Share

Bab 2

Penulis: Min_Jikyu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-19 09:12:21

Eleana devilova smith, wanita 22 tahun yang sekarang tengah menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin besar. Kamar dengan nuansa hitam gelap ini menjadi tempat tidurnya setelah kemarin ia dipaksa untuk segera mengemasi barang dan harus tinggal di sebuah hotel megah pilihan Mikael.

Akhirnya ia mengalah pada takdir dan membiarkan kebebasannya direnggut paksa oleh seorang Mikael Abraham. Ia tidak ingin dianggap anak durhaka karena tidak menuruti kemauan orang tua, maka dengan sangat berat hati dan tidak rela, Eleana menerima pernikahan ini.

Entah sudah berapa kali riasan pada wajahnya selalu dipoles ulang, air mata Eleana tidak berhenti meluruh dari kedua mata birunya. Meski  ia sudah mencoba untuk menghentikannya, rasa sesal dan sesak selalu berhasil membuat pertahanannya runtuh.

Ia hanya sendirian di kamar hotel ini, setelah perias keluar lima belas menit yang lalu. Kamar dengan aroma khas Mikael dengan nuansa gelap yang dominan oleh sosok Mikael yang terkesan sangat misterius.

Sudah hampir setengah jam, Eleana meratapi dirinya sendiri yang merasa sudah tidak punya harga diri. Ia tidak pernah menyangka, pernikahannya akan berjalan seperti ini. Ia sudah tidak peduli juga dengan riasan atau pun gaun yang ia kenakan.

Tiba-tiba pintu terbuka.

Memunculkan sosok Mikael yang terlihat bertambah tampan dengan balutan tuxedo hitam yang melekat pas di tubuh tegapnya. Terkesan sangat serasi dengan gaun putih gading yang sedang ia kenakan.

“Hai, Baby.”

Eleana tak bergeming, wanita itu masih tetap menatap cermin tanpa peduli jika Mikael sedang berjalan mendekat ke arahnya.

Lelaki itu memeluk tubuhnya dari belakang, melingkarkan kedua tangannya untuk menggapai pinggang ramping Eleana. Perlahan, tangan Mikael terulur mengusap bahu telanjang Eleana yang terasa halus dan harum.

“Kau sangat cantik.”

Mikael membalik Eleana dengan sekali gerak, menghadapkan dirinya pada Eleana. “Bagaimana, kau menyukai riasanmu?”

Setetes air mata jatuh yang membuat Mikael menatap heran.

“Apa kau akan terus menangis, di hari pernikahan kita?”

“Aku ingin pulang sekarang, bawa aku pergi dari tempat ini,” cicit Eleana dengan bibir bergetar.

Mikael terkekeh. “Kau akan pulang bersamaku setelah acara kita selesai.”

“Aku tidak ingin menikah denganmu.”

“Sudahlah, tidak ada yang bisa kau lakukan.”

Eleana meremas gaun yang ia kenakan, menatap Mikael dengan air mata yang bercucuran. “Kau pria gila! Kau membawaku semaumu, kau pikir aku barang?!”

Mikael tersenyum meremehkan, “Memang kau barang, aku sudah membayar mahal untuk hargamu.”

“Kau pikir semuanya bisa dibeli dengan uangmu?!” Pekik Eleana.

Mikael semakin tertawa keras.

“Jangan lupa, jika Mommy-mu sendiri yang sudah menjualmu demi perusahaannya. Kasihan sekali, Ibunya lebih memilih perusahaan daripada anak gadisnya.”

Sesak, sudah jelas. Eleana merasa sangat tertohok dengan ucapan Mikael yang benar-benar melukai hatinya. Tetapi, itu benar adanya, Eleana memang sudah diserahkan pada Mikael demi perusahaan dan pengobatan sang ayah.

Wanita itu dengan cepat berdiri dan hampir menarik gagang pintu, ingin pergi. Dengan cepat pula Mikael menarik pergelangan tangan Eleana hingga wanita itu terduduk di tepi ranjang.

“LEPASKAN AKU!”

Eleana mendorong dada bidang Mikael yang sama sekali tak membuat lelaki itu berubah posisi. Justru sekarang Mikael dengan mudah mendekatkan wajahnya ke wajah Eleana, sampai embusan napasnya terasa hangat di pipi Eleana.

“Berhenti menangis, aku tidak suka melihat wanitaku menangis.” Mikael mengusap pipi Eleana yang langsung ditepis oleh wanita itu.

