C : abang bohong -_-. Yang jumpa di tempat print kampus.
J : maaf, saya memang nggak pernah ke tempat print kampus. Kamu salah orang.
C : abang nggak lucu. Jangan gini dong, nanti aku sedih. Hiks, abang jahat :'(
J : lah, saya bicara kenyataan.
Cheryl bingung, dengan jawaban ini. Dia salah orang atau si tampan itu memang tak berminat padanya sama sekali.
C : ini Juna kan?
J : iya.
C : semester 5?
J : iya.
C : abang jurusan teknik kan?
J : ya dek. Teknik itu banyak.
C : coba abang kirim foto abang.
J : entar, aku dipelet lagi.
C : kagaaaakkk..... aku cuman mau mastiin aja.
J : picture received.
Cheryl menganga lagi, demi apa ia salah orang? Udah lah, ia merendahkan harga dirinya, bawa tytyd segala dan sekarang, salah orang? Semoga Juna Kw ini tidak mengenal dirinya.
Cheryl langsung menelpon Mawar.
"Yo." Jawab Mawar malas-malasan di ujung telpon. Suara Mawar terdengar seperti baru bangun tidur.
"Demi apa, aku salah orang. Gila kan? Duh, malu Mawar. Semoga dia nggak kenal aku, aku minta kirim fotonya, bukan Juno yang kita mau."
"Hahaha, mampus! Makanya aku bilang, kenpa harus bilang-bilang tytyd."
"Kan aku mastiin." Cheryl manyun. Mawar jahat, harusnya Mawar menguatkannya, bukan menertawakannya. Dasar sahabat sinting!
"Yaudah, tanya aja namanya siapa sama si KW itu."
"Ok." Cheryl memutuskan sambungan telpon dan mengirim pesan lagi.
C : berarti abang kenal Juna yang ganteng?
J : oh, Juna itu. Itu mah, beda kelas. Dia anak TM 02.
C : ish, abang nggak bilang dari awal -_- kan malu aku. Makasih yo bang.
J : nggak papa.
C: oh iya, bolekah minta nomor Juna XD.
J : nggak punya dek. Kalau jumpa aku minta.
C : siiip, thank you. Jangan bilang orang lain, masalah tyt**.
J : iya.
C : makasih. Salam kenal.
"Sialan! Sialan!" Cheryl menelungkupkan kepalanya ke bantal. Malu!
Cheryl berdoa, semoga tak pernah berjumpa dengan Juna KW, yang membuat reputasinya buruk.
Laki-laki akan hilang respect, jika tahu dia tak malu membuka aib sialan itu. Cheryl tak bermaksud untuk mempermalukan dirinya, ia hanya ingin to the point, agar sang pujaan hati mengerti. Namun, ia salah target.
Perut Cheryl berbunyi, sekarang sudah malam. Cheryl akhirnya pergi ke meja makan, walau ia tahu, tak ada makanan di atas meja. Cheryl akhirnya membongkar mie yang berisi dalam styrofoam.
Cheryl menunggu sambil air dispenser panas dan berubah warna. Kenapa nasibnya harus sial? Kenapa begitu banyak rintangan demi seorang lelaki yang belum tentu membalas dirinya? Cheryl menelungkupkan kepalanya ke atas meja.
Cheryl melirik ke arah dispenser yang berubah warna. Dengan langkah yang berat, Cheryl mengisi air panas, membuka bumbu mie.
Cheryl pindah ke sofa depan. Sambil memikirkan, langkah apa yang akan ia ambil. Apa dia minta langsung ke orangnya, apa Juna mau memberikan nomor ponselnya pada Cheryl? Cheryl dilema. Tapi ia yakin, si tampan itu menyimpan perasaan yang sama, dan sekarang sedang menunggu Cheryl menghubunginya. Ya, Cheryl yakin begitu.
Jantung Cheryl mau copot ketika sang mami, masuk ke dalam rumah, masih dengan pakaian kantor. Cheryl diam, maminya diam.
Cheryl melirik dengan ekor matanya, sang ibu kandung yang membuka sepatunya dan masuk ke kamar. Perasaan sesak menghantam dadanya. Kapan mereka akur? Darah mereka begitu kental, tapi kenapa seperti orang musuhan? Cheryl dengan yak bernafsu memasukan mie itu dalam mulutnya.
Dalam ingatan Cheryl sedari kecil, ia tak pernah bercengkrama dan bermanja-manja dengan maminya. Bahkan, ia harus mandiri sebelum waktunya. Dan Cheryl menutupi semua luka, dengan berlagak bahagia, dan jadi manusia paling heboh di sekolah hingga ia kuliah.
