Share

Scene 3

Author: Rose Marberry
last update Last Updated: 2020-09-02 10:36:12

Si tampan itu, tidak menghiraukan ocehan Cheryl yang mengada-ngada. Teori dari mana, tangan udah nggak perawan hanya salah pegang? Entah dimana pembagian otak anak ini?

"Siapa nama abang? Aku harus tahu alamat rumah, dan nomor handphone." Diam-diam, Cheryl tersenyum. Modus boleh bukan?

Si tampan hanya geleng-geleng, dia memang nggak tahu malu.

"Harusnya yang lapor gitu aku cantik."

Blush!

Dasarnya kurang belaian dan kasih sayang, Cheryl merasa dunianya begitu berwarna sekarang.

Ah, halalin dedek bang!

"Yaudah, biar sama-sama impas, aku Cheryl. Siapa nama abang?" Cheryl mengulurkan tangannya. Padahal, mereka sudah berkenalan tadi.

"Ehem." Mawar berdiri di samping Cheryl. Si tampan itu, tidak menyambut uluran tangan Cheryl. Dan menatap Mawar. Mawar hanya diam, menatap si cowok yang merebut makanannya beberapa kali.

Tanpa sadar, si tampan itu tersenyum simpul pada Mawar, namun Mawar tak bergeming. Ia mundur, mundur teratur. Mawar menyayangi Cheryl lebih dari segalanya. Cheryl bukan sekedar sahabat, tapi keluarga. Bahkan, berkorban apapun akan Mawar lakukan karena Mawar tahu, Cheryl kurang kasih sayang.

"Ish, abang. Nih, cium tangan aku." Cheryl tanpa malu menyodorkan tangannya, pada si tampan. Lelaki tampan itu mengambil tangan Cheryl dan mengecupnya sambil menatap Mawar yang sengaja membuang muka.

"Yes! Calon suami." Cheryl tersenyum begitu lebar. Ia mengklaim bahwa si tampan ini harus menjadi suaminya.

"Impas kan cantik?" Lelaki tampan tersenyum, membuat tubuh Cheryl lembek seketika seperti jelly. Cheryl langsung tak berkutik, irama jantungnya dipompa lebih kuat. Kulitnya nyaris keluar dari dagingnya, ini pengelaman pertama disentuh lelaki. Wajahnya memanas, Cheryl baru tahu, jatuh cinta seindah ini.

"Alamak! Lupa siapa namanya." Pekik Cheryl kuat.

"Mawar, besok kita kesini lagi. Aku harus tahu namanya." Cheryl merangkul pundak sahabatnya. Mawar hanya diam, entah kenapa ia merasa ada sesuatu yang sesak di dadanya. Namun ia tahu, ia sadar. Soal paras, Cheryl lebih cantik dari dirinya. Lagian, siapa yang mau dengan dirinya yang tukang makan. Bisa-bisa bangkrut pasangannya, jika setiap kencan mereka selalu makan.

"Lihat tangan aku." Cheryl menunjuk telapak tangannya yang dicium tadi. Si tampan harus jadi miliknya, walau seluruh dunia menantang, Cheryl akan berusah segala cara untun lelaki itu menjadi miliknya.

"Ah... aku senang bangat Mawar." Cheryl berjingkrak-jingkrak layaknya cacing kepanasan tersiram minyak kayu putih.

"Aku janji, kalau aku jadian, aku akan traktir Mawar." Cheryl mencubit pipi bulat sahabatnya yang berbentuk seperti bakpau.

Mawar merenggut kesal. Janji ampas! Karena setiap saat, dirinya terus yang belanja. Cheryl layaknya lintah darat yang terus mengerus makanan dan barang-barang miliknya. Tapi, Mawar menyanyangi Cheryl, persabahatan mereka sudah sampai tahap keluarga.

Kedua sahabat itu saling merangkul dan menuju parkiran.

***

Saking mengebu cinta pada sang pujaan hati, ditambah wajah Cheryl yang terus saja terasa panas. Berkali-kali Cheryl menepuk pipinya, tetap saja rasa panas itu tak kunjung pergi.

Cheryl akhirnya menulis diary. Diary berwarna pink itu, sering kali ia tulis kala hatinya sedang resah, diary yang Cheryl namakan Meredith. Hanya Meredith yang tahu lubuk terdalam Cheryl yang merasa kesepian karena tidak ada orang di sekelilingnya.

Hai, Meredith.

Aku datang, dengan berita bahagia kali ini. Tenang saja, aku sedang tidak ingin terluka sekarang. Kita simpan dulu bagian yang itu.

