Beranda / CEO / I'm the Director / Senja yang Sirna

Share

Senja yang Sirna

Penulis: Momoy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-12 16:33:57

“Kenapa sekarang kamu berubah pikiran, Laras?” tanyaku sambil berposisi duduk. Laras bersandar di dada bidangku. Kami menyaksikan ombak yang dihiasi pantulan cahaya bulan yang begitu indah.

“Kamu lelaki yang baik, Gas. Aku mungkin akan nyesel banget kalau sampai nolak kamu. Dan satu alasan kenapa aku berubah pikiran.” Laras menundukkan kepalanya, beberapa detik kemudian ia menoleh ke belakang, melihat raut di wajahku.

“Apa memangnya?”

“Aku udah mulai ngerasa kalau aku jatuh cinta sama kamu.”

Rasanya seperti terbang ke langit yang paling tinggi. Lama sekali aku tidak lagi mendengar seseorang mengatakan kata-kata cinta kepadaku. Meski begitu, kalimat yang baru saja keluar dari mulut Laras jauh lebih indah dari kata-kata cinta yang pernah diucapkan oleh Intan ataupun Cassandra.

“Gimana sama kamu, Gas? Apa ... kamu juga—“

“Sudah lama. Sudah lama sekali aku ngerasa di dalam d

Momoy

Halo, halo. Dukung terus cerita ini agar tetap berlanjut, ya. Jangan lupa, kasih komentar dan rating. Terima kasih ^^

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • I'm the Director   Bidadari Bernama Laras

    Aku mengempaskan tubuh Laras dan membuatnya berbaring di sofa. Sebelum melangkah menuju dapur, aku menatap perempuan itu lekat. Betapa seksi dirinya, tetapi aku bukan suami untuk dia. Kuhela napas panjang, lalu ke dapur untuk mengambil sebotol minuman dingin.Sampai di dapur, aku melihat botol wine tergeletak di atas meja. Oke, apa yang aku pikirkan tentang kejadian ini ternyata benar. Mungkin Laras salah minum? Ah, tidak mungkin juga, bukan? Atau jangan-jangan ia penasaran dengan rasa anggur? Ah, masa seperti itu?Dengan segera aku kembali ke ruang depan. Laras masih saja bergumam tak jelas sambil menyebut-nyebut namaku.Aku menggelengkan kepala, lalu kembali meraih tubuh Laras untuk membantu ia menuju kamarnya. Cukup berat juga tubuhnya. Aku pikir dia sudah banyak berubah semenjak pertama bertemu denganku.“Bagas ....”Aku lepaskan tubuh Laras di atas tempat tidur, ia sudah ngantuk dan tidak berdaya, tetapi terus saja menggumamkan nam

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • I'm the Director   Maafkan Aku, Sayang ....

    Setelah Rasyid membagikan lokasinya melalui aplikasi WhatsApp, aku segera menuju tempat tersebut yang katanya merupakan tempat Bambang akan melakukan transaksi. Ya, Rasyid memang sudah bekerjasama dengan temannya yang seorang polisi untuk melacak tua bangka itu dengan segala macam cara.Laras, maaf. Aku ternyata lebih memilih untuk menciptakan ketenangan antara kita dengan meringkus Bambang dan memenjarakannya.Aku tahu perbuatanku telah mengingkari janji pada Laras, tetapi ini yang terbaik menurutku agar mereka tidak lagi mengganggu ketenanganku bersama perempuan yang sangat aku cintai. Aku sudah melihat bagaimana air mata bersimbah di wajahnya, ketakutan menyelimuti, serta rasa trauma menikam dirinya, dan itu membuatku harus membalas semua perlakuan Bambang dan Cassandra.Beberapa jam mengendarai dengan kecepatan tinggi, aku sampai di sebuah bangunan kumuh di dalam sebuah kampung. Tidak, ini bukan lokasi yang mana pernah mereka jadikan tempat untuk me

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-14
  • I'm the Director   Gurat Senyum

    Kehampaan yang tak berujung terasa menikam seluruh tubuh. Meskipun ada, tapi ragaku terasa meniada. Aku di mana? Apakah masih di pangkuan Laras? Ya, tapi kenapa kehangatannya tak lagi terasa? Atau jangan-jangan aku sudah mati? Semua tampak gelap, pekat, tak seberkas pun cahaya menyilau.Aku merasa tangan kananku ada yang menyentuh, tapi tak dapat kulihat siapa yang menyentuhnya. Walau begitu, perasaanku benar-benar kuat dan yakin kulit yang menyentuhku ialah milik Laras.Tak berselang lama, aku melihat seberkas cahaya. Dalam kepekatan tersebut, aku berusaha menggapainya, merasa bangkit, lalu semua terlihat benderang. Benda yang pertama kali kulihat ialah bohlam lampu sebagai satu-satunya penerang yang bercahaya. Cukup terang sehingga menyilaukan.“An ... dr ... a ....”Telingaku belum berfungsi dengan baik. Yang jelas, aku yakin suara yang menyebut namaku itu ialah Laras—perempuan yang sangat aku cintai dengan sepenuh hati. Apakah aku ma

