"Heh, Ndut. Geser sedikit, nggak muat ni pintunya," ucap Hanan kepada istrinya-Gendis- di suatu sore.
"Pintunya masih lebar, Bang," jawabnya sedikit bergeser. Semenjak melahirkan dan mengunakan alat kontresepsi hormonal, badan langsing Gendis berubah total. Wajahnya tidak lagi glowing, badannya berlemak di sana sini, wajahnya terlihat lebih tua dari usianya. "Kalau udah tau badan lebar, jangan berdiri di sembarang tempat! Badan kamu yang segede itu memakan tempat!" Ketus Hanan membuat Gendis berkali-kali terluka dengan ucapannya. "Aku begini karena memperjuangkan anak kamu, Bang. Biar kamu dapat gelar seorang ayah. Kenapa kamu selalu saja mempermasalahkannya? Dulu kamu nggak gini-gini amat?" Gendis mencoba membela diri. Sudah dua bulan suaminya berlaku demikian, sering kali membentak dan menghina tubuh gendis yang beratnya lebih dari 70kilogram. Benar, hormon KB menyebabkan banyak perubahan kepada setiap penggunanya, salah satunya adalah Gendis ini. Semenjak anaknya berusia dua bulan lebih, sang suami sudah memintanya untuk menggunakan alat kontresepsi tersebut. Yang mengakibatkan tubuhnya membengkak sekarang di usia anaknya yang ke dua. "Kamu itu kebanyakan makan! Rakus sekali dikit-dikit makan, laper. Kalau di suruh ngurangi makan malah bilang kasian makanannya. Dasar kamu saja yang memang doyan makan. Makanya badanmu melar kayak badak!" cercanya lagi. Hanan menyambar tas kecil di atas meja yang telah di siapkan oleh istrinya. Gendis sudah hapal jika setiap hari kamis sore suaminya selalu menyempatkan diri untuk berolahraga di lapangan perumahan terdekat. Akan tetapi, Gendis sudah mulai curiga sebab akhir-akhir ini Hanan lebih memilih menghabiskan waktu sore di lapangan ketimbang bermain dengan anak laki-lakinya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan suaminya berlalu dengan meninggalkan luka di hatinya. Bekali-kali membuatnya terluka dan sakit hati, sehingga kini dia mulai sadar diri dan tidak terlalu tergantung dengan suaminya, padahal dulu dia adalah tipe wanita yang senang di manja. *** "Kenapa ada tempat minum dengan warna ini? Bukannya Bang Hanan hanya suka warna hitam?" gumam Gendis keheranan. Wadah air minum berwarna ungu ini bukan milik suaminya, dia hapal semua barang milik suaminya, tetapi untuk wadah satu ini, dia benar-benar yakin kalau suaminya bukan pemilik barang tersebut. "Dis, kamu lihat wadah minum yang aku letakkan di sini?" tanya Hanan sembari menunjuk rak penyimpan barang di dapur. "Maksutnya ini, Bang?" tanya Gendis menelisik wajah suaminya. Gendis sudah mengenal Hanan lebih dari empat tahun, jadi dia sudah banyak tahu gelagat apa yang suaminya itu lakukan. "Dasar celamitan! Jangan ambil barang orang sembarangan!" bentak Hanan sembari menghampiri lalu merebut barang yang dia cari dari tangan istrinya tersebut. "Ini bukan milik kamu, Bang?" "Bukan. Ini milik kawan aku di tempat joging," jawabnya "Aku berangkat ke kantor dulu," imbuhnya berlalu dan tidak memperdulikan tangan Gendis yang mengambang di udara begitu saja. Gendis sadar betul, laki-laki yang telah membersamainya selama empat tahun itu sudah sering mengabaikannya. Awalnya dia kira hanya karena urusan kantor yang membuat suaminya mengabaikan dirinya, tetapi ternyata