Kamu tahu Meredith, wajahnya bagaikan purnama, begitu bersinar, senyumnya layaknya madu ditambah pemanis buatan yang ekstra manis. Senyum manisnya mengalahkan cup cake bahkan, lollipop.

Ku harap kamu juga bahagia Meredith mendengar ceritaku kali ini. Awalnya, aku tidak sengaja memegang tet----, aku malu bangat Meredith. Tapi begitu melihat wajahnya, aku tertegun. Bagaimana bisa, ada malaikat berwujud manusia. Dia begitu tampan Meredith. Bolekah aku berkhayal dia suamiku?

Bahkan, dia berani mencium tanganku. Tangan hangat dan lembut itu, membuatku ingin terus berada dalam gengamannya. Aku ingin selalu berada di sisinya. Aku ingin, tangan kecil ini yang digenggamnya terus.

Tapi :"( aku belum tahu namanya siapa, besok kalau sudah tahu namanya, Meredith yang aku kasih tahu pertama.

Meredith, kapan sih aku bahagia?

Cheryl melihat, kertas itu basah karena air matanya.

Maaf Meredith, tadi udah janji. Biar nggak nangis. Tapi aku nggak bisa. Kapan aku dianggap anak? Kapan aku akan tahu siapa ayahku? Orang yang telah memberi sperma itu?

Bahkan sudah 19 tahun nyaris 20 tahun, aku hidup dalam tanda tanya besar. Aku sadar Meredith, mamiku yang cantik menyesal telah melahirkan aku ke dunia. Sepertinya aku hanya pembawa sial bagi hidup mami, bahkan mami tidak sudi seatap bersamaku. Aku janji Meredith, setelah aku kerja, aku tidak akan pernah menyusahkan mami, agar mami bisa menemukan keluarga bahagia untuknya.

Aku sayang bangat sama mami Meredith. Apa mami menyadari itu? Bahkan, mami tidak pernah berada di rumah. Mami risih, berada di sekelilingku.

Aku hanya anak haram yang tidak diharapkan!

Cheryl meremas kertas itu hampir menggoyaknya. Sadar akan perbuatannya, Cheryl mencium diary itu.

"Maaf Meredith. Hanya kamu teman setia aku. Sama Mawar, tapi Mawar tidak mengerti apa yang aku rasakan."

AYAH, DIMANAKAH KAMU? BOLEHKAH AKU TAHU SOSOKMU? BOLEHKAH SUATU HARI AKU MEMELUKMU?

Cheryl mengakhiri curhatannya dengan emot hati yang hancur, seperti asal-usulnya. Selama hidupnya, keluarga yang Cheryl kenal hanya Delisha--Mami dan Mawar bersama keluarganya.

Cheryl naik ke atas ranjang, dan melanjutkan kesedihannya. Di luar tampak seperti manusia tanpa beban, layaknya manusia tanpa tulang, diluar semua orang melihat Cheryl sebagai anak yang begitu disayang keluarga. Jika di dalam kamar kita akan melihat seperti sosok Cheryl sebenarnya. Hanya Meredith yang menyimpan semua keluh kesah Cheryl.

"Semoga kehadirannya, bisa mengobati luka ini." Gadis berpiyama pink menyeka air matanya. Kamar Cheryl begitu gelap, pengap, lembap. Karena ia tak pernah mengurus kamarnya, apalagi Cheryl sendiri di rumahnya, membiarkan gadis itu memelihara sifat malasnya.

Bosan di kamar, Cheryl iseng keluar. Biasa di rumah, Cheryl akan mengunci dirinya di kamar, ia keluar hanya untuk makan. Hanya makan, makanan instan seperti mie dan telur.

Melihat ruang tamu yang lenggang, Cheryl duduk di sofa berwarna hijau tersebut. Biasanya, Cheryl mengintip melihat maminya bermain ponsel di sofa. Cheryl menduduki kursi kebesaran itu, dan mengkhayal ia duduk bersama maminya, bercengkrama seperti seorang ibu dan anak.

Ingin sekali, Cheryl diperlakukan layaknya anak. Cheryl ingin dimanja, Cheryl ingin diperhatikan. Cheryl ingin menjadi ponsel yang diperhatikan setiap saat.

