Share

#50. Lara Sekali Tusuk

Penulis: Kanaya Aruna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku sengaja memperpanjang durasi tidurku untuk menghindari beberapa kecenderungan. Cenderung kembali menangis. Cenderung menemukan kejanggalan-kejanggalan seperti kemarin. Cenderung kepalaku belum sepenuhnya membaik. Cenderung orang-orang rumah menanyakan hal-hal yang tak ingin kujawab. Serta cenderung keadaan tubuhku semakin merosot.

Aku tidak bermimpi selama satu malam. Di dalam tidur yang lelap, aku hanya meringkuk pada kapas-kapas hangat dan mencoba terlelap dengan tenang. Bersama bayangan diri yang kurengkuh, berdua saling memeluk dan mengusapi. Hingga ketika mentari datang, aku kembali terbangun seorang diri. Bertanya-tanya kemana hilangnya dia, karena ketidaksempatan diriku untuk memperbaiki luka yang ada.

Aku berhasil terbangun karena sebuah cahaya menghalau dua irisku begitu silau. Ketika dua mataku terbuka, jam weker di sampingku menunjukan pukul 11 siang. Ternyata benar, dua gorden di sebelah barat sudah terbuka. Kutebak ini pasti ulah ibu atau Erin. Sebab bapak tidak selan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #51. Atas Terimakasih Yang Terasa Duka

    Langit terlihat cerah ketika aku keluar dari rumah. Berbagai macam transportasi di jalanan riuh memadati, entah akan kemana manusia panas-panas begini sibuk berkeliaran. Kelompok awan cumulus membentuk ledakan tak jelas bentuk di atas jendela matahari. Hari ini, tidak ada yang berubah dari polusi Jakarta, tetap sumpek dan lusuh. Lalu lintas dan para polisi tetap bersandiwara. Termasuk para masyarakatnya yang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Contohnya ketika aku menyisi ke alfamart depan gapura perumahan, kasir prianya dengan ramah menanyakan nomor whatsapp-ku. Sungguh bintang 5.Suara penyanyi dari radio set tak pernah lupa menjadi penghempas sunyi di mobil ini. Dan ngomong-ngomong tentang pemuda, aku belum sempat mengabari Orick kalau aku sedang menuju rumah sakit. Atau barangkali Orick sendiri tidak tahu bila Kamala tengah dirawat? Bagus, aku jadi tahu hal pertama apa yang harus kulancarkan ketika bertemu wanita itu.Satu keranjang buah dan sekantung camilan ringan sepertinya c

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #52. Celetukan Para Bangsat

    Entah harus bersyukur atau kembali merenung, akhir tahun ini aku banyak sekali menemukan hal-hal yang mulai memulih dengan sendirinya. Contoh besar dan dekatnya yaitu hubunganku dengan Orick. Semakin berjalan hari, semakin sedikit teks yang bisa memisahkan kami. Sokongan waktu dan afeksi membuat kepala kami perlahan-lahan melunak, lantas begitu mudah untuk menyatukan paham. Kemudian keadaan hatiku yang berjalan selaras dengan harmonisasi rumah, membuat keadaan keluarga terlihat lebih manis ketimbang tahun sebelumnya. Termasuk ikatan tali Kamala bersama saudara kandungnya, retakan luka-luka itu menyatu dan terolah kembali menjadi sesuatu yang lebih megah dari sebelumnya.Segudang resolusi atau wishlist tentang kebajikan meruntun dari hulu ke hilir. Orang-orang menengadah pada langit natal yang berkerlap-kerlip, memohon pada bintang dan menunggu santa claus hadir sembari menaburkan berkah. Pada sesuatu yang bisa mereka genggam, aku menghadap sebuah lapang yang luas dengan berandang padi