lama-lama memang benar yang di rasakannya. Suaminya berubah. Tidak ada lagi canda dan tawa menghiasi rumah mewah itu, bahkan sekedar bertanya kabar pun sudah enggan Hanan lontarkan. Gendis sadar diri, dia sudah mulai terbiasa dengan keadaan itu. *** Merasa asing dan sangat berbeda dari biasanya, Gendis mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin akan terjadi dalam hubungan pernikahannya. Menatap sendu laki-laki kecil pewaris hidung bangir papanya membuat Gendis berpikir jauh. Jika nanti ada hal yang terjadi bagaimana dengan keadaanya? Bunyi ponsel berdering sangat nyaring, membuat Gendis terbangun dari lamunannya. Papa ❤ Calling.... Gendis segera menggeser layar keatas, menerima panggilan itu dengan antusias, barang kali ada sebuah rindu yang akan di utarakan. Atau makian seperti biasa yang akan di lontarkan. "Assalamualaikum, Bang." "Waalaikumsalam, nanti Mama mau datang persiapkan semuanya," perintah Hanan. "Baik, jam berapa?" "Sorean mungkin," jawabnya. "Mau di masakin apa, Bang?" Belum juga mendapat jawaban, sambungan telepon di putus sepihak oleh Hanan. Lelaki itu kian hari kian berulah. Gendis menghela napas, setiap kali mertuanya datang ada saja yang akan membuatnya naik pitam. Sekilas Gendis membaca story mertuanya, membuatnya jengah. Cicin yang melingkar di jari manis mertuanya itu adalah pemberian dari dirinya yang di minta secara paksa. Ting [Mbak Gendis baik-baik saja?] Pesan dari iparnya membuatnya sedikit punya nyali untuk melawan perlakuan mamanya. Dia selalu memberi support agar bersikap tegas, supaya nggak di manfaatkan oleh orang lain, apa lagi itu mertuanya. [Baik, Dek. Kamu apa kabar?] Bukan mendapat balasan justru ponselnya berdering. Kakak dan adik ipar itu saling bertukar cerita, setelah panggilan terhubung. Sepertinya sang adik punya perasaan yang kuat tentang rumah tangga kakaknya. "Mbak jangan mau di buat semena-mena oleh abang. Tunjukan kalau Mbak bisa kembali seperti dulu dan pertahankan apa yang menjadi hakmu. Tegas dan mandirilah, jika Bang Hanan tidak bisa berubah maka tinggalkan saja, saya mendukung sepenuhnya," ucap ipar nun jauh di seberang pulau sana. Nasihat itu di berikan untuk kakaknya sebelum mereka mengakhiri sambungan telepon. [Aku sudah melarang mama untuk datang kesitu] Gendis menghela napas dalam "Betul aku harus lakukan sesuatu," gumamnya pelan. "Aku akan kembali membuat Bang Hanan tergila-gila padaku." Bersambung"Selamat pagi, Mbak Gendis," sapa salah satu karyawan di kantor miliknya. "Pagi juga, apa kabar kalian?" tanyanya sembari berjalan menuju ruangan suaminya. Sudah sejak lama Gendis tidak berkunjung ke tempat usaha miliknya itu, bukan tanpa alasan. Suaminya meminta agar dia fokus membesarkan anaknya tanpa campur tangan siapapun. Kini dia kembali untuk melihat secara langsung kinerja para karyawannya dan juga ingin kembali bekerja seperti dulu lagi.Sikap sang suami membuatnya malas jika hanya diam saja di rumah seperti permintaannya. Betul, rida suami lebih utama, tetapi jika sudah menginjak-injak harga diri bukankah lebih baik jika kita membela diri? "Em, Mbak. Sebentar, saya mau tanya?" suara salah satu dari mereka sukes membuat Gendis menghentikan langkahnya. "Iya, ada apa?" "Em... Kenapa baru sekarang datang? Kami semua rindu kehadiran, Mbak." Perkataan itu membuat Gendis sedikit keheranan.Melihat mereka merasa canggung membuat Gendis sedikit menaruh curiga, tetapi dia tidak
