Share

#57. Kakak Sayang Erin

Penulis: Kanaya Aruna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kak?"

Nyawaku terasa disendat ketika suara itu memanggilku. Saat aku mengerjap, setetes air mata langsung kusembunyikan sebelum Erin menangkapku dan meledekku dengan embel-embel calon pengantin yang nelangsa.

"Hm?" dehamku singkat.

"Cieeeee mau nikah.. cieee mau buka praktek di rumah.. cieee ambil S2. Cie, cie, cie!" Dia tiba-tiba menyerang sisi perutku.

"Erin, diem! Geli!"

"Cieeeee!"

"BU, ERIN NYA NIH AH!"

"Masa mau nikah masih aduan, hahaha!"

Aku mendorong tubuhnya menjauh dariku, yang langsung tertera muka bebeknya membuatku menghela napas. "Udah gede, gausah kayak anak kecil." sambarku. Heran, sudah dewasa, bahkan sekarang dia sedang menjalani masa pkkmb, tapi tingkahnya tidak pernah sadar umur.

"Jahat! Pokoknya udah nikah ntar aku mau ngikut kakak!"

"Dih, gaboleh! Dosa!"

"Mana ada hukumnya dosa! Hukum darimana itu?!"

"Dari gue!"

"Cih, gatau diri."

"BILANG APA LO?!"

"HEHEHE, AAAAAA IBU, PADAHAL AKU BERCANDA!" kali ini giliranku menyerang dirinya. Tapi menyebalkannya Erin, dia sen
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #58. Salah Tingkah

    "KAKAK!!!""BERISIK!!""ELU LAMA BANGET ANJRIT, GUE PEGEL INI NUNGGUNYA!""YA ELU NGAPAIN NUNGGU GUE?!""MAU NIKAH KAGAK LU?!""MAU LAH!""ATAU GUE AJA YANG FOTO PREWEDNYA AMA KAK ORICK?!""GUE LINDES LU!""AW, SEREM!!"Aku menggebrak meja dandan cukup keras. Sebetulnya tidak perlu rapi-rapi amat sebab petugas sudah ada yang stay di lokasi. Tetapi, naasnya hatiku sudah ingin lompat dari tempatnya. Sedaritadi mobil camry milik Orick sudah menjantung di luar tanpa berniat dirinya hadir. Hanya Ratu dan Erin yang terus mondar-mandir bagai setrikaan di luar kamarku. Memanggilku sampai mereka kesal. Sialnya, aku saja mendadak tak berani turun. Rasanya ingin hari segera berlalu."KAK IH!!""Iya Erin, iya." Aku menghembuskan napas dengan perlahan, selaras dengan langkah yang kubawa pergi dari depan meja rias."Lama amat buset, lo ngapain aja sih di dalem? DANDAN LAGI?!" Aku praktis membekap mulut sialan itu. Sedangkan Ratu di gigirnya sudah tertawa-tawa melihat kami."Cantik banget tau, udah

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #59. Pangeran Kuda Putih Dari Kerajaan

    Sepanjang perjalanan menuju lokasi, aku betul-betul mengunci mulut dan hanya sesekali membalas pertanyaan dari Ratu. Jam menunjukan pukul 11 siang, area parkiran yang kami kunjungi hanya diisi sejumlah mobil yang mana kutahu, itu milik kru kami. Tidak ada sepeda motor, tidak ada pengunjung lain, bahkan penjaga di depan gerbang sana terlihat bosan sebab hari ini pemasukannya mungkin tak seramai sebelum direservasi.Pohon-pohon dari dalam sana terlihat batang lehernya memanjang beberapa meter. Dedaunan yang rindang begitu hijau menyiur-nyiur. Bunga-bunga kecil dari awal parkiran ini seperti dirangkai mengikuti jalanan setapak, seolah-olah dapat mengantarkan menuju dunia yang indah. Ketika sebelah kakiku turun dari dalam mobil, angin sejuk dan wangi jeruk menyeruak begitu kuat. Anak-anak rambut dari balik telingaku berterbangan.Aku tertegun sejenak, melihat batang-batang pohon merambat sampai ke pembatas pagar di belakang. Di samping indahnya siang ini, bagian berandang rumput yang leba

