Bab 31: Jamuan yang Hangat
Setelah perbincangan di taman, Elea kembali ke kediaman utama bersama Alaric. Grand Duke Marre dan Duchess Lenora, yang telah diberitahu tentang maksud kedatangan Raja Alaric, menyambutnya dengan penuh keramahan. "Yang Mulia Raja Alaric," ujar Grand Duke Marre dengan senyum hangat, "suatu kehormatan bagi kami menyambut Anda di rumah kami. Kami harap perjalanan Anda ke sini tidak terlalu melelahkan." Alaric membalas dengan membungkuk sopan. "Terima kasih atas sambutannya, Yang Mulia Grand Duke, dan Duchess Lenora. Perjalanan saya baik-baik saja, meskipun saya harus mengakui bahwa saya berangkat dengan terburu-buru. Saya mohon maaf karena datang seorang diri. Rombongan saya akan tiba esok pagi." Duchess Lenora tertawa kecil, menutupi mulutnya dengan tangan. "Tidak perlu meminta maaf, Yang Mulia. Keberanian Anda untuk datang sendirian sudah menunjukkan kesungguhan Anda."Bab 32: Rombongan dari Veridion Keesokan paginya, suasana di kediaman Grand Duke Marre kembali hidup dengan kedatangan rombongan besar dari Veridion. Lennox, pelayan setia Raja Alaric, memimpin rombongan itu, membawa beberapa kereta kuda berisi hadiah-hadiah mewah sebagai tanda hormat dari Veridion. Di aula utama, Grand Duke Marre, Duchess, dan Elea menyambut kedatangan Lennox dengan sikap ramah. Lennox segera membungkuk dengan sopan. "Yang Mulia Raja Alaric memohon maaf karena ia mendahului kami tiba di kediaman Anda. Beliau tidak sabar untuk bertemu Lady Elea sehingga memutuskan menunggangi kudanya lebih dulu." Grand Duke tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan keterkejutannya. "Raja Alaric memiliki tekad yang kuat. Namun, aku tidak menyangka ia akan begitu bersemangat hingga meninggalkan rombongannya." Lennox melanjutkan, "Beliau juga mengirimkan hadiah-hadiah ini sebagai tanda penghormatan kepa
Bab 34: Panggung Kekuasaan dan Kenangan yang KembaliSenja mulai turun, memberikan cahaya keemasan pada aula besar Istana Landbird yang dipenuhi tamu undangan. Musik lembut dari orkestra istana mengalun indah, sementara para bangsawan berbaur dengan senyum yang terlukis di wajah mereka. Acara perayaan tujuh bulan kehamilan Beatrice berlangsung dengan megah, seperti yang direncanakan Flynn. Di tengah kemeriahan itu, Beatrice dan Flynn berdiri di atas panggung kecil, menerima ucapan selamat dari tamu-tamu penting. Beatrice tampak anggun dalam gaun emasnya, sedangkan Flynn memancarkan kewibawaan sebagai calon ayah dan raja. Namun, suasana berubah ketika penjaga membuka pintu aula utama dan mengumumkan dengan suara lantang: "Grand Duke dan Duchess Lenora, Lady Elea Marre, serta Yang Mulia Raja Alaric Everard von Veridion." Kerumunan yang tadinya penuh percakapan langsung hening. Semua mata tertuju ke arah pint
Bab 35: Bisikan di Tengah GemerlapSetelah pesta dansa selesai, suasana aula berubah menjadi lebih santai. Para tamu undangan berbaur, menikmati sampanye yang dituangkan ke dalam gelas kristal dan mencicipi kudapan-kudapan lezat yang disajikan di atas meja panjang. Gemerlap lampu-lampu gantung menambah kesan mewah, tetapi di sudut-sudut tertentu, percakapan mulai berubah menjadi bisikan-bisikan tajam. Di salah satu sisi aula, sekelompok selir yang setia kepada Beatrice berkumpul dengan ekspresi licik di wajah mereka. Dalam balutan gaun-gaun indah, mereka tampak seperti tamu biasa, tetapi telinga mereka sigap menangkap setiap informasi yang bisa dijadikan bahan pembicaraan. "Apakah kalian melihat cara Elea masuk tadi? Begitu percaya diri, seolah dia masih seorang ratu," ujar salah satu selir dengan nada sinis. "Dan datang dengan Raja Alaric? Itu sungguh... mencurigakan," tambah yang lain sambil menahan tawa kecil.