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #53. Dilamar

    PemudaKu🖤Nar, cepet pulangAku di rumah kamu"Kalau untuk organisasi macem hima, bem, atau kepanitiaan khusus pkkmb gue undur diri. Bukannya sok sibuk, tapi kemarin tuh jadwalnya bentrok sama event lomba.""Dari ukm?" tanyaku tanpa menoleh pada Jeanne."Iya. Belum lagi gue ini penanggung jawab buat acara kumpul-kumpul angkatan. Bayangin, seangkatan dari semua fakultas ngadain liwetan! Terus semena-mena pacar lo tuh--nunjuk gue sama Kamala jadi panitia!"Barulah setelah mengetikan balasan pada Orick, aku mendongak untuk menemukan wajah misuh-misuh Jeanne disambil menyuap waffle. Aku terkekeh sejenak, meresapi terlebih dahulu curhatan yang keluar dari mulutnya. Ngomong-ngomong ketua angkatan, aku jadi teringat masa-masaku dahulu. Betapa repotnya meraup berbagai tugas oleh sendiri."Lo nggak ada kelas lagi, kah?" tanyaku mengalihkan."Ada, 15 menit lagi." jawabnya."Yaudah gih, ke kelas aja. Gue juga mau pulang." ungkapku.Ini masalahnya, entah ada angin apa Orick ngotot menitahku pula

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #54. Will You Marry Me?

    "APA? LO DILAMAR?!Adalah hal pertama yang Bella laungkan ketika kami kumpul melingkar di dalam kamar. Pukul 7 malam tepat, setelah adzan isya berkumandang, sesuai janjiku pada Kamala serta Jeanne tadi di kampus. Berakhir-lah tiga cicak ini menangkrak di atas ranjangku.Aku meringis sakit mendengar jeritan itu. "Volume lo anjir, sepaket amat ama toa masjid.""EH BANGKE, GUE NANYA TUH DIJAWAB YA!""IYA MONYONG, GUE DILAMAR!""SEKATE-KATE ANJIR NIH SI ORIK KALAU NGELAMAR CEWEK, SAT-SET-SAT-SET LEBIH CEPET DARI ROSI! UNTUNG LO BILANG YE, KALAU NGGAK GUE GAAKAN BISA NIKUNG NIH! MUMPUNG JANUR KUNINGNYA BELUM MELENGKUNG!"Aku langsung terpaku pada ucapannya. "Maksudnya?" Bella tidak mungkin menyukai Orick, kan? Aku dan Bella tidak sedang mencintai lelaki yang sama, bukan? Tidak lucu jika tiba-tiba selama ini dia menyimpan perasaan pada kekasihku."Lo mau nikung Orick? Gabisa, Bel. Gabisa." Kamala tersenyum remeh, seakan dia adalah pemenang. Tunggu---Kamala juga mencintai Orick?"Yaelah, gau

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #55. Satu Hal Yang Mutlak

    Dalam papan pencarian teratas, aku mengetik kata "menikah" hingga muncul banyak sekali catatan-catatan tentang pernikahan. Entah tata pelaksanaan, hukum ibadah, definisi, syarat-syarat, termasuk peringatan. Entah maksud peringatan berumah tangga yang tak mudah, peringatan akan hal-hal yang perlu kami hindari untuk terjauh dari perceraian, dan masih banyak catatan lain yang mulai membenam di kepalaku.Beberapa hari sebelum tanggal dimana kami memutuskan untuk mempersiapkan segalanya, semalam aku pernah merenung. Seumpama aku adalah kepala batu, dia adalah kapas sasaran yang empuk. Seumpama aku adalah api, dia adalah air. Seumpama aku kutub negatif, dialah kutub positif. Seumpama aku pembicara, dia adalah pendengar. Seumpama aku anak-anak, dia adalah orang dewasa. Seumpama aku ratu, dia adalah pangeran. Tapi, pernahkah aku mendengar bahwa kehidupan bersifat mutlak? Mungkin yang mutlak hanya cintaku di sini.Sejumpun seumpama itu bisa saja berubah dan berbalik lebih kontras lagi ketika s