Cheryl ingin sang mami bertanya, berapa IPK, apa sudah punya pacar, atau pernah kissing. Bahkan, Cheryl ingat, pertama kalinya ia mendapat tamu bulanan saat SMP, ingin sekali maminya orang pertama yang tahu, kalau ia sudah remaja. Saat itu, Cheryl hanya menangis, mengira dirinya sudah tak suci, diperkosa atau semacamanya. Namun, karena sering mendengar curhatan dari Mawar, akhirnya Cheryl sadar, dirinya sudah dewasa, menjadi seorang perempuan seutuhnya.

Saat itu, Cheryl malu-malu membeli pembalut di kedai yang jauh dari rumahnya karena malu, naasnya karena pertama kali, Cheryl memakai pembalut itu terbalik. Bukan karena kecerobohannya yang membuat Cheryl sedih, tapi dimana letak dan peran orang tua apalagi seroang ibu?

Cheryl sudah terbiasa dari kecil diabaikan. Bahkan, maminya terkadang tidak pulang ke rumah. Walau ada pun, mereka tidak pernah berinteraksi layaknya manusia normal.

Cheryl mendesah kasar, ia mengalihkan perhatian ke figura-figura cantik berisi foto sang mami, bahkan foto Cheryl tidak dipasang disana. Hal-hal sekecil ini, membuat Cheryl semakin berkecil hati, dan membuat dirinya menyesal dilahirkan. Apa ia salah, menyesal? Sungguh, Cheryl tidak ingin dilahirkan, jika tahu hidupnya akan membuat hidup maminya terpuruk, dan membuat maminya membenci dirinya.

Sederhana sekali, Cheryl ingin maminya menyuruh dirinya, mengomeli dirinya. Cheryl ingin ia dan maminya bercengkrama dan makan malam bersama. Cheryl tahu, maminya sering makan di luar, meninggalkan dirinya yang makan dengan hati yang sakit.

Coba saja, Cheryl punya kekasih ia mungkin tidak terlalu semenyedihkan ini. Ingin sekali, ia dan maminya kompak. Seperti memakai baju dengan model yang sama, sendal model yang sama, atau mungkin gaya rambut. Khayalan sederhana ini, nyatanya tidak pernah terjadi. Mereka layaknya dua orang asing. Sampai pada tahap jahat, Cheryl terkadang ingin nekat tes DNA. Apa benar, dirinya anak kandung atau anak pungut.

"Ah sudalah." Cheryl membuang napas berat.

Cheryl menghidupkan TV, tanpa memperhatikan apa yang ada di layar depan. Pikiran Cheryl menerawang. Semuanya bertentangan, sosok sang mami dan si tampan.

"Besok aku harus tahu namanya, sekalian tahu nomor HP-nya."

***

Seorang pemuda sedang duduk di gazebo rumahnya, sambil menatap bulan yang begitu terang. Tanpa sadar, ia tersenyum.

"Dia berbeda. Tatapannya begitu polos." Ujar pemuda itu. Pemuda itu bukan jatuh cinta, tapi sosok itu seperti mengambil alih seluruh dunianya.

"Anying lah, udah kayak cewek aja gue." Pemuda itu beranjak dari gazebo sambil membawa gitarnya. Ia sempat bernyanyi, sambil membayangkan wajah polos itu. Begitu mengemaskan.

"Kamu harus jadi milikku!"

***

Floren--Mawar, sedang berkumpul bersama keluarganya. Keluarga Mawar begitu ramai, mereka yang terdiri dari 4 bersaudara, ditambah pembantu di rumah itu, semuanya terasa ramai.

Mawar memeluk bantal sofa, dengan pikiran yang menerawang. Bagaiamana mungkin, ia harus menyukai lelaki yang kurang ajar tersebut. Apalagi, Mawar tahu sahabatnya kurang kasih sayang.

"Ikhlas aja Flo, pasti bisa dapat yang lebih bagus. Mana mungkin, kamu tega sama Cheryl yang kurang kasih sayang. Dia juga butuh sosok penghibur." Sebenarnya Mawar sangat tahu, Cheryl tidak pernah dianggap di keluarganya. Namun, Mawar tidak bisa berbuat banyak, kecuali menjadi sebaik-baik sahabat untuk Cheryl dan selalu membantu Cheryl.

Mawar tahu, sangat kontras sekali kehidupannya dengan Cheryl, rumahnya yang selalu ramai seperti pasar malam, berbeda dengan Cheryl yang begitu sepi seperti dalam gua.

"Demi sahabatku, aku merelakan perasaan ini. Aku tahu, dia lebih membutuhkanku dari pada aku." Mawar Tersenyum. Ia bersumpah, akan membantu Cheryl untuk mendapatkan pangeran dari negri antah berantah itu.