“Lima belas menit lagi, kita turun. Hapus air matamu, dan bersiap-siaplah,” imbuhnya.

Lelaki itu kemudian keluar dari kamar, meninggalkan Eleana yang masih terisak.

***

Eleana POV

Mataku sembab. Aku menangis seharian, bahkan sampai tengah malam ini. Aku tidak bisa tidur memikirkan keadaan Dad dan Mom yang tidak bisa kuketahui sampai sekarang. Mereka bahkan menghindar dan tidak bisa kuhubungi.

Pukul dua belas malam. Saat lampu kamar tiba-tiba menyala dan terdengar derap langkah seseorang yang semakin mendekat.

Aku tahu siapa itu, Mikael—suamiku. Tanpa aku sadari kami memang sudah menjadi pasangan suami—istri yang sah di mata hukum. Walau acara pernikahan tadi tidak pernah aku inginkan dan tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Menikah tanpa didampingi orang tua, hanya ada pendeta, dirinya, dan Mikael saja.

Tadi, setelah acara itu selesai. Mikael buru-buru berganti pakaian dan pergi, aku tidak tahu jelas ia ke mana, tetapi dia memintaku menunggu di kamar hotel ini. Dini hari ia baru pulang. Sesibuk itu, kah? Bahkan di hari pernikahan.

Aku dapat merasakan kasur di sampingku bergetar. Mikael naik ke atas ranjang dan aku yang tetap memunggunginya, aku benci melihat wajahnya.

Seharusnya, malam pertama seorang pasangan suami—istri tidak seperti ini, bukan? Tapi, mau bagaimana lagi, dari awal aku bahkan tidak ingin menikah dengannya.

“Aku tahu, kau belum tidur,” ucapnya, setelah lama tidak kudengar pergerakan lagi.

Aku diam.

Mikael membalik tubuhku dengan mudahnya, dan mata kami bertemu untuk pertama kali setelah pernikahan itu digelar. Aku tidak tahu di mana keberanian itu muncul hingga aku berani menamparnya dengan keras.

Aku menggigit bibir bawahku, takut jika Mikael akan marah. Di luar dugaan ia justru tersenyum dan mengusap pipinya sekilas. Lalu ia kembali membungkam bibirku dengan bibirnya, sampai aku benar-benar kehabisan napas karena dirinya yang tidak kunjung melepaskan pagutan. Bahkan kini, ia semakin brutal dengan bermain ke rongga mulutku dengan menyapukan lidahnya, mengakses setiap tempat di dalam sana.

“Ini hukuman untukmu,” kata Mikael, saat aku terbatuk-batuk karena ulahnya.

Jujur, ini baru pertama kali aku melakukannya. Aku sama sekali tidak berpengalaman dalam hal berciuman, apalagi mengikuti gaya berciuman Mikael yang lama dan mendalam.

“Tidur.”

Lelaki itu mengecup kedua mata sembabku bergantian. Kemudian beralih pada kedua pipiku dan terakhir di kening.

“Sudah berapa kali kukatakan, aku tidak mau melihat wanitaku menangis.” Suara beratnya kembali kudengar.

Malam itu, aku tidak bisa membendung tangisku karena begitu sedih. Bukan karena pernikahan ini, aku sudah rela jika memang ini yang terbaik untuk kedua orang tuaku, tetapi, aku masih mengkhawatirkan bagaimana kedua orang tuaku di sana menjalani hari mereka. Apakah mereka makan dengan baik? Dan tidur dengan nyenyak?

Aku tidur dengan kehangatan dari Mikael Abraham yang membawaku dalam dekapannya. Lelaki menyebalkan yang tidak kusangka sudah menyandang status sebagai suamiku.

***

Eleana POV

Aku tidak percaya.

Bagaimana bisa lelaki seperti Mikael memiliki ruangan semacam ini. Sebuah walk in closet yang penuh dengan pakaian wanita yang berderet lengkap, sepatu dan tas, dan jangan lupakan perhiasan serta make up yang tertata rapi pada tempatnya. Saat pertama kali masuk ke ruangan ini, aku seperti sedang berada di dalam mall besar dan dimanjakan dengan deretan pakaian mahal yang tidak mampu aku beli.

Mataku berbinar melihat deretan gaun dengan potongan sederhana yang berderet bermacam-macam warna. Dan aku sendiri sudah terbuai untuk menyentuh gaun yang menarik perhatianku saat pertama kali aku melihatnya.

“Bagaimana bisa dia memiliki banyak gaun untuk wanita?” aku masih bertanya-tanya.

