Bab 26: Surat yang Tak Berbalas
Pagi itu, di istana megah Kerajaan Veridion, Raja Alaric duduk di meja kerjanya yang penuh dengan dokumen. Cahaya matahari pagi menembus tirai tipis jendela ruangannya, memberikan suasana yang hangat namun tak mampu meringankan beban pikirannya. Sesekali ia memutar cincin di jarinya kebiasaannya saat sedang berpikir keras. Di antara dokumen tentang urusan negara dan rencana diplomasi, ada selembar kertas yang berbeda. Surat yang sedang ia tulis untuk Elea. Sejak kabar perceraian Elea tersebar, Alaric merasa tak bisa diam. Ia tahu Elea terluka, dan keinginannya untuk berada di sisinya semakin kuat. “Elea...” gumam Alaric pelan sambil menuliskan beberapa kalimat terakhir di suratnya. Ia mencoba untuk tidak terlalu kentara dalam mengungkapkan isi hatinya, tetapi kalimat-kalimat itu selalu menyiratkan perasaan yang ingin ia sampaikan. Surat itu selesBab 27: Penobatan Beatrice Dua bulan setelah perceraian dengan Elea, Flynn akhirnya melaksanakan upacara penobatan Beatrice sebagai ratu Kerajaan Landbird. Istana dihiasi dengan megah, kain-kain sutra berwarna emas dan merah terpasang di setiap sudut aula utama. Para bangsawan diundang untuk menyaksikan momen ini, meskipun beberapa di antaranya hadir dengan rasa enggan. Beatrice, mengenakan gaun putih berhias permata, melangkah memasuki aula dengan senyum anggunnya. Perutnya yang mulai terlihat membuncit menjadi simbol statusnya sebagai ibu dari calon penerus takhta. Flynn menatapnya dengan penuh kekaguman, seolah lupa dengan semua kekacauan yang telah terjadi di sekeliling mereka. Namun, di luar aula megah itu, desas-desus buruk tentang Flynn semakin menguat. “Cepat sekali dia mengangkat Beatrice menjadi ratu,” ujar seorang bangsawan tua kepada rekannya. “Bukankah ini seperti membuktikan bahwa dia
Bab 29: Surat yang Ditunggu-Tunggu Malam itu, di Istana Veridion, Alaric tengah duduk di ruang kerjanya. Seberkas cahaya lilin menerangi meja kayu besar yang dipenuhi dokumen-dokumen kerajaan. Sementara tangannya sibuk menandatangani surat perintah, pikirannya melayang pada Elea. Sudah berbulan-bulan sejak ia terakhir mengirimkan surat untuknya, berharap suatu saat Elea akan menjawab. Namun, harapan itu selalu disambut dengan keheningan. Hingga malam ini, seekor burung merpati putih mendarat di jendela ruangannya, membawa secarik kertas kecil yang terlipat rapi. Alaric segera menghentikan pekerjaannya dan mengambil surat itu. Jantungnya berdebar saat melihat tulisan tangan yang sudah dikenalnya—tulisan Elea. Dengan hati-hati, ia membuka lipatan kertas tersebut. "Yang Mulia Raja Alaric,Setelah sekian lama saya merenung, saya merasa sudah waktunya bagi kita untuk mengenal satu sama lain lebih jauh. Kehidupan saya
Bab 28: Permainan Teh Beracun Sore itu, sinar matahari senja menerpa jendela-jendela besar Istana Lily, memberikan suasana hangat yang menenangkan. Di tengah taman istana yang indah, Beatrice duduk di kursi utama sambil dikelilingi oleh para selir tingkat tiga dan empat. Meja kayu melengkung di hadapannya dipenuhi cangkir-cangkir porselen, kue kecil, dan teh harum yang baru diseduh. "Aku ingin kita semua merasa lebih dekat satu sama lain," kata Beatrice sambil tersenyum lembut, tangannya memegang cangkir teh dengan anggun. "Bagaimanapun juga, kita semua adalah bagian dari keluarga kerajaan ini." Para selir saling bertukar pandang. Awalnya, mereka terkejut saat menerima undangan mendadak dari Beatrice, tetapi mereka datang dengan penuh rasa ingin tahu. Setelah beberapa obrolan ringan, Beatrice akhirnya membawa pembicaraan ke arah yang ia inginkan. Dengan nada suara lembut, ia me