Bahkan perpisahan sekolah, dan pengambilan raport, selalu saja, Cheryl menitip pada orang lain. Atau dia mengambil sendiri raportnya ketika semua orang sudah bubar. Dan semua guru sudah tahu nasib Cheryl.
Ketika Cheryl menang lomba pidato bahasa Inggris, ia menerima hadiah itu dengan wajah biasa saja. Tidak rautan bahagia, dan bangga. Karena tidak ada yang bangga melihat prestasinya. Sejak saat itu, Cheryl enggan belajar. Hingga SMA, nilainya semakin menurun, dan membiasakan dirinya jadi pemalas ketika kuliah.
Dulu, Cheryl kira dengan ia berprestasi, maminya akan bangga dan menganggap dirinya anak. Nyatanya, maminya tak pernah tahu, dia pernah juara atau tidak. Bahkan Cheryl meragukan maminya, tidak ingat kapan ia ulang tahun.
Setiap ulang tahun, Cheryl merayakannya sendiri dengan Meredith. Hanya buku diary usang itu, yang tahu semua luka Cheryl. Kecuali, Mawar orang pertama dan satu-satunya yang mengucapkan selamat dan memberi kado dari malakan Cheryl. Karena Cheryl selalu mengancam, jika tidak memberi kado, maka persahabatan mereka putus.
Tanpa sadar, air mata Cheryl mengalir. Makan bersama air mata, tidak akan membuat tubuh Cheryl gemuk. Makanan yang masuk langsung disalurkan ke hatinya. Dan membuat Cheryl makan hati setiap saat.
Maminya membuka kamar, wanita cantik yang masih muda itu berganti baju, dengan celana pendek hitam, dan baju super ketat. Cheryl harus akui, maminya jauh lebih cantik dari dirinya. Tapi, kenapa maminya tidak menikah saja? Apa ia penghalang jadi maminya tak bisa menikah? Jika begitu, Cheryl bisa keluar dari rumah ini, dan mencari kehidupan luar.
"M-mami u-udah makan?" Rasanya seperti mengangkat batu satu ton. Begitu berat, tapi Cheryl berhasil. Akhir-akhir ini, Cheryl berusaha mencairkan suasana. Tapi tampaknya maminya belum bisa menerima keadaan. Cheryl bisa memahami, jika maminya memiliki dendam pribadi di masa lalu dan Cheryl yakin, semua ada hubungannya dengan dirinya.
Maminya yang duduk di samping anaknya, mengalihkan perhatian dari ponsel dan menatap anak semata wayangnya. Hatinya masih terlalu keras untuk bisa menerima Cheryl. Jangan salahkan dirinya, ia hanya seorang wanita yang tersakiti.
"Mau makan di luar?" Kalimat itu meluncur dari bibir Delisha. Dia pikir, bisa makan bersama agar menghangatkan suasana. Bagaimana pun, Cheryl tidak bersalah. Ia tak boleh terus menghukum putrinya yang tidak tahu apa. Delisha tersiksa. Melihat Cheryl, terkadang ia ingin merengkuh tubuh putrinya yang ringkih. Tapi egonya masih terlalu besar. Entah sampai kapan, ia akan ikhlas. Padahal kejadian itu, sudah berjalan lebih dari puluhan tahun. Rasanya masih segar diingatan, dan seperti baru terjadi kemarin sore.
"I-ini lagi makan." Cheryl dengan gugup dan takut, menunjukan mie dalam kotak itu yang masih penuh, karena rasa mie itu sudah hambar.
"Kalau mau ikut ayo." Maminya berdiri. Cheryl hanya memperhatikan maminya yang berani keluar dengan pakaian seterbuka itu. Cheryl menimbang haruskah ia ikut atau tidak.
Cheryl masih ragu, dan memikirkan ikut atau tidak.
Mendengar suara mobil. Cheryl dengan cepat meletakan mie itu di meja, dan mencari sendal bututnya. Ya, ia hanya pakai piyama, Hello Kitty.
"Mami tunggu!" Cheryl terkejut sendiri dengan keberaniannya. Dengan tubuh gemetar, ia masuk.
"Kunci pintu." Pinta Delisha dengan wajah datar. Cheryl nyegir dan turun mengunci pintu.
Cheryl masuk. Seumur-umur, baru kali ini ia masuk ke dalam mobil maminya. Ia tak pernah diajak. Mobil itu begitu wangi, bersih, dan terawat.
Musik dinyalakan. Cheryl hanya memandang lurus, kenapa rasanya asing berada dekat ibu kandung sendiri? Apa yang salah? Apa salah ia dilahirkan ke dunia ini?