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #60. Jangan Kesepian

    Mimpi apa aku semalam sampai bergandengan dengan pangeran berkuda putih seperti ini. Berulang kali aku membangunkan diriku untuk tersadar, tapi rupanya aku sudah berada di daratan yang nyata dengan segaris air laut yang kontras. Berulang kali aku menarik-buang napas disaat proses pemotretan berlangsung. Mencoba untuk mengesampingkan kecamuk perasaan yang datang.Tadi di awal, aku mengira taman ini berkisar 3 hektar luas dan panjangnya. Ternyata ketika kami susuri lebih dalam, luasnya berlebih-lebih lagi. Lebar taman sampai ke belakang bagai kayangan tempat bidadari tinggal. Bermacam-macam bunga berjajar dengan sejumlah kuda lainnya yang sedang anteng makan rumput. Lalu entah dari mana asalnya, air terjun tumpah. Lalu sebundaran bebatuan di pinggirnya disinggahi banyak merpati.Entah berapa kali jepretan yang mereka dapat, pasalnya sedaritadi kami tak diam untuk terus berlalu-lalang mengitari taman. Sementara dua bocah Erin dan Ratu sama sibuknya berpose di depan sana. Sesekali aku men

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #61. Keibuan

    Sesuai permintaan dua bocah tadi pagi, bahwa pulangnya mobil ini harus berbelok ke arah pusat kota. Langit berubah sangat kontras ketika kami berpisah bersama tim kru tadi di taman. Di kawasan alun-alun ini, warna lembayung yang nyata menyentrik di atas keriuhan sandiwara klakson. Tidak ada lagi suara tentram air terjun, kicauan burung yang cantik, atau langit biru muda seperti tadi. Jakarta sore terlihat lebih menyebalkan dengan segala hingar-bingarnya.Dua kancing kemeja teratasku kubuka dan sedaritadi aku sibuk mengipasi diriku sendiri. Suhu ac yang Orick putar sudah berada di puncak, namun kadar dinginnya tak menyentuh sekalipun kulit kami. Justru pening dan bau knalpot para pengendara motor di luar menyeruak lebih besar.Pukul 5 lebih 15 menit, jalan raya dari berbagai sudut diserang bubaran para pekerja. Entah fly over yang berisikan mobil-mobil mewah, atau underpass diisi oleh sekelompok truck yang menyeramkan. Sedangkan kendaraan roda dua sibuk menyempil di sela-sela ratusan m

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #62. Belokan Di Sana dan Di Mari

    Aku mengeluarkan satu kartu debit berwarna biru pada petugas kasir. Melihat jumlah uang yang harus dibayar mencapai jutaan, aku hanya bisa terkekeh. Aku sengaja memesan bermacam makanan sebab porsi makan Orick tiga kali lipat besarnya daripada aku. Dan itu bukan masalah yang perlu dibesar-besarkan. Toh saldoku juga cukup.Tidak butuh waktu lama aku sudah kembali ke meja. Di sana, Orick sudah asik membawa topik-topik menyenangkan yang membuat Erin dan Ratu antusias ikut berbicara. Di titik ini, aku cukup bersidekap dan melebarkan daun telinga. Bersiap untuk menyimak dan menampung."Eh pas pkkmb tuh ya, pas pos to pos kan hujan. Mana pas ngelewat fakultas lain kelompok gue dibentak kating farmasi anjir, monyet emang. Terus kampretnya buku panduan yang gue bawa tuh ilang gatau kemana. Alhasil waktu orang udah diarahin masuk ruangan, gue balik lagi nyari tuh buku. Gila ujannya lagi gede banget ya, meskipun udah pake jas ujan ya tetep dingin gitu loh, mana jam 12 malem. Eh tiba-tiba gatau