Bab 30: Kedatangan yang Tak TerdugaSiang hari yang begitu terik di kediaman Grand Duke Marre. Elea tengah duduk di ruang kerjanya, bersiap menulis surat kepada Alaric. Namun, sebelum pena menyentuh kertas, suara derap kuda yang keras dan tergesa-gesa memecah keheningan. Elea menoleh ke jendela. Di sana, di depan gerbang utama kediaman, seorang pria dengan jubah hitam turun dari kuda hitamnya. Wajahnya tak asing, Raja Alaric dari Veridion. Alaric tampak lelah namun tetap memancarkan wibawa. Rambut hitamnya sedikit berantakan karena perjalanan panjang, dan matanya yang tajam memancarkan tekad. Elea berdiri terpaku di tempatnya. "Dia datang... untukku?" gumamnya pelan, tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. Tak lama, Alaric memasuki aula utama, diiringi oleh pelayan keluarga Marre yang kebingungan dengan kedatangan mendadak raja besar itu. Elea berjalan menghampirinya dengan hati-hati, mencoba menenangkan
Bab 33: Perpisahan di Kediaman Grand Duke Pagi yang cerah menyelimuti kediaman Grand Duke Marre. Suara gemericik air dari air mancur di halaman menambah suasana damai, namun hati Elea dan keluarganya terasa berat. Setelah bermalam selama dua malam, Raja Alaric dan rombongannya bersiap untuk bertolak kembali ke Veridion. Alaric berdiri di halaman depan, mengenakan jubah biru gelap yang melambangkan kebangsawanan Veridion. Di belakangnya, rombongan para pengawal, pelayan, dan kereta kuda telah siap berangkat. Elea berdiri di sampingnya, mengenakan gaun putih sederhana yang tertiup angin lembut pagi itu. "Terima kasih atas keramahannya," ucap Alaric kepada Grand Duke Marre dan Duchess Lenora sambil membungkukkan badan dengan hormat. "Dua hari di sini telah memberikan banyak kebahagiaan bagi saya." Grand Duke mengangguk dengan senyum kecil. "Kami yang berterima kasih, Yang Mulia. Kehadiran Anda membawa harapan baru bagi Ele
Bab 31: Jamuan yang Hangat Setelah perbincangan di taman, Elea kembali ke kediaman utama bersama Alaric. Grand Duke Marre dan Duchess Lenora, yang telah diberitahu tentang maksud kedatangan Raja Alaric, menyambutnya dengan penuh keramahan. "Yang Mulia Raja Alaric," ujar Grand Duke Marre dengan senyum hangat, "suatu kehormatan bagi kami menyambut Anda di rumah kami. Kami harap perjalanan Anda ke sini tidak terlalu melelahkan." Alaric membalas dengan membungkuk sopan. "Terima kasih atas sambutannya, Yang Mulia Grand Duke, dan Duchess Lenora. Perjalanan saya baik-baik saja, meskipun saya harus mengakui bahwa saya berangkat dengan terburu-buru. Saya mohon maaf karena datang seorang diri. Rombongan saya akan tiba esok pagi." Duchess Lenora tertawa kecil, menutupi mulutnya dengan tangan. "Tidak perlu meminta maaf, Yang Mulia. Keberanian Anda untuk datang sendirian sudah menunjukkan kesungguhan Anda."
