Share

Dugaan Ratna

Penulis: mangpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-24 07:42:39
Sofia membela diri dengan penuh emosi. “Aku manjain Doni karena aku sayang sama dia, Mas! Dia anak kita satu-satunya! Apa salahnya aku memberikan yang terbaik untuk dia?!” ucapnya, suaranya bergetar karena campuran antara marah dan sedih.

Damar menggelengkan kepala, ekspresinya penuh kekecewaan. “Justru itu yang tidak boleh kamu lakukan, Sofia. Kalau Doni terlalu dimanjain, dia tidak akan bisa menghadapi kerasnya hidup nanti pas kita semua sudah tidak ada. Kamu pikir ini baik untuk dia? Enggak!” jawabnya, nada suaranya meninggi karena frustrasi.

Raka ikut menyela, mencoba mendukung Sofia. “Tapi, Mas Damar, anak kecil memang wajar kalau dimanjakan. Doni itu masih kecil, dia perlu kasih sayang keluarga. Kamu saja yang terlalu keras sama dia,” ucapnya, suaranya lebih tenang tapi tetap menunjukkan ketidaksetujuan.

Damar menoleh ke Raka, matanya menyipit. “Kecil? Doni sudah 15 tahun, Raka! Dia harus belajar tanggung jawab, bukan cuma maunya sendiri. Kalian semua yang membuat dia tidak bisa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • I'm Sorry Laras   Ketegangan di rumah Laras

    “Mas Raka, lepasin! Apa-apaan sih kamu? Kalau ada yang lihat bagaimana, apalagi Mas Damar lagi ada di rumah!” bisik Sofia dengan nada panik, tangannya mencoba mendorong dada Raka agar melepaskan pelukannya.Raka, dengan sikap santai yang kontras dengan kepanikan Sofia, tersenyum kecil. “Tenang saja, Sof. Ini sudah malem banget, aku yakin semua orang sudah pada tidur,” ucapnya, suaranya rendah dan penuh keyakinan, tangannya tetap memeluk pinggang Sofia tanpa berniat melepaskan.Sofia masih gelisah, napasnya tersengal karena cemas. “Mas Raka, jangan gila kamu!”Belum sempat Sofia menyelesaikan kalimatnya, Raka memotong dengan nada penuh hasrat. “Aku cuma pengen bersenang-senang sama kamu malem ini, Sof. Sudah seminggu lebih kita tidak melakukan itu, aku ingin jatahku malam ini,” ucapnya, matanya menatap Sofia dengan sorot penuh keinginan, tangannya kini merenggangkan pelukan tapi tetap memegang lengan Sofia agar ia tidak pergi.Sofia menggelengkan kepala dengan tegas, wajahnya memerah k

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • I'm Sorry Laras   Ancaman Indira

    “Apa yang kalian lakukan pada Ibuku?!” bentak Indira, suaranya menggelegar, menggetarkan udara di halaman rumah. Ia melangkah maju, berdiri di depan Laras seperti perisai, matanya menyala penuh kebencian ke arah Ratna. “Kalian pikir bisa seenaknya dateng ke sini, dan nyakitin orang sesuka hati?!”Dika menambahkan dengan suara rendah tapi penuh ancaman, “Kalian sudah keterlaluan. Jangan harap ini akan kami lupakan begitu saja.”Ratna tersentak, jantungnya berdegup kencang saat melihat Indira melangkah keluar dari mobil mewah itu. Dugaan yang selama ini menggelayuti pikirannya kini terbukti kalau wanita muda yang muncul di pesta Doni kemarin memang Indira, anak Laras yang hilang bertahun-tahun lalu. Matanya membelalak, wajahnya memucat, tapi ia berusaha menyembunyikan keguncangan itu di balik sikap angkuhnya.Indira, yang sudah membara amarahnya karena melihat ibunya ditampar, melangkah mendekati Ratna. Matanya menyala penuh kebencian, dan ia berteriak dengan suara yang menggetarkan udar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • I'm Sorry Laras   Nadia