Bab 36: Tawaran Licik dari EdwinSore itu, kamar Beatrice yang biasanya dipenuhi oleh suasana tenang dan kemewahan berubah menjadi tegang dengan kehadiran Edwin. Pengawal barunya berdiri di dekat pintu, mengenakan seragam yang menunjukkan statusnya sebagai salah satu orang kepercayaan ratu baru. Namun, senyumnya yang licik mengingatkan Beatrice bahwa pria ini tidak bisa dianggap sepenuhnya setia, meski kini berada di bawah perlindungannya. Beatrice duduk di sofa panjang yang dihiasi bantal sutra berwarna emas, mengenakan gaun santai namun tetap mewah. Ia memandang Edwin dengan alis terangkat, matanya penuh tanda tanya. "Apa lagi, Edwin?" tanyanya sambil melipat tangan di depan dada. "Bukankah aku sudah memberimu apa yang kau inginkan? Sekarang kau adalah pengawal pribadiku. Bukankah itu cukup?" Edwin terkekeh, langkahnya mendekat dengan santai namun penuh maksud. "Tentu saja, Yang Mulia. Aku sangat berterima kasih atas ja
Bab 37: Rahasia yang MengancamEdwin kembali ke istana dengan langkah berat dan wajah penuh kekecewaan. Ia memasuki kamar Beatrice tanpa mengetuk, membuat sang selir yang kini menjadi Ratu merasa terganggu. "Edwin, kau kembali dengan tangan kosong?" ucap Beatrice dengan nada tajam, tanpa sedikit pun berusaha menyembunyikan kekecewaannya. "Aku sudah memberimu kesempatan untuk membuktikan bahwa kau pantas berada di sisiku, tapi kau gagal menjatuhkan Elea di depan semua orang." Edwin, yang sudah merasa kesal dengan dirinya sendiri, hanya bisa menahan amarah saat mendengar hinaan Beatrice. "Aku melakukan yang terbaik, Beatrice. Tapi rencanaku terganggu oleh Lady Evelyn. Dia terlalu cerdas untuk membiarkan jebakan itu berhasil." Beatrice berdiri dari kursinya dengan anggun, namun tatapannya penuh dengan kemarahan. "Alasan itu tidak berguna bagiku, Edwin. Aku membutuhkan seseorang yang bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan sem
Bab 38: Tekanan di Istana VeridionCahaya matahari sore menembus kaca-kaca berornamen indah di Istana Veridion. Alaric duduk di singgasananya, mengenakan jubah kebesaran kerajaan, dengan wajah yang penuh kesabaran meski pikirannya tengah disibukkan oleh berbagai hal. Di aula besar itu, para bangsawan dari seluruh Veridion telah berkumpul, masing-masing membawa kepentingan pribadi yang terselubung di balik senyum sopan dan nada bicara yang manis. "Yang Mulia," ucap Duke Cassian, seorang bangsawan tua yang berpengaruh di Veridion, dengan suara lantang. "Kami semua di sini memahami bahwa Veridion membutuhkan seorang ratu. Kerajaan ini membutuhkan kestabilan, dan rakyat kita memerlukan simbol kekuatan dan kebijaksanaan di sisi Anda." Duke lain, Lady Regina, menambahkan dengan nada lembut tetapi penuh tekad. "Dan, tentu saja, kami juga ingin membantu. Banyak keluarga terhormat di sini memiliki putri yang layak untuk menjadi ratu. Bahkan, bebe
Bab: 39 Hari-Hari di Istana Veridion Beberapa hari kemudian, Vivianne mulai melaksanakan rencana ayahnya. Dengan alasan ingin berdiskusi tentang urusan keluarga, ia kerap mengunjungi ruangan Duke Cassian di istana Veridion. Setiap kali, ia memastikan untuk mengenakan gaun terbaiknya dan menampilkan sikap anggun yang membuat semua orang di sekitarnya terpesona. Suatu sore, Vivianne sedang duduk di ruang ayahnya sambil menyeruput teh ketika ia mendengar langkah kaki di koridor. Detak jantungnya sedikit meningkat ketika mengenali sosok tinggi Raja Alaric yang sedang berjalan menuju ruang pertemuan utama. "Yang Mulia," sapa Vivianne dengan senyuman manis, bangkit dari kursinya untuk memberikan penghormatan. Alaric menoleh dan membalas sapaan itu dengan anggukan sopan. "Lady Vivianne, senang bertemu Anda. Apakah Anda di sini untuk urusan keluarga?" "Benar, Yang Mulia," jawab Vivianne, suaranya lembut namun je