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #56. Tempat Dimana Aku Bisa Mencintaimu

    Acara tidak selesai di situ saja. Ini mungkin kesebut acara pembakaran uang, namun Orick maupun aku sendiri sudah sepakat untuk menghabiskannya untuk sekali dalam seumur hidup. Siangnya, bertepatan pukul 2, aku dan Orick sudah berada di sebuah ruangan dengan power-point yang dijabarkan oleh pihak berwenang.Dimulai dari runtunan acara, pilihan make up, termasuk gaun yang mereka bawa membuatku pusing kepalang. Terlalu banyak pilihan warna dan desainnya, manalagi aku paling lemah melihat yang lucu-lucu. Putih bagus, kuning pudar membahana, merah mencolok, biru langit menggugah, lalu apalagi? Apa ini? Apakah aku sungguhan seorang puteri? Aku tak bisa menutup kagumku. Sedaritadi kulampiaskan rasa gemasku pada pundak Orick. Kuremas kuat-kuat bahkan sampai pria itu mengaduh dan kru di samping kami tertawa-tawa."Sejauh ini, ada pertanyaan atau masukan dari calon pengantin kami?" Sialan, bisa-bisanya mereka menggodaku."Hmm, untuk rundown acara weddingnya saya setuju. Tapi untuk prewed itu..

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #57. Kakak Sayang Erin

    "Kak?"Nyawaku terasa disendat ketika suara itu memanggilku. Saat aku mengerjap, setetes air mata langsung kusembunyikan sebelum Erin menangkapku dan meledekku dengan embel-embel calon pengantin yang nelangsa."Hm?" dehamku singkat."Cieeeee mau nikah.. cieee mau buka praktek di rumah.. cieee ambil S2. Cie, cie, cie!" Dia tiba-tiba menyerang sisi perutku."Erin, diem! Geli!""Cieeeee!""BU, ERIN NYA NIH AH!""Masa mau nikah masih aduan, hahaha!"Aku mendorong tubuhnya menjauh dariku, yang langsung tertera muka bebeknya membuatku menghela napas. "Udah gede, gausah kayak anak kecil." sambarku. Heran, sudah dewasa, bahkan sekarang dia sedang menjalani masa pkkmb, tapi tingkahnya tidak pernah sadar umur."Jahat! Pokoknya udah nikah ntar aku mau ngikut kakak!""Dih, gaboleh! Dosa!""Mana ada hukumnya dosa! Hukum darimana itu?!""Dari gue!""Cih, gatau diri.""BILANG APA LO?!""HEHEHE, AAAAAA IBU, PADAHAL AKU BERCANDA!" kali ini giliranku menyerang dirinya. Tapi menyebalkannya Erin, dia sen

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #58. Salah Tingkah

    "KAKAK!!!""BERISIK!!""ELU LAMA BANGET ANJRIT, GUE PEGEL INI NUNGGUNYA!""YA ELU NGAPAIN NUNGGU GUE?!""MAU NIKAH KAGAK LU?!""MAU LAH!""ATAU GUE AJA YANG FOTO PREWEDNYA AMA KAK ORICK?!""GUE LINDES LU!""AW, SEREM!!"Aku menggebrak meja dandan cukup keras. Sebetulnya tidak perlu rapi-rapi amat sebab petugas sudah ada yang stay di lokasi. Tetapi, naasnya hatiku sudah ingin lompat dari tempatnya. Sedaritadi mobil camry milik Orick sudah menjantung di luar tanpa berniat dirinya hadir. Hanya Ratu dan Erin yang terus mondar-mandir bagai setrikaan di luar kamarku. Memanggilku sampai mereka kesal. Sialnya, aku saja mendadak tak berani turun. Rasanya ingin hari segera berlalu."KAK IH!!""Iya Erin, iya." Aku menghembuskan napas dengan perlahan, selaras dengan langkah yang kubawa pergi dari depan meja rias."Lama amat buset, lo ngapain aja sih di dalem? DANDAN LAGI?!" Aku praktis membekap mulut sialan itu. Sedangkan Ratu di gigirnya sudah tertawa-tawa melihat kami."Cantik banget tau, udah

