Share

#86. Biru Langit Menyakitkan

Penulis: Kanaya Aruna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"ERIN!!"

"Astagfirullah, dateng-dateng bukannya salam!"

"YHA, ERIN!!"

"APAAN SEH BUSET? RAME BENER LU BARU DATENG JUGA!!"

Aku tak menggubris bapak dan Ibu yang terkejut-kejut di ruang tamu. Hal pertama ketika kakiku berpijak di dalam rumah yang berbeda, kulaungkan suara itu hingga oknum bernama Erin turun terburu-buru dari lantai dua. Dan setelah oknumnya berdiri tegak di hadapanku, ku lempar kresek pizza padanya.

"Belikan banget lo udah gede juga." Aku mencebik. Barulah setelah itu pandanganku berkelok pada ibu dan bapak. Kuserahkan kresek polos berisikan martabak dan bubur kacang.

"Nggak bareng Orick?" Bapak celingukan ke belakangku. Mungkin dia pikir aku datang bersama Orick, padahal tidak.

"Nggak, dia juga lagi mampir ke rumahnya. Yaudah aku juga kesini, di rumah gaada siapa-siapa." tukasku, kemudian ikut bergabung duduk. Sedangkan di sisi lain, Erin malah kocar-kacir entah kemana, menjauhi kami.

"HEH, ERIN! MAU KEMANA? MAKAN BARENG-BARENG JANGAN LO HABISIN SENDIRI!"

"NYENYENYE!"

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #87. Pertanda Hujan

    Dari belakang rumah pindah ke atas lantai dua, dimana Erin sudah selonjoran di atas kasurnya. Sedangkan aku berdiri di depan teras balkon dan melihat sambaran petir dari kota seberang. Gemuruh yang saling bersahutan di sana menandakan sebentar lagi hujan akan datang. Aku tersenyum kecut melihat panorama tersebut. Terlampau banyak kisah yang perlu kuulas, sampai dimana aku sadar, aku tak bisa mengabulkan seluruhnya.Jika aku diperkenankan membawa satu hal untuk tetap berada di sampingku, aku ingin membawa kenangan itu kekal dalam kepalaku. Sampai nantinya aku bertemu lagi orang-orang baik seperti mereka, lepas kubalas dengan sekotak warna yang lebih indah dan membahagiakan daripada ini. Tapi untuk berdiri, aku juga memiliki aturan yang tak bisa sembarang kusanggah.Meluapnya suhu dari lapisan atmosfer, meningkatkan kadar dingin menjadi campur aduk. Dua tanganku terangkat untuk memeluk diriku dan mengusapnya mandiri. Aku benci ketika bau tanah sudah menyeruak dan rintik-rintik sedu dari

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #1. Under Rain

    Mata senja dalam langit yang cerah perlahan berubah menjadi merah jambu yang cukup menyita perhatianku dari warna-warni kertas yang berserakan. Di antara cuaca yang ku-suka, aku paling suka petang hari apalagi pelangi datang tanpa harus mengundang hujan belantara. Tetapi sayangnya yang bertandang hari ini bukan bianglala, melainkan air mata dari balik awan yang hitam.Langit paska sore itu dijatuhi takdir rintik-rintik yang sendu. Tidak terlalu deras, namun atmosfernya cukup menyendukan siapapun yang merasa. Termasuk ketika aku termenung memandangi langkah demi langkah air yang turun dari atap balkon. Tetes demi tetes yang kelihatan nyeri, membuat dadaku menjadi bergemuruh.Jauh berkelana tentang kehidupan, aku memahami banyak hal tentang kekurangan. Aku bukan manusia sempurna yang selalu orang-orang banggakan dengan privilege ini. Alih-alih merasa tenang karena disanjung, aku khawatir pada diriku sendiri. Tiap kali melakukan sesuatu, aku sering menekan batinku agar berhasil sukses. Pa

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #2. Pulang Lagi Kesini, ya.

    "Kakak tanya dulu ya.""Ih fotonya lucu. Ini waktu kapan, kak?" Aku menoleh hanya untuk menemukan raut antusias Ratu menunjuk polaroid."Itu di Subang, tahun lalu. Kakakmu itu ngebet banget pengen nyari penangkaran kuda, terus anehnya malah ngebelokin motornya ke arah curug. Jadilah kita pulangnya basah-basahan karena lupa bawa salin." ungkapku ikut melihat foto tersebut. Tersenyum hampa jika mengingatnya.Dahulu sekali, sebelum ego masing-masing menyerang hubungan kami, segalanya terasa amat bahagia. Dia pernah menjadi pria yang paling cukup untuk ku-pertahankan. Dia yang lucu, dia yang selalu tebar pesona, dia yang selalu melakukan sesuatu sebelum ku-perintah. Orick yang usil, Orick yang pengertian, Orick yang menjadi penasehat. Pokoknya, segala yang dia lakukan tak lepas dari tawa recehku."AHAHAHA! OH, YANG TIBA-TIBA PULANGNYA KALIAN BAWA DODOL? KATA KAKAK OLEH-OLEH DARI SUBANG ITU DODOL, AKU LAGI MALAH PERCAYA!" gelak tawa Ratu memenuhi seisi ruangan. Perempuan itu menepuk jidatny

