Share

Mengatur strategi

Hanan tetap seperti semula membiarkan Gendis dan juga anaknya terabaikan, sepertinya dia mengabaikan ancaman Gendis. 

Ting. 

Ponsel Gendis berbunyi, satu pesan masuk dari nomer yang tidak di kenal, setelah membuka aplikasi berlogo ganggang telepon berwarna hijau tersebut, Gendis baru tahu siapa pengirim pesan. 

[Kenapa kamu diam saja saat suamimu berlaku kasar? Kamu benar-benar buta oleh cinta, Dis. Kamu susah-susah mengurus anak dan memilih mengurus rumah sendiri, suamimu enak-enakan makan dengan wanita lain! Kamu ingat wanita tempo hari. Sepertinya dia biangnya. Bastian]

Bastian mengirim sebuah foto yang lumayan dekat, Hanan sedamg tertawa bersama wanita yang kemarin mengusir Gendis dari kantornya. 

[Usut, Bas!]

[Siap. Berubahlah sekarang.  Jangan mau di bodohi oleh orang nggak tau diri kayak Hanan!.]

Gendis hanya membaca pesan terakhir dari sahabatnya itu, tidak ingin membalas apa pun. Yang ada di pikirannya sekarang, hanya bagaimana dia bisa kembali seperti dulu. 

"Lebih baik aku mencari pembantu, biar aku bisa fokus merebut kembali apa yang menjadi hakku!" geram Gendis sembari menatap wajahnya dari pantulan cermin. 

Gendis segera menghubungi sebuah yayasan penyalur tenaga kerja. Dia tidak ingin terlalu lama membiarkan kekacauan itu terjadi. 

Jika dia hanya diam saja, harta yang dia selama ini dia kumpulkan akan habis dinikmati keluarga suaminya. 

"Putra sini, Nak." Gendis memanggil anaknya agar mendekat. 

Anaknya hanya menurut, meninggalkan mainanya dan mendatangi panggilan sang ibu. 

"Nanti akan ada Mbak baru buat nemenin, Putra. Bunda kerja bantuin Papa. Putra yang pinter, ya," nasehatnya kepada sang buah hati. 

Lelaki kecil itu hanya mengangguk, lalu kembali lagi sibuk dengan permainannya.  

Lekas Gendis berkemas, menyiapkan kamar pembantu yang akan meringankan pekerjaannya yang selama ini sangat menyita waktu. 

***

"Siapa dia?" tanya Hanan setelah meletakkan tas kerja di atas meja makan dan melihat ibu-ibu sedang bermain dengan putranya. 

"Mbak baru, aku capek butuh tenaga buat mengurus semuanya. Besok aku akan kembali ke kantor," papar Gendis dengan tangan sibuk menyiapkan makan malam. 

"Kenapa nggak diskusi dulu?" tanya Hanan kesal. 

"Apanya yang harus di diskusikan? Selama ini Abang tidak pernah mendiskusikan apa pun. Jadi keputusanku sudah bulat. Aku akan kembali mengurus kantor." Gendis sudah malas bernegoisasi dengan suaminya. 

"Apa kamu nggak mau dengan badan berlemak kayak gitu datang ke kantor?" sindir sang suami yang sukses membuat Gendis menghentikan kegiatannya dan meletakan sendok dengan sedikit di banting. 

"Yang di butuhkan dalam bekerja itu otak! bukan otot. Percuma cantik kalau pengganggu rumah tangga orang!" 

"Maksud kamu apa?" tanya Hanan seolah tidak tahu apa-apa. 

"Tidak. Aku hanya melihat reel di hape. Seorang suami kembali miskin setelah perselingkuhannya terbongkar. Aku harap itu tidak terjadi kepada suamiku tercinta ini," ledek Gendis menutupi kebenaran. 

Hanan sedikit gelagapan mendengar perkataan istrinya barusan, bukan tanpa alasan. Dia takut itu benar-benar terjadi di dalam kehidupannya. Kembali miskin karena kepergok berselingkuh. 

"Biar begini aku setia. Meski istri berlemak kayak kamu!" kembali Hanan menghina istrinya. 

"Terus hina aku, Bang." Gendis mulai tersulut emosi.

"Sudah-sudah, besok lusa Abang di suruh Papa pergi ke luar negeri menemani beliau. Entah untuk berapa hari," jelasnya tidak bersemangat. 

Tentu, Hanan tidak akan bersemangat pergi jauh. Apa lagi itu dengan mertuanya, alias papanya Gendis. 

Ide itu sebenarnya Gendis pencetusnya, meski awalnya sang ayah menolak, tetapi akhirnya dia setuju dengan alasan Gendis ingin membuat kejutan nanti saat suaminya kembali. 

Akhirnya papanya setuju dan membawa serta menantu yang tidak tahu di untung seperti Hanan. 

"Kenapa tidak semangat? Bukannya itu bagus untuk karir kamu, Bang. Abang bisa belajar banyak dari Papa." 

"Entahlah. Besok persiapkan semuanya. Jangan besok pagi kamu berangkat ke kantor, lusa saja setekah aku berangkat sama papa," pinta Hanan. 

Gendis paham, pasti Hanan akan mengatur strategi agar kebohongannya tidak terhendus oleh istrinya itu. 

"Oke," jawab Gendis. 

***

"Bagus kalau dia pergi, emang berapa lama papamu di luar negeri?" tanya Bastian setelah mereka berbincang cukup lama menggunakan sambungan telepon. 

"Dua tiga bulan mungkin," jelas Gendis.

"Lakukan apa yang aku katakan kemarin, waktu beberapa bulan itu cukup untuk melakukannya," imbuh Bastian. 

"Bagaimana kalau sampai papa tahu tentang Bang Hanan yang selingkuh?" 

"Suatu saat nanti pasti akan terbongkar juga, yang terpenting pesanku kamu lakukan dulu, hapus bucinmu itu!" 

Dua sahabat itu saling bertukar pikiran, bagaimana dan cara apa yang akan mereka gunakan untuk membuat Hanan mati kutu. 

Gendis meminta Bastian membantunya untuk menyadap posel suaminya. Bastian hanya mengarahkan agar Gendis melakukannya seorang diri dan tanpa di ketahui sang suami. 

Malamnya, setelah melihat sang suami terlelap. Gendis mengendap-endap. Mencoba membuka ponsel suaminya. Tenyata di kunci menggunakan sidik jari. 

Dia tahu kalau sudah tidur, Hanan layaknya orang mati. Dengan cekatan Gendis mengambil tangan suaminya dengan pelan dan meletakkannya di layar ponsel tersebut. 

Tanpa di sadari Hanan menarik tanganya, Gendis merasa akan lepas jantungnya. Ternyata dia hanya mengubah posisi tidur saja. 

Setelah mendapat kode otp dan tertaut ke aplikasi yang sengaja dia d******d untuk menyadap ponsel sang suami.

"Yes, berhasil!" 

Segera Gendis menghapus pesan yang berisi otp dan juga jejak-jejak lainnya. Kembali dia meletakan posel milik suaminya itu di sebelah bantal. Lalu dia beranjak menjauh. 

"Kamu ngapain, Dis?"

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status