Bab terbaru

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #87. Pertanda Hujan

    Dari belakang rumah pindah ke atas lantai dua, dimana Erin sudah selonjoran di atas kasurnya. Sedangkan aku berdiri di depan teras balkon dan melihat sambaran petir dari kota seberang. Gemuruh yang saling bersahutan di sana menandakan sebentar lagi hujan akan datang. Aku tersenyum kecut melihat panorama tersebut. Terlampau banyak kisah yang perlu kuulas, sampai dimana aku sadar, aku tak bisa mengabulkan seluruhnya.Jika aku diperkenankan membawa satu hal untuk tetap berada di sampingku, aku ingin membawa kenangan itu kekal dalam kepalaku. Sampai nantinya aku bertemu lagi orang-orang baik seperti mereka, lepas kubalas dengan sekotak warna yang lebih indah dan membahagiakan daripada ini. Tapi untuk berdiri, aku juga memiliki aturan yang tak bisa sembarang kusanggah.Meluapnya suhu dari lapisan atmosfer, meningkatkan kadar dingin menjadi campur aduk. Dua tanganku terangkat untuk memeluk diriku dan mengusapnya mandiri. Aku benci ketika bau tanah sudah menyeruak dan rintik-rintik sedu dari

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #86. Biru Langit Menyakitkan

    "ERIN!!""Astagfirullah, dateng-dateng bukannya salam!""YHA, ERIN!!""APAAN SEH BUSET? RAME BENER LU BARU DATENG JUGA!!"Aku tak menggubris bapak dan Ibu yang terkejut-kejut di ruang tamu. Hal pertama ketika kakiku berpijak di dalam rumah yang berbeda, kulaungkan suara itu hingga oknum bernama Erin turun terburu-buru dari lantai dua. Dan setelah oknumnya berdiri tegak di hadapanku, ku lempar kresek pizza padanya."Belikan banget lo udah gede juga." Aku mencebik. Barulah setelah itu pandanganku berkelok pada ibu dan bapak. Kuserahkan kresek polos berisikan martabak dan bubur kacang."Nggak bareng Orick?" Bapak celingukan ke belakangku. Mungkin dia pikir aku datang bersama Orick, padahal tidak."Nggak, dia juga lagi mampir ke rumahnya. Yaudah aku juga kesini, di rumah gaada siapa-siapa." tukasku, kemudian ikut bergabung duduk. Sedangkan di sisi lain, Erin malah kocar-kacir entah kemana, menjauhi kami."HEH, ERIN! MAU KEMANA? MAKAN BARENG-BARENG JANGAN LO HABISIN SENDIRI!""NYENYENYE!"

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #85. Lembayung Terakhir

    Di antara lembayung merah yang muncul pada celah-celah kaca, aku berdiri menghadap lembaran kalender. Menatap angka-angka merah dan hitam yang berderet, sebelum pintas rasa bersalah menenggelamkanku bersama malam datang. Aku tersenyum tipis sembari menghembuskan napas perlahan-lahan. Aku pernah menemukanmu sebagai mata angin yang selalu kuikuti kemana-pun kamu pergi. Tapi di perempatan jalan, aku mulai bingung. Dimana tempat yang seharusnya kita tuju bersama?Pamitan Vanny setengah jam lalu berubah menjadi sedikit sendu untuk hatiku. Padahal sebelumnya memang sudah terbiasa. Tidak mungkin jua dia menginap di sini, dia kan masih memiliki keluarga di rumahnya. Lalu saat Nadya melambai sembari melambai dan mengatakan "terimakasih" dengan dua mata tulusnya. Kali ini, aku tak bisa lagi lari dari sebuah pilihan. Tersakiti atau pulih, keduanya adalah hal yang menyakitkan.Musim dingin akan segera datang. Aku harus menyiapkan kaus kaki dan mantel penghantar panas. Duduk di depan api unggun se