Suasana canggung membuat kedua manusia beda status ini hanya diam. Ingin sekali, Cheryl dan maminya saling mengobrol bersama penuh kehangatan.
"Mau makan apa?"
"N-nggak tahu." Cheryl mencubit tangannya. Kenapa harus jawaban bodoh? Ia bisa membeberkan makanan kesukaanya, dan porsi makannya yang lama-lama ketularan dari Mawar.
"Yaudah, pizza aja." Kebetulan di depan ada pizza hot. Mobil berwarna silver itu masuk ke parkiran pizza hot.
Suasananya sepi, hanya terisi 3 meja. Cheryl dan maminya masuk, semua orang kagum seolah melihat dua bidadari masuk ke dalam. Namun tubuh Delisha lebih terawat.
"Beli dua, toppingnya, black pepper beef."
Cheryl hanya memperhatikan sekeliling. Ingin sekali, ia bercengkrama bersama maminya. Cheryl ingin ada kehangatan diantara mereka. Seperti maminya menanyakan, berapa IPK semester ini, apa Cheryl punya pacar, apa ia patah hati, apa ia pernah kissing. Impian sederhana itu, rasanya sulit ia gapai.
Delisha sibuk dengan ponselnya. Cheryl memperhatikan maminya yang masih segar, dengan memakai cat kuku berwarna ungu muda dan kukunya begitu terawat. Berada dekat maminya, Cheryl merasa insecure. Jika dirinya percaya diri mengatakan cantik, berada di sekeliling Delisha membuat Cheryl merasa dirinya begitu burik.
Karena terus diabaikan atau tak ada obrolan hangat, Cheryl melipir ke kamar mandi.
Cheryl berdiri lama-lama disana, sambil berkaca. Cheryl selalu menyalahkan dirinya, jika sudah begini. Cheryl tahu, maminya tak pernah sudi melahirkannya. Sekali saja, Cheryl berharap maminya berdamai dengan keadaan, dan bisa menerimanya. Cheryl ingin merasakan pelukan hangat sang mami, walau hanya satu menit.
Sebutir air mata membasahi pipi mulus Cheryl. Gadis itu menyeka air matanya, sengaja menucuci tangan dan keluar.
"Sst, dek." Cheryl menoleh pada dua orang pemuda umur sekitar 20-an, memanggil dirinya, Cheryl mendekat.
"Ya."
"Kirim salam sama kakaknya." Pemuda itu menunjuk Delisha. Cheryl mengatupkan bibirnya, ia yakin maminya sering menjadi santapan dari mata keranjang para lelaki.
"Itu mamiku."
Dua pemuda itu tertawa. Mereka yakin, Cheryl berbohong. Tidak mungkin, mami dan anak, jika mereka terlihat sepantaran. Pasti Cheryl dan Delisha kakak-beradik.
"Minta nomor HP-nya dek."
"Nggak punya bang. Kalau mau, minta sendiri."
"Ah, adek pelit!"
"Yaudah." Cheryl mendengus kesal.
"Ada apa ini?" Delisha menghampiri putrinya yang terlihat digoda orang lain.
Para pemuda itu langsung terdiam. Herannya, menatap Delisha langsunh dari dekat, membuat mereka kicep seketika.
Delisah kembali ke mejanya, Cheryl mengikuti dari belakang. Pesanan mereka sudah datang. Cheryl memperhatikan maminya yang benar-benar tidak fokus makan. Mata wanita itu terus menatap layar ponsel, sambil tersenyum.
Cheryl tersenyum miris, kapan ia diberi perhatian yang seperti itu? Kapan maminya tersenyum hangat padanya? Lagi-lagi Cheryl menggigit tepung itu sambil makan hati di dalam.
Ponsel Delisha juga berbunyi terus, seperti air mengalir. Pasti banyak sekali lelaki yang mendekati dirinya.
Cheryl makan dalam diam, sambil sesekali melihat ke arah jalanan yang ramai. Terkadang tanpa sadar air matanya mengalir. Tuhan... kapan aku bahagia? Hanya itu yang selalu Cheryl lontarkan. Berharap Tuhan mendengar keluh kesahnya, dan Tuhan mengulurkan tangan-Nya menerima rintihan Cheryl.
"Udah makannya?" Cheryl melihat kepingan pizza yang tersisa tiga. Walau dengan hati yang sakit, tapi pizza itu ludes juga.
Dengan kekuatan ala hulk, Cheryl memasukan pizza dua keping sekaligus dalam mulutnya. Ilmu dari Mawar ia terapkan.
Delisha terkagum-kagum dengan tingkah ajaib anaknya. Apa ia kelaparan? Sampai makannya kayak gitu.