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #63. Seperti Keluarga Bahagia

    Tadinya jika hanya kami berdua saja yang jalan, aku akan langsung meminta Orick mengembalikanku ke rumah. Sebal sekali melihat banyak orang yang terus-menerus menatapi calon suamiku seakan-akan aku tidak nampak jelas. Pada akhirnya aku yang sedang merajuk, aku juga yang balik khawatir takut ia pergi dan berbalik mencari wanita lain.Dari lantai bawah, menuju lantai dimana timezone dan pintu bioskop tertera berada. Cukup panjang kami manaiki eskalator. Dan cukup panjang juga kesabaranku diuji saat banyak wanita entah yang tua atau yang muda berbisik berisik sembari memandang penuh harap pada calon suamiku. Jika tidak ada Ratu dan Erin, sudah kuseret Orick ke dalam mobil. Lalu ku-kunci pintu dan peluk ia erat-erat.Sekarang contohnya, saat dia pergi membeli koin, begitu lama aku menunggu di depan mesin basket. Sementara Ratu dan Erin sudah sibuk memasuki tempat karaoke. Dan begitu aku meneliti apa yang sedang ia lakukan, dengan santainya pria itu malah bercengkrama. Ingin sekali kulempa

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #64. Kamala, Anak Kesayangan

    Tiba di penghujung hari, akhirnya puncak gemintang yang pernah kucatat dalam sebuah kertas bukan lagi sebagai catatan, melainkan sebuah tindakan. Debar demi debar yang menurun, perlahan-lahan tak kurasakan lagi apa artinya bersemu dan malu. Segalanya telah berubah lebih kontras. Lika-liku perjuangan untuk menebas badai bersama. Jatuh dan bangun untuk selalu bergandengan. Atau halai-balai kehidupan yang rusak, berubah menjadi pulih. Di titik ini, aku lebih pantas berbahagia. Memandangi langit yang bersemu lebih ungu daripada biru.Semalaman, Kamala, Jeanne, dan Bella totalitas menemani tidurku dengan dongeng-dongeng indah yang mereka bawa. Tentang puteri dan pangeran di sebuah kerajaan yang berbeda kasta. Jatuh cinta terhalang restu. Tentang perjuangan-perjuangan Romeo untuk mempersunting Juliet. Tentang pertemuan-pertemuan tak sengaja yang membuatnya malu-malu. Dan entah darimana sumber dongeng itu tercatat, aku tidak perduli dan semakin tertarik mendengar racauannya."Menurut lo, bah

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #65. Wedding Dress

    Karena tim wo kami tidak menyediakan penginapan di dekat gedung pernikahannya, alhasil aku dan keluarga harus lebih awal berangkat dari rumah ke tempat tujuan. Sebetulnya tidak terlalu masalah, toh gedung yang mereka reservasi memang tidak menyediakan kamar. Jarak dari rumah ke tempatnya pun tidak terlalu lama. Tapi tetap saja, pukul 5 subuh kami semua sudah rusuh untuk mendatangi lokasi dan melakukan gladi.Sedari awal mobil yang aku tumpangi memasuki jalanan gedung, keadaan sekitar sudah banyak digerumbungi manusia berpakaian rapi yang sedang mengatur dekorasi. Entah para petugas kebersihan yang sibuk menyapu guguran daun, penjaga parkir yang telah menyambut kami begitu ramah, atau tim wo yang sedang bercengkrama sembari merokok di luar teras. Dan bertepatan aku keluar, entah apa esensinya tiba-tiba mereka bertepuk tangan. Apalagi Si bocah kameraman itu, sambil cengar-cengir menggodaku."Kiw, kiw, kawin kawin!" dengan gigi tonggosnya amat berani menyeletuk itu. Aku mengacungkan jari