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-14
  • I'm the Director   Lamaran

    Untuk menemui kedua orang tua Laras, tentu saja aku harus menyiapkan diri, berpakaian yang rapi, serta merangkai kalimat untuk melamar perempuan tersebut. Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dari tidur, kemudian membasuh tubuh dan berpakaian yang elegan. Begitu pun dengan Laras, malah ia lebih dulu bangun dan tampak sudah cantik.Selesai mengenakan pakaian, aku segera keluar dari kamar dan menuju ruang makan, menghampiri calon istriku yang tengah menyiapkan sarapan.Perempuan tersebut menyadari keberadaanku saat menarik kursi dan duduk.“Roti bakar. Soalnya nggak ada bahan makanan di rumah kamu,” ucap Laras sambil memperhatikan pemanggang roti.“Iya, aku suka roti bakar.”Laras menghadapku, memperhatikan diriku yang sudah rapi dengan jas hitam. Ah, setiap hari aku memang selalu mengenakan jas hitam. Jadi, mungkin tidak ada bedanya penampilanku saat ini dengan hari-hari lainnya.“Kerah kemeja kamu keluar, belum rap

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15
  • I'm the Director   Genting

    “Bagas!”Aku tersadar dari imaji, tiba-tiba saja sudah ada Intan—perempuan gila yang beberapa waktu lalu menyita waktuku karena bersimpati padanya. Sementara itu, Laras menyaksikan diriku yang tengah dipeluk erat oleh Intan.“Andraku, Andraku, Andraku.” Hanya itu yang Intan ucapkan sembari tersenyum dan tertawa. Ya, dia gila. Tapi, kenapa? Apa semuanya adalah salahku? Jika memang benar Intan gila, Tuhan pasti akan menghukumku lagi dengan yang lebih berat.“Intan ....” Aku bernada amat pelan, sementara kubiarkan perempuan tersebut memelukku dengan erat. Namun, sepertinya dia tidak hanya ingin memelukku, tetapi ingin melenyapkanku dari dunia karena tangannya tiba-tiba naik ke leher dan mencengkeramnya dengan amat keras.“I-Intan ... j-jangan lakukan itu—““Bagas!” Laras panik, mencoba membantuku untuk melepaskan cengkeraman Intan serta menjauhkannya dariku. Begitu juga dengan Pak

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15
  • I'm the Director   Malam Pertama

    “Saya terima nikah dan kawinnya Laras Sukmawati binti Muhammad Fajar Wadi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!”“SAH!”Semua tamu undangan bersorak-sorai menyerukan bahwa ijab qobul yang baru saja terlontar dari mulutku telah sah dan tidak satu pun kata terlewat. Aku memang mampu untuk memberikan mas kawin yang lebih besar dengan harta dan benda, tetapi sayang ayah dan ibu Laras tidak menginginkan hal itu. Laras juga demikian. Hanya dengan seperangkat alat sholat saja, mereka sudah bahagia tiada tara asalkan aku mampu membahagiakan anak mereka.Setelah itu, doa dipimpin oleh pak penghulu untuk memanjatkan harapan kepada Tuhan agar aku dan Laras menjadi suami istri yang senantiasa sakinah. Tidak lupa setelah acara selesai, Laras mencium tanganku dengan amat mesra sebagai pertanda bahwa kami sudah menjadi pasangan yang sah di hadapan Tuhan.“Aku bahagia, Bagas.” Begitulah ucap Laras seraya memasang seny

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • I'm the Director   Pergolakan Asmara

    “Gimana apartemennya, Sayang? Bagus? Nyaman? Keren? Menurut kamu?”“Waaaah. Ini, sih, lebih dari sekedar bagus, Gas! Aku sukaa banget! Fasilitasnya lengkap, ya. Ada TV, kulkas, dapur, dan banyak lagi!” seru Laras sembari duduk dan mencoba sofa berwarna putih empuk di apartemen yang aku sewa.“Syukur, deh, kalau suka. Sekalian juga kamarnya dicobain,” ucapku yang kemudian membuka pintu kamar apartemen.“Ish! Nakal kamu, ya, mau main coba-coba aja.” Laras mencebikkan bibirnya, lalu melangkah masuk ke kamar. Aku mengikuti di belakangnya.“Loh. Kan, nggak bermaksud yang itu, Sayang. Maksud aku itu, cobain tempat tidurnya, lihat lemarinya, dan lain-lain.”“Alah, ngeles, deh. Dari kemarin perasaan bahas yang itu terus. Aku, kan, jadi kepikiran ke sana juga.”Laras membanting pantat ke atas ranjang, lalu merasakan keempukan serta kenyamanan spring bed berukuran kin

