke kantor cabang yang di dirikan oleh suami tanpa persetujuannya. Dia ingin melihat Lita, seperti apa dia sekarang. Setelah selesai dengan urusan paginya, bergegas dia menghampiri putra semata wayangnya. Dengan berat hati dia meninggalkan rumah beserta lelaki kecil yang membuatnya sulit untuk mengambil keputusan. Awal pagi yang membuat mood hancur, puing-puing kebohongan Hanan terkuak. Bahkan, semua itu telah tersusun rapi selama ini. Gendis yang sudah berjuang keras untuk berbakti, nyatanya semua itu tidak membuat Hanan berhenti mencari wanita lain. Gendis mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, meski kacau dia tidak ingin membahayakan orang lain juga dirinya atas kejadian yang menimpanya. Di
Siang yang terik begitu pula semangat Gendis untuk merebut kembali apa yang menjadi haknya. Meski tanpa dukungan orang tua, sebab dia tidak ingin orang tuanya banyak pikiran dengan masalah yang kini dia hadapi. "Bu, sudah sampai," ucap Sindi-sekertarisnya. Ibu muda itu terlihat gelagapan, sebab dia terlalu larut dalam lamunan, tetapi dia kembali bisa menguasai keadaan. "Ayo, turun," ajaknya. Dia beserta Hrd turun dan berjalan memasuki area kantor. Selama dia berada di kantor tidak terlihat sekertaris itu mengadukan sesuatu kepada Hanan, meski dia tau sangat ingin. Akan tetapi, Gendis membiarkan semua mengalir dan tidak terlihat seperti rekayasa.Gendis terdiam memandang bangunan bertingkat dua yang terlihat elegan. Bukankah itu adalah impiannya? Memiliki gedung yang indah dan elegan? Ternyata Tuhan memberi rencana lain, dibalik semua kebohongan Hanan ada impian yang terwujud melaluinya. Perjalanan yang lumayan jauh dia tempuh membuatnya tercengang dengan keadaan yang ternyata le
Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, saya kembali menggunkan POV 1, sebab saya mentok ide. POV : Gendis Ayu Maharani Kejam!Aku tidak habis pikir dengan kelakuan Bang Hanan, meski kutahu sejak awal kami kenal tidak ada sedikit pun rasa kepadaku. Akan tetapi, waktu empat tahun ternyata tidak mampu menumbuhkan cinta di hatinya, aku tahu ini memang salah.Membiarkan semua berjalan begitu saja tanpa mengetahui isi hatinya dan perlakuan buruknya. Sejauh ini semua terasa sangat menyakitkan melihat dia dengan tanpa segan ingin menguasai harta yang kukumpulan sebelum menikah dengannya , tetapi aku sudah sadar dan akan merebut kembali apa yang menjadi hakku. Lelah menghadapi kelakuan egoisnya, bahkan diam-diam dia kembali merajut tali kasih yang sempat kandas dengan kekasihnya. Dengan tanpa sepengetahuanku mereka berencana untuk menguasai seluruh hartaku, sedikit terlambat memang, tetapi itu lebih baik dari pada nanti sudah terlanjur. Walaupun diam-diam mereka mendirikan sebuah perusahan
"Heh, Ndut. Geser sedikit, nggak muat ni pintunya," ucap Hanan kepada istrinya-Gendis- di suatu sore. "Pintunya masih lebar, Bang," jawabnya sedikit bergeser. Semenjak melahirkan dan mengunakan alat kontresepsi hormonal, badan langsing Gendis berubah total. Wajahnya tidak lagi glowing, badannya berlemak di sana sini, wajahnya terlihat lebih tua dari usianya. "Kalau udah tau badan lebar, jangan berdiri di sembarang tempat! Badan kamu yang segede itu memakan tempat!" Ketus Hanan membuat Gendis berkali-kali terluka dengan ucapannya. "Aku begini karena memperjuangkan anak kamu, Bang. Biar kamu dapat gelar seorang ayah. Kenapa kamu selalu saja mempermasalahkannya? Dulu kamu nggak gini-gini amat?" Gendis mencoba membela diri. Sudah dua bulan suaminya berlaku demikian, sering kali membentak dan menghina tubuh gendis yang beratnya lebih dari 70kilogram. Benar, hormon KB menyebabkan banyak perubahan kepada setiap penggunanya, salah satunya adalah Gendis ini. Semenjak anaknya berusia dua