    Sesampai di kelas, Wisnu sudah tak sabar menunggu penjelasan Dika. Ia duduk di bangku sebelah Dika, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu, tangannya bahkan menepuk-nepuk meja dengan tidak sabar. “Ayo, Dik, ceritain sekarang! Gue sudah penasaran dari tadi!” serunya, suaranya penuh semangat.Dika, yang baru saja meletakkan tasnya di meja, menghela napas dan melirik Wisnu dengan ekspresi sedikit jengkel tapi juga geli. “Sabar dong, Wis. Gue juga baru duduk, kasih gue napas bentar, napa?,” ucapnya sambil menarik kursi dan duduk. Setelah merasa nyaman, ia akhirnya mulai bicara, suaranya rendah tapi penuh makna.Kemudian Dika menceritakan secara detail mengenai Kakanya Indira itu dari kenapa kakaknya terpisah sampai dengan kakanya yang tiba tiba muncul dirumahnya, semua ceritanya detail dia ceritakan pada sahabatnya itu, kecuali tentang masa kelam keluarganya dan hubungannya dengan keluarga Doni.Wisnu mendengarkan dengan mulut sedikit terbuka, takjub. “Terus?” desaknya, tak sabar mendengar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • I'm Sorry Laras   Konfrontasi yang memanas

    Dika, yang merasa risih dengan sentuhan mendadak itu, segera menepis tangan Nadiadengan gerakan halus tapi tegas. “Tunggu dulu, Nad. Aku beresin meja dulu,” ucapnya, suaranya datar, tangannya kembali sibuk merapikan buku dan pena di atas meja.Nadine mengerutkan kening, tak sabar. “Kelamaan, Dik! Ayo cepet, kantinnya keburuan rame nanti!” sergahnya, nadanya sedikit memaksa, tangannya bahkan kembali mencoba menarik lengan Dika.Wisnu, yang dari tadi memperhatikan dari bangku sebelah, jadi geregetan melihat tingkah Nadine. “Yaelah, jadi anak kok gak sabaran amat!” sindirnya, suaranya penuh ejekan sambil tertawa kecil, tangannya melipat buku catatannya dengan santai.Nadia mendelik gusar ke arah Wisnu, matanya menyipit penuh kesal. “Diam, lo! Gak usah ikut campur!” bentaknya, lalu kembali menoleh ke Dika dengan senyum dipaksakan. “Dik, ayo dong!” ucapnya lagi, kali ini tangannya berhasil menarik lengan Dika lebih kuat.Dika menghela napas panjang, jelas tak nyaman dengan sikap Nadine yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • I'm Sorry Laras   Dika VS Doni

    Wisnu tertawa kecil, lalu berkata dengan nada ejekan, “Masa gitu aja lo nggak ngerti, Don? Pantas saja lo dibilang murid paling bego di sekolah ini!” Ucapan itu seperti petasan yang meledak di kantin. Tawa terbahak-bahak langsung menggema dari murid-murid lain yang menyaksikan. Mereka tahu benar, kalau bukan karena ayah Doni yang jadi donatur terbesar sekolah, Doni sudah lama jadi bulan-bulanan karena nilai-nilainya yang pas-pasan dan sikapnya yang arogan.Doni gusar, wajahnya memerah karena malu. Tawa itu seperti cambuk baginya. Dengan langkah cepat, ia mendekati Wisnu, tangannya terangkat hendak memukul. Namun, Wisnu dengan cekatan menangkap tangan Doni di udara, menahannya dengan kuat. “Eh, sabar dulu, bro!” ucap Wisnu, suaranya tetap santai meski tangannya menahan erat. “Maksud gue ‘secara laki-laki’ itu kita tarung di belakang sekolah nanti. Yang kalah harus minta maaf dan gak boleh ganggu lagi. Gimana, lo berani?”Doni menarik tangannya dari genggaman Wisnu, napasnya tersengal k

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • I'm Sorry Laras   Ruang BK yang memanas

    Tiba-tiba, suara keras memecah suasana. “Berhenti! Apa yang kalian lakukan?!” Pak Siswanto, guru olahraga yang kebetulan lelet di dekat lapangan, berlari mendekat dengan wajah marah. Ia mendorong kerumunan murid yang menonton, lalu berdiri di tengah Dika dan Doni. “Kalian gila?! Ini sekolah, bukan tempat tarung jalanan!” bentaknya, suaranya menggema.Wisnu buru-buru maju, menarik Dika yang masih di atas Doni. “Dik, udah! Tenang!” serunya, berusaha menahan sahabatnya. Tenaga Dika begitu besar, Wisnu sempat kewalahan, pertama kali melihat Dika begitu hilang kendali. “Dik, stop! Guru dateng!” tambahnya, akhirnya berhasil menarik Dika mundur.Pak Siswanto menatap Doni yang terkapar, lalu Dika yang napasnya tersengal. “Kalian berdua, ke ruang BK sekarang!” perintahnya tegas, tangannya menunjuk ke gedung sek

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • I'm Sorry Laras   Ruang keluarga yang memanas