Bab 40: Rencana Gelap Di bawah cahaya rembulan yang redup, Victor, suruhan Beatrice, melangkah memasuki sebuah bangunan tua yang tersembunyi di pinggiran kota. Tempat itu gelap dan lembab, dengan hanya beberapa lilin yang menerangi ruangan sempit di dalamnya. Di sana, sekelompok pria dengan wajah kasar dan mata tajam duduk mengelilingi meja kayu usang. Victor membawa sebuah kotak kayu kecil yang ia pegang erat. Ketika ia mendekati meja, para pria itu memandangnya dengan penuh curiga. Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh kekar dengan luka bekas sayatan di pipinya, berdiri dan melangkah mendekat. "Kau siapa?" tanyanya dengan nada rendah namun mengintimidasi. Victor membuka kotak itu perlahan, memperlihatkan isinya emas batangan kecil, berlian berkilauan, dan sejumlah uang tunai. "Aku tidak datang untuk menjelaskan siapa aku," jawab Victor dengan tenang. "Aku datang untuk berbicara bisnis." Pria ber
Bab 62: Luka yang Terkuak Flynn duduk di ruang kerjanya, wajahnya suram. Di depannya, Lord Virel berdiri tegap, membawa laporan baru yang berhasil dia kumpulkan. "Yang Mulia," ujar Virel pelan namun tegas. "Saya telah menemukan bukti bahwa Ratu Beatrice mengutus salah satu prajuritnya untuk menyewa pembunuh bayaran. Mereka ditugaskan untuk menghabisi Sir Edwin." Flynn terdiam, jari-jarinya mengepal di atas meja kayu. "Jadi, benar ini semua adalah ulahnya?" tanyanya, suaranya rendah namun sarat emosi. "Benar, Yang Mulia," jawab Virel. "Namun ini bukan satu-satunya hal yang mengkhawatirkan." Flynn mengangkat alisnya, menatap Virel dengan tajam. "Apa maksudmu?" Virel melanjutkan, "Baron Aldric, dalam pertemuan bangsawan hari ini, membongkar klaim bahwa Putra Mahkota Learre mungkin bukan darah daging Anda." Flynn terkejut, wajahnya memucat. "Itu tuduhan yang tidak berdasar!" s
Bab 61: Kenangan yang Tak Terhapuskan Flynn duduk di kursinya, menatap medali kecil di tangannya. Ruangan itu sunyi, dan pikirannya kembali melayang ke masa lalu, masa ketika segalanya terasa lebih sederhana. Ingatan itu begitu jelas, seolah baru terjadi kemarin. Ia ingat bagaimana Elea selalu berada di sisinya, mengangkatnya saat ia terjatuh, menguatkannya saat ia merasa lemah. Ia tersenyum getir, lalu bergumam pada dirinya sendiri, "Kenapa semua itu harus berakhir seperti ini?" Masa Kanak-Kanak Flynn kecil berlari melewati lorong-lorong megah kediaman Grand Duke Marre. Suaranya terdengar memanggil, "Elea! Aku sudah sampai! Di mana kau?" Tak lama, seorang gadis kecil berambut hitam panjang muncul dari taman. Dia mengenakan gaun putih sederhana, tetapi langkahnya penuh percaya diri. "Flynn! Kau terlambat! Kita seharusnya sudah mulai bermain sejak tadi!" Flynn menggaruk kepalanya, tersenyu