Bab 32: Rombongan dari Veridion Keesokan paginya, suasana di kediaman Grand Duke Marre kembali hidup dengan kedatangan rombongan besar dari Veridion. Lennox, pelayan setia Raja Alaric, memimpin rombongan itu, membawa beberapa kereta kuda berisi hadiah-hadiah mewah sebagai tanda hormat dari Veridion. Di aula utama, Grand Duke Marre, Duchess, dan Elea menyambut kedatangan Lennox dengan sikap ramah. Lennox segera membungkuk dengan sopan. "Yang Mulia Raja Alaric memohon maaf karena ia mendahului kami tiba di kediaman Anda. Beliau tidak sabar untuk bertemu Lady Elea sehingga memutuskan menunggangi kudanya lebih dulu." Grand Duke tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan keterkejutannya. "Raja Alaric memiliki tekad yang kuat. Namun, aku tidak menyangka ia akan begitu bersemangat hingga meninggalkan rombongannya." Lennox melanjutkan, "Beliau juga mengirimkan hadiah-hadiah ini sebagai tanda penghormatan kepa
Bab 34: Panggung Kekuasaan dan Kenangan yang KembaliSenja mulai turun, memberikan cahaya keemasan pada aula besar Istana Landbird yang dipenuhi tamu undangan. Musik lembut dari orkestra istana mengalun indah, sementara para bangsawan berbaur dengan senyum yang terlukis di wajah mereka. Acara perayaan tujuh bulan kehamilan Beatrice berlangsung dengan megah, seperti yang direncanakan Flynn. Di tengah kemeriahan itu, Beatrice dan Flynn berdiri di atas panggung kecil, menerima ucapan selamat dari tamu-tamu penting. Beatrice tampak anggun dalam gaun emasnya, sedangkan Flynn memancarkan kewibawaan sebagai calon ayah dan raja. Namun, suasana berubah ketika penjaga membuka pintu aula utama dan mengumumkan dengan suara lantang: "Grand Duke dan Duchess Lenora, Lady Elea Marre, serta Yang Mulia Raja Alaric Everard von Veridion." Kerumunan yang tadinya penuh percakapan langsung hening. Semua mata tertuju ke arah pint
Bab 62: Luka yang Terkuak Flynn duduk di ruang kerjanya, wajahnya suram. Di depannya, Lord Virel berdiri tegap, membawa laporan baru yang berhasil dia kumpulkan. "Yang Mulia," ujar Virel pelan namun tegas. "Saya telah menemukan bukti bahwa Ratu Beatrice mengutus salah satu prajuritnya untuk menyewa pembunuh bayaran. Mereka ditugaskan untuk menghabisi Sir Edwin." Flynn terdiam, jari-jarinya mengepal di atas meja kayu. "Jadi, benar ini semua adalah ulahnya?" tanyanya, suaranya rendah namun sarat emosi. "Benar, Yang Mulia," jawab Virel. "Namun ini bukan satu-satunya hal yang mengkhawatirkan." Flynn mengangkat alisnya, menatap Virel dengan tajam. "Apa maksudmu?" Virel melanjutkan, "Baron Aldric, dalam pertemuan bangsawan hari ini, membongkar klaim bahwa Putra Mahkota Learre mungkin bukan darah daging Anda." Flynn terkejut, wajahnya memucat. "Itu tuduhan yang tidak berdasar!" s
Bab 61: Kenangan yang Tak Terhapuskan Flynn duduk di kursinya, menatap medali kecil di tangannya. Ruangan itu sunyi, dan pikirannya kembali melayang ke masa lalu, masa ketika segalanya terasa lebih sederhana. Ingatan itu begitu jelas, seolah baru terjadi kemarin. Ia ingat bagaimana Elea selalu berada di sisinya, mengangkatnya saat ia terjatuh, menguatkannya saat ia merasa lemah. Ia tersenyum getir, lalu bergumam pada dirinya sendiri, "Kenapa semua itu harus berakhir seperti ini?" Masa Kanak-Kanak Flynn kecil berlari melewati lorong-lorong megah kediaman Grand Duke Marre. Suaranya terdengar memanggil, "Elea! Aku sudah sampai! Di mana kau?" Tak lama, seorang gadis kecil berambut hitam panjang muncul dari taman. Dia mengenakan gaun putih sederhana, tetapi langkahnya penuh percaya diri. "Flynn! Kau terlambat! Kita seharusnya sudah mulai bermain sejak tadi!" Flynn menggaruk kepalanya, tersenyu