    Di kediaman Doni yang mewah, suasana malam itu tiba-tiba berubah mencekam. Teriakan nyaring Sofia menggema di ruang tamu, mengagetkan semua penghuni rumah. “Doni! Apa yang terjadi padamu?!” jeritnya, suaranya penuh kepanikan bercampur amarah, memecah keheningan rumah bergaya modern itu.Ratna dan Raka, yang sedang berada di ruang keluarga, segera berlari mendekati Sofia. Mereka terpaku melihat pemandangan di depan mereka. Sofia berdiri dengan wajah pucat, tangannya menunjuk Doni yang tampak sangat menyedihkan. Bagaimana tidak? Anak kesayangan Sofia itu kini berdiri dengan wajah babak belur—mata kirinya memar keunguan, hidungnya berdarah kering, dan bibirnya pecah. Bajunya yang tadi pagi masih rapi kini penuh kotoran tanah, robek di beberapa bagian, membuatnya tampak seperti habis bertarung di lumpur.“Ada apa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • I'm Sorry Laras   Terjebak

    Cahaya lampu tua di ruang tamu berkedip pelan, memantulkan bayangan samar di dinding kayu yang sudah mulai mengelupas. Bau kopi dingin dari cangkir yang ditinggalkan di meja kecil masih tercium samar, bercampur dengan aroma tanah basah yang menyelinap dari jendela terbuka. Di sudut ruangan, Ratna Kartika berdiri dengan tangan gemetar, jari-jarinya mencengkeram lengan Damar erat-erat seolah takut kehilangan pegangan. “Damar, syukurlah kamu sudah datang,” suaranya mendesak, penuh getaran yang sulit disembunyikan, matanya berkilat tajam di bawah alis yang mengerut. “Kamu harus lihat bagaimana kelakuan istrimu saat kamu tidak ada di rumah.” Damar mengerutkan kening, napasnya masih tersengal setelah perjalanan panjang dari luar kota. Ia menarik lengannya perlahan dari genggaman ibunya, gerakannya kaku namun tegas. Jaket lusuhnya masih menempel di pundak, membawa aroma debu jalanan yang melekat. “Ada apa sih, Bu? Aku ini baru saja pulang, dan masih capek…” Ia menghela napas panjang, suaran

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28

Bab terbaru

  • I'm Sorry Laras   Ruang keluarga yang memanas

    Di kediaman Doni yang mewah, suasana malam itu tiba-tiba berubah mencekam. Teriakan nyaring Sofia menggema di ruang tamu, mengagetkan semua penghuni rumah. “Doni! Apa yang terjadi padamu?!” jeritnya, suaranya penuh kepanikan bercampur amarah, memecah keheningan rumah bergaya modern itu.Ratna dan Raka, yang sedang berada di ruang keluarga, segera berlari mendekati Sofia. Mereka terpaku melihat pemandangan di depan mereka. Sofia berdiri dengan wajah pucat, tangannya menunjuk Doni yang tampak sangat menyedihkan. Bagaimana tidak? Anak kesayangan Sofia itu kini berdiri dengan wajah babak belur—mata kirinya memar keunguan, hidungnya berdarah kering, dan bibirnya pecah. Bajunya yang tadi pagi masih rapi kini penuh kotoran tanah, robek di beberapa bagian, membuatnya tampak seperti habis bertarung di lumpur.“Ada apa

  • I'm Sorry Laras   Ruang BK yang memanas

    Tiba-tiba, suara keras memecah suasana. “Berhenti! Apa yang kalian lakukan?!” Pak Siswanto, guru olahraga yang kebetulan lelet di dekat lapangan, berlari mendekat dengan wajah marah. Ia mendorong kerumunan murid yang menonton, lalu berdiri di tengah Dika dan Doni. “Kalian gila?! Ini sekolah, bukan tempat tarung jalanan!” bentaknya, suaranya menggema.Wisnu buru-buru maju, menarik Dika yang masih di atas Doni. “Dik, udah! Tenang!” serunya, berusaha menahan sahabatnya. Tenaga Dika begitu besar, Wisnu sempat kewalahan, pertama kali melihat Dika begitu hilang kendali. “Dik, stop! Guru dateng!” tambahnya, akhirnya berhasil menarik Dika mundur.Pak Siswanto menatap Doni yang terkapar, lalu Dika yang napasnya tersengal. “Kalian berdua, ke ruang BK sekarang!” perintahnya tegas, tangannya menunjuk ke gedung sek