Bab 60: Konfrontasi di Malam SunyiMalam itu, suasana di Istana Lily terasa sunyi dan tegang. Bulan bersinar terang, menerangi lorong-lorong istana yang megah. Baron Aldric, dengan langkah mantap dan mata yang menyala penuh amarah, berjalan menuju kamar Ratu Beatrice. Ia telah menunggu waktu yang tepat untuk melakukan konfrontasi ini, membawa rasa sakit dan dendam yang membakar di dadanya. Di dalam kamar, Beatrice sedang duduk di meja riasnya, menyisir rambut panjangnya dengan gerakan pelan. Meski tampak tenang, pikirannya dipenuhi kegelisahan. Sejak Flynn berubah dingin dan Baron Aldric tiba di istana, ia merasa seperti berada di ambang kehancuran. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan kasar tanpa izin. Baron Aldric berdiri di ambang pintu, wajahnya penuh amarah. Beatrice berhenti menyisir, menatap pantulan Baron Aldric di cermin. "Ada apa, Baron?" tanyanya dengan nada dingin namun tetap anggun, seolah-olah ia tidak terg
Bab 59: Kasih Sayang yang TimpangPagi yang cerah di Istana Lily, Beatrice sedang berada di kamar bayi Pangeran Learre, memastikan segala sesuatunya siap sebelum Flynn tiba. Meskipun sikap Flynn berubah dingin sejak kepulangannya dari Veridion, Beatrice berharap pertemuannya dengan Learre kali ini dapat mencairkan suasana. Ketika Flynn memasuki ruangan, Beatrice menyambutnya dengan senyum hangat. “Yang Mulia, Anda datang tepat waktu. Learre baru saja bangun,” katanya dengan suara lembut, berusaha menciptakan kehangatan. Namun, Flynn hanya mengangguk singkat tanpa menatap Beatrice. Matanya langsung tertuju pada bayi kecil di ranjang yang dikelilingi tirai sutra. Dengan langkah penuh keyakinan, ia mendekati ranjang itu, menatap Learre yang baru saja bangun. Flynn perlahan mengangkat Learre ke pelukannya. Wajah dinginnya yang semula kaku mulai melunak saat ia menatap putranya. Dengan jemarinya yang kokoh namun lembut, ia men
Bab 58: Rahasia yang Mulai Tersingkap Di dalam ruang pribadinya di Istana Landbird, Flynn duduk dengan wajah muram. Pandangannya kosong, menatap secarik kertas di atas meja yang sama sekali tidak menarik perhatiannya. Pikiran Flynn terus berputar, terjebak dalam labirin pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Elea, yang dulu ia anggap tidak mampu memberikan keturunan, kini tengah mengandung anak dari Raja Alaric. Berita itu terus menghantuinya sejak ia kembali dari Veridion. Tatapan penuh kebahagiaan Elea di samping Alaric membuat hatinya semakin tertekan. Namun, lebih dari itu, pertanyaan yang terus mengusiknya adalah "Mengapa Elea bisa mengandung sekarang, tetapi tidak selama bersamaku?" Ia menghela napas panjang dan memijat pelipisnya. "Apakah... mungkin masalahnya bukan pada Elea?" gumamnya lirih. Pikiran itu membuat dadanya semakin sesak. Ia mulai memikirkan sesuatu yang selama ini ia hindari: kemungkinan bahwa penyeb
Malam perayaan itu akhirnya mencapai puncaknya. Setelah memberikan ucapan selamat dan menghadiri acara resmi, Raja Flynn dan rombongannya akhirnya meninggalkan istana Veridion. Namun, kepergian Flynn tidak serta-merta menghapus kegelisahan yang tersisa di hati Raja Alaric. Setelah semua tamu utama selesai memberikan penghormatan terakhir mereka, Alaric membawa Elea ke balkon istana untuk menikmati udara malam yang sejuk. Di bawah cahaya bulan, pasangan itu berdiri berdekatan. Elea tampak tenang, wajahnya berseri-seri menikmati keheningan malam setelah hari yang melelahkan. Namun, Alaric tampak sedikit gelisah. Ia memandang ke arah taman, seolah merenungkan sesuatu yang terus mengganggu pikirannya. Akhirnya, ia membuka suara. "Aku tidak menyukai tatapan Flynn padamu malam ini," kata Alaric tiba-tiba, suaranya rendah namun serius. Elea menoleh dengan alis terangkat. "Tatapan? Tatapan seperti apa yang kau maksud, Alaric?"
