Beranda / Romansa / I Love You, Pak! Tapi Aku Takut... / Chapter 3 - Berhadapan dengan Masa Lalu

Share

Chapter 3 - Berhadapan dengan Masa Lalu

Penulis: Jnxdoe
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-07 11:29:56

= Menara TJ Corp. Kota J. Hari Senin =

Kejadian minggu kemarin seolah mimpi bagi Ema, saat ia menghadapi kenyataannya di awal minggu.

"Selamat pagi, An."

Tubuh Ema menegak kaku. Wajahnya kaku. Ekspresinya kaku, tapi tampak senyuman profesional di bibirnya. Salah satu tangannya terulur ke depan dan ia menjabat tegas tangan pria itu.

"Selamat pagi, pak Aditya. Selamat bergabung dengan keluarga TJ Corp."

Sapaan formal tapi sangat ramah itu tampak membuat Adit sedikit terkejut, dan ia tersenyum canggung.

"Ya. Ya. Terima kasih juga telah membantu proses rekrutmen saya hingga lancar semuanya."

Melepas genggamannya, kepala Ema sedikit meneleng dan ia kembali tersenyum simpul.

"Saya hanya menjalankan instruksi dari manajemen."

Sebelum Adit dapat menjawab, tatapan Ema terarah pada bawahannya yang berada di samping pria itu.

"Sudah dikenalkan ke departemen lainnya, Ayu? Ke para direksi barangkali?"

"Iya bu. Saya baru mau mengajak pak Adit keliling sekarang. Pak Ilyas juga sepertinya baru datang bu."

Kepala Ema mengangguk. "Kalau begitu, mungkin ke pak Ilyas saja dulu. Biasanya beliau banyak meeting di pagi hari atau keluar untuk meninjau lapangan."

"Baik bu. Mari pak Adit. Kita ke ruangan pak Ilyas dulu."

Tanpa menatap pria itu lagi, Ema kembali duduk dan mengambil salah satu berkas di atas mejanya. Wanita itu sadar tatapan Adit yang masih ingin mengobrol dengannya, tapi sengaja tidak mengacuhkannya.

Membuka berkas di tangannya, tampak beberapa salinan dokumen terkait dengan karyawan yang baru join hari ini. Terlihat ada tulisan tangan di salah satu sudutnya.

'Harus diproses. Anak pejabat perpajakan. Case khusus.'

Meletakkan berkas itu ke meja, salah satu tangan Ema mengusap pelipisnya. Sepertinya, ia kembali harus berhadapan dengan masa lalunya. Apa ia harus mengulangi lagi kejadian dulu seperti kaset rusak?

Siangnya, suara telepon di atas meja memutus perhatian Ema yang sedang fokus di laptop-nya.

"Halo?"

"Em? Bisa ke ruanganku sebentar?"

Menatap gagang telepon, kening wanita itu berkerut. Suara serak itu sangat familiar di telinganya.

Pak Ilyas?

"Em?"

"Sekarang pak?"

"Kalau bisa sekarang lebih baik. Aku tunggu ya."

"Baik pak."

Menutup panggilan itu, alis wanita itu masih mengerut. Tidak pernah Ilyas meneleponnya langsung seperti ini. Jabatan pria itu lebih tinggi beberapa tingkat darinya, dan biasanya pria itu akan meminta sekretaris atau bawahannya untuk menyampaikan pesannya. Tidak dengan telepon seperti ini.

Menutup laptop-nya, Ema berjalan pelan menelusuri kubikal-kubikal dan sampai di depan lift. Ia baru saja akan menekan tombolnya, saat terdengar sapaan dari arah belakang.

"An! Kebetulan!"

Menutup matanya erat, wanita itu menghitung dalam hati sebelum ia berbalik dengan senyuman sempurna di wajahnya. Matanya tampak cerah dan bersahabat.

"Pak Adit. Selamat siang."

Senyuman Adit melebar, memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rata. Jari pria tampan itu menekan tombol yang mengarah ke bawah.