  • I'm Sorry Laras   Dika VS Doni

    Wisnu tertawa kecil, lalu berkata dengan nada ejekan, “Masa gitu aja lo nggak ngerti, Don? Pantas saja lo dibilang murid paling bego di sekolah ini!” Ucapan itu seperti petasan yang meledak di kantin. Tawa terbahak-bahak langsung menggema dari murid-murid lain yang menyaksikan. Mereka tahu benar, kalau bukan karena ayah Doni yang jadi donatur terbesar sekolah, Doni sudah lama jadi bulan-bulanan karena nilai-nilainya yang pas-pasan dan sikapnya yang arogan.Doni gusar, wajahnya memerah karena malu. Tawa itu seperti cambuk baginya. Dengan langkah cepat, ia mendekati Wisnu, tangannya terangkat hendak memukul. Namun, Wisnu dengan cekatan menangkap tangan Doni di udara, menahannya dengan kuat. “Eh, sabar dulu, bro!” ucap Wisnu, suaranya tetap santai meski tangannya menahan erat. “Maksud gue ‘secara laki-laki’ itu kita tarung di belakang sekolah nanti. Yang kalah harus minta maaf dan gak boleh ganggu lagi. Gimana, lo berani?”Doni menarik tangannya dari genggaman Wisnu, napasnya tersengal k

  • I'm Sorry Laras   Konfrontasi yang memanas

    Dika, yang merasa risih dengan sentuhan mendadak itu, segera menepis tangan Nadiadengan gerakan halus tapi tegas. “Tunggu dulu, Nad. Aku beresin meja dulu,” ucapnya, suaranya datar, tangannya kembali sibuk merapikan buku dan pena di atas meja.Nadine mengerutkan kening, tak sabar. “Kelamaan, Dik! Ayo cepet, kantinnya keburuan rame nanti!” sergahnya, nadanya sedikit memaksa, tangannya bahkan kembali mencoba menarik lengan Dika.Wisnu, yang dari tadi memperhatikan dari bangku sebelah, jadi geregetan melihat tingkah Nadine. “Yaelah, jadi anak kok gak sabaran amat!” sindirnya, suaranya penuh ejekan sambil tertawa kecil, tangannya melipat buku catatannya dengan santai.Nadia mendelik gusar ke arah Wisnu, matanya menyipit penuh kesal. “Diam, lo! Gak usah ikut campur!” bentaknya, lalu kembali menoleh ke Dika dengan senyum dipaksakan. “Dik, ayo dong!” ucapnya lagi, kali ini tangannya berhasil menarik lengan Dika lebih kuat.Dika menghela napas panjang, jelas tak nyaman dengan sikap Nadine yan

  • I'm Sorry Laras   Nadia

    Sesampai di kelas, Wisnu sudah tak sabar menunggu penjelasan Dika. Ia duduk di bangku sebelah Dika, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu, tangannya bahkan menepuk-nepuk meja dengan tidak sabar. “Ayo, Dik, ceritain sekarang! Gue sudah penasaran dari tadi!” serunya, suaranya penuh semangat.Dika, yang baru saja meletakkan tasnya di meja, menghela napas dan melirik Wisnu dengan ekspresi sedikit jengkel tapi juga geli. “Sabar dong, Wis. Gue juga baru duduk, kasih gue napas bentar, napa?,” ucapnya sambil menarik kursi dan duduk. Setelah merasa nyaman, ia akhirnya mulai bicara, suaranya rendah tapi penuh makna.Kemudian Dika menceritakan secara detail mengenai Kakanya Indira itu dari kenapa kakaknya terpisah sampai dengan kakanya yang tiba tiba muncul dirumahnya, semua ceritanya detail dia ceritakan pada sahabatnya itu, kecuali tentang masa kelam keluarganya dan hubungannya dengan keluarga Doni.Wisnu mendengarkan dengan mulut sedikit terbuka, takjub. “Terus?” desaknya, tak sabar mendengar

  • I'm Sorry Laras   Ancaman Indira

    “Apa yang kalian lakukan pada Ibuku?!” bentak Indira, suaranya menggelegar, menggetarkan udara di halaman rumah. Ia melangkah maju, berdiri di depan Laras seperti perisai, matanya menyala penuh kebencian ke arah Ratna. “Kalian pikir bisa seenaknya dateng ke sini, dan nyakitin orang sesuka hati?!”Dika menambahkan dengan suara rendah tapi penuh ancaman, “Kalian sudah keterlaluan. Jangan harap ini akan kami lupakan begitu saja.”Ratna tersentak, jantungnya berdegup kencang saat melihat Indira melangkah keluar dari mobil mewah itu. Dugaan yang selama ini menggelayuti pikirannya kini terbukti kalau wanita muda yang muncul di pesta Doni kemarin memang Indira, anak Laras yang hilang bertahun-tahun lalu. Matanya membelalak, wajahnya memucat, tapi ia berusaha menyembunyikan keguncangan itu di balik sikap angkuhnya.Indira, yang sudah membara amarahnya karena melihat ibunya ditampar, melangkah mendekati Ratna. Matanya menyala penuh kebencian, dan ia berteriak dengan suara yang menggetarkan udar