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #84. Blank Compass

    "Benar menurut manusia itu relatif. Kamu nggak akan selalu berada di pihak yang salah, begitupun pada yang benar. Sebenarnya, benar dan salah hanya bagaimana kita memandang. Oke, yuk mulai deh curhatnya. Nadya, jadi... ada hal apa yang pengen kamu keluarkan, sayang?""Kakak bisa baca pikiranku aja nggak? Aku takut kalau aku bilang, aku dianggap terlalu berlebihan." Aku tergelak mendengarnya, namun tak seling itu aku tertawa."Hei, hei. Emangnya aku cenayang? Aneh-aneh aja ih, nih makan dulu permen!" Aku menyurukan box kecil berisikan permen kopiko padanya.Lucu sekali segannya. Dia pelan-pelan membuka permen, dan begitu mengemutnya aku tak kuasa untuk menepuk tangannya yang terjulur di depan meja. Aku hampir saja mengeluarkan kembali kata-kata lapas mataku tak sengaja melihat liontin hijau daun mentereng. Aku praktis mendongak untuk melihat wajahnya, namun wanita itu seakan-akan tak menyadarinya."Aku boleh cerita nih?" ujarnya."Boleh dong. Tenang, aman sentosa. Dua telinga kakak ter

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #83. Mayoritas Selalu Benar

    Jungkat-jungkit mencintai seorang Manuangga Orick tidak jauh-jauh dari kelakuan tebar pesona dan manis mulutnya yang kadang menyama-ratakan aku dengan para jalang di luar sana. Sejujurnya, untuk memahami sifat Orick yang begini memang sudah biasa. Aku memutuskan jatuh hati dengannya, berarti aku harus siap dengan segala yang lahir maupun datang dari dirinya. Entah Orick yang kebiasaannya tebar pesona, Orick yang ramah pada semua orang, tatakrama untuk memperlakukan wanita yang mungkin nyaris sama dengan memperlakukanku. Well, aku mengerti. Bahkan sepertinya, aku tidak harus membesarkan masalah itu. Sebab yang tulus mencintai, akan selalu punya batasan-batasan pada dirinya sendiri. Tapi tunggu ya, namanya juga masalah cemburu, aku kadang tidak kuasa menahan debar api di dada.Aku melihat Erin dan Ratu tengah bercanda gurau di lantai satu. Sementara aku bergegas naik ke lantai atas dengan Orick yang mengudang situasi semakin mencengangkan. Aku tahu, Erin dan Ratu pasti merasa takut. Tap

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #82. Ceo Menyebalkan

    "Awal kali kita bertemu itu di kampus. Saat itu, waktu gue jadi maba dan lo komdis yang buener-buenerrrrrrr... galak! Gue sampai nggak berani tatap mata lo, apalagi waktu gue lupa gue masih pakai gelang. Jujur, gue takut banget gelang itu dirampas dan nggak dibalikin lagi. Masalahnya, itu satu-satunya kenangan yang Abi kasih ke gue. Hanya dari situ gue bisa mengenang dan percaya kalau Abi akan tetap kembali. Gue udah was-was.. tapi lo cuma nasehatin gue. Dari situ gue cengo, apalagi waktu lo senyum. Semacam---anjir? Tadi pagi aja tuh muka asem banget? Kok tiba-tiba baik di belakang? Lo aslinya dua orang, kah?!"Siang menunggu sore tadi, setelah berhasil kualihkan obrolan tentang orang tua, dia berhasil membawa sekotak rindu dari masa lalu yang menggemaskan. Well, sebenci apapun aku pada kehidupan di belakang, pada akhirnya aku tidak berbohong, kalau aku tetap bersyukur bisa berada di jalan ini. Karena, tidak mungkin tanpa mereka, tidak mungkin tanpa luka-luka aku berdiri pada dunia ya