Hanan tetap seperti semula membiarkan Gendis dan juga anaknya terabaikan, sepertinya dia mengabaikan ancaman Gendis. Ting. Ponsel Gendis berbunyi, satu pesan masuk dari nomer yang tidak di kenal, setelah membuka aplikasi berlogo ganggang telepon berwarna hijau tersebut, Gendis baru tahu siapa pengirim pesan. [Kenapa kamu diam saja saat suamimu berlaku kasar? Kamu benar-benar buta oleh cinta, Dis. Kamu susah-susah mengurus anak dan memilih mengurus rumah sendiri, suamimu enak-enakan makan dengan wanita lain! Kamu ingat wanita tempo hari. Sepertinya dia biangnya. Bastian]Bastian mengirim sebuah foto yang lumayan dekat, Hanan sedamg tertawa bersama wanita yang kemarin mengusir Gendis dari kantornya. [Usut, Bas!][Siap. Berubahlah sekarang. Jangan mau di bodohi oleh orang nggak tau diri kayak Hanan!.]Gendis hanya membaca pesan terakhir dari sahabatnya itu, tidak ingin membalas apa pun. Yang ada di pikirannya sekarang, hanya bagaimana dia bisa kembali seperti dulu. "Lebih baik aku
"Kamu ngapain, Dis?" Seketika jantung Gendis seolah berhenti. Segera dia menghampiri sang suami, sebelum mendekat dia menyimpan ponselnya ke dalam saku daster lebarnya. "Abang nggak tidur?" tanyanya. Khawatir aksinya tadi kepergok suaminya. "Haus, ambilin minum," perintahnya. Segera dia beranjak mengerjakan perintah sang suami, dengan hati terus berdebar Gendis merapalkan doa-doa agar semua aman sesuai dengan harapannya. "Kenapa kamu belum tidur?" tanya Hanan setelah sang istri mengangsurkan gelas berisi air putih. "Kebelet aja tadi. Abang belum tidur apa gimana?" tanya Gendis was-was. "Udah tidur enak banget malah tengorokan kering. Makanya aku minta kamu ambilin air. Udah aku mau lanjut tidur lagi," jawab Hanan sembari membetulkan selimut. Gendis bernapas lega, ternyata sang suami tidak mengetahui aksinya tadi. "Dis, jangan lupa barang-barangku jangan sampai ada yang ketinggalan," ucap Hanan, lalu kembali membenamkan diri dalam selimut. "Iya," jawabnya. Gendis segera bera
"Katakan saja Gendis Ayu Maharani ingin bertemu!" Gadis itu terkesiap, antara yakin dan tidak dengan nama yang baru saja dia sebutkan. Pasalnya yang dia tahu selama ini, seorang yang bernama Gendis Ayu Maharani dan fotonya terpajang di meja bosnya itu sangat elegan dan modis. "Maaf, Mbak Gendisnya mana, ya?" tanyanya terlihat rikuh. "Saya Gendis. Kenapa?" "Jangan sembarangan, Mbak. Bisa kena pasal kalau nipu orang!" sungutnya sembari bersedekapTanpa menunggu jawaban Gendis, gadis itu segera berjalan menuju ke ruangan Hrd. Dia keluar dengan orang yang Gendis maksud. "Mbak Gendis? Apa kabar?" tanyanya sembari mengulurkan tangan untuk bersalaman."Baik, Pak. Boleh saya menggangu waktunya sebentar?" tanya Gendis ramah. "Saya kan di sini yang gaji, Mbak. Masa harus izin dulu," candanya mencairkan suasana.Gendis mengikuti langkah Hrd--Harnadi--di belakangnya. Menuju ruang yang yang hampir dua tahun ini tidak pernah dia datangi. "Ada apa, Mbak?" tanya Harnadi merasa keheranan. "Aku