Bab terbaru

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #87. Pertanda Hujan

    Dari belakang rumah pindah ke atas lantai dua, dimana Erin sudah selonjoran di atas kasurnya. Sedangkan aku berdiri di depan teras balkon dan melihat sambaran petir dari kota seberang. Gemuruh yang saling bersahutan di sana menandakan sebentar lagi hujan akan datang. Aku tersenyum kecut melihat panorama tersebut. Terlampau banyak kisah yang perlu kuulas, sampai dimana aku sadar, aku tak bisa mengabulkan seluruhnya.Jika aku diperkenankan membawa satu hal untuk tetap berada di sampingku, aku ingin membawa kenangan itu kekal dalam kepalaku. Sampai nantinya aku bertemu lagi orang-orang baik seperti mereka, lepas kubalas dengan sekotak warna yang lebih indah dan membahagiakan daripada ini. Tapi untuk berdiri, aku juga memiliki aturan yang tak bisa sembarang kusanggah.Meluapnya suhu dari lapisan atmosfer, meningkatkan kadar dingin menjadi campur aduk. Dua tanganku terangkat untuk memeluk diriku dan mengusapnya mandiri. Aku benci ketika bau tanah sudah menyeruak dan rintik-rintik sedu dari

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #86. Biru Langit Menyakitkan

    "ERIN!!""Astagfirullah, dateng-dateng bukannya salam!""YHA, ERIN!!""APAAN SEH BUSET? RAME BENER LU BARU DATENG JUGA!!"Aku tak menggubris bapak dan Ibu yang terkejut-kejut di ruang tamu. Hal pertama ketika kakiku berpijak di dalam rumah yang berbeda, kulaungkan suara itu hingga oknum bernama Erin turun terburu-buru dari lantai dua. Dan setelah oknumnya berdiri tegak di hadapanku, ku lempar kresek pizza padanya."Belikan banget lo udah gede juga." Aku mencebik. Barulah setelah itu pandanganku berkelok pada ibu dan bapak. Kuserahkan kresek polos berisikan martabak dan bubur kacang."Nggak bareng Orick?" Bapak celingukan ke belakangku. Mungkin dia pikir aku datang bersama Orick, padahal tidak."Nggak, dia juga lagi mampir ke rumahnya. Yaudah aku juga kesini, di rumah gaada siapa-siapa." tukasku, kemudian ikut bergabung duduk. Sedangkan di sisi lain, Erin malah kocar-kacir entah kemana, menjauhi kami."HEH, ERIN! MAU KEMANA? MAKAN BARENG-BARENG JANGAN LO HABISIN SENDIRI!""NYENYENYE!"

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #85. Lembayung Terakhir

    Di antara lembayung merah yang muncul pada celah-celah kaca, aku berdiri menghadap lembaran kalender. Menatap angka-angka merah dan hitam yang berderet, sebelum pintas rasa bersalah menenggelamkanku bersama malam datang. Aku tersenyum tipis sembari menghembuskan napas perlahan-lahan. Aku pernah menemukanmu sebagai mata angin yang selalu kuikuti kemana-pun kamu pergi. Tapi di perempatan jalan, aku mulai bingung. Dimana tempat yang seharusnya kita tuju bersama?Pamitan Vanny setengah jam lalu berubah menjadi sedikit sendu untuk hatiku. Padahal sebelumnya memang sudah terbiasa. Tidak mungkin jua dia menginap di sini, dia kan masih memiliki keluarga di rumahnya. Lalu saat Nadya melambai sembari melambai dan mengatakan "terimakasih" dengan dua mata tulusnya. Kali ini, aku tak bisa lagi lari dari sebuah pilihan. Tersakiti atau pulih, keduanya adalah hal yang menyakitkan.Musim dingin akan segera datang. Aku harus menyiapkan kaus kaki dan mantel penghantar panas. Duduk di depan api unggun se