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #3. Ini Sakit

    Secara tekhnis aku terkejut sampai dua bola mataku nyaris terjatuh. Tidak selesai sampai situ kelakuannya oleng-olengan, truck tersebut menabrak lagi benda yang lain. Detik ini, aku melihat saluran air sampai bocor dan kadarnya memenuhi jalanan bersama hujan. Aku pikir masalahnya berada di supir tersebut.Tanpa berpikir dua kali, aku harus menghentikannya sebelum tragedi ini memakan korban dan kerugian pada bangunan. Kaki dari pedal rem kini kembali pada gas, dan ku-tancap sampai berada di sisi truck tersebut. Tak lupa sebelah kaca mobil ku-buka untuk ku teriakan sesuatu."PAK, PERMISI!!! JIKA ANDA MENGANTUK ANDA BISA MENYISI!!!"Tapi sial, aku tahu suara hujan yang turun tak mampu aku terobos begitu saja. Belum lagi deru mobil kami yang saling mengerang. Aku praktis meraih handphone yang berada di telingaku. Aku masih terus memanggil Orick sembari mengimbangi teriakanku pada supir agar tersadar."PAK, MENYISI!!!" teriakku sekali lagi. Di depan sana, aku melihat sebuah warung dimana ba

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #4. Berubahnya Warna

    "Tak perduli berulang kali kita bertengkar, aku harap kamu tahu jika aku akan selalu mencintai kamu. Terlepas bagaimanapun luka yang kita rasa, aku ingin kamu tetap bersamaku. Aku ingin terluka dan bahagia hanya karena kamu, Nara."Aku terbangun dengan napas terengah-engah. Dengan keadaan ruangan yang bersih putih, tanpa siapapun di dalamnya, aku seorang diri tergolek di atas ranjang. Tanpa alasan yang jelas, aku menemukan diriku dengan pakaian yang berbeda. Ruas ruangan yang cukup lega ini seperti ruang keluarga. Sebab desain meja dan telivisi berada nyata di depan mataku. Lalu rak-rak buku yang rapi di sisian sudut berwarna krem membuat aku termenung lebih hebat.Seingat kepalaku, terakhir kali aku berjalan di sebuah malam yang panjang dengan hujan deras. Di sana, aku sedang mengendarai mobil dan mencegah truck melindas warga dengan mengorbankan diri ini. Bahkan sisa-sisa ingatan sebelum aku tertidur, kusadari tubuhku nyeri dan penuh darah. Tapi saat ini, kulihat tubuhku sudah bersih

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #5. Antonim Dari Kata Menyerah

    Semalaman, aku sibuk bercerita dengan Orick dan keluargaku diperintah pulang oleh kekasihku. Katanya, dia akan yang menjagaku semalaman tanpa harus dikhawatirkan tentang jam tidur, sebab dia sudah tidur tadi pagi hingga sore. Dan benar saja saat dia berkata dia tidak suntuk, dia berbincang denganku sampai pukul 3 dini hari. Dengan tangan yang terus ku-genggam selama bercerita, aku tidak bisa menahan euphoriaku. Kami tertawa dan menangis bersama tanpa siapapun tahu.Dia yang memohon-mohon ampun untuk tidak ditinggalkan dengan janji akan berubah menjadi lebih baik. Dia yang terus memanggil nama lengkapku dengan mata berkaca-kaca, lapas kemudian mengingatkanku bahwa dia sudah lebih dulu, lebih besar, lebih kuat, dan lebih ingin menjagaku dengan cinta. Dia yang menjanjikan dirinya tidak akan membantah dan akan bersedia untuk belajar memahami. Kala itu, aku hanya mengangguk sembari mengusap poni rambutnya. Aku ingin membalasnya, tapi sudut mulutku terlalu perih untuk berbicara panjang lebar