"Kalau udah ayo." Dengan kecepatan penuh, Cheryl menggiling tepung itu besar-besar dan langsung masuk tenggorokan. Cheryl menurunkan dengan air. Cheryl melihat ke pizza maminya yang hanya dimakan dua keping. Apa maminya diet? Segan rasanya, Cheryl menanyakan itu semua.
Setelah membayar, kedua kembaran beda usia itu keluar. Lagi-lagi suasana canggung, menyelimuti mereka.
Cheryl memperhatikan bagaimana maminya begitu pro memutar-mutar kemudi dengan jari-jari terawat itu.
"Jangan ganjen sama laki-laki." Cheryl hanya bisa menunduk. Ganjen? Maksudnya, tadi Delisha mengira bahwa Cheryl menggoda dua pemuda tadi? Rasanya Cheryl ingin menangis lagi. Apa jadinya, jika maminya tahu, jika ia sedang mengejar seseorang sekarang. Apa maminya akan menyebut dirinya murahan? Apa dirinya memang murahan? Cheryl makin berkcil hati. Rasanya ia ingin menangis sekarang. Cheryl butuh Meredith. Hanya Meredith yang benar-benar memahaminya.
"Kita belanja dulu." Cheryl dan maminya masuk ke dalam satu supermarket yang paling ramai di kota mereka.
Cheryl hanya mengekor dari belakang.
"Biasanya pakai shampo apa?" Cheryl menggeleng. Ia memakai shampo sembarang yang penting keramas.
Keduanya masuk ke rak sabun. Cheryl seperti melihat seseorang yang sering menghantui pikirannya. Yap, itu Juna. Lelakit itu juga berbelanja. Cheryl heran, apa Juna anak kos?
Cheryl ingin memanggilnya, namun ia segan. Ada maminya yang akan menganggap dirinya murahan.
"Abang." Bisik Cheryl. Delisha sedang berjongkok mencium-cium sabun cari yang wangi. Mata kucing Cheryl terus mengawasi lelaki itu, tapi ia tak bisa mendekat.
Juna berada di area belakang, seperti mencari sayuran dan daging.
"Udah dapat. Cari apa lagi ya." Cheryl akhirnya kehilangan jejak Juna. Maminya berbelanja banyak kal ini. Hati Cheryl bersorak riang, ketika mereka ke belakang bagian sayuran, padahal di rumah tak pernah masak.
"Beli apa ya? Tapi kita nggak pernah masak ya. Yaudah, beli makanan kalengan aja." Juna hilang. Cheryl kecewa. Jika tak bisaberbicara, setidanys Cheryl bisa menampakan diri, dan menunjukan ke Juna, mereka bisa bertemu di tempat tak terduga. Secara tidak lansgung mereka berjodoh.
"Yaudah selesai." Cheryl mendorong troli itu dengan lesu. Ia ingin menjumpai Juna, minimal say hai.
Antrean yang panjang di pembayaran, membuat Cheryl mendapat kesempatan mencari sosok Juna di dalam supermarket yang begitu riuh.
Cheryl memandang lurus ke depan. Ia kecewa, ternyata, Juna sudah keluar dengan memasukan bahan belanjaan ke dalam mobil.
Cheryl menelan ludahnya kasar. Juna merangkul pundak seorang cewek, dan Cheryl sangat mengenal sileut tubuh itu.
Apa artinya, Juna sudah punya kekasih?
____________________________________
Abaikan typo, anggap aja nggak ada. Wkwkwk.
Ini cerita yg beda dan unik yang akan emal berikan ke kalian. Stay tune, jangan kabur dan jangan bosan.
Pokoknya emak pastikan cerita ini unik, dan belum pernah kalian baca sebelumnya.
Emak pengen buat alur yg susah ditebak lagi. Semoga feelnya nyampe ke kalian.
See you.
