Rere bangun pagi-pagi. Dia segera mengambil test pack dari dalam tasnya. Segera saja Rere masuk ke kamar mandi dan mengunci pintu. Rere mulai melakukan test kehamilannya sendiri. Dalam hati Rere berdoa, agar dia tidak hamil. Dalam tiga puluh detik, test itu menunjukkan dua garis merah. Rere menutup bibirnya. Dia mengeleng tidak percaya dengan apa yang dia lihat. "Apa test pack ini rusak? Tidak mungkin aku hamil. Aku rutin meminum pil pencegah itu." Rere kembali menguji test pack yang kedua. Lagi-lagi hasilnya menunjukkan dua garis merah. Rere terduduk lemas di closet. Dia menundukkan kepalanya dengan satu tangan sebagai penyangga. "Apa ini? Kenapa bisa begini? Apa aku salah minum obat?" keluh Rere. Rere mematahkan test pack itu menjadi dua bagian lalu membuangnya di closet. Rere merobek kecil-kecil bungkusan kertas test itu lalu membuangnya di tempat sampah. "Tenang Rere." Rere mengembuskan napasnya. "Jangan sampai Aldo tahu, jika aku tengah hamil saat ini. Kehamilan ini harus
"Kenan," panggil Rere saat baru masuk ke dalam rumah. Mendengar suara dari mommynya. Segera saja Kenan berlari menghampiri sang ibu. "Mommy," ucap Kenan seraya memeluk Rere. "Mom kangen," ucap Rere. "Kenan juga.""Kenan enggak kangen sama Daddy?" sahut Aldo. "Kangen juga dong," kata Ken seraya naik ke atas gendongan Aldo. "Apa Mom dan Daddy punya kabar baik untuk Kenan?" tanyanya.Rere menautkan kedua alisnya seolah bingung akan pertanyaan dari sang buah hati."Maksudnya, hadiah?" tanya Rere. Kenan menganguk. "Ya ... hadiah kecil buat teman main Kenan.""Daddy banyak membelikan Kenan hadiah dari luar. Nanti kita buka sama-sama hadiahnya," sahut Aldo. Kenan mengeleng. "Bukan ... kata kakek dan nenek, Mom dan Dad pergi ingin memberiku hadiah adik."Rere tersentak akan ucapan dari putranya. Keinginan Kenan untuk punya adik memang sudah terwujud. Namun Rere tidak boleh memberitahu siapa pun, jika dia tengah berbadan dua saat ini.Aldo tersenyum lalu mengecup pipi lembut pipi Kena
Mobil Rere terparkir di sebuah restoran. Setelah dari rumah sakit. Rere singgah untuk membeli makan siang untuk sang suami. Rere masuk ke dalam restoran yang cukup mewah itu. Dia menuju bagian kasir dan memesan menu makan siang. Selagi makanan dibuat, Rere duduk di kursi seraya bermain ponsel. "Renita," panggil seseorang dari arah belakang. Rere menoleh tak kala namanya dipanggil. "Kamu benar-benar Renita?""K-k-kamu," kata Rere terbata-bata."Rere ... aku sudah lama mencarimu," kata Dion seraya berhambur merangkul tubuh Rere dengan erat."Lepaskan, Dion!" Rere mendorong tubuh Dion agar menjauh darinya.Rere memperhatikan penampilan Dion yang tampak berbeda. Mantan kekasihnya itu memakai jas mahal. Jam serta sepatu bermerek.Tubuhnya semakin berotot dan kekar. Apalagi wajahnya semakin tampan saja. Bisa dipastikan Dion sudah mengalami perubahan total. "Kamu bersenang-senang dengan harta kekayaanku. Penampilanmu sungguh sangat berbeda," cecar Rere. Dion meraih tangan Rere. "Aku men
Aldo memeluk istrinya dari belakang. Dia mengecup bahu sang istri. Aldo menurunkan tali gaun malam yang yang dipakai oleh Rere.Aldo mengecupi bahu polos itu hingga ke bagian jenjang dan telinga. Tangannya sudah berada dibagian yang menonjol. Menekan lembut seolah membangkitkan gelora dari sang istri. Rere melepas tangan Aldo yang melingkar di perutnya."Maaf, Sayang. Aku sedang datang bulan," kilah Rere."Hah? Kamu lagi dapet?" tanya Aldo seakan tidak percaya. Rere mengangguk. "Iya ... aku lagi dapat. Tunggu seminggu lagi, yah?"Aldo menarik kedua sudut bibirnya. Dia sudah bergelora untuk melakukan adegan panas malam ini. Namun nyatanya sang istri lagi berhalangan.Rere tentu berbohong akan hal itu. Mengingat Celine yang datang ke kantor Aldo tadi siang, lalu bekas cinta, semua itu membuatnya sakit hati. Ada rasa perih yang teramat sangat. Rere membayangkan betapa panasnya, suaminya itu bermain bersama kekasihnya. Rasanya Rere enggan untuk disentuh. Dia merasa jijik akan hal itu.