Tanganku meraih gaun itu, gaun sederhana berwarna hitam yang pas ketika berada di tubuh rampingku.

“Tunggu, apakah ini diperuntukkan untukku? Atau ini sebenarnya milik—“

“Milik siapa?”

Tubuhku tersentak kaget, saat tiba-tiba Mikael sudah ada di depan pintu, memperhatikanku dengan seringai dan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana kainnya.

***

Eleana menatap Mikael dengan ragu, bahkan gaun yang ada di tangannya sampai jatuh ke lantai karena gugup. Buru-buru pula ia memungut gaun itu lalu menaruhnya kembali ke tempatnya.

“Aku, aku hanya melihat.”

“Ini ruanganmu, semuanya sudah kusiapkan untukmu, Baby.”

Mikael melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam, dan Eleana justru memundurkan dirinya sampai ke sudut ruangan. “Ma—mau apa kau?”

“Kenapa kau takut padaku?” tanya Mikael, heran.

Mereka sudah berstatus suami istri, tetapi Eleana masih saja tidak ingin didekati Mikael. Ia masih belum bisa membuka hatinya meski sudah mengatakan jika dia sudah benar-benar menyerahkan dirinya untuk Mikael. Membuka hati memang sesulit itu untuknya, ia masih harus menata hati dan beradaptasi pada situasi seperti ini.

“Mundur,” ucap Eleana menghentikan langkah Mikael.

Tidak peduli, Mikael justru semakin maju dan Eleana yang terlihat meneguk ludah. Tangan Mikael tergerak untuk menyalipkan anak rambut Eleana ke belakang telinga, lalu ia meraih gaun yang tadi dibawa wanita itu.

“Selera yang bagus, pakai gaun ini dan segera bersiap. Malam ini, kau akan bertemu dengan Ayah mertuamu.”

Pernyataan yang sukses membuat Eleana tercengang, ia segera mengambil gaun yang ada di tangan Mikael dan beberapa perhiasan lain. Ia akan menyiapkan diri dan bersiap-siap untuk pertemuannya dengan mertua. Walau dia masih setengah hati menerima lelaki itu, tapi Eleana tetap sadar kedudukannya saat ini, yang menjadi istri seorang Mikael Abraham yang memang bukan orang sembarangan. Ia tahu, keluarganya pasti menjunjung tinggi sebuah peraturan dan Eleana tidak ingin dirinya merasa malu jika tidak mempersiapkan diri sebaik mungkin.

Setengah jam lebih, Eleana sibuk dengan beberapa alat make up untuk mempercantik dirinya. Lalu pintu diketuk dan masuklah Bibi Margareth yang tersenyum hangat pada Eleana. “Kau cantik sekali Nyonya,” katanya memuji.

“Terima kasih Bi.”

“Tuan muda sudah menunggumu di mobil, mari ku antar Nyonya.”

Eleana segera mengikuti langkah kaki Bibi Margareth yang akan membawanya ke Mikael. Penampilannya sudah maksimal dan Eleana harap ini bukan gaun yang buruk untuk digunakan di acara penting—bertemu mertuanya.

“Aku gugup sekali, Bi.”

“Tenang saja, Tuan muda pasti akan selalu mendampingimu. Tidak perlu takut Nyonya, Tuan besar dan Nyonya besar sangat ramah dan baik, kau akan suka nanti jika sudah bertemu mereka.”

Penuturan itu membuat Eleana sedikit lega, ia segera masuk ke dalam mobil setelah bodyguard membukakan pintu. Ia duduk di samping Mikael yang sekarang tengah duduk tegap sambil memainkan ponsel.

***

Eleana POV

Sesampainya di mansion keluarga besar Abraham, aku tidak pernah melewatkan sedikit pun perubahan wajah Mikael, lelaki itu lebih banyak diam saat ini. Bahkan saat kami sudah duduk di meja makan dan bersiap untuk makan malam.

Ternyata benar yang dikatakan Bibi Margareth, mereka menyambutku dengan ramah dan tersenyum hangat, meski Tuan Abraham tidak memudarkan wibawanya sedikit pun. Aku gugup tentu saja, tetapi aku mencoba tenang.

“Hm....” Abraham mulai menyelidik ke arahku.

Lalu dua pasang mata yang ada di meja itu, juga menatapku. Di sini, ada lima orang, Nyonya Isabelle, Tuan Abraham, aku dan Mikael, sisanya seorang lelaki yang usianya mungkin lebih tua dari Mikael. Aku tidak tahu siapa dia karena memang dia tidak bicara sejak kami sampai di sini.