"Kamu mau makan siang kan? Makan di mana? Aku masih belum familiar dengan lingkungan sini."

Dengan tenang, Ema menekan tombol yang mengarah ke atas.

"Saya harus menemui seseorang dulu. Mungkin Anda bisa mengajak karyawan lain pak."

Perkataan formal wanita itu membuat alis Adit berkerut. Ekspresi tidak suka mulai muncul di wajahnya.

"Andie. Aku tahu kalau kamu mau bersikap profesional tapi ayolah, hanya ada kita berdua di sini. Kita sudah saling mengenal lama. Jangan terlalu kaku begitu."

Pintu lift terbuka dan tidak ada orang di dalamnya. Tanda panah menunjukkan ke arah atas.

"Saya duluan pak."

Pintu hampir saja tertutup saat Adit tiba-tiba saja menahannya dan ikut masuk ke dalam lift.

Pria itu menatap tajam Ema dengan ekspresi menantang.

"Kamu bohong kan mau ketemu orang dulu? Aku tahu kamu menghindar dari aku, An."

Tanpa menatap pria itu, Ema menekan tombol yang menunjukkan lantai tertinggi di gedung itu.

"Lantai 56? Ngapain ke sana? Bukannya di sana cuman ada ruangan Ilyas dan beberapa direksi lainnya?"

"Saya akan ketemu dengan pak Ilyas."

Sejenak, pria itu terdiam dan kemudian menatap tidak suka ke arah Ema.

"Jangan bohong, An! Urusan apa Ilyas ketemu kamu? Jabatan dia terlalu tinggi buat ketemu kamu!"

Kening Ema berkerut dan akhirnya, ia pun menatap pria di depannya ini.

"Apa maksud jabatannya terlalu tinggi? Memangnya pak Adit pikir saya tidak pantas ketemu pak Ilyas?"

D*da pria itu tampak kembang kempis saat menatap Ema. Kedua tangannya mengepal.

"Andie. Tolong jangan seperti ini. Aku tahu kamu cuman lulusan D3. Tidak mungkin orang seperti Ilyas-"

Salah satu telapak tangan Ema terbuka dan terarah ke Adit.

"Wow. Tunggu. Stop dulu. Anda pikir, jabatan saya apa?"

Helaan nafas yang berat terdengar dari mulut lelaki di depannya.

"Bukannya aku merendahkan pendidikanmu, An. Tapi aku yakin kamu hanya supervisor di sini. Kalau tidak, pasti kamu yang akan menginterview atau mengetesku saat itu. Jadi asumsiku tidak salah mengira kamu itu cuman supervisor. Lagipula, jadi supervisor itu tidak buruk kok. Hanya saja-"

Tidak tahan lagi, Ema menyergah perkataan pria itu dengan suara kasar.

"Stop! Anda sudah keterlaluan pak Adit! Kalau Anda mau tahu, saya yang TIDAK MAU memproses Anda. Saya yang minta BAWAHAN saya melakukannya. Untuk apa saya menginterview Anda, kalau semua hanya FORMALITAS? Anda harus tahu, Anda ini masuk lewat jalur belakang! Seperti saya bilang pagi tadi, saya hanya menjalankan instruksi manajemen tapi bukan berarti, saya tidak punya kapasitas merekrut orang!"

Penjelasan itu membuat Adit terpana. Pria itu belum bisa berkata-kata saat bel berdenting, menandakan lift telah sampai di lantai yang dituju.

"Jabatan saya mungkin tidak setinggi pak Ilyas atau pun Anda, tapi bukan berarti martabat saya lebih rendah dari kalian berdua! Saya harap, ini terakhir kalinya Anda menghina saya pak Aditya! Dan jangan hubungi saya kalau bukan urusan pekerjaan!"

Pintu lift yang terbuka, perlahan memperlihatkan pemandangan di baliknya. Dan tanpa diinginkannya, raut Ema memucat pias saat ia memandang orang di depannya. Sangat tahu, kalau kata-kata kasarnya barusan dapat didengar jelas dari balik pintu.