Bab 56: Racun dalam Cangkir Teh Di Veridion, tradisi minum teh di kalangan para Lady dari keluarga bangsawan adalah salah satu momen paling dinantikan. Di taman kediaman Duke Cassian yang indah, sebuah meja panjang dihiasi porselen terbaik dan kue-kue yang menggiurkan. Lady Vivianne, dengan anggunnya, menjadi salah satu pusat perhatian siang itu. Seperti biasa, ia menampilkan senyum yang lembut, namun matanya penuh dengan kepandaian seorang manipulator. Bersama Vivianne, hadir Lady Clarisse, seorang wanita muda yang selalu haus akan gosip terbaru; Lady Ophelia, yang terkenal dengan kecerdasannya namun kadang terlalu kritis; Lady Estelle, yang memiliki kelembutan namun mudah dipengaruhi; dan Lady Margery, yang terkenal karena kecintaannya pada drama dan cerita sensasional. "Ratu Elea tampak begitu bersinar belakangan ini," ujar Lady Ophelia membuka percakapan, sambil menuang teh ke cangkirnya. "Berita kehamilannya membawa kebahagiaan yan
Bab 55: Lonceng KebahagiaanKabar gembira datang dari Kerajaan Veridion. Setelah bertahun-tahun menanti, Ratu Elea akhirnya dikabarkan mengandung. Berita ini menyebar dengan cepat, membawa kegembiraan yang meluap-luap di seluruh penjuru kerajaan. Dari rakyat jelata hingga para bangsawan, semuanya bersuka cita merayakan anugerah yang akhirnya tiba. Di istana Veridion, suara lonceng besar berdentang keras, menandai perayaan ini sebagai salah satu momen bersejarah kerajaan. Pelayan-pelayan sibuk mempersiapkan pesta, sementara para penasehat raja sibuk merancang rencana untuk memastikan keamanan dan kenyamanan sang ratu selama kehamilannya. Namun, kabar ini juga menjangkau Kerajaan Landbird, tempat Raja Flynn mendengarnya melalui utusan khusus. Di sisi lain, Grand Duke Marre dan Grand Duchess Lenora yang turut mendengar berita ini merasa bahwa mereka harus segera memberi selamat kepada Elea secara langsung. Sebelum berangkat ke Veridion, mer
Bab 54: Kecurigaan FlynnKeesokan harinya, suasana di istana Landbird terasa tegang. Flynn, dengan tatapan serius dan penuh kekhawatiran, mengirimkan Lord Virel untuk mencari tahu keberadaan Sir Edwin. Ia ingin memastikan apakah ada sesuatu yang mencurigakan terkait hilangnya mantan pengawalnya tersebut. Flynn merasa bahwa ini bukan kebetulan, dan ia harus mengetahui lebih banyak, terutama setelah mendengar nama Baron Aldric yang datang mencarinya.Sementara itu, Beatrice merasa tidak nyaman dengan kehadiran Baron Aldric di istana. Ia tahu bahwa kehadiran pria tua itu bisa membuka kenangan masa lalu yang sangat ia coba tutupi. Ketika Beatrice mendengar bahwa Baron Aldric ingin bertemu dengannya, ia merasa sedikit terjebak. Namun, ia tahu bahwa untuk menjaga citranya, ia harus menghadapi situasi ini dengan tenang.Dengan langkah yang tenang namun penuh ketegangan, Beatrice masuk ke kamar tamu tempat Baron Aldric menginap. Begitu ia memasuki r