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #6. La Vi En Rose

    Bujur derajat matahari berputar 110° derajat dari titik pusat sampai ke barat. Dimana setelah aku bertemu langit yang biru, aku menemukan hamparan merah jambu seperti kalung yang melilit di leherku. Entah sejak kapan dan siapa yang memasangnya, indah permatanya lebih hebat daripada ruby. Berbentuk taring gigi sepanjang kelingking, namun materialnya bukan emas maupun berlian. Aku tidak tahu siapa yang mendesainnya, yakni jika ku-temukan orangnya, akan kulunasi sebab ini begitu cantik.Seperti cahaya matahari yang menyembul di balik kelompak awan cumulus, secantik garis-garis aurora yang menyentrik. Burung-burung bersenda tawa sembari berlarian melanglang buana. Seandainya aku menyisi di kehidupan selanjutnya, aku ingin menjadi bagian dari rekan merpati. Setiap harinya tanpa lelah memutari buana, melihat pemandangan laut dan gunung setiap matahari terbit dan terbenam. Tanpa takut dia kedinginan, tanpa repot mengurusi bagaimana alur kehidupan, dan tidak harus takut pulang kemana. Sebab se

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #7. Duka Yang Tertahan Untuk Ibu

    Sore berganti malam. Panas berganti dingin. Matahari berganti rembulan. Aku berdiri dengan tubuhku di depan jendela yang ku-sengaja buka untuk meratapi gemintang dari ketinggian lantai 3. Ku-pikir aku membutuhkan waktu lama untuk menjalankan kesembuhan. Ternyata, aku hanya harus makan dan beristirahat dengan cukup. Aku tidak divonis memiliki luka yang berat. Dua kaki yang kupikir akan dibalut bidai, memakai tongkat, atau paling parahnya duduk di atas kursi roda karena patahnya tulang dan beradanya alat pen untuk menyambungkan yang rusak. Tidak, bahkan kepalaku baik-baik saja. Tidak ada perban yang rumit. Di atas ranjang, aku hanya ditusuk selang infus.5 menit yang lalu Orick baru saja mengabariku bahwa dia akan datang esok pagi. Kalau malam ini, dia harus mengerjakan tugas power point untuk presentasi di kelas. Dan tidak hanya Orick, melainkan Kamala mengirimkan pesan satu konteks yang sama. Aku jelas mengiyakan. Toh, aku tahu mereka punya kesibukan masing-masing. Mungkin minggu depan

Bab terbaru

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #87. Pertanda Hujan

    Dari belakang rumah pindah ke atas lantai dua, dimana Erin sudah selonjoran di atas kasurnya. Sedangkan aku berdiri di depan teras balkon dan melihat sambaran petir dari kota seberang. Gemuruh yang saling bersahutan di sana menandakan sebentar lagi hujan akan datang. Aku tersenyum kecut melihat panorama tersebut. Terlampau banyak kisah yang perlu kuulas, sampai dimana aku sadar, aku tak bisa mengabulkan seluruhnya.Jika aku diperkenankan membawa satu hal untuk tetap berada di sampingku, aku ingin membawa kenangan itu kekal dalam kepalaku. Sampai nantinya aku bertemu lagi orang-orang baik seperti mereka, lepas kubalas dengan sekotak warna yang lebih indah dan membahagiakan daripada ini. Tapi untuk berdiri, aku juga memiliki aturan yang tak bisa sembarang kusanggah.Meluapnya suhu dari lapisan atmosfer, meningkatkan kadar dingin menjadi campur aduk. Dua tanganku terangkat untuk memeluk diriku dan mengusapnya mandiri. Aku benci ketika bau tanah sudah menyeruak dan rintik-rintik sedu dari

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #86. Biru Langit Menyakitkan

    "ERIN!!""Astagfirullah, dateng-dateng bukannya salam!""YHA, ERIN!!""APAAN SEH BUSET? RAME BENER LU BARU DATENG JUGA!!"Aku tak menggubris bapak dan Ibu yang terkejut-kejut di ruang tamu. Hal pertama ketika kakiku berpijak di dalam rumah yang berbeda, kulaungkan suara itu hingga oknum bernama Erin turun terburu-buru dari lantai dua. Dan setelah oknumnya berdiri tegak di hadapanku, ku lempar kresek pizza padanya."Belikan banget lo udah gede juga." Aku mencebik. Barulah setelah itu pandanganku berkelok pada ibu dan bapak. Kuserahkan kresek polos berisikan martabak dan bubur kacang."Nggak bareng Orick?" Bapak celingukan ke belakangku. Mungkin dia pikir aku datang bersama Orick, padahal tidak."Nggak, dia juga lagi mampir ke rumahnya. Yaudah aku juga kesini, di rumah gaada siapa-siapa." tukasku, kemudian ikut bergabung duduk. Sedangkan di sisi lain, Erin malah kocar-kacir entah kemana, menjauhi kami."HEH, ERIN! MAU KEMANA? MAKAN BARENG-BARENG JANGAN LO HABISIN SENDIRI!""NYENYENYE!"