"Pak... Ilyas...?"

Sosok pria tinggi itu tampak tegak dan menjulang. Kedua tangan di kantong celananya.

"Andromeda."

Kepala pria itu sedikit meneleng saat menatap lelaki lain di depannya. Senyuman kecil terukir di bibirnya.

"Aditya?"

Bab terkait

  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 4 - Magnet

    "Aditya? Ada keperluan apa di lantai ini?"Pria yang menjabat sebagai Direktur Operasional itu memandang bertanya pada Adit yang terlihat gugup."Se- Selamat siang pak Ilyas. Sa- Saya... Kebetulan kami bertemu di lift pak."Bola mata Ilyas bergantian menatap Ema dan Adit. Salah satu jarinya menunjuk kedua orang di depannya."Kalian berdua saling mengenal?"Tersenyum kikuk, Adit keluar dari lift dan menatap Ema yang mengikuti di sampingnya."Eh, ya. Kebetulan saya sudah mengenal Andie cukup lama pak. Tapi sudah lama kami tidak bertemu."Alis Ilyas yang tebal terangkat tinggi dan pria itu meletakkan satu tangan di dagunya. "Oh?"Senyuman Ema terasa kaku di bibirnya. "Kami saling mengenal saat jaman kuliah dulu pak Ilyas."Memasukkan kembali kedua tangannya ke saku celana, kepala Ilyas mengangguk kecil. Ia kembali menatap Adit masih sambil tersenyum simpul."Kalau begitu, semoga Andromeda bisa membantumu cepat adaptasi di perusahaan ini, Aditya."Senyuman Adit tampak gembira. "Ya, pak Il

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 5 - Luka yang Tak Berdarah

    Pemandangan mengejutkan itu membuat Ema refleks berdiri dari duduknya. Tampak si wanita yang baru datang itu masih bergelayutan di leher Ilyas. Pria itu menghindar saat wanita itu berusaha mencium bibirnya dengan menjauhkan tubuh mereka sepanjang lengannya."Stop, Di!"Wajah Ilyas terlihat sedikit merah dan ekspresinya jengkel. Pria itu mengusap pipinya kasar dan semakin kesal saat menemukan jejak lipstik di sana. Ia baru saja akan ke mejanya saat sadar masih ada Ema di sana. Mata mereka terkunci beberapa saat."Sebaiknya mungkin saya pergi sekarang pak."Menarik tisu dari mejanya, pria itu mengangguk sambil menyeka pipinya. Bibirnya tersenyum kecil."Saya akan memanggilmu lagi. Pembicaraan kita tadi belum selesai."Berusaha bersikap profesional, Ema mengangguk. Dan setelah tersenyum singkat pada wanita baru itu, ia pun langsung keluar dari ruangan Ilyas.Saat menekan tombol lift, kepala Ema menoleh ke ruangan Ilyas yang tertutup. Kepalanya dipenuhi berbagai pertanyaan, tapi akhirny

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 6 - Luka yang Berdarah

    Tampak kedua pasang mata menatap kepergian mobil sedan di depan mereka. Selama beberapa detik, tidak ada yang bicara sampai terdengar suara serak Ilyas memecah kesunyian di basement itu. "Kamu yakin sudah tidak apa-apa?" "Ya pak. Saya sudah tidak apa-apa." Rahang Ilyas mengeras, menatap wanita di depannya yang masih menunduk. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana panjangnya. Terdengar hembusan nafas yang keras dari cuping hidung pria itu. "Kenapa ya, kok rasanya aku tidak percaya ceritamu tadi? Kamu yakin tadi hanya ketakutan karena salah mengira Adit penjahat? Kamu tidak bohong?" Mata Ema mengedip cepat tapi tetap menunduk. Ia akan sulit bersilat lidah kalau menatap langsung lelaki di depannya, yang seperti sedang menginterogasinya. "Saya tidak bohong pak. Tadi saya akan ke mobil saat mendengar suara langkah orang. Saya panik. Itu saja." "Kamu yakin?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 7 - Alasan & Kesimpulan