***

Tiba-tiba, Cheryl merasakan sekelilingnya terang. Cheryl bangun, dan bisa mencium aroma parfum maminya.

"Mami pulang." Bisik Cheryl pada diri sendiri. Cheryl menegakan tubuhnya, dan melihat layar itu masih menyala.

Sekitar 15 menit, Delisha keluar dari kamar, dan memakai baju rumahan yang begitu pendek. Cheryl hanya mengintip lewat ekor matanya. Maminya membuka kulkas. Masak? Ingin sekali, Cheryl ditanya sudah makan, atau pertanyaan basa-basi.

Cheryl melihat maminya, mengambil air dari dispenser dan membuat minuman.

Hampirin! Tanya! Akrabkan diri!

Otak dan batin Cheryl berperang. Mulutnya ingin bertanya, nyatanya suara itu tak bisa keluar. Mawar meremas bajunya sendiri, karena gemas.

"M-mami." Ucap Cheryl gugup dan begitu pelan. Tentu saja, Delisha yang sedang mengaduk minuman tidak mendengar.

"Bodoh!" Maki Cheryl kuat. Ia melirik ke arah maminya yang melihatnya sekilas.

"M-mami buat apa?" Ini kalimat panjang, yang pernah Cheryl lontarkan pada sang mami. Wanita dewasa di depannya, mengalihkan pandangannya ke arah anak gadisnya yang sudah dewasa, dan sangat mirip dirinya.

"Buat ini." Hanya sebatas itu. Mendengar jawaban ala-kadar sang mami, Cheryl langsung berlari ke kamarnya. Ketika ia berusaha membuka diri dan mengakrabkan dirinya dengan ibu kandung sendiri, tapi susahnya seperti membelah lautan.

"Aku benci diriku, aku anak pembawa sial! Aku menyesal lahir ke dunia. Mami membenci diriku.  Sampai Kapan mami akan menerimaku?" Cheryl menelungkupkan kepalanya ke dalam bantal, dan menangis sebisanya.

***

Yap, jadi ini konfliknya emak ambil konflik keluarga. Sesekali angkat tema seperti ini, karena banyak anak yang mengalami seperti ini.

Padahal mereka tidak pernah minta dilahirkan :((

Related chapters

  • I WAS NEVER YOURS   Scene 4

    Cheryl berdandan begitu cantik hari ini, demi bertemu pangeran berkuda putih cewek berisik itu memakai lipstick, eye shadow, mascara, blush on, dan bedak tebal 2 centi. Cheryl merasa dirinya sudah seperti wanita panggilan.Cheryl tampil lebih girly, padahal Cheryl manusia super cuek yang tidak peduli dengan penampilannya. Cheryl memakai blouse maroon dipadukan dengan mid long skirt, dengan memakai sneakers putih. Cheryl begitu percaya diri, ia yakin si tampan akan terpincut. Cheryl mengurai rambutnya yang lurus panjang.Tampilan begitu cantik, tapi lagi-lagi mereka berakhir mengenaskan di fakultas Teknik. Cheryl dan Mawar duduk di bangku fakultas dibawah pohon pinus yang tinggi. Mawar sibuk makan, ya Mawar tanpa makanan, ibarat ikan tanpa air. Sebelum mereka berakhir mengenaskan, Mawar sudah membeli jajanan satu kantung hitam penuh. Malah makanan itu s

    Last Updated : 2020-09-02
  • I WAS NEVER YOURS   Scene 5

    Joko.Nama yang begitu menganggu Cheryl. Apa benar begitu? Jika itu kenyataan, apa Cheryl bisa menerima nama itu. Atau Sandra berbohong, jika Joko itu nama orang tua si tampan.Hari ini, Cheryl nekat lagi ke fakultas Teknik. Demi pujaan hati.Cheryl ingin menanyakan langsung ke sang empunya, jika benar, Cheryl akan pikir-pikir lagi, untuk menerima kekurangan nama lelaki itu. Tapi Cheryl yakin, bukan itu namanya. Penampilannya, bukan orang biasa. Cheryl bisa melihat, tampilan Juna a.k.a Joko, seperti orang kaya.Mawar jengah, dan sudah lelah dengan pengejaran dan kegigihan Cheryl, namun hasilnya nihil. Sebenarnya, Mawar sudah tahu namanya. Namun, ia malas memberitahu Cheryl. Biarkan saja, agar Cheryl berusaha lebih keras lagi, walau ujungnya ia yang disusahkan.Mawar memakan kacang berbalur coklat dengan tak berselera. Mereka bolos mata kuliah Essay Writing. Kebetulan yang mengajar Mam Nani