Pencarian Cheryl belum berakhir. Setelah, ia mempertaruhkan harga dirinya dan berakhir nyasar, membuat Cheryl tidak kapok. Tapi Cheryl semakin bersemangat, agar sang pujaan hati jatuh ke pelukannya.Kuliah tetap jalan, walau Cheryl tetap bolos demi memperjuangakan cintanya. Dan Mawar selalu mengorbankan dirinya.Mawar dan Cheryl tebar pesona di fakultas teknik, siapa tahu mereka cadangan cogan yang lain. Sungguh, Cheryl tidak mengerti dengan dirinya yang bertramsformasi menjadi cewek ganjen. Tapi ia menikmati ini semua, Cheryl ingin melupakan masalah yang menimpanya di rumah. Tak diakui.Cheryl meniup-niup poninya. Masih dalam proses menunggu, entah sampai kapan. Sedangkan Mawar fokus ke ponselnya, sesekali ia tersenyum. Tapi, Cheryl tak peduli pada kegiatan Mawar, ia ingin secepatnya menemui si tampan itu."Aku ke kedai dulu ya." Mawar pergi, Cheryl masih duduk disana."Jangan, suntuk. Ik
Saatnya menebar pesona.Berbekal info dari Galvin, hari ini Cheryl berencana menemui sang pangeran berkuda poni. Jadi, Juna dan kawan-kawan, akan mabar alias main game bersama di cafe yang pernah Cheryl kunjungi dan berakhir sial. Dan hari ini Cheryl mencoba mencari peruntungan lain.Semenjak punya crush, Cheryl jadi rajin berdandan sekarang. Bahkan gadis itu, memakai lipstik berwarna pink yang lumayan menyilaukan mata, saking tebalnya."Emuah." Cheryl berpose ala-ala selebgram yang berfoto sambil memanyunkan bibir. Mawar jengah, melihat tingkah sahabatnya. Jadi, Cheryl memaksa Mawar agar mereka berjumpa kali ini. Cheryl harus menemui Juna langsung dan menyatakan perasaannya. Entah Cheryl bisa atau tidak, kita saksikan saja nanti bersama. Tapi, satu yang Cheryl yakini, Juna akan jatuh ke pelukannya."Udah cantik belum ya?" Sepanjang perjalanan, Cheryl berkaca, bahkan ia membenarkan bedaknya dengan jumlah y
Patah hati.Patah hati bisa membawa dampak, bagi orang yang mengalami. Ada yang patah hati, berevolusi menjadi manusia jadi-jadian. Dalam artian, berubah menjadi manusia sukses. Berawal dari patah hati, mereka merangkak bangkit demi balas dendam akan sakit hati. Ada yang berubah jadi psikopat ketika mereka mengalami patah hati yang hebat.Dan Cheryl tidak termasuk diantara manusia-manusia itu. Gadis itu hanya meringkuk seharian sampai semalaman di kasur. Menangis ya ia menangis. Juna mematahkan semua tulangnya, hingga ke tulang belakang sampai tulang sumsum. Luar biasa. Bahkan, sekedar makan ia tak berselera.Bahkan, Cheryl merasa Meredith tak mampu menampung semua keluh kesahnya yang dirasa begitu pahit. Meredith tak sanggup.Cheryl masih menangis di kasur dengan pakaiannya yang belum diganti selama 4 hari. Patah hati yang begitu hebat.Cheryl masih ingat, ketika Juna keluar ia menangis d
Chatting antara Cheryl dan Galvin semakin intens. Galvin merupakan lelaki yang begitu perhatian, dan sopan.Banyak hal receh yang Galvin lakukan demi membuat Cheryl tertawa, minimal gadis itu tersenyum malu. Bahkan, gadis itu melupakan Juna. Walau, di dalam hatinya tetap tertanam nama Juna disana. Ia merasa, Tuhan tak adil. Kenapa, Tuhan tak mengirim Galvin duluan. Hingga ia tak perlu berjumpa dengan Juna yang mematahkan semua hati dan tulangnya.Siang ini Galvin mengajak Cheryl berjumpa. Nongkrong seperti anak muda yang lain. Tapi, Galvin bilang akan ada Juna disana, jadi Cheryl harus mengajak Mawar.Cheryl juga sudah berjanji, hingga pulang kuliah, mereka bisa pergi kesana. Cheryl ingin berdamai, dan menerima semuanya atau minimal Juna terpukau melihat sikapnya. Karena Cheryl yakin, lambat-laun, Juna akan melihat dirinya.Cheryl ingin ia terlihat elegant di mata Juna sekarang. Walau ia pernah merendahkan
Cheryl mengembungkan pipinya kesal. Ia menatap Sandra penuh permusuhan. Cheryl tak suka, saat Sandra seperti berusaha menarik perhatian Juna. Tapi, cowok itu tidak terpengaruh sama sekali."Perang dagang memang mengkhawatirkan. Takutnya, bisa berujung ke perang politik dan perang sebenarnya. Huuu.. ngeri sih, kalau semua negara udah gerak, bayangkan Rusia mihak ke China. Amerika gandengan dengan Korea Utara." Berkali-kali Cheryl mengembangkan hidungnya, karena jengah. Ia tak suka melihat cara Sandra yang berusaha membuat Juna terpukau pada kecerdasannya.Semua orang hanya diam. Sandra yang memimpin pembicaraan. Harusnya dia salah alamat. Para cowok yang berada disini semuanya jurusan teknik, siapa anak teknik yang mau mengurus politik? Cheryl tahu, Sandra berusaha agar ia terlihat cerdas dan berwawasan luas di mata semua lelaki.Mawar bermain ponsel sambil tersenyum seperti orang gila, sambil menyeruput minumannya. Sedangk
Cheryl mengajak ingin ikut ke rumah Mawar. Cewek itu ingin main bersama Jasmine, atau melihat Jared-- Abang Mawar yang tampan. Tapi, tujuan utama Cheryl ingin bertemu Jevi. Cewek berisik itu, ingin merasakan kehangatan seorang ayah.Cheryl begitu excited, dia akan merasakan apa itu rumah saat berada di rumah sahabatnya. Dan rumah Mawar, banyak makanan, jadi Cheryl bebas makan."Semalam Ibu sama Jasmine buat ice cream." Mata kucing mendadak menyala. Benar-benar surga kedebgarannya."Buat banyak 'kan? Aku mau makan sendiri satu kotak." Pekik Cheryl riang. Di rumah Mawar ia akan merasakan sebagai seorang ratu, anggap rumah sendiri, kehangatan, dan makanan yang berlimpah."Buat 2 aja.""Yah..." Cheryl mendesah kecewa."Nanti bagi sama Jasmine aja. Kan dia yang buat, bisa heboh serumah kalau dia nggak dapat. Manjanya naudzubillah tuh anak." Cheryl tersenyum sekilas pada Mawar.