  • I'm Sorry Laras   Ketegangan di rumah Laras

    “Mas Raka, lepasin! Apa-apaan sih kamu? Kalau ada yang lihat bagaimana, apalagi Mas Damar lagi ada di rumah!” bisik Sofia dengan nada panik, tangannya mencoba mendorong dada Raka agar melepaskan pelukannya.Raka, dengan sikap santai yang kontras dengan kepanikan Sofia, tersenyum kecil. “Tenang saja, Sof. Ini sudah malem banget, aku yakin semua orang sudah pada tidur,” ucapnya, suaranya rendah dan penuh keyakinan, tangannya tetap memeluk pinggang Sofia tanpa berniat melepaskan.Sofia masih gelisah, napasnya tersengal karena cemas. “Mas Raka, jangan gila kamu!”Belum sempat Sofia menyelesaikan kalimatnya, Raka memotong dengan nada penuh hasrat. “Aku cuma pengen bersenang-senang sama kamu malem ini, Sof. Sudah seminggu lebih kita tidak melakukan itu, aku ingin jatahku malam ini,” ucapnya, matanya menatap Sofia dengan sorot penuh keinginan, tangannya kini merenggangkan pelukan tapi tetap memegang lengan Sofia agar ia tidak pergi.Sofia menggelengkan kepala dengan tegas, wajahnya memerah k

  • I'm Sorry Laras   Dugaan Ratna

    Sofia membela diri dengan penuh emosi. “Aku manjain Doni karena aku sayang sama dia, Mas! Dia anak kita satu-satunya! Apa salahnya aku memberikan yang terbaik untuk dia?!” ucapnya, suaranya bergetar karena campuran antara marah dan sedih.Damar menggelengkan kepala, ekspresinya penuh kekecewaan. “Justru itu yang tidak boleh kamu lakukan, Sofia. Kalau Doni terlalu dimanjain, dia tidak akan bisa menghadapi kerasnya hidup nanti pas kita semua sudah tidak ada. Kamu pikir ini baik untuk dia? Enggak!” jawabnya, nada suaranya meninggi karena frustrasi.Raka ikut menyela, mencoba mendukung Sofia. “Tapi, Mas Damar, anak kecil memang wajar kalau dimanjakan. Doni itu masih kecil, dia perlu kasih sayang keluarga. Kamu saja yang terlalu keras sama dia,” ucapnya, suaranya lebih tenang tapi tetap menunjukkan ketidaksetujuan.Damar menoleh ke Raka, matanya menyipit. “Kecil? Doni sudah 15 tahun, Raka! Dia harus belajar tanggung jawab, bukan cuma maunya sendiri. Kalian semua yang membuat dia tidak bisa

  • I'm Sorry Laras   Perdebatan antar keluarga

    Namun, Damar tidak menghiraukan Sofia. Ia malah melangkah mendekati Indira, wajahnya kini lebih lembut meskipun masih ada sisa kekesalan. “Indira, saya minta maaf atas kelakuan anak saya yang kurang ajar ini,” ucapnya, suaranya tulus. “Kalian berdua nikmati saja pesta ini, tidak usah mempedulikan Doni lagi.”Indira tersenyum kecil, lalu menggelengkan kepala dengan sikap pura-pura rendah hati. “Tidak perlu, Pak. Lebih baik saya dan Dika pulang saja, agar suasana pesta kembali meriah seperti semula,” jawabnya, suaranya sengaja dibuat lembut untuk menunjukkan itikad baik, padahal ini bagian dari rencananya untuk memancing simpati Damar.Damar menggeleng tegas, menolak permintaan itu. “Tidak, saya tidak mengizinkan kalian pulang. Kalian tamu saya, ikut saya saja menikmati pesta ini,” ucapnya, tangannya mengisyaratkan agar Indira dan Dika mengikutinya. “Doni tidak punya hak untuk mengusir kalian.”Indira melirik Dika sekilas, lalu mengangguk dengan senyum tipis. “Baik, Pak. Terima kasih,” j

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status