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #85. Lembayung Terakhir

    Di antara lembayung merah yang muncul pada celah-celah kaca, aku berdiri menghadap lembaran kalender. Menatap angka-angka merah dan hitam yang berderet, sebelum pintas rasa bersalah menenggelamkanku bersama malam datang. Aku tersenyum tipis sembari menghembuskan napas perlahan-lahan. Aku pernah menemukanmu sebagai mata angin yang selalu kuikuti kemana-pun kamu pergi. Tapi di perempatan jalan, aku mulai bingung. Dimana tempat yang seharusnya kita tuju bersama?Pamitan Vanny setengah jam lalu berubah menjadi sedikit sendu untuk hatiku. Padahal sebelumnya memang sudah terbiasa. Tidak mungkin jua dia menginap di sini, dia kan masih memiliki keluarga di rumahnya. Lalu saat Nadya melambai sembari melambai dan mengatakan "terimakasih" dengan dua mata tulusnya. Kali ini, aku tak bisa lagi lari dari sebuah pilihan. Tersakiti atau pulih, keduanya adalah hal yang menyakitkan.Musim dingin akan segera datang. Aku harus menyiapkan kaus kaki dan mantel penghantar panas. Duduk di depan api unggun se

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #84. Blank Compass

    "Benar menurut manusia itu relatif. Kamu nggak akan selalu berada di pihak yang salah, begitupun pada yang benar. Sebenarnya, benar dan salah hanya bagaimana kita memandang. Oke, yuk mulai deh curhatnya. Nadya, jadi... ada hal apa yang pengen kamu keluarkan, sayang?""Kakak bisa baca pikiranku aja nggak? Aku takut kalau aku bilang, aku dianggap terlalu berlebihan." Aku tergelak mendengarnya, namun tak seling itu aku tertawa."Hei, hei. Emangnya aku cenayang? Aneh-aneh aja ih, nih makan dulu permen!" Aku menyurukan box kecil berisikan permen kopiko padanya.Lucu sekali segannya. Dia pelan-pelan membuka permen, dan begitu mengemutnya aku tak kuasa untuk menepuk tangannya yang terjulur di depan meja. Aku hampir saja mengeluarkan kembali kata-kata lapas mataku tak sengaja melihat liontin hijau daun mentereng. Aku praktis mendongak untuk melihat wajahnya, namun wanita itu seakan-akan tak menyadarinya."Aku boleh cerita nih?" ujarnya."Boleh dong. Tenang, aman sentosa. Dua telinga kakak ter

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #83. Mayoritas Selalu Benar

    Jungkat-jungkit mencintai seorang Manuangga Orick tidak jauh-jauh dari kelakuan tebar pesona dan manis mulutnya yang kadang menyama-ratakan aku dengan para jalang di luar sana. Sejujurnya, untuk memahami sifat Orick yang begini memang sudah biasa. Aku memutuskan jatuh hati dengannya, berarti aku harus siap dengan segala yang lahir maupun datang dari dirinya. Entah Orick yang kebiasaannya tebar pesona, Orick yang ramah pada semua orang, tatakrama untuk memperlakukan wanita yang mungkin nyaris sama dengan memperlakukanku. Well, aku mengerti. Bahkan sepertinya, aku tidak harus membesarkan masalah itu. Sebab yang tulus mencintai, akan selalu punya batasan-batasan pada dirinya sendiri. Tapi tunggu ya, namanya juga masalah cemburu, aku kadang tidak kuasa menahan debar api di dada.Aku melihat Erin dan Ratu tengah bercanda gurau di lantai satu. Sementara aku bergegas naik ke lantai atas dengan Orick yang mengudang situasi semakin mencengangkan. Aku tahu, Erin dan Ratu pasti merasa takut. Tap