“Jadi ini calon istrimu?” tanya Tuan Abraham pada Mikael.

“Istriku.”

“Kau masih saja seperti dulu El, kaku dan tidak berperasaan.” Lelaki yang tidak kukenal itu bersuara dan terkekeh di akhir kalimatnya.

“Aku memang tidak berubah.”

“Kau sangat pintar mencari istri rupanya, bagaimana jika kita bertukar posisi?” tanya lelaki itu.

Mikael menggebrak meja makan sampai semua yang ada di meja itu terkejut, tak terkecuali aku. Bahkan jika aku tidak bergerak untuk menyentuh lengan Mikael, mungkin sebuah pisau daging akan melayang pada laki-laki itu. Mikael terlihat menyeramkan saat marah.

“Berhenti Mikael!” Tuan Abraham murka.

Aku sama sekali tidak tahu harus berbuat apa pada kondisi ini. Jadi aku hanya diam sambil mengusap lengan Mikael, berharap amarah itu cepat reda.

“Jaga ucapanmu!” katanya, penuh penekanan.

Lelaki itu terkekeh, menyebalkan. “Memangnya wanitamu akan mau selamanya denganmu? Kurasa tidak. Saat ini saja dia terlihat tertekan.”

Apakah aku terlihat sangat menyedihkan?

Mikael mengepalkan kedua tangannya, ia langsung menyeretku keluar dari ruang makan. Sekuat apa pun aku memberontak, nyatanya aku tetap tidak berhasil lepas dari genggaman Mikael. Ayolah, aku belum berpamitan pada orang tua Mikael, haruskah acara makan malam ini menjadi malapetaka? Apa yang akan dipikirkan oleh mertuaku, aku pergi tanpa pamit. 

Percuma, Mikael tetaplah Mikael. Lelaki berhati batu yang tidak pernah bisa kupahami bagaimana perasaannya.

___

Mikael semakin mengeratkan genggamannya pada pergelangan tangan Eleana, tidak peduli bagaimana wanita itu merintih kesakitan dan sepertinya pergelangannya sudah terluka. Ia tidak mau mendengar ucapan Eleana yang menyuruhnya berhenti, bahkan semakin mempercepat langkahnya hingga Eleana mengikuti dengan terseok.

Bruk!

Kejadian itu begitu cepat terjadi, Eleana memegangi kepalanya setelah menjerit karena ia terkantuk ujung kursi taman yang runcing. Saat Mikael berbalik, ia sudah menemukan Eleana yang terduduk di bebatuan denagn pelipisnya yang mengeluarkan darah.

Bab terkait

  • I Want You   Bab 3

    “Ana?”Eleana semakin merasa pusing, ia merasakan Mikael yang menyentuh bahunya. “Kepalamu berdarah, Baby,” katanya panik.Eleana menutup mata rapat-rapat saat lelehan darah itu merembes hampir mengenai matanya. “Jauhkan darah itu, ku mohon!” pekik Eleana, semakin mengeratkan genggamannya pada Mikael.Mikael melepas jas hitamnya dan memakaikan jas itu di bahu Eleana yang terbuka. Dengan cepat ia menghapus lelehan darah itu dengan sapu tangan, lalu mengangkat tubuh Eleana.“Kepalaku pusing." Eleana menyembunyikan wajahnya di dada bidang Mikael, tidak peduli kemeja putih lelaki itu akan terkena darah.“Apakah kau bisa mendengarku?” tanya Mikael, berhenti memperhatikan Eleana yang terpejam.“Ngghh...,” gumamnya.“Kita ke rumah sakit sekarang.”Eleana otomatis membuka mata, menatap langit malam dan juga rahang Mikael yang terlihat mengeras. “Kita pu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-19
  • I Want You   Bab 4

    Mikael sudah menenggak beberapa gelas alkohol yang ada di hadapannya. Sekarang laki-laki itu benar-benar ada di batas kesadaran, kepalanya sudah berat, rasa pahit dan pekat menyatu pada wine yang sekarang mengalir di tenggorokannya.Masalah akhir-akhir ini selalu muncul, masalah di kantor dan belum lagi Eleana yang membuat amarahnya meledak malam ini.Mikael berjalan sempoyongan menuju pintu keluar klub. Langkahnya terhenti oleh sosok wanita dengan dress super ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang ramping. Rambut pirangnya membuat Mikael mengira jika itu adalah Eleana.“Jalang kecil, kenapa kau ada di sini?”“El, sudah lama kita tidak bertemu.”Wanita itu tersenyum, lalu bergelayut manja pada lengan kekar Mikael. Mikael sendiri hanya terkekeh sambil mengusap rambut panjang bergelombang milik wanita yang ada di hadapannya.“Kau merindukanku El?” tanya wanita itu.Mikael terkekeh. “Kau a