Bab 60: Konfrontasi di Malam SunyiMalam itu, suasana di Istana Lily terasa sunyi dan tegang. Bulan bersinar terang, menerangi lorong-lorong istana yang megah. Baron Aldric, dengan langkah mantap dan mata yang menyala penuh amarah, berjalan menuju kamar Ratu Beatrice. Ia telah menunggu waktu yang tepat untuk melakukan konfrontasi ini, membawa rasa sakit dan dendam yang membakar di dadanya. Di dalam kamar, Beatrice sedang duduk di meja riasnya, menyisir rambut panjangnya dengan gerakan pelan. Meski tampak tenang, pikirannya dipenuhi kegelisahan. Sejak Flynn berubah dingin dan Baron Aldric tiba di istana, ia merasa seperti berada di ambang kehancuran. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan kasar tanpa izin. Baron Aldric berdiri di ambang pintu, wajahnya penuh amarah. Beatrice berhenti menyisir, menatap pantulan Baron Aldric di cermin. "Ada apa, Baron?" tanyanya dengan nada dingin namun tetap anggun, seolah-olah ia tidak terg
Bab 59: Kasih Sayang yang TimpangPagi yang cerah di Istana Lily, Beatrice sedang berada di kamar bayi Pangeran Learre, memastikan segala sesuatunya siap sebelum Flynn tiba. Meskipun sikap Flynn berubah dingin sejak kepulangannya dari Veridion, Beatrice berharap pertemuannya dengan Learre kali ini dapat mencairkan suasana. Ketika Flynn memasuki ruangan, Beatrice menyambutnya dengan senyum hangat. “Yang Mulia, Anda datang tepat waktu. Learre baru saja bangun,” katanya dengan suara lembut, berusaha menciptakan kehangatan. Namun, Flynn hanya mengangguk singkat tanpa menatap Beatrice. Matanya langsung tertuju pada bayi kecil di ranjang yang dikelilingi tirai sutra. Dengan langkah penuh keyakinan, ia mendekati ranjang itu, menatap Learre yang baru saja bangun. Flynn perlahan mengangkat Learre ke pelukannya. Wajah dinginnya yang semula kaku mulai melunak saat ia menatap putranya. Dengan jemarinya yang kokoh namun lembut, ia men
Bab 58: Rahasia yang Mulai Tersingkap Di dalam ruang pribadinya di Istana Landbird, Flynn duduk dengan wajah muram. Pandangannya kosong, menatap secarik kertas di atas meja yang sama sekali tidak menarik perhatiannya. Pikiran Flynn terus berputar, terjebak dalam labirin pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Elea, yang dulu ia anggap tidak mampu memberikan keturunan, kini tengah mengandung anak dari Raja Alaric. Berita itu terus menghantuinya sejak ia kembali dari Veridion. Tatapan penuh kebahagiaan Elea di samping Alaric membuat hatinya semakin tertekan. Namun, lebih dari itu, pertanyaan yang terus mengusiknya adalah "Mengapa Elea bisa mengandung sekarang, tetapi tidak selama bersamaku?" Ia menghela napas panjang dan memijat pelipisnya. "Apakah... mungkin masalahnya bukan pada Elea?" gumamnya lirih. Pikiran itu membuat dadanya semakin sesak. Ia mulai memikirkan sesuatu yang selama ini ia hindari: kemungkinan bahwa penyeb
Malam perayaan itu akhirnya mencapai puncaknya. Setelah memberikan ucapan selamat dan menghadiri acara resmi, Raja Flynn dan rombongannya akhirnya meninggalkan istana Veridion. Namun, kepergian Flynn tidak serta-merta menghapus kegelisahan yang tersisa di hati Raja Alaric. Setelah semua tamu utama selesai memberikan penghormatan terakhir mereka, Alaric membawa Elea ke balkon istana untuk menikmati udara malam yang sejuk. Di bawah cahaya bulan, pasangan itu berdiri berdekatan. Elea tampak tenang, wajahnya berseri-seri menikmati keheningan malam setelah hari yang melelahkan. Namun, Alaric tampak sedikit gelisah. Ia memandang ke arah taman, seolah merenungkan sesuatu yang terus mengganggu pikirannya. Akhirnya, ia membuka suara. "Aku tidak menyukai tatapan Flynn padamu malam ini," kata Alaric tiba-tiba, suaranya rendah namun serius. Elea menoleh dengan alis terangkat. "Tatapan? Tatapan seperti apa yang kau maksud, Alaric?"