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #81. Kolase Duka

    "Bos, darimana aja?! Ini Zero ngamuk barusan!""Untung gue pergi, kalau nggak kena cakar dah." Aku tertawa kecil saat memasuki pintu rumah.Hal pertama yang aku lihat bagaimana Vanny repot menenangkan Zero yang berada di pangkuannya, sampai kucing itu melompat dan mengibaskan rambutnya di bawah. Aku tidak tahu apa yang terjadi, namun sepertinya wajah tertekan Vanny bisa menjelaskan bahwa kucing itu berulah hebat."Ada keluhan?" Aku berjalan lebih dalam dan menjatuhkan diri di ruang keluarga. Sedikit meregangkan badan. Cukup pegal berjalan di atas jalanan curam."Ya itu, kucingnya Bos." Dia mengikutiku dan berdiri di sampingku."Selain itu.""Gaada, aman.""Van, kalau lo kena pecat gimana?""Bos?" Dia tersentak. "Bos, saya ngelakuin kesalahan ya? Demi apapun, selama saya diberi kepercayaan oleh Bos saya tak pernah menyia-nyiakannya. Sebuah kehormatan bisa bekerja sama dengan Bos. Tapi Bos, kenapa saya tiba-tiba dipecat? Saya salah apa?""HAHAHA!" Aku tergelak dengan ekspresi wajahnya y

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #80. Ada Begitu Banyak Pilihan Dalam Hidup

    Aku berjalan jauh memunggungi rumah. Melewati hutan dan impian, meninggalkan pesisir kota. Memberi jarak pada kenyataan dan takdir, aku melangkah menyusuri sebuah tebing yang cukup tinggi dari permukaan. Di sini sedang cerah, matahari berada sejajar dengan tubuhku ketika berdiri di atas rerumpunan.Lingkaran pohon yang kulihat dari arah utara, berputar ke timur, ke barat, dan berakhir di selatan. Memeluk dengan tubuhnya yang agung, menjaga sisian daratan ini seperti cekungan. Menahan serangan sewaktu-waktu serangan dari luar lingkaran bisa menghancurkan kehidupan kami. Dari sini, kuperkirakan waktu matahari terbenam dan terbit akan terlihat sangat elok. Atau bianglala dunia yang membentang selepas hujan mendera. Atau barangkali saat inipun kelihatan lebih elok. Sebuah semburat biru yang perlahan-lahan diserang kilau ungu, menyatu dengan warna liontinku.Di sini, aku bisa melihat barisan pemukiman berjajar rapi. Bangunan gedung yang mencakar udara, kemacetan Jakarta, heboh nadanya bahk

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #79. Cause I'm Your Home

    Dahulu, harta, tahta, dan cintaku adalah sebuah gelar di belakang nama. Sebuah impian yang kupikir akan selalu statis, rupanya berada dalam kendali waktu. Lagi-lagi hanya berpacu pada sekelumit waktu yang akan menuntun pada hukum alam sesungguhnya. Dimanapun aku berada, kapanpun aku menjalankannya, dan tak sampai tak terhingga rasa bahagia ini; aku selalu diingatkan, bahwa dunia bukanlah pelabuhan abadi yang akan selalu harmonis.Lalu apa?Mereka hanya perlu menari dan melukis segala macam bentuk kenang untuk dituang pada kepala. Karena katanya, yang sesungguhnya, kita tak pernah dihadapkan dengan perpisahan. Semua kisah-kisah itu tetap abadi di dalam benak. Orang-orang mungkin berpikir pergi dan datang bukanlah suatu fase yang sulit. Tapi mereka lupa, bahwa kehidupan yang baru selalu mempunyai syarat. Yaitu, hilangnya segala kenangan indah itu.Aku tak perduli bagaimana tanggapan orang-orang setelah ini. Sebuah afirmasi konklusi yang telah mendapat validasi, aku hanya harus duduk sid

DMCA.com Protection Status