Share

ISTRI BERLEMAK ( Kembali cantik setelah suami mendua)
ISTRI BERLEMAK ( Kembali cantik setelah suami mendua)
Penulis: Marni Nayotamma

Gelagat

"Heh, Ndut. Geser sedikit, nggak muat ni pintunya," ucap Hanan kepada istrinya-Gendis- di suatu sore. 

"Pintunya masih lebar, Bang," jawabnya sedikit bergeser. 

Semenjak melahirkan dan mengunakan alat kontresepsi hormonal, badan langsing Gendis berubah total. 

Wajahnya tidak lagi glowing, badannya berlemak di sana sini, wajahnya terlihat lebih tua dari usianya. 

"Kalau udah tau badan lebar, jangan berdiri di sembarang tempat! Badan kamu yang segede itu memakan tempat!" Ketus Hanan membuat Gendis berkali-kali terluka dengan ucapannya. 

"Aku begini karena memperjuangkan anak kamu, Bang. Biar kamu dapat gelar seorang ayah. Kenapa kamu selalu saja mempermasalahkannya? Dulu kamu nggak gini-gini amat?" Gendis mencoba membela diri. 

Sudah dua bulan suaminya berlaku demikian, sering kali membentak dan menghina tubuh gendis yang beratnya lebih dari 70kilogram. 

Benar, hormon KB menyebabkan banyak perubahan kepada setiap penggunanya, salah satunya adalah Gendis ini. Semenjak anaknya berusia dua bulan lebih, sang suami sudah memintanya untuk menggunakan alat kontresepsi tersebut. 

Yang mengakibatkan tubuhnya membengkak sekarang di usia anaknya yang ke dua. 

"Kamu itu kebanyakan makan! Rakus sekali dikit-dikit makan, laper. Kalau di suruh ngurangi makan malah bilang kasian makanannya. Dasar kamu saja yang memang doyan makan. Makanya badanmu melar kayak badak!" cercanya lagi. 

Hanan menyambar tas kecil di atas meja yang telah di siapkan oleh istrinya. Gendis sudah hapal jika setiap hari kamis sore suaminya selalu menyempatkan diri untuk berolahraga di lapangan perumahan terdekat. 

Akan tetapi, Gendis sudah mulai curiga sebab akhir-akhir ini Hanan lebih memilih menghabiskan waktu sore di lapangan ketimbang bermain dengan anak laki-lakinya. 

Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan suaminya berlalu dengan meninggalkan luka di hatinya. 

Bekali-kali membuatnya terluka dan sakit hati, sehingga kini dia mulai sadar diri dan tidak terlalu tergantung dengan suaminya, padahal dulu dia adalah tipe wanita yang senang di manja. 

***

"Kenapa ada tempat minum dengan warna ini? Bukannya Bang Hanan hanya suka warna hitam?" gumam Gendis keheranan. 

Wadah air minum berwarna ungu ini bukan milik suaminya, dia hapal semua barang milik suaminya, tetapi untuk wadah satu ini, dia benar-benar yakin kalau suaminya bukan pemilik barang tersebut. 

"Dis, kamu lihat wadah minum yang aku letakkan di sini?" tanya Hanan sembari menunjuk rak penyimpan barang di dapur. 

"Maksutnya ini, Bang?" tanya Gendis menelisik wajah suaminya. 

Gendis sudah mengenal Hanan lebih dari empat tahun, jadi dia sudah banyak tahu gelagat apa yang suaminya itu lakukan. 

"Dasar celamitan! Jangan ambil barang orang sembarangan!" bentak Hanan sembari menghampiri lalu merebut barang yang dia cari dari tangan istrinya tersebut. 

"Ini bukan milik kamu, Bang?" 

"Bukan. Ini milik kawan aku di tempat joging," jawabnya "Aku berangkat ke kantor dulu," imbuhnya berlalu dan tidak memperdulikan tangan Gendis yang mengambang di udara begitu saja. 

Gendis sadar betul, laki-laki yang telah membersamainya selama empat tahun itu sudah sering mengabaikannya. 

Awalnya dia kira hanya karena urusan kantor yang membuat suaminya mengabaikan dirinya, tetapi ternyata lama-lama memang benar yang di rasakannya. Suaminya berubah. 

Tidak ada lagi canda dan tawa menghiasi rumah mewah itu, bahkan sekedar bertanya kabar pun sudah enggan Hanan lontarkan. 

Gendis sadar diri, dia sudah mulai terbiasa dengan keadaan itu. 

***

Merasa asing dan sangat berbeda dari biasanya, Gendis mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin akan terjadi dalam hubungan pernikahannya.  

Menatap sendu laki-laki kecil pewaris hidung bangir papanya membuat Gendis berpikir jauh. Jika nanti ada hal yang terjadi bagaimana dengan keadaanya? 

Bunyi ponsel berdering sangat nyaring, membuat Gendis terbangun dari lamunannya. 

Papa ❤ Calling....

Gendis segera menggeser layar keatas, menerima panggilan itu dengan antusias, barang kali ada sebuah rindu yang akan di utarakan. Atau makian seperti biasa yang akan di lontarkan. 

"Assalamualaikum, Bang." 

"Waalaikumsalam, nanti Mama mau datang persiapkan semuanya," perintah Hanan. 

"Baik, jam berapa?" 

"Sorean mungkin," jawabnya. 

"Mau di masakin apa, Bang?" 

Belum juga mendapat jawaban, sambungan telepon di putus sepihak oleh Hanan. Lelaki itu kian hari kian berulah. 

Gendis menghela napas, setiap kali mertuanya datang ada saja yang akan membuatnya naik pitam. 

Sekilas Gendis membaca story mertuanya, membuatnya jengah. 

Cicin yang melingkar di jari manis mertuanya itu adalah pemberian dari dirinya yang di minta secara paksa. 

Ting

[Mbak Gendis baik-baik saja?]

Pesan dari iparnya membuatnya sedikit punya nyali untuk melawan perlakuan mamanya. Dia selalu memberi support agar bersikap tegas, supaya nggak di manfaatkan oleh orang lain, apa lagi itu mertuanya. 

[Baik, Dek. Kamu apa kabar?]

Bukan mendapat balasan justru ponselnya berdering. Kakak dan adik ipar itu saling bertukar cerita, setelah panggilan terhubung. 

Sepertinya sang adik punya perasaan yang kuat tentang rumah tangga kakaknya. 

"Mbak jangan mau di buat semena-mena oleh abang. Tunjukan kalau Mbak bisa kembali seperti dulu dan pertahankan apa yang menjadi hakmu. Tegas dan mandirilah, jika Bang Hanan tidak bisa berubah maka tinggalkan saja, saya mendukung sepenuhnya," ucap ipar nun jauh di seberang pulau sana. 

Nasihat itu di berikan untuk kakaknya sebelum mereka mengakhiri sambungan telepon. 

[Aku sudah melarang mama untuk datang kesitu]

Gendis menghela napas dalam "Betul aku harus lakukan sesuatu," gumamnya pelan.

"Aku akan kembali membuat Bang Hanan tergila-gila padaku."

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status