    Dalam ruangan Herman, tampak Ilyas duduk nyaman di kursi di depan rekan kerjanya itu. Dengan santai, pria itu melemparkan sebuah map berisi beberapa berkas ke atas meja."Apa ini?""Kau lihat saja sendiri."Kening Herman berkerut saat ia menelusuri cepat berkas di tangannya. Setelahnya, ia menatap Ilyas."P*lecehan? Salah satu karyawan kita?"Kepala Ilyas meneleng dan ia menyangga dagunya dengan satu tangan. Tatapannya mengarah ke arah lain."Anak baru join kemarin. Aditya Prabukusuma. Kau pasti mengenal yang satunya. Andromeda. Bawahanmu."Tampak Herman sulit menelan. Ia kembali menatap berkas di tangannya."Kau yakin? Sepertinya, wajahnya tidak mirip Aditya."Mata Ilyas menatap tajam Herman. "Aku saksinya."Dua rekan kerja itu bertatapan sebentar, sampai Herman menghela nafasnya berat. Pria itu menutup berkas."Ilyas. Masalah Aditya ini-""Dia punya backing siapa? Kenapa kau

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-31
  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 8 - Suka atau Tidak Suka?

    = Kantor TJ Corp. Di salah satu ruangan meeting. Hari Jumat =Pertemuan itu sudah berlangsung selama 20 menit, tapi pikiran Ilyas melayang ke mana-mana.Pria itu menatap lelaki di depannya yang sedang mempresentasikan rencana kerjanya 2 tahun ke dapan. Beberapa orang menunjukkan tampang puas dan menganggukkan kepala. Tanya jawab pun berlangsung lancar dan tidak ada kendala, sampai tatapan Adit berserobok dengan matanya sendiri."Pak Ilyas. Untuk menunjang kelancaran rencana kerja ini, dukungan dari tim Anda sangat kami perlukan. Dengan adanya aplikasi mobile yang lebih representatif, tentunya user akan mendapatkan experience yang berbeda. Mereka bisa langsung melakukan pembelian aset investasi tanpa harus mengunduh aplikasi lain. Dalam satu aplikasi, semua kebutuhan mereka sudah terpenuhi dengan sempurna."Perkataan itu belum direspon Ilyas. Pria itu malah menatap Adit lebih intens dan tanpa sadar, tangannya mengepal kencang di atas meja sampai bu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 9 - Aku Butuh Bantuanmu

    = Bioskop A. Jam 07.00 malam =Kaki bersepatu pantofel itu mengetuk-ngetuk lantai tidak sabar. Beberapa kali pria itu menatap ke pintu kaca yang terdengar membuka, dan harus merasa kecewa setiap kalinya.Menatap ke arah jam tangannya, Ilyas mend*sah pelan. Sepertinya tiket ini harus dia buang.Kepalanya masih menunduk saat matanya menangkap sepasang sepatu kets yang berhenti di depannya. Pria itu menengadahkan kepalanya dengan gembira."Ema. Kamu datang?"Raut pria itu yang ceria membuat Ema tertegun sebentar. Wanita itu akhirnya mengangguk."Saya sudah janji akan datang."Pria itu berdiri. Tubuhnya yang tinggi menjulang di depan Ema yang hanya sebatas dagunya."Kamu tidak bawa mobil, kan?"Kening wanita itu sedikit berkerut, tapi ia lagi-lagi mengangguk."Ya. Kebetulan mobil saya di bengkel. Saya pakai taksi ke sini."Salah satu tangan Ilyas terangkat dan menunjukkan dua lembar tiket