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-16
  • I'm the Director   Prioritas Dalam Hidupku

    “Sayaaannggg. Udah siap, belum? Lama banget, deh, make up-nya.” Aku berteriak dari ruang tamu agar Laras mendengar yang sedang ada di kamar.Aku tidak heran, sebab seorang perempuan pasti sangat lama bersolek di depan cermin. Dulu, Laras sangat minim menggunakan make up, tapi setelah menikah denganku, hampir setiap menit ia bercermin. Ia sering kali menggunakan gincu dan beberapa make up lainnya dan berhasil memikat hasratku kepadanya.Tiga puluh menit sudah berlalu sejak Laras selesai membasuh tubuh. Aku menanti di ruang tamu sembari menikmati kopi biasa-biasa saja buatan Laras. Oh, tentu saja di Amerika kopinya berbeda. Jadi, rasa kopi yang dibuat Laras sedikit berbeda pula. Ah, tapi tetap saja rasanya tak ada yang istimewa. Meski begitu, aku tetap menyesapnya hingga tandas.Setelah terjadinya pergolakan hasrat tadi malam, akhirnya tercipta diskusi singkat antara aku dengan Laras. Oleh karena itu, aku hari ini akan mengaj

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-20

Bab terbaru

  • I'm the Director   Jangan Ikut Campur!

    Kikan tetap menarik lengan Deon sampai akhirnya keluar dari bar dan tiba di sebuah gang sempit. Dengan sangat keras, Kikan mengempaskan punggung Deon pada dinding. Perempuan ini menumpu kedua tangannya di antara kepala sang lelaki.“Ada apa ini?!” Deon bertanya dengan penuh penekanan.“Jangan ikut campur urusanku!” tegas Kikan dengan tatapan yang begitu tajam. Tak sedikit pun dia mengalihkan pandangan dari mata Deon.“Oh, gitu. Okay, aku sadar kalau itu bukan urusanku. Tapi, seorang laki-laki nggak akan tinggal diam saat melihat perempuan sedang tersiksa di depannya,” pungkas Deon, santai.“Tersiksa?! Apa aku terlihat tersiksa?! Dasar bodoh!”

  • I'm the Director   Kedatangan Deon Sebagai Pahlawan

    Atas kedatangan Deon yang secara tiba-tiba, Kikan cukup terkejut. Keningnya mengerut dan berangsur-angsur menjaga jarak. Sementara itu, lelaki dengan sweater yang telah mendapatkan pukulan keras dari Deon, kini menatap dengan tajam penuh intimidasi.“Sialan. Siapa lo?! Berani-beraninya lo memukul gue!” tegas lelaki dengan sweater.Deon mengangkat sebelah alisnya, lalu berkata, “Siapa aku nggak penting. Yang jelas, kamu udah bertindak kasar sama cewek. Kamu itu cowok, bukan banci, kan?!”Mendengar tanggapan Deon tersebut, sang lelaki dengan sweater lantas tertawa terbahak-bahak.“Sialan. Baru kali ini gue nemuin orang yang berani sama gue. Lo belum tahu siapa gue, hah?!”

  • I'm the Director   Ingatan Terakhir Tentang Pertarungan

    Deon terakhir kali mengingat bahwa dirinya telah menyelesaikan pertarungan dengan Aldrikov, juga Kikan yang memberikan ucapan selamat padanya. Kini, saat lelaki ini terbangun, entah mengapa dia terlihat sangat kebingungan.“Di mana aku?” tanya Deon sambil beranjak duduk. Dia melirik ke sekitar ruangan yang tak cukup luas tempatnya berada saat ini.Selang beberapa saat, matanya berhenti pada perempuan yang terlihat membatu.“Anggraini? Apa aku ada di rumah sakit?” tanya Deon kesekian kalinya.“Deon! Syukurlah lo udah sadar!”Tanpa menjawab pertanyaan sang lelaki, Anggraini lantas memeluk tubuh Deon yang dipenuhi oleh perba

  • I'm the Director   Akulah Pemenangnya

    Semua persiapan telah dilakukan oleh Deon dan Aldrikov. Kini, keduanya saling tatap satu sama lain.“Aku yang menang, Tua Bangka!”Keduanya melesat dengan sangat cepat. Deon menggerakkan tangannya secara vertikal, tetapi Aldrikov melompat begitu tinggi hingga melewati tubuh Deon. Hal ini membuat lelaki bertubuh atletis ini tersentak kaget. Dia kehilangan momentum. Alhasil, ketika berbalik badan, tangan Aldrikov telah siap melukai wajah dan perutnya.Walau begitu, Deon tak tinggal diam. Tak ingin kalah cepat, dia memutar kedua tangannya ke arah kanan dan berhasil menangkis serangan lawan. Sayangnya, entakan yang begitu kuat membuat Deon terempas beberapa meter.“Kamu terlalu percaya diri.”

