Aku tahu bahwa cinta tanpa pengorbanan adalah hampa tak ada makna. Mengatakan cinta, tetapi tak mau lelah menanggung luka dan perih. Apa yang aku rasakan kini adalah alami datang dari Tuhan Sang Pengendali Hati. Ketika mendengar kabar tentang Laras yang diancam, bahkan disekap entah di mana, aku merasa telah menjadi seorang lelaki yang tak dapat melakukan apa pun.
Dengan tega aku membiarkan ia masuk dalam masalah pelik kehidupanku. Memang lucu, apakah benar cinta tidak harus memiliki sehingga akhirnya aku harus mengorbankan jiwa dan raga, kemudian menikah dengan Cassandra—wanita yang sama sekali tidak pernah aku cintai. Hanya benci dan rasa jijik yang aku miliki untuk Cassandra. Semua aspek kehidupannya membuatku bergidik, menggeleng tak suka.
Namun, kala Laras hadir setelah sekian lama diri ini terjajah oleh harta tua bangka itu, jiwaku merasa tentram. Nyaman yang kurasa kala ia bertutur kata. Lembut, kadang aku merasa seperti dirinya selalu memperhatikanku. Ket
“Hahahaha! Keras juga suara pistol lo, Mat! Eh, jangan bikin dua orang di dalam kaget, dong. Kasihan, oi.”“Ah, biarinlah. Kita, kan, diminta membereskan dua orang itu kalau sampai macam-macam.”“Oh, iya. Ini udah sepuluh menit. Ayo kita balik bawa orang itu ke Bos.”Bisa kudengar percakapan mereka dari dalam ruangan bersama Laras. Ternyata suara tembakan yang baru saja terdengar adalah ulah mereka berdua. Ya, aku sempat berpikir bahwa mereka seperti ingin menghabisi kami tanpa alasan. Namun, mana mungkin. Keberadaanku sangat penting bagi atasan mereka.Kini, keduanya terdengar melangkah ke arah ruangan. Aku masih membaringkan kepala di pangkuan Laras. Berpura-pura tidur. Ini sebuah taktik yang sudah kupikirkan semenjak tiba di ruangan.“Kamu diam. Saya akan lepaskan tali-tali di tubuh kamu.”Jantungku berontak. Ini saat-saat yang menegangkan bagiku. Sambil berpura-pura tidur, tanganku mencoba
Sebenarnya, orang-orang tidak perlu repot mengurusi hidupku. Toh, tak ada manfaatnya bagi mereka. Namun, aku tahu ini semua adalah ujian dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Aku mungkin telah banyak melakukan dosa. Telah banyak menyakiti orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Aku yakin ini adalah ganjaran yang setimpal, yang Tuhan berikan untukku.Meski begitu, seburuk-buruknya pengalaman, pasti menyimpan sebuah hikmah di baliknya.Pagi harinya, aku memutuskan untuk mengunjungi kantor. Memang, sampai di gedung tersebut, banyak sekali wartawan dan jurnalis yang berkerumun menantiku untuk mendapatkan kejelasan tentang masalah Cassandra dan perusahaanku yang sedang berada di ambang kehancuran.“Damar, keluarlah. Saya di tempat parkir. Temani saya masuk ke gedung, di sini banyak sekali wartawan yang berkumpul,” ucapku pada Damar melalui panggilan telepon.Tak lama menunggu, Damar terlihat sedang berjalan ke arah mobilku. Ia kemudian berdir
Jika melakukan kilas balik, pertemuanku dengan Laras seperti sebuah rencana matang yang ditakdirkan oleh Tuhan. Aku tidak pernah menyangka wanita tersebut akan sangat dekat denganku mengetahui dulu aku begitu sering membentak dan memperlakukannya dengan kasar. Meski begitu, tak sedikit pun ia menyimpan dendam padaku. Berbeda sekali denganku. Ketika seseorang melakukan hal buruk, aku pasti akan mengingatnya, kemudian mendendam hingga menjadi sakit sendiri.Kami masih dalam perjalanan menuju vila milikku. Cukup lama, sekitar tiga jam perjalanan. Sedari tadi Laras hanya diam dan sesekali matanya menatap keramaian di jalanan. Menyaksikan beberapa kendaraan lain saling salip menyalip.“Laras. Gimana ceritanya kamu bisa diculik sama anak buah Cassandra?” tanyaku.Aku cukup penasaran dengan hal ini. Sebab, setahuku Laras sudah pergi dari komplek perumahaannya. Lalu, dari mana mereka bisa tahu keberadaan Laras? Mereka memang tidak bisa diremehkan.&ld