    Last Updated : 2020-09-02
  • I WAS NEVER YOURS   Scene 6

    C : abang bohong -_-. Yang jumpa di tempat print kampus. J : maaf, saya memang nggak pernah ke tempat print kampus. Kamu salah orang. C : abang nggak lucu. Jangan gini dong, nanti aku sedih. Hiks, abang jahat :'( J : lah, saya bicara kenyataan. Cheryl bingung, dengan jawaban ini. Dia salah orang atau si tampan itu memang tak berminat padanya sama sekali.C : ini Juna kan? J : iya. C : semester 5? J : iya. C : abang jurusan teknik kan? J : ya dek. Teknik itu banyak. C : coba abang kirim foto abang. J : entar, aku dipelet lagi. C : kagaaa

    Last Updated : 2020-09-02
  • I WAS NEVER YOURS   Scene 7

    Pencarian Cheryl belum berakhir. Setelah, ia mempertaruhkan harga dirinya dan berakhir nyasar, membuat Cheryl tidak kapok. Tapi Cheryl semakin bersemangat, agar sang pujaan hati jatuh ke pelukannya.Kuliah tetap jalan, walau Cheryl tetap bolos demi memperjuangakan cintanya. Dan Mawar selalu mengorbankan dirinya.Mawar dan Cheryl tebar pesona di fakultas teknik, siapa tahu mereka cadangan cogan yang lain. Sungguh, Cheryl tidak mengerti dengan dirinya yang bertramsformasi menjadi cewek ganjen. Tapi ia menikmati ini semua, Cheryl ingin melupakan masalah yang menimpanya di rumah. Tak diakui.Cheryl meniup-niup poninya. Masih dalam proses menunggu, entah sampai kapan. Sedangkan Mawar fokus ke ponselnya, sesekali ia tersenyum. Tapi, Cheryl tak peduli pada kegiatan Mawar, ia ingin secepatnya menemui si tampan itu."Aku ke kedai dulu ya." Mawar pergi, Cheryl masih duduk disana."Jangan, suntuk. Ik

    Last Updated : 2020-09-02
  • I WAS NEVER YOURS   Scene 8

    Saatnya menebar pesona.Berbekal info dari Galvin, hari ini Cheryl berencana menemui sang pangeran berkuda poni. Jadi, Juna dan kawan-kawan, akan mabar alias main game bersama di cafe yang pernah Cheryl kunjungi dan berakhir sial. Dan hari ini Cheryl mencoba mencari peruntungan lain.Semenjak punya crush, Cheryl jadi rajin berdandan sekarang. Bahkan gadis itu, memakai lipstik berwarna pink yang lumayan menyilaukan mata, saking tebalnya."Emuah." Cheryl berpose ala-ala selebgram yang berfoto sambil memanyunkan bibir. Mawar jengah, melihat tingkah sahabatnya. Jadi, Cheryl memaksa Mawar agar mereka berjumpa kali ini. Cheryl harus menemui Juna langsung dan menyatakan perasaannya. Entah Cheryl bisa atau tidak, kita saksikan saja nanti bersama. Tapi, satu yang Cheryl yakini, Juna akan jatuh ke pelukannya."Udah cantik belum ya?" Sepanjang perjalanan, Cheryl berkaca, bahkan ia membenarkan bedaknya dengan jumlah y

    Last Updated : 2020-09-02
  • I WAS NEVER YOURS   Scene 9

    Patah hati.Patah hati bisa membawa dampak, bagi orang yang mengalami. Ada yang patah hati, berevolusi menjadi manusia jadi-jadian. Dalam artian, berubah menjadi manusia sukses. Berawal dari patah hati, mereka merangkak bangkit demi balas dendam akan sakit hati. Ada yang berubah jadi psikopat ketika mereka mengalami patah hati yang hebat.Dan Cheryl tidak termasuk diantara manusia-manusia itu. Gadis itu hanya meringkuk seharian sampai semalaman di kasur. Menangis ya ia menangis. Juna mematahkan semua tulangnya, hingga ke tulang belakang sampai tulang sumsum. Luar biasa. Bahkan, sekedar makan ia tak berselera.Bahkan, Cheryl merasa Meredith tak mampu menampung semua keluh kesahnya yang dirasa begitu pahit. Meredith tak sanggup.Cheryl masih menangis di kasur dengan pakaiannya yang belum diganti selama 4 hari. Patah hati yang begitu hebat.Cheryl masih ingat, ketika Juna keluar ia menangis d