  • I'm the Director   Kikan Menjadi Wasit

    Deon dan Aldrikov menoleh ke sumber suara. Keduanya tercengang karena melihat bahwa Kikan-lah yang memiliki suara menggelegar barusan. Deon mengerutkan kening, lalu meningkatkan kewaspadaan. Baginya, tidak mungkin perempuan sadis ini tidak ikut campur dalam pertarungannya.“Apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu mau mengganggu pertarunganku dengan si tua bangka ini?!” tegas Deon dengan tatapan yang begitu tajam.Kikan lantas tertawa bergelak mendengar dugaan Deon.“Nggak juga. Aku datang nggak untuk mengganggu jalannya pertarunganmu dengan Aldrikov.”Sambil mengangkat sebelah alisnya, Deon bertanya, “Lalu? Apa yang kamu inginkan?”

  • I'm the Director   Aliran Elang Pemangsa

    “B-bang … sat!”Tubuh Deon lemas seketika. Anggraini terbelalak kaget karena merasakan cairan kental memenuhi tangannya. Dia lihat, lalu air matanya pun keluar begitu banyak.“DEON!”Di titik ini, napas Deon mulai tak beraturan. Dia seperti orang yang kedinginan, tetapi udara yang masuk ke mulutnya sangat terbatas. Bahkan saat Anggraini menjadi lemas, Deon tidak mampu menopang beban tubuhnya hingga harus tergeletak di tanah.Dengan posisi berbaring, Deon menyaksikan wajah pria paruh baya yang masih mengacungkan pistol ke arahnya. Sang lawan menyeringai, lalu berkata, “Saya sudah mengatakannya padamu. Kamu akan mati di tempat ini.”

  • I'm the Director   Usaha Tak Mengkhianati Hasil

    Ketika pria berambut panjang hendak pergi bersama para anak buahnya yang bertugas membawa Deon, sebuah suara menghentikannya.“Serahkan Deon sama gue!”Pria paruh baya berbalik badan. Yang terlihat ialah seorang perempuan yang sedang membawa dua pistol di tangan dan dua pedang yang terselip di punggung.“Oh, bukankah kamu ….” Pria tersebut tidak melanjutkan kalimatnya. Namun, dia pun tertawa kemudian.“Ya, ya. Saya pernah mendengar desas-desus kalau salah satu senjata pembunuh Tyrex ikut bergabung ke Bruno. Dan tentu saja, yang mereka maksud adalah kamu. Kamulah pengkhianatnya.”Perempuan yang tak lain ialah Melind

  • I'm the Director   Gugurnya Harapan

    Mendengar pernyataan pria berambut panjang, tatapan Deon semakin serius. Baginya, sekarang basa-basi tidak lagi diperlukan. Entah benar atau tidak bahwa para anggota Bruno tengah bertempur dengan anak buah si pemasok senjata ini.“Kalau gitu, kita buktiin di sini siapa yang lebih hebat.”Ketika Deon hendak menyiapkan kuda-kuda, pria berambut panjang berkata, “Tidak perlu.”Selang beberapa saat pria tersebut memberikan sinyal pada salah satu anak buahnya. Deon semakin waspada. Namun, dia tidak cukup cekat dalam menghindari sebuah peluru yang kemudian dilesatkan oleh anak buah si pemasok senjata. Alhasil, timah panas menancap di bahu sebelah kanan Deon.“Sialan!” jerit Deon sambil m

  • I'm the Director   Tangkas Pemberani

    Tidak mudah bagi Deon untuk melakukan pergerakan saat ini. Bahwa keadaan tubuhnya dipenuhi luka dan juga para anak buah pria berambut panjang terlihat siap dengan berbagai senjata yang mereka bawa. Untuk itu, Deon hanya menatap ke arah sang lawan. Sesekali bergantian menatap Anggraini yang sedang dalam keadaan tertodong senjata.“Akhirnya, kami menemukanmu. Sebelum jadi mayat di sini, ada baiknya kita bicara beberapa patah kata,” ucap pria berambut panjang sambil berjalan mondar-mandir.Deon berusaha bangkit meski tubuhnya masih terasa pegal dan sakit. Tidak dipungkiri ada beberapa tulang yang patah akibat dirinya yang menggelinding di bukit terjal ini.“Oh, aku kira kalian nggak bisa berbasa-basi. Ternyata, sama aja.”

DMCA.com Protection Status