Tatapan tajam Melinda membuat Deon tersenyum kecut. Begitu saja, perempuan ini menyerang dengan tinju yang mengejutkan, mengentak dada Deon hingga terempas dan terkapar.
Melinda tertawa melihat Deon yang baru sekali pukul saja sudah rubuh.
“Kenapa? Mana kemampuan lo yang hebat itu? Ayo, keluarin semua yang lo punya!”
Deon kembali bangkit. Di titik ini, dia bergerak menghindar dari tendangan sang lawan. Hal ini terjadi beberapa kali hingga dia berhasil menangkap kaki Melinda, kemudian mendorong sang perempuan hingga terjungkal ke belakang. Sayangnya, Melinda masih dapat mempertahankan keseimbangannya.
“Serangan balik yang cukup hebat.”
Alex tersentak kaget, lalu senyap. Perlahan-lahan, lehernya memutar ke belakang, melihat bahwa Melinda-lah yang telah menancapkan timah panas di punggungnya.“M-Melinda …,” lirih Alex. Dia tak bisa menahan tubuhnya sehingga hampir saja tergeletak jatuh. Untungnya, dia bertumpu menggunakan kedua tangan.“Apa yang lo lakuin? K-kenapa lo ….”Alex beranjak bangkit, lalu menatap Melinda yang mengarahkan tatapan tajam dan serius padanya. Tangan sang perempuan masih mengacung menodongkan pistol ke arah Alex.Sambil menggelengkan kepalanya, Alex berkata, “Lo nggak boleh ngelakuin itu, Lex.”Dahi Alex mengerut. Semen
Seketika itu, Roki dan Anggraini terbelalak kaget. Terutama Roki yang terlihat tidak terima atas keputusan Deon.“Ada apa ini, Bos?! Kenapa lo ngajak musuh buat gabung ke Bruno?!” tanya Roki dengan nada yang cukup tinggi.Deon menatap lelaki ini, lalu berucap, “Tenang, tenang, Roki. Kenapa kamu kelihatannya nggak terima gitu? Justru, ini akan jadi langkah bagus bagi Bruno. Aku akan membangun Bruno kembali dan mengatur tim. Jangan salah paham!”Walau sudah dijelaskan pun, dahi Roki masih saja terlihat mengerut.“Gue nggak setuju, Bos. Kita nggak bisa percaya sama musuh! Gimanapun juga, dia masih anggota Tyrex. Siapa yang akan menjamin kalau dia nggak akan berkhianat sama kita?!” pu
Setelah Deon menyatakan bahwa Melinda resmi menjadi anggota Bruno, Roki hanya bisa pasrah menerima keputusan sang ketua. Maka, mereka pun segera melanjutkan perjalanan menuju wilayah kekuasaan Bruno yang katanya telah dikuasai oleh Tyrex dan beberapa anggota Bruno dibantai dengan cara sadis.Dalam perjalanan, Deon melihat bahwa Anggraini selalu memperlihatkan mimik wajah yang enak dipandang sejak Melinda ikut bersama mereka.“Kamu kenapa, Anggraini?” tanya Deon. Roki sesekali mengintip Deon dari kaca spion.Roki pun sedari tadi tidak mengatakan apa pun. Dia duduk di jok depan bersama dengan Melinda.“Nggak apa-apa,” jawab Anggraini, ketus.
“Salah satu hal yang bikin Tyrex dijuluki sebagai Dewa Kejahatan karena mereka adalah sumber dari kejahatan. Tyrex nggak tergabung dalam satu tim. Lo pikir kerjaan Tyrex sebagai mafia itu cuma jual obat-obatan terlarang? Lo salah besar!” tegas Melinda yang kemudian mengangkat satu sudut bibirnya.Kening Deon semakin mengerut.“Dan gue nggak tahu Tyrex mana tepatnya yang lo maksud atau lo omongin. Tyrex punya puluhan cabang. Masing-masing dari cabang diberikan tugas berbeda-beda. Ada yang bertugas membunuh, ada yang bertugas menjual obat-obatan, bahkan ada yang sampai duduk di kursi pemerintahan. Lo nggak percaya, kan?”Deon terbelalak kaget, tak terkecuali Anggraini dan Roki yang sedari mendengarkan dengan saksama.
Melinda yang melihat bahwa pisau si pria berambut mohawk menancap di punggung Deon, begitu saja menarik Deon, lalu menghajar pria berambut mohawk. Hanya satu pukulan yang mengentak, pria berambut mohawk menahan rasa sakit di dadanya.Sementara itu, Deon mencabut pisau tersebut, lalu menggenggamnya dengan sangat erat sambil menatap sang anak buah.“Berhenti, Melinda!” perintah Deon. Melinda yang hendak menghajar pria itu lagi pun urung. Dia memberikan jalan untuk Deon yang berjalan sambil berwajah bengis.“M-mau apa lo?!” tanya pria berwajah bengis. Dia terlihat harap-harap cemas, beringsut-ingsut mundur.Sambil menatap dua anak buahnya yang berada di belakang si pria berambut mohawk, Deon ber
Deon dan Roki tersentak kaget atas perlakuan Anggraini pada Melinda. Sementara itu, Melinda kini saling menatap dengan Anggraini.“Apa-apaan ini, Anggraini?! Kenapa kamu menampar Melinda tanpa sebab?!” tanya Deon dengan nada tegas.Lelaki bertubuh atletis ini melihat ada sebuah api kebencian di mata sang perempuan. Dia tak begitu tahu apa yang menyebabkan Anggraini sangat membenci Melinda. Berbeda dengan Roki yang walaupun membenci Melinda juga, tetapi dia sama sekali tidak melakukan hal kasar pada sang perempuan.“Anggraini! Jawab aku! Kenapa kamu tiba-tiba menampar Melinda?!”Dengan tatapan yang amat tajam, Anggraini menatap Deon, lalu menjawab, “Gue nggak suka kalau dia ada di sini.
Kening Deon mengerut setelah mendengar pernyataan Melinda barusan.“Apa maksudmu pernah bertemu denganku bukan sebagai Bruno?”Lantas, Melinda hanya tersenyum miring, lalu berjalan menuju pintu kamar. Dia terdiam sejenak dan berkata, “Entahlah. Mungkin cuma perasaan gue aja.”Perempuan itu pun keluar dari kamar Deon. Akan tetapi, sang lelaki masih memikirkan ucapan Melinda. Bisa jadi yang Melinda lihat adalah diri Deon yang dulu sebelum dia benar-benar lupa siapa dirinya.“Apa jangan-jangan dia ketemu sama diriku yang dulu sebelum aku benar-benar lupa ingatan kayak sekarang?” batin Deon. Dia segera merebahkan diri, lalu kedua matanya terpejam.
“Cewek jalang! Ngapain lo di kamar Deon?!” tanya Anggraini dengan nada membentak setelah melihat bahwa perempuan yang ada di ranjang sang lelaki ialah Melinda.Melinda tertawa renyah, lalu beranjak bangkit dari ranjang. Dia hanya mengenakan gaun yang sangat tipis. Oleh karena itu, terlihat jelas lekukan tubuhnya yang sintal.“Seharusnya gue yang tanya sama lo, lo ngapain ke kamar Deon? Dan … lo apain Deon?” Melinda bertanya dengan tenang. Dia mendekati Anggraini, lalu menatapnya lebih dekat.Anggraini menggertakkan giginya. Di titik ini, Deon menggerak-gerakkan kepalanya, lalu ia angkat dari pundak sang perempuan. Sang lelaki berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi. Dilihatnya Melinda di hadapan dengan pakaian minim, Deon mengerutkan keni