Cheryl menyobek kertas tulisan Mawar. Gadis itu menyimpan kertas itu di dalam branya, karena di bajunya tak ada saku. Cheryl melipat kecil dan memasukan ke dalam.Cheryl tentu shock, selama ini Mawar berpura-pura mengejek dirinya dan Juna, padahal ia menyukai Juna. Sudah sedalam apa, Mawar menyukai Juna?Gadis itu terdiam untuk waktu yang cukup lama. Tidak tahu, harus berbuat apa. Cheryl tidak bisa membenci Mawar, Mawar segalanya. Tapi kenapa harus Juna? Apa tak ada lelaki lain di dunia ini? Bahkan, Mawar bisa suka Aldo, Galvin, Esam, dan cowok lain di kelas mereka. Kenapa harus Juna? Why?Perasaan Mawar pada Juna merupakan sebuah bencana, ia tak mungkin membenci Mawar. Hanya Mawar yang ia punya di dunia ini, orang yang selalu mengerti dirinya. Cheryl menunduk dan meremas rambutnya, tak mengerti dengan takdir hidupnya tak berkesudahan. Gadis itu terisak, ia tak mungkin melupakan perasaannya pada Juna, lelaki itu cinta pert
"Woi ngomong!" Mawar menarik baju Cheryl, seperti orang yang mengajak tempur. Cheryl abai. Sudah seminggu lebih, gadis itu mengabaikan sahabatnya. Bahkan, Cheryl tidak berangkat bersama Mawar. Cheryl berangkat bersama maminya. Entah kenapa, mengingat moment ini, air mata Cheryl selalu ingin tumpah. Ia bahagia."Loe kenapa sih?" Mawar masih menarik baju Mawar. Gadis itu menepis tangan sahabatnya--mantan sahabat."Lepasin Mawar. Nanti baju aku koyak." Cheryl mencoba bersabar. Dengan berbicara pelan."Ngomong dulu setan! Kau kenapa, jadi aneh gini?" Mawar tak terima. Cheryl menatap Mawar. Ia sayang Mawar, tapi Cheryl belum bisa menerima kenyataan, Mawar menyimpan perasaan pada Juna. Kenapa harus lelaki itu?"Proses pendewasaan." Sahut Cheryl asal."Gegayaan pakai dewasa. Nonton bokep biar dewasa!" Semprot Mawar. Ia sudah sangat gerah dengan sikap Cheryl. Tak ada angin, tak ada hujan, tak ada
1. Awal judul cerita ini : Some Crazy Game, They Called Love. Karena orientasi pada akhirnya, Cheryl tak percaya itu cinta. Karena kenyataan Juna tak bisa jadi miliknya, dan juga orang tuanya yang hancur. Tapi, terlalu panjang. Gantinya I Was Never Yours. Karena dari awal sudah mau buat Cheryl dan Juna tidak akan bersatu pada akhirnya.2. Meredith : Ambil dari nama kucing Taylor Swift3. Nama Cheryl, awalnya Cherry namun, nama itu udah pasaran.4. Nama Mawar : Nama Mawar diambil nama temanku. Sebenarnya, namanya bukan Mawar tapi aku memanggilnya Mawar. Seperti Cheryl xixi. Sebenarnya, nama Mawar diambil dari namaku juga🤪🤪🤪. Florenca Rosea : Artinya bunga mawar. Rose juga bunga mawar.6. Nama Juna awalnya Juno = Junior. Tapi kok Junior jadinya banyak otak traveling, jadi aku ganti Arjuna.7. Awal kisah ini bermula, karena crush pada seorang laki-laki di kampus yang memang tampan. Tapi dia tak suka sama aku💔💔💔💔💔. Potek hati
Gemuruh langit menunjukan kekuasannya. Alam sedang berkuasa sekarang. Dan Mawar bersyukur keadaan mendukung dirinya untuk menangis dan merenungi apa yang terjadi.Juna hanya melihat istrinya dari jauh. Ia tahu, wanita itu begitu terpukul. Apa yang kalian harapkan, jika semuanya sudah terjadi dan kita hanya manusia lemah yang tak berdaya untuk melawan takdir."Sayang." tegur Juna memegang punggung istrinya yang begitu rapuh. Mawar menangis di bawah hujan. Saat Jasmine pergi, keadaan rumah sepi walau Mawar sering mendengarkan ibunya menangis dan ayahnya berusaha tegar menenangkan istrinya. Kepergian Jasmine meninggalkan luka seperti kepergian Cheryl.Mawar merenungi hidup dan nasibnya. Ditinggal pergi sahabatnya dan juga adiknya."Kenapa seperti ini? Kenapa harus kayak gini?" Mawar menunduk, dan menggeleng. Juna membawa istrinya dalam dekapan dan mengelus-elus punggungnya, membiarkan istrinya menangis sebisa