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-25
  • I Want You   Bab 5

    Tiga hari kemudian...Mikael sibuk dengan pekerjaan di kantor yang sedang mengalami masalah cukup serius, sampai lelaki itu tidak sering berada di rumah untuk menemani istrinya. Bahkan, saat Eleana masih merasa tidak enak badan lelaki itu tidak ada di sampingnya.Eleana masih berkutat pada layar laptop untuk memantau bisnis toko online yang ia bangun bersama teman sekampusnya, ketika ponsel di samping laptop bergetar. Panggilan masuk dari Mikael.“Kau sedang apa?” tanyanya.“Mengerjakan pekerjaan kecil.”“Toko pakaian online-mu itu.”Eleana mengangguk meski Mikael tidak melihat, ia memasukkan camilan ke dalam mulut sebelum menjawab, “Kapan kau akan pulang?”“Mungkin larut seperti kemarin, ada apa?”“Hari ini aku akan keluar sebentar bersama teman kampusku untuk membahas toko online kami.”Terdengar helaan napas. “Bersama supir?”&l

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-26
  • I Want You   Bab 6

    “Terima kasih atas kerja samanya,” ucap Mikael menyunggingkan senyumnya perlahan.Kolega bisnisnya sudah berlalu meninggalkan ruangan rapat. Mikael dapat bernapas lega atas kerja kerasnya selama beberapa hari ini untuk mengurus perusahaan yang kacau hingga mengorbankan waktunya untuk berada di rumah.Lelaki berbadan tegap itu tersenyum kecil, tidak sabar ingin pulang dan bertemu istrinya yang sangat ia rindukan. Malam ini, ia akan mempersiapkan sebuah kejutan kecil untuk Eleana.Tanpa pikir panjang, Mikael melangkahkan kakinya menuju area parkir di mana mobilnya berada. Jemarinya beradu di atas ponsel, mengetikkan pesan singkat untuk istrinya.“Apakah Tuan ada urusan di luar?” tanya sang sopir.“Antar aku pulang sekarang,” ucap Mikael tanpa memalingkan wajahnya dari ponsel.***Pukul delapan malam.Eleana mengerjapkan matanya, berusaha menyesuaikan cahaya yang terlihat sangat te

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-27
  • I Want You   Bab 7

    Siang ini, Mikael harus pergi ke kantor meninggalkan istrinya yang sedang demam di rumah, untungnya Eleana sudah diinfus oleh dokter pagi tadi. Wanita itu masih tidak mau bicara padanya dan Mikael masih terus membujuknya untuk bicara.Kali ini, Mikael harus menyingkirkan egonya untuk pekerjaan yang sedang menunggu.Larut dalam beberapa berkas, Meggie—sekretaris Mikael, masuk ke dalam ruangan dengan napas terengah.“Tuan, aku sudah berusaha mencegahnya, tapi dia tetap berusaha untuk masuk.”Selang beberapa saat, seseorang yang dimaksud oleh Meggie masuk ke dalam ruangan dengan langkah yang anggun. Sepatunya terdengar beradu dengan lantai, wanita itu mendorong bahu Meggie untuk segera menyingkir, dan di balas Meggie dengan berdecak.“Baby, I miss you.”Wanita berambut pirang gelombang itu bergelayut manja pada lengan kokoh Mikael. Sementara Mikael tetap fokus pada laptopnya yang sedang menampilkan beberapa grafik

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • I Want You   Bab 8

    Hubungan Eleana dan Mikael semakin dekat. Eleana sudah bisa membuka hatinya dan mulai mencintai seorang Mikael, begitu pula Mikael yang sekarang berubah jadi manis dan menunjukkan perhatian lebih pada Eleana. Mereka saling melengkapi dan mengerti satu sama lain.Pagi hari, Eleana menunggu mobil Mikael berjalan keluar gerbang, lelaki itu harus pergi ke kantor seperti biasa. Setelah mobil itu keluar dari mansion, Eleana kembali ke ruang makan.“Huek....”Eleana menutup mulutnya, wanita itu segera berlari ke kamar mandi. Setelah mencium aroma sup daging yang dibuat Bibi Margareth, entah kenapa perutnya jadi mual. Padahal Eleana sedari dulu menyukai sup daging.“Kenapa aku jadi sensitif dengan aroma yang kuat akhir-akhir ini?” Eleana membersihkan bibirnya dengan air yang mengalir.Ia kemudian masuk ke dalam kamar dan duduk di tepi ranjang, menatap keluar jendela di mana berbagai burung sedang terbang bebas di atas awan. Jantung