Air mata yang berusaha dia tahan kembali lagi menganak sungai, Gendis mengepalkan tangan memukul-mukul stir mobil. Dia berusaha meredam gejolak di dalam dada. Teman yang selama ini dia banggakan ternyata masa lalu suaminya, dan ternyata sampai kini mereka masih berhubungan bahkan mereka merencanakan untuk merebut kekayaan dirinya. Ternyata waktu empat tahun itu tidak mampu membuat Hanan mencintainya, pengorbanan serta perjuangan Gendis memikat hati Hanan tidak berarti apa-apa. Gendis tidak mengira jika selama ini dia hanya di manfaatkan oleh suaminya agar bisa kembali ke masa lalunya. "Ternyata aku salah menilaimu, Bang. Cinta yang kau ucapkan tak ubahnya racun yang kau semaikan! Aku berjanji akan mengembalikan kamu ketempat semula!" teriaknya histeris. Tidak akan ada orang yang mendengar suaranya, kini dia hanya mampu menyesali sikapnya yang terburu-buru menerima cinta Hanan yang ternyata hanya sesaat. Puas mengeluarkan isi hati dan mulai tenang, dia turun dari mobilnya menuju
"Jadi mama tahu kalau Bang Hanan ada hubungan dengan Lita?" Sakit sampai ke ulu hati itu yang kini Gendis rasakan, ternyata semua itu sudah di rencanakan oleh suami dan juga mertuanya. "Baik, akan aku hempaskan kalian!" geram Gendis. Gendis menghubungi Hrd, hari ini dia akan berkunjung ke kantor cabang yang di dirikan oleh suami tanpa persetujuannya. Dia ingin melihat Lita, seperti apa dia sekarang. Setelah selesai dengan urusan paginya, bergegas dia menghampiri putra semata wayangnya. Dengan berat hati dia meninggalkan rumah beserta lelaki kecil yang membuatnya sulit untuk mengambil keputusan. Awal pagi yang membuat mood hancur, puing-puing kebohongan Hanan terkuak. Bahkan, semua itu telah tersusun rapi selama ini. Gendis yang sudah berjuang keras untuk berbakti, nyatanya semua itu tidak membuat Hanan berhenti mencari wanita lain. Gendis mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, meski kacau dia tidak ingin membahayakan orang lain juga dirinya atas kejadian yang menimpanya. Di
Siang yang terik begitu pula semangat Gendis untuk merebut kembali apa yang menjadi haknya. Meski tanpa dukungan orang tua, sebab dia tidak ingin orang tuanya banyak pikiran dengan masalah yang kini dia hadapi. "Bu, sudah sampai," ucap Sindi-sekertarisnya. Ibu muda itu terlihat gelagapan, sebab dia terlalu larut dalam lamunan, tetapi dia kembali bisa menguasai keadaan. "Ayo, turun," ajaknya. Dia beserta Hrd turun dan berjalan memasuki area kantor. Selama dia berada di kantor tidak terlihat sekertaris itu mengadukan sesuatu kepada Hanan, meski dia tau sangat ingin. Akan tetapi, Gendis membiarkan semua mengalir dan tidak terlihat seperti rekayasa.Gendis terdiam memandang bangunan bertingkat dua yang terlihat elegan. Bukankah itu adalah impiannya? Memiliki gedung yang indah dan elegan? Ternyata Tuhan memberi rencana lain, dibalik semua kebohongan Hanan ada impian yang terwujud melaluinya. Perjalanan yang lumayan jauh dia tempuh membuatnya tercengang dengan keadaan yang ternyata le
Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, saya kembali menggunkan POV 1, sebab saya mentok ide. POV : Gendis Ayu Maharani Kejam!Aku tidak habis pikir dengan kelakuan Bang Hanan, meski kutahu sejak awal kami kenal tidak ada sedikit pun rasa kepadaku. Akan tetapi, waktu empat tahun ternyata tidak mampu menumbuhkan cinta di hatinya, aku tahu ini memang salah.Membiarkan semua berjalan begitu saja tanpa mengetahui isi hatinya dan perlakuan buruknya. Sejauh ini semua terasa sangat menyakitkan melihat dia dengan tanpa segan ingin menguasai harta yang kukumpulan sebelum menikah dengannya , tetapi aku sudah sadar dan akan merebut kembali apa yang menjadi hakku. Lelah menghadapi kelakuan egoisnya, bahkan diam-diam dia kembali merajut tali kasih yang sempat kandas dengan kekasihnya. Dengan tanpa sepengetahuanku mereka berencana untuk menguasai seluruh hartaku, sedikit terlambat memang, tetapi itu lebih baik dari pada nanti sudah terlanjur. Walaupun diam-diam mereka mendirikan sebuah perusahan
Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, saya kembali menggunkan POV 1, sebab saya mentok ide. POV : Gendis Ayu Maharani Kejam!Aku tidak habis pikir dengan kelakuan Bang Hanan, meski kutahu sejak awal kami kenal tidak ada sedikit pun rasa kepadaku. Akan tetapi, waktu empat tahun ternyata tidak mampu menumbuhkan cinta di hatinya, aku tahu ini memang salah.Membiarkan semua berjalan begitu saja tanpa mengetahui isi hatinya dan perlakuan buruknya. Sejauh ini semua terasa sangat menyakitkan melihat dia dengan tanpa segan ingin menguasai harta yang kukumpulan sebelum menikah dengannya , tetapi aku sudah sadar dan akan merebut kembali apa yang menjadi hakku. Lelah menghadapi kelakuan egoisnya, bahkan diam-diam dia kembali merajut tali kasih yang sempat kandas dengan kekasihnya. Dengan tanpa sepengetahuanku mereka berencana untuk menguasai seluruh hartaku, sedikit terlambat memang, tetapi itu lebih baik dari pada nanti sudah terlanjur. Walaupun diam-diam mereka mendirikan sebuah perusahan
Siang yang terik begitu pula semangat Gendis untuk merebut kembali apa yang menjadi haknya. Meski tanpa dukungan orang tua, sebab dia tidak ingin orang tuanya banyak pikiran dengan masalah yang kini dia hadapi. "Bu, sudah sampai," ucap Sindi-sekertarisnya. Ibu muda itu terlihat gelagapan, sebab dia terlalu larut dalam lamunan, tetapi dia kembali bisa menguasai keadaan. "Ayo, turun," ajaknya. Dia beserta Hrd turun dan berjalan memasuki area kantor. Selama dia berada di kantor tidak terlihat sekertaris itu mengadukan sesuatu kepada Hanan, meski dia tau sangat ingin. Akan tetapi, Gendis membiarkan semua mengalir dan tidak terlihat seperti rekayasa.Gendis terdiam memandang bangunan bertingkat dua yang terlihat elegan. Bukankah itu adalah impiannya? Memiliki gedung yang indah dan elegan? Ternyata Tuhan memberi rencana lain, dibalik semua kebohongan Hanan ada impian yang terwujud melaluinya. Perjalanan yang lumayan jauh dia tempuh membuatnya tercengang dengan keadaan yang ternyata le
"Jadi mama tahu kalau Bang Hanan ada hubungan dengan Lita?" Sakit sampai ke ulu hati itu yang kini Gendis rasakan, ternyata semua itu sudah di rencanakan oleh suami dan juga mertuanya. "Baik, akan aku hempaskan kalian!" geram Gendis. Gendis menghubungi Hrd, hari ini dia akan berkunjung ke kantor cabang yang di dirikan oleh suami tanpa persetujuannya. Dia ingin melihat Lita, seperti apa dia sekarang. Setelah selesai dengan urusan paginya, bergegas dia menghampiri putra semata wayangnya. Dengan berat hati