    Last Updated : 2020-09-02
  • I WAS NEVER YOURS   Scene 10

    Chatting antara Cheryl dan Galvin semakin intens. Galvin merupakan lelaki yang begitu perhatian, dan sopan.Banyak hal receh yang Galvin lakukan demi membuat Cheryl tertawa, minimal gadis itu tersenyum malu. Bahkan, gadis itu melupakan Juna. Walau, di dalam hatinya tetap tertanam nama Juna disana. Ia merasa, Tuhan tak adil. Kenapa, Tuhan tak mengirim Galvin duluan. Hingga ia tak perlu berjumpa dengan Juna yang mematahkan semua hati dan tulangnya.Siang ini Galvin mengajak Cheryl berjumpa. Nongkrong seperti anak muda yang lain. Tapi, Galvin bilang akan ada Juna disana, jadi Cheryl harus mengajak Mawar.Cheryl juga sudah berjanji, hingga pulang kuliah, mereka bisa pergi kesana. Cheryl ingin berdamai, dan menerima semuanya atau minimal Juna terpukau melihat sikapnya. Karena Cheryl yakin, lambat-laun, Juna akan melihat dirinya.Cheryl ingin ia terlihat elegant di mata Juna sekarang. Walau ia pernah merendahkan

    Last Updated : 2020-09-02
  • I WAS NEVER YOURS   Scene 11

    Cheryl mengembungkan pipinya kesal. Ia menatap Sandra penuh permusuhan. Cheryl tak suka, saat Sandra seperti berusaha menarik perhatian Juna. Tapi, cowok itu tidak terpengaruh sama sekali."Perang dagang memang mengkhawatirkan. Takutnya, bisa berujung ke perang politik dan perang sebenarnya. Huuu.. ngeri sih, kalau semua negara udah gerak, bayangkan Rusia mihak ke China. Amerika gandengan dengan Korea Utara." Berkali-kali Cheryl mengembangkan hidungnya, karena jengah. Ia tak suka melihat cara Sandra yang berusaha membuat Juna terpukau pada kecerdasannya.Semua orang hanya diam. Sandra yang memimpin pembicaraan. Harusnya dia salah alamat. Para cowok yang berada disini semuanya jurusan teknik, siapa anak teknik yang mau mengurus politik? Cheryl tahu, Sandra berusaha agar ia terlihat cerdas dan berwawasan luas di mata semua lelaki.Mawar bermain ponsel sambil tersenyum seperti orang gila, sambil menyeruput minumannya. Sedangk

    Last Updated : 2020-09-02

Latest chapter

  • I WAS NEVER YOURS   Fun Facts

    1. Awal judul cerita ini : Some Crazy Game, They Called Love. Karena orientasi pada akhirnya, Cheryl tak percaya itu cinta. Karena kenyataan Juna tak bisa jadi miliknya, dan juga orang tuanya yang hancur. Tapi, terlalu panjang. Gantinya I Was Never Yours. Karena dari awal sudah mau buat Cheryl dan Juna tidak akan bersatu pada akhirnya.2. Meredith : Ambil dari nama kucing Taylor Swift3. Nama Cheryl, awalnya Cherry namun, nama itu udah pasaran.4. Nama Mawar : Nama Mawar diambil nama temanku. Sebenarnya, namanya bukan Mawar tapi aku memanggilnya Mawar. Seperti Cheryl xixi. Sebenarnya, nama Mawar diambil dari namaku juga🤪🤪🤪. Florenca Rosea : Artinya bunga mawar. Rose juga bunga mawar.6. Nama Juna awalnya Juno = Junior. Tapi kok Junior jadinya banyak otak traveling, jadi aku ganti Arjuna.7. Awal kisah ini bermula, karena crush pada seorang laki-laki di kampus yang memang tampan. Tapi dia tak suka sama aku💔💔💔💔💔. Potek hati

  • I WAS NEVER YOURS   Scene 40 (Tamat)