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • I Want You   Bab 9

    Eleana turun dari lantai atas, sembari mengikat rambutnya ia berjalan menuju dapur. Belakangan ini ia jadi sering lapar di tengah malam karena hormon kehamilan. Beruntung, Bibi Margareth selalu membantunya jika ia sedang kesulitan, sejauh ini hanya Bibi Margareth yang tahu tentang kehamilannya.Eleana tidak membangunkan Bibi Margareth lagi, ia memilih untuk menggoreng daging ayam dan kentang yang ada di lemari pendingin. Ini sudah sangat larut, ia tidak ingin merepotkan orang lain mengenai kehamilannya.Selepas makanan matang, Eleana kembali ke kamar. Ia sangat bosan, selama dua hari ini tidak tahu harus melakukan apa karena tidak ada Mikael di rumah. Kamar juga menjadi sepi, biasanya ia akan bicara atau hanya sekadar mendengar keluh kesah Mikael tentang pekerjaan.Ia rindu Mikael.Seharian ini Mikael juga tidak memberi kabar, biasanya Mikael akan menelepon setelah selesai meeting, hari ini beda. Karena rasa khawatir dan penasaran, akhirnya Eleana memutus

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-14
  • I Want You   Bab 10

    Mikael terbangun dengan cahaya terang dari matahari yang menerobos jendela kamar. Seingatnya, semalam ia tengah memperhatikan Eleana yang sedang berdiri membelakanginya di depan jendela.“Ana?” panggil Mikael.Mikael mencari Eleana di kamar mandi, walk in closet, dapur, taman belakang, bahkan ia mengelilingi separuh dari mansion megahnya, dan tidak menemukan wanita itu di mana pun.“Tuan, bukankah kau sedang sakit?” tanya Bibi Margareth yang tidak sengaja melihat Mikael sedang duduk di undakan tangga sembari mengusap wajah.“Di mana Ana?”“Nyonya belum terlihat sedari pagi Tuan.”Mikael begitu kebingungan, ia tidak tahu di mana Eleana sekarang. Saat ia tidak sengaja membuka lemari, seluruh pakaian Eleana sudah tidak ada. Dengan kesal Mikael membanting pintu lemari, menumpahkan emosinya pada benda-benda di sekitar.“Wanita itu, sama saja dengan wanita lain!” teriak Mikael.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16

Bab terbaru

  • I Want You   Bab 41

    "Om, Vin ingin es krim." Izrael yang sedang membaca buku di ruang tengah menatap sang keponakan setelah menaruh majalah di tangannya. "Apa, Vin?" "Es krim." Kevin dengan malu-malu menunjuk kulkas yang ada di dapur. Senyum manisnya mengembang, membuat Izrael juga tertular. "Kata Daddy, kau tidak boleh makan yang manis-manis." Seketika Kevin menunduk. "Aku mau." Melihat wajah Kevin yang berubah sedih, Izrael tak sampai hati untuk menolak permintaan keponakan kecilnya. Maka dari itu, Izrael langsung saja menggandeng Kevin dan ia dudukkan di kursi makan. Di rumah tidak ada siapa-siapa, selain dirinya dan Kevin. Mom dan Dad sedang pergi ke sebuah pesta, sementara Mikael dan Eleana yang sejak tadi memberitahu akan menjemput Kevin, belum juga sampai. "Kau jangan bilang Daddymu, ya. Bisa-bisa aku dipenggal." "Dipenggal itu apa, Om?" Pertanyaan polos Kevin membuat Izrael merutuki mulutnya sendiri yang tidak difil