Sekian waktu kami jalani dengan bercucur keringat dan air mata. Tak peduli orang lain mencoba memisahkan, tetapi semesta kuharap menyatukan cinta kami.Beberapa hari sudah aku di vila bersama dengan Laras. Sebenarnya agak canggung tinggal bersamanya meskipun tidur di kamar yang berbeda. Yang pasti, detak jantung ini tidak pernah bisa aku hentikan kala saling berpapasan dengannya. Meski begitu, aku harap selamanya akan seperti ini sampai akhirnya kami duduk di pelaminan nanti.Momen-momen membahagiakan selalu aku jalani bersamanya. Laras mengajarkanku segala sesuatu tentang memasak, sementara di sore dan pagi hari, kadang aku mengajaknya untuk berolahraga.Laras menatap diriku yang sedang sibuk berkutat dengan dumbell untuk menyembulkan otot-otot bicep-ku. Dengan satu tangan aku menaik-turunkan dumbell seberat 15 Kg sembari menghitung di dalam hati. Aku menolehkan pandangan ke arah Laras yang sedang bergeming menyaksikan diriku.Aku naikkan sebela
“Kenapa sekarang kamu berubah pikiran, Laras?” tanyaku sambil berposisi duduk. Laras bersandar di dada bidangku. Kami menyaksikan ombak yang dihiasi pantulan cahaya bulan yang begitu indah.“Kamu lelaki yang baik, Gas. Aku mungkin akan nyesel banget kalau sampai nolak kamu. Dan satu alasan kenapa aku berubah pikiran.” Laras menundukkan kepalanya, beberapa detik kemudian ia menoleh ke belakang, melihat raut di wajahku.“Apa memangnya?”“Aku udah mulai ngerasa kalau aku jatuh cinta sama kamu.”Rasanya seperti terbang ke langit yang paling tinggi. Lama sekali aku tidak lagi mendengar seseorang mengatakan kata-kata cinta kepadaku. Meski begitu, kalimat yang baru saja keluar dari mulut Laras jauh lebih indah dari kata-kata cinta yang pernah diucapkan oleh Intan ataupun Cassandra.“Gimana sama kamu, Gas? Apa ... kamu juga—““Sudah lama. Sudah lama sekali aku ngerasa di dalam d
Aku mengempaskan tubuh Laras dan membuatnya berbaring di sofa. Sebelum melangkah menuju dapur, aku menatap perempuan itu lekat. Betapa seksi dirinya, tetapi aku bukan suami untuk dia. Kuhela napas panjang, lalu ke dapur untuk mengambil sebotol minuman dingin.Sampai di dapur, aku melihat botol wine tergeletak di atas meja. Oke, apa yang aku pikirkan tentang kejadian ini ternyata benar. Mungkin Laras salah minum? Ah, tidak mungkin juga, bukan? Atau jangan-jangan ia penasaran dengan rasa anggur? Ah, masa seperti itu?Dengan segera aku kembali ke ruang depan. Laras masih saja bergumam tak jelas sambil menyebut-nyebut namaku.Aku menggelengkan kepala, lalu kembali meraih tubuh Laras untuk membantu ia menuju kamarnya. Cukup berat juga tubuhnya. Aku pikir dia sudah banyak berubah semenjak pertama bertemu denganku.“Bagas ....”Aku lepaskan tubuh Laras di atas tempat tidur, ia sudah ngantuk dan tidak berdaya, tetapi terus saja menggumamkan nam
Setelah Rasyid membagikan lokasinya melalui aplikasi WhatsApp, aku segera menuju tempat tersebut yang katanya merupakan tempat Bambang akan melakukan transaksi. Ya, Rasyid memang sudah bekerjasama dengan temannya yang seorang polisi untuk melacak tua bangka itu dengan segala macam cara.Laras, maaf. Aku ternyata lebih memilih untuk menciptakan ketenangan antara kita dengan meringkus Bambang dan memenjarakannya.Aku tahu perbuatanku telah mengingkari janji pada Laras, tetapi ini yang terbaik menurutku agar mereka tidak lagi mengganggu ketenanganku bersama perempuan yang sangat aku cintai. Aku sudah melihat bagaimana air mata bersimbah di wajahnya, ketakutan menyelimuti, serta rasa trauma menikam dirinya, dan itu membuatku harus membalas semua perlakuan Bambang dan Cassandra.Beberapa jam mengendarai dengan kecepatan tinggi, aku sampai di sebuah bangunan kumuh di dalam sebuah kampung. Tidak, ini bukan lokasi yang mana pernah mereka jadikan tempat untuk me
Kehampaan yang tak berujung terasa menikam seluruh tubuh. Meskipun ada, tapi ragaku terasa meniada. Aku di mana? Apakah masih di pangkuan Laras? Ya, tapi kenapa kehangatannya tak lagi terasa? Atau jangan-jangan aku sudah mati? Semua tampak gelap, pekat, tak seberkas pun cahaya menyilau.Aku merasa tangan kananku ada yang menyentuh, tapi tak dapat kulihat siapa yang menyentuhnya. Walau begitu, perasaanku benar-benar kuat dan yakin kulit yang menyentuhku ialah milik Laras.Tak berselang lama, aku melihat seberkas cahaya. Dalam kepekatan tersebut, aku berusaha menggapainya, merasa bangkit, lalu semua terlihat benderang. Benda yang pertama kali kulihat ialah bohlam lampu sebagai satu-satunya penerang yang bercahaya. Cukup terang sehingga menyilaukan.“An ... dr ... a ....”Telingaku belum berfungsi dengan baik. Yang jelas, aku yakin suara yang menyebut namaku itu ialah Laras—perempuan yang sangat aku cintai dengan sepenuh hati. Apakah aku ma