    Gemuruh langit menunjukan kekuasannya. Alam sedang berkuasa sekarang. Dan Mawar bersyukur keadaan mendukung dirinya untuk menangis dan merenungi apa yang terjadi.Juna hanya melihat istrinya dari jauh. Ia tahu, wanita itu begitu terpukul. Apa yang kalian harapkan, jika semuanya sudah terjadi dan kita hanya manusia lemah yang tak berdaya untuk melawan takdir."Sayang." tegur Juna memegang punggung istrinya yang begitu rapuh. Mawar menangis di bawah hujan. Saat Jasmine pergi, keadaan rumah sepi walau Mawar sering mendengarkan ibunya menangis dan ayahnya berusaha tegar menenangkan istrinya. Kepergian Jasmine meninggalkan luka seperti kepergian Cheryl.Mawar merenungi hidup dan nasibnya. Ditinggal pergi sahabatnya dan juga adiknya."Kenapa seperti ini? Kenapa harus kayak gini?" Mawar menunduk, dan menggeleng. Juna membawa istrinya dalam dekapan dan mengelus-elus punggungnya, membiarkan istrinya menangis sebisa

  • I WAS NEVER YOURS   Scene 39

    Kemoterapi itu menyakitkan. Mawar melihat dengan mata kepalanya sendiri dan ia juga berjuang bersama Jasmine melawan penyakitnya.Yang membuat keluarga Mawar sering memangis diam-diam atau tiap malam, bagaimana tak ada perubahan yang berarti dari Jasmine. Dan yang membuat semua orang salut. Satu keluarga membotakan rambut mereka, karena Jasmine tak mau dikemoterapi karena rambutnya akan beguguran dan rontok dengan sendirinya.Juna begitu salut pada istrinya, hatinya begitu luas mengurus adiknya tanpa pernah mengenal lelah atau mengeluh sedikitpun. Terkadang Mawar merasa tak tega pada Juna, pengantin baru tapi mereka sibuk dengan penyakit Jasmine. Tak ada waktu untuk berdua.Bagaimana satu keluarga menemani Jasmine cuci darah setiap Minggu, gadis itu bahkan sampai mengeluh bosan dengan semua punyakit yang ia dapat.Dan sepuluh tahun Jasmine melawan penyakitnya, tapi tidak pernah menunjukan perubahan yang si

  • I WAS NEVER YOURS   Scene 38

    Mawar menangis tersedu-sedu, pagi ini Jasmine kejang-kejang. Yang membuat Mawar sendiri tak paham, kenapa adiknya seperti itu. Beruntung ada Juna yang selalu siap menenangkan Jasmine."Jas, jangan kayak gini." ujar Mawar sambil memegang tangan adiknya yang sedang tertidur. Sebulan di rumah sakit, dan perkembangan Jasmine tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Malah semakin menurun. Mawar rindu adiknya, agar kembali berdebat atau mengantarkan Jasmine ke tempat les setiap tiga kali seminggu dan bertemu dengan si kembar yang mengemaskan.Juna hanya menepuk-nepuk punggung istrinya dengan sayang, bahkan sampai sekarang keduanya belum pernah melaksanakan malam pertama kewajiban sebagai suami istri. Juna mengerti, lagian mereka setiap hari berada di rumah sakit. Makan, mandi, tidur di rumah sakit, menjaga Jasmine 24 jam.Semua orang menyayangi Jasmine, dan mengharapkan kesembuhan untuk gadis manis yang sangat pintar, dan ta

  • I WAS NEVER YOURS   Scene 37

    Berlari secepat cheetah. Bergerak selincah ular, melompat sejago kelinci.Mawar berlari memegangi, gaun pengantin yang belum ia ganti. Juna hanya mengikuti Mawar dari belakang. Tak meyangka, istrinya begitu gesit."Yang tungguin." teriak Juna. Saat, Mawar tak peduli pada kehadiran orang-orang di sekitarnya. Bahkan, ia merasa dejavu, saat mengejar Cheryl dulu. Ya Tuhan, musibah apalagi?Mawar berlari dengan menenteng sepatunya, mengangkat gaunnya dan berlari di manapun rumah sakit berada. Ia merasa sangat trauma. Karena kepergian Cheryl, Mawar seperti antipati terhadap rumah sakit. Kalau boleh, seumur hidupnya ia tak perlu berhubungan dengan rumah sakit. Kalau boleh lagi, melahirkan nanti, Mawar ingin melahirkan sendirian."Sayang.." tegur Juna dengan napas ngos-ngosan, akhirnya berhasil menggapai tangan Mawar. Memang tenaga Mawar, tenaga kuda."Udah, jangan panik. Kita cari angkot, atau ta