  • I Want You   Bab 40

    Seperti menemukan keluarga baru, Kevin begitu lengket dengan Izrael. Bahkan ia sering ikut Omnya pergi ke beberapa tempat makan dan bertemu teman-teman Izrael. Mungkin karena saat masih dalam kandungan, Izrael merawat Kevin jadi dia tidak perlu waktu lama untuk dekat.Mengenai Mikael, dia sering cemburu. Tentu saja. Bahkan saat belajar menghitung, Kevin lebih memilih diajari Izrael daripada dirinya. Mungkin ini hal yang sepele, tapi Mikael merasa sudah di ayah tirikan oleh putra kecilnya.Tapi, pagi ini, Mikael benar-benar menitipkan Kevin sepenuhnya pada Izrael karena tiba-tiba Eleana demam lagi. Padahal kemarin masih baik-baik saja, tapi malam tadi demamnya begitu tinggi. Susahnya, Eleana selalu menolak untuk dibawa ke rumah sakit dengan alasan masih trauma saat dirawat pasca melahirkan dulu."Aku titip, besok kuambil lagi," ucap Mikael, mencium pipi Kevin sebelum putranya masuk ke dalam rumah besar Mom Isabelle."Sudah seperti barang saja, dioper sana

  • I Want You   Bab 39

    Mikael memijat pangkal hidungnya. Jika dihadapkan dalam keadaan seperti ini, ia lebih memilih meeting dan membuat laporan daripada harus mengajari Kevin berhitung.Bukannya tidak mau, hanya saja putra kecilnya ini lebih banyak bicara menanyakan gambar sebagai objek belajarnya, bukan menghitung. Lalu, jika Mikael mengatakan hitungannya salah. Dia akan marah dan kesal."Vin, diamlah. Dad pusing sekarang." Mikael menyandarkan punggungnya, saat Kevin mulai bertanya sebaiknya kelinci di buku menghitung diwarnai apa."Daddy, aku bertanya.""Terserahmu saja, pilih yang kau suka."Kevin mendengkus, kesal. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Mikael tidak suka. "Aku mau belajar dengan Mom saja.""Jangan...!"Mikael mengangkat Kevin ke pangkuannya, memeluk tubuh mungil itu dan membuatnya nyaman dalam kungkungan Mikael. "Mom sedang sakit Vin."Dua hari ini Eleana batuk dan demam, tadi pagi ia baru saja pergi ke dokter d

  • I Want You   Bab 38

    "Pagi, Daddy.""Pagi, Vin."Mikael mencium pipi putra kecilnya, ia ikut duduk di sebelah Kevin yang sedang sarapan roti selai buatan Oma. Pukul delapan pagi, ketika Mikael turun dari lantai atas."Mom di mana?" tanya Kevin, menatap Mikael dengan mata bulatnya."Mom masih tidur."Kevin mengerutkan kening, tidak biasanya Mommy masih tertidur saat matahari sudah menyengat seperti ini. Bocah kecil itu sampai memiringkan kepalanya bingung."Mom kecapekan, sayang.""Hm?""Mom sakit?" tanya Kevin, kaki gembulnya berusaha turun dari kursi setelah menanyakan itu pada Mikael."Vin, mau ke mana?" tanya Mikael setelah menurunkan bocah itu.Kevin tidak menjawab, ia mengambil piring berisi roti selainya yang tinggal setengah, lalu menaiki tangga dengan hati-hati."Kevin, mau ke mana, Nak?" Mom Isabelle yang melewati bawah tangga meringis, melihat bagaimana cucu pertamanya dengan susah payah menaiki tangga."Oma, V

  • I Want You   Bab 37

    Brankar pesakitan itu didorong oleh dua perawat sekaligus, melewati lorong-lorong rumah sakit yang sepi dan masuk ke dalam UGD.Sebuah tangan yang menghantam tembok, seperti saksi bahwa sebenarnya seseorang tidak ingin kejadian tiba-tiba ini terjadi.Ponsel di sakunya bergetar, sebuah panggilan masuk dari seorang bodyguard yang ia tugaskan untuk mengejar seseorang berpakaian serba hitam di bandara tadi."Bagaimana?""Kami menangkapnya, Tuan.""Jaga dia, usahakan jangan sampai kabur.""Baik, Tuan."Darah yang mengalir di buku-buku jari, tidak ia hiraukan. Ia berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD, menunggu kabar dan berharap itu bukan kabar buruk."Tuan Mikael, Nyonya Isabelle menelepon."Mikael menoleh, pada seorang bodyguard yang tadi menemaninya untuk pergi ke rumah sakit. Ia mengambil ponsel di tangan bodyguardnya dengan ragu."Kau di mana? Eleana menangis sejak tadi," cerita Isabelle."Mom, katakan p