Kemoterapi itu menyakitkan. Mawar melihat dengan mata kepalanya sendiri dan ia juga berjuang bersama Jasmine melawan penyakitnya.Yang membuat keluarga Mawar sering memangis diam-diam atau tiap malam, bagaimana tak ada perubahan yang berarti dari Jasmine. Dan yang membuat semua orang salut. Satu keluarga membotakan rambut mereka, karena Jasmine tak mau dikemoterapi karena rambutnya akan beguguran dan rontok dengan sendirinya.Juna begitu salut pada istrinya, hatinya begitu luas mengurus adiknya tanpa pernah mengenal lelah atau mengeluh sedikitpun. Terkadang Mawar merasa tak tega pada Juna, pengantin baru tapi mereka sibuk dengan penyakit Jasmine. Tak ada waktu untuk berdua.Bagaimana satu keluarga menemani Jasmine cuci darah setiap Minggu, gadis itu bahkan sampai mengeluh bosan dengan semua punyakit yang ia dapat.Dan sepuluh tahun Jasmine melawan penyakitnya, tapi tidak pernah menunjukan perubahan yang si
Mawar menangis tersedu-sedu, pagi ini Jasmine kejang-kejang. Yang membuat Mawar sendiri tak paham, kenapa adiknya seperti itu. Beruntung ada Juna yang selalu siap menenangkan Jasmine."Jas, jangan kayak gini." ujar Mawar sambil memegang tangan adiknya yang sedang tertidur. Sebulan di rumah sakit, dan perkembangan Jasmine tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Malah semakin menurun. Mawar rindu adiknya, agar kembali berdebat atau mengantarkan Jasmine ke tempat les setiap tiga kali seminggu dan bertemu dengan si kembar yang mengemaskan.Juna hanya menepuk-nepuk punggung istrinya dengan sayang, bahkan sampai sekarang keduanya belum pernah melaksanakan malam pertama kewajiban sebagai suami istri. Juna mengerti, lagian mereka setiap hari berada di rumah sakit. Makan, mandi, tidur di rumah sakit, menjaga Jasmine 24 jam.Semua orang menyayangi Jasmine, dan mengharapkan kesembuhan untuk gadis manis yang sangat pintar, dan ta
Berlari secepat cheetah. Bergerak selincah ular, melompat sejago kelinci.Mawar berlari memegangi, gaun pengantin yang belum ia ganti. Juna hanya mengikuti Mawar dari belakang. Tak meyangka, istrinya begitu gesit."Yang tungguin." teriak Juna. Saat, Mawar tak peduli pada kehadiran orang-orang di sekitarnya. Bahkan, ia merasa dejavu, saat mengejar Cheryl dulu. Ya Tuhan, musibah apalagi?Mawar berlari dengan menenteng sepatunya, mengangkat gaunnya dan berlari di manapun rumah sakit berada. Ia merasa sangat trauma. Karena kepergian Cheryl, Mawar seperti antipati terhadap rumah sakit. Kalau boleh, seumur hidupnya ia tak perlu berhubungan dengan rumah sakit. Kalau boleh lagi, melahirkan nanti, Mawar ingin melahirkan sendirian."Sayang.." tegur Juna dengan napas ngos-ngosan, akhirnya berhasil menggapai tangan Mawar. Memang tenaga Mawar, tenaga kuda."Udah, jangan panik. Kita cari angkot, atau ta