Sesuai dengan permintaan Rere. Malam ini juga Dion melaksanakan apa yang diperintahkah oleh mantan kekasihnya itu. Dion sudah berada di club malam. Setiap hari dia melihat Celine juga berada di tempat yang sama. Dan beberapa hari yang lalu juga. Mereka berdua sempat bertegur sapa dan saling berbincang. Dion melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah hampir tiga puluh menit, namun Celine belum juga menampakkan batang hidungnya."Apa wanita itu tidak datang, yah?" tanya Dion pada diri sendiri. Dion meneguk minuman dingin berwarna coklat yang telah diberi es batu sampai habis. Dia juga mengunyah kacang sebagai cemilannya. Dion menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Dia akan menunggu setengah jam lagi. Kalau sampai saat itu Celine tidak datang, maka dia akan pergi. Celine tiba di club malam tempat biasa untuk menghibur dirinya. Dia bosan sendirian di rumah. Ingin bersama Aldo, tidaklah mungkin. Beruntung saja tadi siang, dia bisa membuat Aldo menidurinya. Rasanya Celine mengingi
Dion membenamkan kepalanya dibawah sana. Mengobrak-abrik apa yang ada di dalam dengan tangan dan juga bibirnya. Celine menekan kepala Dion agar semakin dalam mempermainkan dirinya. Rasa nikmat menyentuh kedalam sanubarinya. Celine mencengkram bantal saat dia sudah mencapai pelepasan. Dion bangkit dan mulai memposisikan dirinya. Hujaman keras dan cepat dia berikan dalam permainan panas itu. Celine tidak kuasa menahannya. Dion bak penunggang yang berpacu cepat memompa tubuhnya. Berbagai posisi mereka lakukan. Malam itu menjadi malam panjang bagi keduanya. Dion dan Celine terbaring kelelahan. "Apa kamu mau menjadi kekasihku?" tanya Dion. "Maksudmu kekasih gelap?" tanya Celine. "Aku menginginkan kamu sebagai kekasihku seutuhnya. Tapi kamu sudah punya kekasih," ucap Dion penuh dengan rasa kecewa. "Kamu mau menjadi penghiburku? Disaat aku butuh, kamu harus bisa menemaniku," pinta Celine. "Kalau itu, aku selalu siap, Sayang. Aku juga membutuhkan dirimu," kata Dion dengan bibir menge
"Sayang!" panggil Rere dengan manjanya.Rere masuk ke dalam ruangan Aldo. Dia membawa berkas yang akan diperiksa dan ditanda tangani oleh Aldo sebagai atasan. Terlihat Aldo tengah berkutat dengan laptop yang ada di depannya. Saat ini perusahaan Aldo tengah membangun sebuah hotel di luar kota. "Lagi apa?" tanya Rere seraya meletakkan berkas di atas meja."Lagi buat design hotel," jawab Aldo.Dahi Rere berkerut. "Kamu bisa gambar?"Aldo mengangguk. "Bisa. Kalau aku tidak suka rancangan arsitek kita, aku akan membuatnya sendiri.""Aku bawa berkas yang harus kamu tanda tangan." Rere melingkarkan kedua tangannya di leher sang suami. "Aku periksa dulu," kata Aldo. Aldo membuka berkas yang dibawa oleh sang istri. Rere mendaratkan kecupan di pipi tak kala Aldo ingin membaca berkas itu. Aldo menoleh lalu berganti mengecup bibir penuh milik istrinya. Bibir keduanya bertautan. Rere duduk di pangkuan sang suami. "Tanda tangan dulu," pinta Rere dengan suara manjanya. "Iya ...."Tanpa me
Pagi harinya Aldo, Rere dan Kenan, tengah sarapan bersama. Tidak ada yang bicara. Semuanya makan dalam diam.Aldo melirik Rere yang dari bangun tidur, tidak berbicara padanya. Rere seakan sibuk sendiri dengan kegiatannya."Kenan ... kamu perginya sama Mommy saja. Hari ini Mommy akan mengunjungi gurumu," ujar Rere. Kenan mengangguk. "Iya, Mom."Memang setiap sebulan sekali, Rere akan pergi menemui guru Kenan. Itu dilakukan Rere untuk mengetahui perkembangan putranya di sekolah. Rere menyeka bibirnya dengan sapu tangan. Dia bangkit dari kursi. Rere mengulurkan tangannya pada Aldo. Rere mengecup punggung tangan suaminya. "Aku pergi dulu."Segera saja Rere meraih tangan Kenan dan membawanya keluar dari rumah. Aldo menghela napas. Dia tahu Rere marah padanya. Aldo baru pulang ke rumah saat jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Aldo tertidur di rumah Celine. "Rere pasti marah. Kenapa juga aku pakai ketiduran," kesal Aldo pada dirinya sendiri. Rere mengendarai mobilnya menuju sekolah Ke