  • I Want You   Bab 36

    "Mom, Vin ingin bertemu Dad." Eleana seperti diserang ribuan lebah berbentuk gumpalan menggemaskan dalam satu tubuh, Kevin. Putra kecilnya yang bicara tanpa henti, menanyakan sosok Daddy-nya yang sedang pergi untuk melakukan perjalanan bisnis ke luar kota. Rasanya Eleana sudah tidak punya alasan untuk membujuk Kevin. Karena semua bujukan yang ia buat, tidak berhasil membuat Kevin tenang. Adonan kue yang sedang ia buat sampai kebanyakan tepung terigu. "Vin, Mom sedang memasak." "Vin ingin bertemu Daddy," rengeknya, menarik-narik kaus Eleana. Seperti dengan begitu Mommy-nya akan luluh dan mempertemukannya dengan Mikael. "Mommy." Tangisan Kevin yang menggelegar membuat Eleana menaruh adonan kuenya dan langsung menggendong bocah itu. Mungkin, Kevin sudah kesal terlalu lama diabaikan oleh Eleana. "Berhenti menangis," ucap Eleana, mendudukkan Kevin di atas meja. Kevin justru memperkeras tangisannya. Membuat Eleana mendengus,

  • I Want You   Bab 35

    Ada banyak hal yang perlu diurus di kantor. Mikael sampai melupakan sarapan yang sudah disiapkan Eleana, ketika menerima telepon dari Lucas. Ia juga melupakan rutinitas paginya membangunkan Kevin. Pagi ini, begitu sangat kacau. "Aku berangkat, ya." Mikael mencium kening Eleana begitu lama, lalu masuk ke mobil. Eleana menunggu mobil Mikael sampai keluar dari gerbang, lalu masuk ke rumah. Sampai ia mendengar tangisan Kevin dari lantai dua. "Daddy," panggil Kevin, menatap mobil Mikael yang sudah berjalan menjauh. "Vin." "Mom, Daddy tidak membangunkanku." Kevin merengek. "Dad sedang buru-buru, kan, sudah ada Mommy." Kevin merengut, ia menghela napas panjang sebelum akhirnya memeluk Mom Eleana dan dibawa ke kamar mandi, untuk mandi dan bersiap-siap ke sekolah. Melupakan Daddy yang pergi begitu saja tanpa menyapanya dulu. Kesal sekali sebenarnya, tapi ya sudahlah. *** Mikael menutup berkas di tanga

  • I Want You   Bab 34

    Lima tahun kemudian .... "Mom, Vin mau beli roti itu." Eleana menolehkan kepalanya pada sesuatu yang membuat putranya tertarik. Ia kemudian menghela napas. "Nanti Mom buatkan roti bolu di rumah, ya." "Aku tidak mau Mom, nanti dimakan Dad lagi." Kemarin, Kevin meminta kue ulang tahun sebagai hadiah untuk ulang tahunnya yang ke lima tahun. Eleana secara spesial membuatkan kue itu untuk Kevin dan dia simpan di lemari pendingin. Namun, ketika Eleana pulang setelah menjemput Kevin ke sekolah, kue itu sudah hilang dari lemari pendingin. Dan, Mikael adalah pelakunya. Kevin menangis dan tidak bicara semalaman pada Eleana, menuduh Eleana jika dirinya sudah tidak menyayangi Kevin lagi. "Nanti Mom beritahu Dad, kau mengerti." Kevin menghela napas, ia menurut saja ketika Mom menggandeng tangannya meninggalkan taman yang ia lewati sebelum ke teman parkir. Padahal, roti bolu di kedai kecil dekat sekolahnya terlihat menggiurkan untuk dicicipi

  • I Want You   Bab 33

    Abraham menutup berkas di tangannya dengan kasar. Ia menatap Mikael yang sekarang duduk dengan gelisah di hadapannya. Abraham mencoba menebak apa isi kepala putra keduanya ini. “Kenapa kau ingin menangguhkan Izrael?” Mikael menghela napas. “Aku merasa bersalah padanya, Dad.” “Aku tidak setuju.” Menurut Abraham, Izrael pantas mendapatkan hukuman atas perbuatan yang ia lakukan. Biarkan saja merugikan dirinya sendiri, itu sudah konsekuensi. Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. “Dad, Izrael depresi di penjara.” Abraham berdecak. “Biarkan saja,” ucap Abraham tegas. “Dia juga anakmu, Dad.” “Dia sudah mencoreng nama baikku!” tandas Abraham. Mikael mengusap kasar wajahnya. “Kau hanya memikirkan nama baikmu?” “Sudahlah, El. Lebih baik kau urus keluargamu dengan baik. Biarkan saja Izrael menjalani masa hukuman atas kejahatan yang dia perbuat.” “Izrael melakukan percobaan bunuh diri,” ungkap Mikae

DMCA.com Protection Status