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #82. Ceo Menyebalkan

    "Awal kali kita bertemu itu di kampus. Saat itu, waktu gue jadi maba dan lo komdis yang buener-buenerrrrrrr... galak! Gue sampai nggak berani tatap mata lo, apalagi waktu gue lupa gue masih pakai gelang. Jujur, gue takut banget gelang itu dirampas dan nggak dibalikin lagi. Masalahnya, itu satu-satunya kenangan yang Abi kasih ke gue. Hanya dari situ gue bisa mengenang dan percaya kalau Abi akan tetap kembali. Gue udah was-was.. tapi lo cuma nasehatin gue. Dari situ gue cengo, apalagi waktu lo senyum. Semacam---anjir? Tadi pagi aja tuh muka asem banget? Kok tiba-tiba baik di belakang? Lo aslinya dua orang, kah?!"Siang menunggu sore tadi, setelah berhasil kualihkan obrolan tentang orang tua, dia berhasil membawa sekotak rindu dari masa lalu yang menggemaskan. Well, sebenci apapun aku pada kehidupan di belakang, pada akhirnya aku tidak berbohong, kalau aku tetap bersyukur bisa berada di jalan ini. Karena, tidak mungkin tanpa mereka, tidak mungkin tanpa luka-luka aku berdiri pada dunia ya

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #81. Kolase Duka

    "Bos, darimana aja?! Ini Zero ngamuk barusan!""Untung gue pergi, kalau nggak kena cakar dah." Aku tertawa kecil saat memasuki pintu rumah.Hal pertama yang aku lihat bagaimana Vanny repot menenangkan Zero yang berada di pangkuannya, sampai kucing itu melompat dan mengibaskan rambutnya di bawah. Aku tidak tahu apa yang terjadi, namun sepertinya wajah tertekan Vanny bisa menjelaskan bahwa kucing itu berulah hebat."Ada keluhan?" Aku berjalan lebih dalam dan menjatuhkan diri di ruang keluarga. Sedikit meregangkan badan. Cukup pegal berjalan di atas jalanan curam."Ya itu, kucingnya Bos." Dia mengikutiku dan berdiri di sampingku."Selain itu.""Gaada, aman.""Van, kalau lo kena pecat gimana?""Bos?" Dia tersentak. "Bos, saya ngelakuin kesalahan ya? Demi apapun, selama saya diberi kepercayaan oleh Bos saya tak pernah menyia-nyiakannya. Sebuah kehormatan bisa bekerja sama dengan Bos. Tapi Bos, kenapa saya tiba-tiba dipecat? Saya salah apa?""HAHAHA!" Aku tergelak dengan ekspresi wajahnya y

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #80. Ada Begitu Banyak Pilihan Dalam Hidup

    Aku berjalan jauh memunggungi rumah. Melewati hutan dan impian, meninggalkan pesisir kota. Memberi jarak pada kenyataan dan takdir, aku melangkah menyusuri sebuah tebing yang cukup tinggi dari permukaan. Di sini sedang cerah, matahari berada sejajar dengan tubuhku ketika berdiri di atas rerumpunan.Lingkaran pohon yang kulihat dari arah utara, berputar ke timur, ke barat, dan berakhir di selatan. Memeluk dengan tubuhnya yang agung, menjaga sisian daratan ini seperti cekungan. Menahan serangan sewaktu-waktu serangan dari luar lingkaran bisa menghancurkan kehidupan kami. Dari sini, kuperkirakan waktu matahari terbenam dan terbit akan terlihat sangat elok. Atau bianglala dunia yang membentang selepas hujan mendera. Atau barangkali saat inipun kelihatan lebih elok. Sebuah semburat biru yang perlahan-lahan diserang kilau ungu, menyatu dengan warna liontinku.Di sini, aku bisa melihat barisan pemukiman berjajar rapi. Bangunan gedung yang mencakar udara, kemacetan Jakarta, heboh nadanya bahk

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #79. Cause I'm Your Home

    Dahulu, harta, tahta, dan cintaku adalah sebuah gelar di belakang nama. Sebuah impian yang kupikir akan selalu statis, rupanya berada dalam kendali waktu. Lagi-lagi hanya berpacu pada sekelumit waktu yang akan menuntun pada hukum alam sesungguhnya. Dimanapun aku berada, kapanpun aku menjalankannya, dan tak sampai tak terhingga rasa bahagia ini; aku selalu diingatkan, bahwa dunia bukanlah pelabuhan abadi yang akan selalu harmonis.Lalu apa?Mereka hanya perlu menari dan melukis segala macam bentuk kenang untuk dituang pada kepala. Karena katanya, yang sesungguhnya, kita tak pernah dihadapkan dengan perpisahan. Semua kisah-kisah itu tetap abadi di dalam benak. Orang-orang mungkin berpikir pergi dan datang bukanlah suatu fase yang sulit. Tapi mereka lupa, bahwa kehidupan yang baru selalu mempunyai syarat. Yaitu, hilangnya segala kenangan indah itu.Aku tak perduli bagaimana tanggapan orang-orang setelah ini. Sebuah afirmasi konklusi yang telah mendapat validasi, aku hanya harus duduk sid

DMCA.com Protection Status