  • I WAS NEVER YOURS   Scene 36

    "Satu ... Dua ... Tiga ...""Huwahh .... Dea dapat anjirr." heboh semua orang, saat penangkapan buket bunga pernikahan. Sang pengantin bertepuk tangan bahagia, hari yang dinantikan telah tiba. Tuhan telah menyatukan dua insan yang telah menemukan tulang rusuk mereka, dan dua cucu anak Adam bersatu dalam perkawinan. Mawar dan Juna begitu kompak dan bahagia dengan hari ini, hari istimewa yang takkan mereka lupakan dalam sejarah hidup keduanya. Hari keduanya bersatu, dalam ikatan suci pernikahan.Gadis itu memakai dress pernikahan dengan gaya empire. Gaun polos dengan pilihan satu warna, terkesan sederhana, tapi tetap terlihat elegant."Mantap-mantap kita yang." gurau Mawar sambil tertawa. Juna mengamit lengan Mawar, ia tak meyangka usianya masih cukup muda untuk menikah, tapi ketika sudah memahami sifat masing-masing, Juna akhirnya tahu, Mawar tempat terakhirnya berlabuh.Kedua pengantin meninggalkan semua o

  • I WAS NEVER YOURS   Scene 35

    1 tahun berlalu."Anak mami yang cantik, setahun itu rasanya cepat, lambat, menyiksa, kelam, terpendam. Tidak menyangka, kamu pergi untuk selamanya. Setahun berlalu, tapi mami tak pernah lihat senyuman kamu kecuali hanya dalam mimpi. Bahkan, udah jarang mami mimpi. Kenapa? Udah nggak rindu mami lagi? Udah bahagia disana?" Delisha masih bersungut sambil curhat, di kuburan Cheryl."Ah, mami masih belum ikhlas. Tapi ... Hari ini, dengan segala kelemahan, mami datang untuk pertama kalinya kesini. Ini bukan hal yang mudah nak. Tapi, perlahan mami bisa bangkit. Kamu pergi, tapi penyesalan terdalam dari kami semua takkan pernah kami lupa sama kami menyusulmu. Mami tahu, kamu pernah menyebut, mami sebagai mami yang kejam di muka bumi ini." air mata itu tak berhenti mengalir, bahkan semakin deras seperti air terjun Niagara. Padahal, Delisha sudah berjanji untuk melupakan semuanya, tapi kembali lagi ke kuburan, sama seperti kembali megingat memori l

  • I WAS NEVER YOURS   Scene 34

    "Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta, diperoleh selama masa persidangan dari keterangan saksi-saksi, maupun keterangan terdakwa beserta barang bukti yang ada, diketahui pada hari Sabtu, tanggal 21 November sekitar pukul 11.34, berdekatan antara persimpangan jalan Garuda menuju jalan Elang terdakwa Komar mengendarai kendaraan roda empat, telah menabarak seorang perempuan bernama Cheryl Anastasia yang sedang menyeberang jalan ---"Mawar langsung keluar ruang dari persidangan, tak sanggup mendengar lebih lanjut. Membuat dirinya makin terpuruk dan hancur disaat bersamaan. Harusnya ia ada, disana untuk menemani Juna, karena laki-laki itu yang menjadi saksi hingga berlanjut sampai persidangan hari ini, dan putusan bersalah.Delisha juga ikut, tapi tak berani masuk ke dalam, wanita hanya menunggu di luar, dengan kain selempang yang menutupi kepalanya, pakaian ciri khas orang sedang berduka.Mawar menutup mulutnya, dan langsu

  • I WAS NEVER YOURS   Scene 33

    Tiga Minggu, Mawar berani mengunjungi makam sahabatnya. Tiga Minggu terakhir adalah masa terberatnya, masa-masa ia berada ada hidup yang paling bawah. Kepergian Cheryl membawa duka yang mendalam bagi semua orang yang ditinggalkan.Sekarang, perkumpulan mereka tak lagi seperti dulu. Semuanya tak lagi sama, hanya ada kekosongan yang mereka rasakan.Mawar sedang berjongkok di depan makam Cheryl, sambil menerawang kosong. Tak ada yang ia buat, selain terduduk dalam waktu yang tak bisa ia tentukan kapan ia bisa menerima takdir kejam ini.Cheryl Anastasia.Seorang gadis periang, dengan menyimpan banyak luka di hatinya. Tapi, ia bertingkah konyol demi menghibur orang lain."Berapa lama nggak jumpa?" tanya Mawar sambil memegang nisan tersebut. Ya, matanya masih bengkak menangis terus siang dan malam. Terkadang, Mawar terbangun di tengah malam dan menangis seperti orang gila, membuat semua keluarga

DMCA.com Protection Status