"Satu ... Dua ... Tiga ...""Huwahh .... Dea dapat anjirr." heboh semua orang, saat penangkapan buket bunga pernikahan. Sang pengantin bertepuk tangan bahagia, hari yang dinantikan telah tiba. Tuhan telah menyatukan dua insan yang telah menemukan tulang rusuk mereka, dan dua cucu anak Adam bersatu dalam perkawinan. Mawar dan Juna begitu kompak dan bahagia dengan hari ini, hari istimewa yang takkan mereka lupakan dalam sejarah hidup keduanya. Hari keduanya bersatu, dalam ikatan suci pernikahan.Gadis itu memakai dress pernikahan dengan gaya empire. Gaun polos dengan pilihan satu warna, terkesan sederhana, tapi tetap terlihat elegant."Mantap-mantap kita yang." gurau Mawar sambil tertawa. Juna mengamit lengan Mawar, ia tak meyangka usianya masih cukup muda untuk menikah, tapi ketika sudah memahami sifat masing-masing, Juna akhirnya tahu, Mawar tempat terakhirnya berlabuh.Kedua pengantin meninggalkan semua o
1 tahun berlalu."Anak mami yang cantik, setahun itu rasanya cepat, lambat, menyiksa, kelam, terpendam. Tidak menyangka, kamu pergi untuk selamanya. Setahun berlalu, tapi mami tak pernah lihat senyuman kamu kecuali hanya dalam mimpi. Bahkan, udah jarang mami mimpi. Kenapa? Udah nggak rindu mami lagi? Udah bahagia disana?" Delisha masih bersungut sambil curhat, di kuburan Cheryl."Ah, mami masih belum ikhlas. Tapi ... Hari ini, dengan segala kelemahan, mami datang untuk pertama kalinya kesini. Ini bukan hal yang mudah nak. Tapi, perlahan mami bisa bangkit. Kamu pergi, tapi penyesalan terdalam dari kami semua takkan pernah kami lupa sama kami menyusulmu. Mami tahu, kamu pernah menyebut, mami sebagai mami yang kejam di muka bumi ini." air mata itu tak berhenti mengalir, bahkan semakin deras seperti air terjun Niagara. Padahal, Delisha sudah berjanji untuk melupakan semuanya, tapi kembali lagi ke kuburan, sama seperti kembali megingat memori l
"Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta, diperoleh selama masa persidangan dari keterangan saksi-saksi, maupun keterangan terdakwa beserta barang bukti yang ada, diketahui pada hari Sabtu, tanggal 21 November sekitar pukul 11.34, berdekatan antara persimpangan jalan Garuda menuju jalan Elang terdakwa Komar mengendarai kendaraan roda empat, telah menabarak seorang perempuan bernama Cheryl Anastasia yang sedang menyeberang jalan ---"Mawar langsung keluar ruang dari persidangan, tak sanggup mendengar lebih lanjut. Membuat dirinya makin terpuruk dan hancur disaat bersamaan. Harusnya ia ada, disana untuk menemani Juna, karena laki-laki itu yang menjadi saksi hingga berlanjut sampai persidangan hari ini, dan putusan bersalah.Delisha juga ikut, tapi tak berani masuk ke dalam, wanita hanya menunggu di luar, dengan kain selempang yang menutupi kepalanya, pakaian ciri khas orang sedang berduka.Mawar menutup mulutnya, dan langsu
Tiga Minggu, Mawar berani mengunjungi makam sahabatnya. Tiga Minggu terakhir adalah masa terberatnya, masa-masa ia berada ada hidup yang paling bawah. Kepergian Cheryl membawa duka yang mendalam bagi semua orang yang ditinggalkan.Sekarang, perkumpulan mereka tak lagi seperti dulu. Semuanya tak lagi sama, hanya ada kekosongan yang mereka rasakan.Mawar sedang berjongkok di depan makam Cheryl, sambil menerawang kosong. Tak ada yang ia buat, selain terduduk dalam waktu yang tak bisa ia tentukan kapan ia bisa menerima takdir kejam ini.Cheryl Anastasia.Seorang gadis periang, dengan menyimpan banyak luka di hatinya. Tapi, ia bertingkah konyol demi menghibur orang lain."Berapa lama nggak jumpa?" tanya Mawar sambil memegang nisan tersebut. Ya, matanya masih bengkak menangis terus siang dan malam. Terkadang, Mawar terbangun di tengah malam dan menangis seperti orang gila, membuat semua keluarga