Bab 56: Racun dalam Cangkir Teh Di Veridion, tradisi minum teh di kalangan para Lady dari keluarga bangsawan adalah salah satu momen paling dinantikan. Di taman kediaman Duke Cassian yang indah, sebuah meja panjang dihiasi porselen terbaik dan kue-kue yang menggiurkan. Lady Vivianne, dengan anggunnya, menjadi salah satu pusat perhatian siang itu. Seperti biasa, ia menampilkan senyum yang lembut, namun matanya penuh dengan kepandaian seorang manipulator. Bersama Vivianne, hadir Lady Clarisse, seorang wanita muda yang selalu haus akan gosip terbaru; Lady Ophelia, yang terkenal dengan kecerdasannya namun kadang terlalu kritis; Lady Estelle, yang memiliki kelembutan namun mudah dipengaruhi; dan Lady Margery, yang terkenal karena kecintaannya pada drama dan cerita sensasional. "Ratu Elea tampak begitu bersinar belakangan ini," ujar Lady Ophelia membuka percakapan, sambil menuang teh ke cangkirnya. "Berita kehamilannya membawa kebahagiaan yan
Bab 55: Lonceng KebahagiaanKabar gembira datang dari Kerajaan Veridion. Setelah bertahun-tahun menanti, Ratu Elea akhirnya dikabarkan mengandung. Berita ini menyebar dengan cepat, membawa kegembiraan yang meluap-luap di seluruh penjuru kerajaan. Dari rakyat jelata hingga para bangsawan, semuanya bersuka cita merayakan anugerah yang akhirnya tiba. Di istana Veridion, suara lonceng besar berdentang keras, menandai perayaan ini sebagai salah satu momen bersejarah kerajaan. Pelayan-pelayan sibuk mempersiapkan pesta, sementara para penasehat raja sibuk merancang rencana untuk memastikan keamanan dan kenyamanan sang ratu selama kehamilannya. Namun, kabar ini juga menjangkau Kerajaan Landbird, tempat Raja Flynn mendengarnya melalui utusan khusus. Di sisi lain, Grand Duke Marre dan Grand Duchess Lenora yang turut mendengar berita ini merasa bahwa mereka harus segera memberi selamat kepada Elea secara langsung. Sebelum berangkat ke Veridion, mer
Bab 54: Kecurigaan FlynnKeesokan harinya, suasana di istana Landbird terasa tegang. Flynn, dengan tatapan serius dan penuh kekhawatiran, mengirimkan Lord Virel untuk mencari tahu keberadaan Sir Edwin. Ia ingin memastikan apakah ada sesuatu yang mencurigakan terkait hilangnya mantan pengawalnya tersebut. Flynn merasa bahwa ini bukan kebetulan, dan ia harus mengetahui lebih banyak, terutama setelah mendengar nama Baron Aldric yang datang mencarinya.Sementara itu, Beatrice merasa tidak nyaman dengan kehadiran Baron Aldric di istana. Ia tahu bahwa kehadiran pria tua itu bisa membuka kenangan masa lalu yang sangat ia coba tutupi. Ketika Beatrice mendengar bahwa Baron Aldric ingin bertemu dengannya, ia merasa sedikit terjebak. Namun, ia tahu bahwa untuk menjaga citranya, ia harus menghadapi situasi ini dengan tenang.Dengan langkah yang tenang namun penuh ketegangan, Beatrice masuk ke kamar tamu tempat Baron Aldric menginap. Begitu ia memasuki r