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 10 - Pertengkaran Pertama

    = Beberapa hari kemudian. Kantor TJ Corp. Ruangan Ilyas. Sore hari ="Ini sudah beberapa hari, Em. Kamu sudah ambil keputusan?"Wanita yang duduk di sofa itu perlahan menggeleng. Kepalanya menunduk, tidak berani menatap pria yang duduk di sebelahnya."Maaf, pak. Tapi sepertinya saya tidak bisa membantu.""Kalau ini masalah kompensasi...""Ini tidak ada hubungannya pak. Saya hanya tidak bisa memenuhi permintaan bapak kemarin."Selama beberapa menit tidak ada yang bicara. Ruangan kerja itu hening sekali.Merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Ema hampir berdiri saat tangannya ditarik kembali."Tunggu dulu, Em. Tunggu sebentar."Ema ingin menarik tangannya tapi ditahan Ilyas yang sedikit mencengkeramnya. Tampang pria itu gusar."Pak...""Tunggu sebentar, Em! Tunggu. Biarkan aku berfikir."Nada Ilyas yang sedikit tajam membuat Ema terdiam. Pria itu terlihat berfik

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 11 - Serigala Berbulu Domba

    "Bu An?""Ya?"Ragu-ragu, Ayu duduk di depan atasannya itu. "Ibu tidak apa-apa? Sudah beberapa hari ini ibu kelihatan tidak sehat. Tidak mau cuti saja, bu?"Memaksakan senyuman di wajahnya yang pucat, Ema menggeleng."Saya baik-baik saja, Yu. Hanya kurang tidur dan minum vitamin. Itu saja.""Tapi-"Deringan telepon di meja Ema membuat wanita itu sigap mengangkatnya."Halo?"Perkataan seseorang di seberang, membuat wajah pucat Ema semakin memutih."Baik. Saya akan segera ke sana."Menutup telepon, sedikit panik wanita itu menoleh pada bawahannya."Ayu. Segera print kebutuhan MPP bagian Marketing dan pemenuhannya selama 6 bulan ini. Sekarang!"Tidak sampai 10 menit, wanita itu telah berdiri di depan salah satu ruangan meeting dan mengetuk pintunya."Masuk."Suara serak yang teredam itu membuat Ema memejamkan matanya sebentar. Kejadian itu sudah bebera

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-04

Bab terbaru

  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   EPILOG 3 - Red Thread of Fate

    = Sekitar enam tahun kemudian. Kantor TJ Corp. Kota J, Indonesia = "Selamat bergabung, Andie. Saya senang banget kau akhirnya join ke sini." "Terima kasih, bu Anita. Semoga saya bisa berkontribusi di sini." Dua orang itu saling berjabat tangan akrab. Dengan cepat, karyawan baru itu diberikan tugas-tugas yang harus dikuasainya dalam waktu singkat. Dan seperti harapan sang atasan, bawahannya itu ternyata dapat memenuhi ekspektasinya dengan sempurna. Hanya dalam waktu 6 bulan, Ema pun sudah dipercaya untuk memegang beberapa tugas penting dan mendapat promosi sebagai Assistant Manager. Hari ini adalah hari pertama Ema akhirnya dapat bertemu dengan para direksi langsung. Biasanya ia hanya akan meeting dengan para Manager departemen. Tapi hari ini, atasannya membawanya serta dalam rapat terkait dengan rekrutmen MT di tahun itu. Wanita muda itu menelan ludah dan jantungnya berdebar penu

  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   EPILOG 2 - Redemption

    "Akhirnya kau jadi juga pergi, Hag. Kali ini kau mau kemana?" Pria tinggi itu tidak menjawab dan hanya meneruskan membereskan barang-barang di tas ranselnya. Lelaki itu jauh lebih kurus dibanding beberapa bulan lalu. Tampak kedua pria lain yang sedang berdiri itu saling memandang penuh arti. "Hag? Kau yakin akan pergi sekarang? Kau ini baru keluar dari rumah sakit beberapa hari lalu, man." Memasukkan beberapa surat penting dalam dompet khusus, Ilyas menjawab datar, "Aku sudah beli tiket." "Hagen..." Mencantolkan ranselnya ke salah satu bahu, Ilyas menepuk bahu Stanley tanpa menatapnya. "Kunci pintunya waktu kalian pergi. Titip di Oma. Aku akan kembali satu bulan lagi." Tidak mengatakan apapun lagi, pria itu keluar dari apartemen, meninggalkan dua rekannya yang mematung di sana. Tampak kedua lelaki itu saling memandang