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #84. Blank Compass

    "Benar menurut manusia itu relatif. Kamu nggak akan selalu berada di pihak yang salah, begitupun pada yang benar. Sebenarnya, benar dan salah hanya bagaimana kita memandang. Oke, yuk mulai deh curhatnya. Nadya, jadi... ada hal apa yang pengen kamu keluarkan, sayang?""Kakak bisa baca pikiranku aja nggak? Aku takut kalau aku bilang, aku dianggap terlalu berlebihan." Aku tergelak mendengarnya, namun tak seling itu aku tertawa."Hei, hei. Emangnya aku cenayang? Aneh-aneh aja ih, nih makan dulu permen!" Aku menyurukan box kecil berisikan permen kopiko padanya.Lucu sekali segannya. Dia pelan-pelan membuka permen, dan begitu mengemutnya aku tak kuasa untuk menepuk tangannya yang terjulur di depan meja. Aku hampir saja mengeluarkan kembali kata-kata lapas mataku tak sengaja melihat liontin hijau daun mentereng. Aku praktis mendongak untuk melihat wajahnya, namun wanita itu seakan-akan tak menyadarinya."Aku boleh cerita nih?" ujarnya."Boleh dong. Tenang, aman sentosa. Dua telinga kakak ter

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #83. Mayoritas Selalu Benar

    Jungkat-jungkit mencintai seorang Manuangga Orick tidak jauh-jauh dari kelakuan tebar pesona dan manis mulutnya yang kadang menyama-ratakan aku dengan para jalang di luar sana. Sejujurnya, untuk memahami sifat Orick yang begini memang sudah biasa. Aku memutuskan jatuh hati dengannya, berarti aku harus siap dengan segala yang lahir maupun datang dari dirinya. Entah Orick yang kebiasaannya tebar pesona, Orick yang ramah pada semua orang, tatakrama untuk memperlakukan wanita yang mungkin nyaris sama dengan memperlakukanku. Well, aku mengerti. Bahkan sepertinya, aku tidak harus membesarkan masalah itu. Sebab yang tulus mencintai, akan selalu punya batasan-batasan pada dirinya sendiri. Tapi tunggu ya, namanya juga masalah cemburu, aku kadang tidak kuasa menahan debar api di dada.Aku melihat Erin dan Ratu tengah bercanda gurau di lantai satu. Sementara aku bergegas naik ke lantai atas dengan Orick yang mengudang situasi semakin mencengangkan. Aku tahu, Erin dan Ratu pasti merasa takut. Tap

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #82. Ceo Menyebalkan

    "Awal kali kita bertemu itu di kampus. Saat itu, waktu gue jadi maba dan lo komdis yang buener-buenerrrrrrr... galak! Gue sampai nggak berani tatap mata lo, apalagi waktu gue lupa gue masih pakai gelang. Jujur, gue takut banget gelang itu dirampas dan nggak dibalikin lagi. Masalahnya, itu satu-satunya kenangan yang Abi kasih ke gue. Hanya dari situ gue bisa mengenang dan percaya kalau Abi akan tetap kembali. Gue udah was-was.. tapi lo cuma nasehatin gue. Dari situ gue cengo, apalagi waktu lo senyum. Semacam---anjir? Tadi pagi aja tuh muka asem banget? Kok tiba-tiba baik di belakang? Lo aslinya dua orang, kah?!"Siang menunggu sore tadi, setelah berhasil kualihkan obrolan tentang orang tua, dia berhasil membawa sekotak rindu dari masa lalu yang menggemaskan. Well, sebenci apapun aku pada kehidupan di belakang, pada akhirnya aku tidak berbohong, kalau aku tetap bersyukur bisa berada di jalan ini. Karena, tidak mungkin tanpa mereka, tidak mungkin tanpa luka-luka aku berdiri pada dunia ya