dia meninggalkan rumah beserta lelaki kecil yang membuatnya sulit untuk mengambil keputusan. Awal pagi yang membuat mood hancur, puing-puing kebohongan Hanan terkuak. Bahkan, semua itu telah tersusun rapi selama ini. Gendis yang sudah berjuang keras untuk berbakti, nyatanya semua itu tidak membuat Hanan berhenti mencari wanita lain. Gendis mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, meski kacau dia tidak ingin membahayakan orang lain juga dirinya atas kejadian yang menimpanya. Di
Air mata yang berusaha dia tahan kembali lagi menganak sungai, Gendis mengepalkan tangan memukul-mukul stir mobil. Dia berusaha meredam gejolak di dalam dada. Teman yang selama ini dia banggakan ternyata masa lalu suaminya, dan ternyata sampai kini mereka masih berhubungan bahkan mereka merencanakan untuk merebut kekayaan dirinya. Ternyata waktu empat tahun itu tidak mampu membuat Hanan mencintainya, pengorbanan serta perjuangan Gendis memikat hati Hanan tidak berarti apa-apa. Gendis tidak mengira jika selama ini dia hanya di manfaatkan oleh suaminya agar bisa kembali ke masa lalunya. "Ternyata aku salah menilaimu, Bang. Cinta yang kau ucapkan tak ubahnya racun yang kau semaikan! Aku berjanji akan mengembalikan kamu ketempat semula!" teriaknya histeris. Tidak akan ada orang yang mendengar suaranya, kini dia hanya mampu menyesali sikapnya yang terburu-buru menerima cinta Hanan yang ternyata hanya sesaat. Puas mengeluarkan isi hati dan mulai tenang, dia turun dari mobilnya menuju
"Katakan saja Gendis Ayu Maharani ingin bertemu!" Gadis itu terkesiap, antara yakin dan tidak dengan nama yang baru saja dia sebutkan. Pasalnya yang dia tahu selama ini, seorang yang bernama Gendis Ayu Maharani dan fotonya terpajang di meja bosnya itu sangat elegan dan modis. "Maaf, Mbak Gendisnya mana, ya?" tanyanya terlihat rikuh. "Saya Gendis. Kenapa?" "Jangan sembarangan, Mbak. Bisa kena pasal kalau nipu orang!" sungutnya sembari bersedekapTanpa menunggu jawaban Gendis, gadis itu segera berjalan menuju ke ruangan Hrd. Dia keluar dengan orang yang Gendis maksud. "Mbak Gendis? Apa kabar?" tanyanya sembari mengulurkan tangan untuk bersalaman."Baik, Pak. Boleh saya menggangu waktunya sebentar?" tanya Gendis ramah. "Saya kan di sini yang gaji, Mbak. Masa harus izin dulu," candanya mencairkan suasana.Gendis mengikuti langkah Hrd--Harnadi--di belakangnya. Menuju ruang yang yang hampir dua tahun ini tidak pernah dia datangi. "Ada apa, Mbak?" tanya Harnadi merasa keheranan. "Aku
"Kamu ngapain, Dis?" Seketika jantung Gendis seolah berhenti. Segera dia menghampiri sang suami, sebelum mendekat dia menyimpan ponselnya ke dalam saku daster lebarnya. "Abang nggak tidur?" tanyanya. Khawatir aksinya tadi kepergok suaminya. "Haus, ambilin minum," perintahnya. Segera dia beranjak mengerjakan perintah sang suami, dengan hati terus berdebar Gendis merapalkan doa-doa agar semua aman sesuai dengan harapannya. "Kenapa kamu belum tidur?" tanya Hanan setelah sang istri mengangsurkan gelas berisi air putih. "Kebelet aja tadi. Abang belum tidur apa gimana?" tanya Gendis was-was. "Udah tidur enak banget malah tengorokan kering. Makanya aku minta kamu ambilin air. Udah aku mau lanjut tidur lagi," jawab Hanan sembari membetulkan selimut. Gendis bernapas lega, ternyata sang suami tidak mengetahui aksinya tadi. "Dis, jangan lupa barang-barangku jangan sampai ada yang ketinggalan," ucap Hanan, lalu kembali membenamkan diri dalam selimut. "Iya," jawabnya. Gendis segera bera