  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   EPILOG 1 - Scattered Dreams

    = Flashback hampir 13 tahun lalu. Rumah utama keluarga Tjakradiningrat. Kota B. Jerman = "Dasar kau J*LANGGG!!" Tampak tangan berotot itu menjambak rambut panjang seorang wanita dan menyeretnya ke lantai. Pria itu hampir saja mencekik leher yang rapuh itu saat tangan lain mencengkeram dan menahannya. "Kak!! Sadar kak! Jangan!!" "Kau...!" Menggeram, Ilyas memberikan tonjokan mematikan ke wajah sepupunya yang tampan. Tampak Bimo tidak sempat mengelak dan pria itu terjengkang ke belakang. Melihat kesempatan, Yasmin merangkak di lantai dan menyambar sisa pakaiannya. Terburu-buru, wanita itu segera kabur dari kamar tidur itu, meninggalkan hasil perbuatannya dengan tidak bertanggungjawab. Dua bersaudara itu masih saling bergulat di lantai, sampai cukup banyak orang datang ke sana dan berusaha melerai mereka. Butuh sekitar lima orang pria dewasa

  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 62 - Kenangan & Nostalgia

    "Kenapa Bjorn? Kamu mau pipis?" Kepala mungil itu mengangguk-angguk. Satu tangan yang memegang Ilyas tampak menarik-nariknya. Saat ini, Ilyas dan Ema lebih banyak menggunakan bahasa Jerman ke anak mereka. Nanti perlahan, mereka bersepakat mengajarkan bahasa Indonesia dan juga Inggris agar Bjorn lebih siap saat bersekolah. Memangku anaknya, Ilyas menepuk bahu isterinya yang sedang berdiri di depannya. "Em. Aku mau bawa Bo ke toilet sebentar. Kamu ga apa-apa ngantri sendirian sebentar?" "No problem, pak. Nanti kita ketemuan saja di tempat biasa." "Oke." Keduanya melambai dan Ema kembali konsentrasi melihat layar di depannya. Ia memilih tiga tempat duduk dan tersenyum sendiri. Dirinya bernostalgia ke peristiwa beberapa tahun lalu. "Silahkan kak." Tampak seorang petugas menyerahkan tiket ke tangan wanita itu.

  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 61 - Prioritas dalam Hidup

    Mengusap ranjang di sampingnya yang terasa dingin, mata Ema perlahan membuka dan ia pun bangkit dari tidurnya dan menatap sekelilingnya. Kamar itu terasa kosong. Merapatkan jubah tidurnya, ia pun turun dari ranjang dan segera ke kamar lain di apartemen itu. Tampak pintu kamar itu tertutup rapat dan dengan hati-hati, Ema membukanya. Pemandangan di depannya membuat wajah wanita itu yang tadinya cemas, perlahan rileks. Ia tersenyum. Di tempat tidur, Ilyas sedang memeluk anaknya. Pria berjubah tidur itu meringkuk di samping Bjorn, dan satu tangannya di perut balita itu. Tampak Bjorn sudah bangun dan menggeliat gemas melihat ibunya di pintu. "Mam-mam!" "Sayang..." Perlahan, Ema mengangkat anaknya dan mengecup dahinya. Jari-jari gemuk Bjorn menunjuk tempat tidur dan anak itu terkekeh gembira. "Pap-pap tidur!"