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #81. Kolase Duka

    "Bos, darimana aja?! Ini Zero ngamuk barusan!""Untung gue pergi, kalau nggak kena cakar dah." Aku tertawa kecil saat memasuki pintu rumah.Hal pertama yang aku lihat bagaimana Vanny repot menenangkan Zero yang berada di pangkuannya, sampai kucing itu melompat dan mengibaskan rambutnya di bawah. Aku tidak tahu apa yang terjadi, namun sepertinya wajah tertekan Vanny bisa menjelaskan bahwa kucing itu berulah hebat."Ada keluhan?" Aku berjalan lebih dalam dan menjatuhkan diri di ruang keluarga. Sedikit meregangkan badan. Cukup pegal berjalan di atas jalanan curam."Ya itu, kucingnya Bos." Dia mengikutiku dan berdiri di sampingku."Selain itu.""Gaada, aman.""Van, kalau lo kena pecat gimana?""Bos?" Dia tersentak. "Bos, saya ngelakuin kesalahan ya? Demi apapun, selama saya diberi kepercayaan oleh Bos saya tak pernah menyia-nyiakannya. Sebuah kehormatan bisa bekerja sama dengan Bos. Tapi Bos, kenapa saya tiba-tiba dipecat? Saya salah apa?""HAHAHA!" Aku tergelak dengan ekspresi wajahnya y

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #80. Ada Begitu Banyak Pilihan Dalam Hidup

    Aku berjalan jauh memunggungi rumah. Melewati hutan dan impian, meninggalkan pesisir kota. Memberi jarak pada kenyataan dan takdir, aku melangkah menyusuri sebuah tebing yang cukup tinggi dari permukaan. Di sini sedang cerah, matahari berada sejajar dengan tubuhku ketika berdiri di atas rerumpunan.Lingkaran pohon yang kulihat dari arah utara, berputar ke timur, ke barat, dan berakhir di selatan. Memeluk dengan tubuhnya yang agung, menjaga sisian daratan ini seperti cekungan. Menahan serangan sewaktu-waktu serangan dari luar lingkaran bisa menghancurkan kehidupan kami. Dari sini, kuperkirakan waktu matahari terbenam dan terbit akan terlihat sangat elok. Atau bianglala dunia yang membentang selepas hujan mendera. Atau barangkali saat inipun kelihatan lebih elok. Sebuah semburat biru yang perlahan-lahan diserang kilau ungu, menyatu dengan warna liontinku.Di sini, aku bisa melihat barisan pemukiman berjajar rapi. Bangunan gedung yang mencakar udara, kemacetan Jakarta, heboh nadanya bahk

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #79. Cause I'm Your Home

    Dahulu, harta, tahta, dan cintaku adalah sebuah gelar di belakang nama. Sebuah impian yang kupikir akan selalu statis, rupanya berada dalam kendali waktu. Lagi-lagi hanya berpacu pada sekelumit waktu yang akan menuntun pada hukum alam sesungguhnya. Dimanapun aku berada, kapanpun aku menjalankannya, dan tak sampai tak terhingga rasa bahagia ini; aku selalu diingatkan, bahwa dunia bukanlah pelabuhan abadi yang akan selalu harmonis.Lalu apa?Mereka hanya perlu menari dan melukis segala macam bentuk kenang untuk dituang pada kepala. Karena katanya, yang sesungguhnya, kita tak pernah dihadapkan dengan perpisahan. Semua kisah-kisah itu tetap abadi di dalam benak. Orang-orang mungkin berpikir pergi dan datang bukanlah suatu fase yang sulit. Tapi mereka lupa, bahwa kehidupan yang baru selalu mempunyai syarat. Yaitu, hilangnya segala kenangan indah itu.Aku tak perduli bagaimana tanggapan orang-orang setelah ini. Sebuah afirmasi konklusi yang telah mendapat validasi, aku hanya harus duduk sid

DMCA.com Protection Status