"Selamat pagi, Mbak Gendis," sapa salah satu karyawan di kantor miliknya. "Pagi juga, apa kabar kalian?" tanyanya sembari berjalan menuju ruangan suaminya. Sudah sejak lama Gendis tidak berkunjung ke tempat usaha miliknya itu, bukan tanpa alasan. Suaminya meminta agar dia fokus membesarkan anaknya tanpa campur tangan siapapun. Kini dia kembali untuk melihat secara langsung kinerja para karyawannya dan juga ingin kembali bekerja seperti dulu lagi.Sikap sang suami membuatnya malas jika hanya diam saja di rumah seperti permintaannya. Betul, rida suami lebih utama, tetapi jika sudah menginjak-injak harga diri bukankah lebih baik jika kita membela diri? "Em, Mbak. Sebentar, saya mau tanya?" suara salah satu dari mereka sukes membuat Gendis menghentikan langkahnya. "Iya, ada apa?" "Em... Kenapa baru sekarang datang? Kami semua rindu kehadiran, Mbak." Perkataan itu membuat Gendis sedikit keheranan.Melihat mereka merasa canggung membuat Gendis sedikit menaruh curiga, tetapi dia tidak
Hanan tetap seperti semula membiarkan Gendis dan juga anaknya terabaikan, sepertinya dia mengabaikan ancaman Gendis. Ting. Ponsel Gendis berbunyi, satu pesan masuk dari nomer yang tidak di kenal, setelah membuka aplikasi berlogo ganggang telepon berwarna hijau tersebut, Gendis baru tahu siapa pengirim pesan. [Kenapa kamu diam saja saat suamimu berlaku kasar? Kamu benar-benar buta oleh cinta, Dis. Kamu susah-susah mengurus anak dan memilih mengurus rumah sendiri, suamimu enak-enakan makan dengan wanita lain! Kamu ingat wanita tempo hari. Sepertinya dia biangnya. Bastian]Bastian mengirim sebuah foto yang lumayan dekat, Hanan sedamg tertawa bersama wanita yang kemarin mengusir Gendis dari kantornya. [Usut, Bas!][Siap. Berubahlah sekarang. Jangan mau di bodohi oleh orang nggak tau diri kayak Hanan!.]Gendis hanya membaca pesan terakhir dari sahabatnya itu, tidak ingin membalas apa pun. Yang ada di pikirannya sekarang, hanya bagaimana dia bisa kembali seperti dulu. "Lebih baik aku
"Kamu ngapain, Dis?" Seketika jantung Gendis seolah berhenti. Segera dia menghampiri sang suami, sebelum mendekat dia menyimpan ponselnya ke dalam saku daster lebarnya. "Abang nggak tidur?" tanyanya. Khawatir aksinya tadi kepergok suaminya. "Haus, ambilin minum," perintahnya. Segera dia beranjak mengerjakan perintah sang suami, dengan hati terus berdebar Gendis merapalkan doa-doa agar semua aman sesuai dengan harapannya. "Kenapa kamu belum tidur?" tanya Hanan setelah sang istri mengangsurkan gelas berisi air putih. "Kebelet aja tadi. Abang belum tidur apa gimana?" tanya Gendis was-was. "Udah tidur enak banget malah tengorokan kering. Makanya aku minta kamu ambilin air. Udah aku mau lanjut tidur lagi," jawab Hanan sembari membetulkan selimut. Gendis bernapas lega, ternyata sang suami tidak mengetahui aksinya tadi. "Dis, jangan lupa barang-barangku jangan sampai ada yang ketinggalan," ucap Hanan, lalu kembali membenamkan diri dalam selimut. "Iya," jawabnya. Gendis segera bera
"Katakan saja Gendis Ayu Maharani ingin bertemu!" Gadis itu terkesiap, antara yakin dan tidak dengan nama yang baru saja dia sebutkan. Pasalnya yang dia tahu selama ini, seorang yang bernama Gendis Ayu Maharani dan fotonya terpajang di meja bosnya itu sangat elegan dan modis. "Maaf, Mbak Gendisnya mana, ya?" tanyanya terlihat rikuh. "Saya Gendis. Kenapa?" "Jangan sembarangan, Mbak. Bisa kena pasal kalau nipu orang!" sungutnya sembari bersedekapTanpa menunggu jawaban Gendis, gadis itu segera berjalan menuju ke ruangan Hrd. Dia keluar dengan orang yang Gendis maksud. "Mbak Gendis? Apa kabar?" tanyanya sembari mengulurkan tangan untuk bersalaman."Baik, Pak. Boleh saya menggangu waktunya sebentar?" tanya Gendis ramah. "Saya kan di sini yang gaji, Mbak. Masa harus izin dulu," candanya mencairkan suasana.Gendis mengikuti langkah Hrd--Harnadi--di belakangnya. Menuju ruang yang yang hampir dua tahun ini tidak pernah dia datangi. "Ada apa, Mbak?" tanya Harnadi merasa keheranan. "Aku