  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 60 - Permainan Antar Suami-Isteri

    Bola mata itu masih mengikuti mobil hitam itu sampai menghilang dari pandangan. Barulah setelahnya, kaki pria itu melangkah keluar dari persembunyiannya. Ia berhenti di satu makam yang baru ditinggalkan tadi. Wajah pria itu terlihat shock saat menatap ke bawah. Tampak karangan bunga segar tergeletak di sana. "Ilyas... dengan Andie...?" Ingatan Adit dengan cepat berkelana dari satu kenangan ke kenangan lainnya. Akhirnya pertanyaannya selama ini terjawab. Kenapa ia merasa Ilyas tidak pernah menyukainya. Kenapa pria itu seolah sering mencari masalah dengannya. Dan kenapa, mantan atasannya itu dulu seperti sangat melindungi wanita itu. Ketika semua keheranannya itu terjawab, Adit menengadahkan kepala dan menghembuskan nafas keras. Perasaan di d*danya dipenuhi dengan kemarahan yang amat sangat. "S*alan orang itu! Jadi selama ini, dia cari masalah dan memecatku karena Andie? Hanya kare

  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 59 - Layar yang Mulai Menutup

    = Sekitar dua tahun kemudian. Kota B. Indonesia = Tampak seorang pria sedang bermain dengan anak perempuan di teras depan sebuah rumah sederhana. Wajah pria itu terlihat gembira dan bahagia saat memeluk balita itu. Bola matanya bergerak-gerak mengikuti balita yang baru belajar jalan tersebut dan saat anak itu hampir jatuh, lelaki itu dengan sigap memeluknya. "Ups. Hati-hati, Nana..." Anak itu hanya tertawa, memperlihatkan gusinya yang masih ompong. Melihat itu, sang pria itu hanya tertawa geli dan memeluk anak itu erat-erat di tangannya. "Adit." Panggilan itu membuat Adit menoleh, masih tersenyum. Ia langsung berdiri dan memangku balita itu. "Papih." Sangat sopan, Adit membungkuk dan mencium punggung tangan pria tua yang pernah menjadi mertuanya.

  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 58 - Aku akan Selalu Pulang ke Rumah

    = Salah satu taman bermain. Kota B. Indonesia = "Bagaimana kabarmu?" Pria yang duduk di depannya itu mengangguk. "Baik. Kamu sendiri?" "Aku juga baik..." Tatapan keduanya bertemu dan terlihat senyuman sendu dari mereka berdua. Mata pria itu turun dan menatap perut wanita di depannya yang tampak membesar. Bola matanya terlihat sedikit berair dan lelaki itu mengerjapkan matanya cepat. Suaranya terdengar pelan saat bertanya, "Kapan kamu lahiran?" "Sekitar 2 minggu lagi." Kepala pria itu mengangguk dan ia menelan ludahnya. Wajahnya sedikit memerah. "Maafin aku, Min... Kalau aku tahu..." Sesaat keduanya terdiam. Mimin menatap pria yang telah menjadi mantan suaminya belum sampai setahun lalu. Sama seperti lelaki itu, ia menundukkan kepalanya.

  • I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...   Chapter 57 - Nama untuk Anakku

    "Bagaimana isteri saya dok?" Pertanyaan itu membuat sang dokter menaikkan salah satu alisnya. "Kalau Anda mau menoleh sedikit, Anda bisa melihat kondisi isteri Anda langsung, Tuan Hagen." Kepala Ilyas masih berpaling ke arah lain. Kedua matanya menutup erat. "Sa- Saya ga bisa dok! Saya ga bisa lihat dia kesakitan!" "Tiap wanita yang melahirkan pasti kesakitan, Tuan. Kalau keenakan, itu namanya sedang org*sme." Candaan itu sama sekali tidak membuat pria tinggi itu tersenyum. Wajahnya pucat dan berkeringat. Teriakan pendek wanita di sampingnya membuat sang dokter kembali konsentrasi. "Apa sudah keluar?" "Masih kepalanya." Kembali teriakan itu terdengar dan Ilyas sedikit melirik takut-takut. "Sudah keluar?" "Kelihatan bahunya."

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status