Hanan tetap seperti semula membiarkan Gendis dan juga anaknya terabaikan, sepertinya dia mengabaikan ancaman Gendis. Ting. Ponsel Gendis berbunyi, satu pesan masuk dari nomer yang tidak di kenal, setelah membuka aplikasi berlogo ganggang telepon berwarna hijau tersebut, Gendis baru tahu siapa pengirim pesan. [Kenapa kamu diam saja saat suamimu berlaku kasar? Kamu benar-benar buta oleh cinta, Dis. Kamu susah-susah mengurus anak dan memilih mengurus rumah sendiri, suamimu enak-enakan makan dengan wanita lain! Kamu ingat wanita tempo hari. Sepertinya dia biangnya. Bastian]Bastian mengirim sebuah foto yang lumayan dekat, Hanan sedamg tertawa bersama wanita yang kemarin mengusir Gendis dari kantornya. [Usut, Bas!][Siap. Berubahlah sekarang. Jangan mau di bodohi oleh orang nggak tau diri kayak Hanan!.]Gendis hanya membaca pesan terakhir dari sahabatnya itu, tidak ingin membalas apa pun. Yang ada di pikirannya sekarang, hanya bagaimana dia bisa kembali seperti dulu. "Lebih baik aku
"Selamat pagi, Mbak Gendis," sapa salah satu karyawan di kantor miliknya. "Pagi juga, apa kabar kalian?" tanyanya sembari berjalan menuju ruangan suaminya. Sudah sejak lama Gendis tidak berkunjung ke tempat usaha miliknya itu, bukan tanpa alasan. Suaminya meminta agar dia fokus membesarkan anaknya tanpa campur tangan siapapun. Kini dia kembali untuk melihat secara langsung kinerja para karyawannya dan juga ingin kembali bekerja seperti dulu lagi.Sikap sang suami membuatnya malas jika hanya diam saja di rumah seperti permintaannya. Betul, rida suami lebih utama, tetapi jika sudah menginjak-injak harga diri bukankah lebih baik jika kita membela diri? "Em, Mbak. Sebentar, saya mau tanya?" suara salah satu dari mereka sukes membuat Gendis menghentikan langkahnya. "Iya, ada apa?" "Em... Kenapa baru sekarang datang? Kami semua rindu kehadiran, Mbak." Perkataan itu membuat Gendis sedikit keheranan.Melihat mereka merasa canggung membuat Gendis sedikit menaruh curiga, tetapi dia tidak
"Heh, Ndut. Geser sedikit, nggak muat ni pintunya," ucap Hanan kepada istrinya-Gendis- di suatu sore. "Pintunya masih lebar, Bang," jawabnya sedikit bergeser. Semenjak melahirkan dan mengunakan alat kontresepsi hormonal, badan langsing Gendis berubah total. Wajahnya tidak lagi glowing, badannya berlemak di sana sini, wajahnya terlihat lebih tua dari usianya. "Kalau udah tau badan lebar, jangan berdiri di sembarang tempat! Badan kamu yang segede itu memakan tempat!" Ketus Hanan membuat Gendis berkali-kali terluka dengan ucapannya. "Aku begini karena memperjuangkan anak kamu, Bang. Biar kamu dapat gelar seorang ayah. Kenapa kamu selalu saja mempermasalahkannya? Dulu kamu nggak gini-gini amat?" Gendis mencoba membela diri. Sudah dua bulan suaminya berlaku demikian, sering kali membentak dan menghina tubuh gendis yang beratnya lebih dari 70kilogram. Benar, hormon KB menyebabkan banyak perubahan kepada setiap penggunanya, salah satunya adalah Gendis ini. Semenjak anaknya berusia dua