"Sayang!" panggil Rere dengan manjanya.Rere masuk ke dalam ruangan Aldo. Dia membawa berkas yang akan diperiksa dan ditanda tangani oleh Aldo sebagai atasan. Terlihat Aldo tengah berkutat dengan laptop yang ada di depannya. Saat ini perusahaan Aldo tengah membangun sebuah hotel di luar kota. "Lagi apa?" tanya Rere seraya meletakkan berkas di atas meja."Lagi buat design hotel," jawab Aldo.Dahi Rere berkerut. "Kamu bisa gambar?"Aldo mengangguk. "Bisa. Kalau aku tidak suka rancangan arsitek kita, aku akan membuatnya sendiri.""Aku bawa berkas yang harus kamu tanda tangan." Rere melingkarkan kedua tangannya di leher sang suami. "Aku periksa dulu," kata Aldo. Aldo membuka berkas yang dibawa oleh sang istri. Rere mendaratkan kecupan di pipi tak kala Aldo ingin membaca berkas itu. Aldo menoleh lalu berganti mengecup bibir penuh milik istrinya. Bibir keduanya bertautan. Rere duduk di pangkuan sang suami. "Tanda tangan dulu," pinta Rere dengan suara manjanya. "Iya ...."Tanpa me
Pagi harinya Aldo, Rere dan Kenan, tengah sarapan bersama. Tidak ada yang bicara. Semuanya makan dalam diam.Aldo melirik Rere yang dari bangun tidur, tidak berbicara padanya. Rere seakan sibuk sendiri dengan kegiatannya."Kenan ... kamu perginya sama Mommy saja. Hari ini Mommy akan mengunjungi gurumu," ujar Rere. Kenan mengangguk. "Iya, Mom."Memang setiap sebulan sekali, Rere akan pergi menemui guru Kenan. Itu dilakukan Rere untuk mengetahui perkembangan putranya di sekolah. Rere menyeka bibirnya dengan sapu tangan. Dia bangkit dari kursi. Rere mengulurkan tangannya pada Aldo. Rere mengecup punggung tangan suaminya. "Aku pergi dulu."Segera saja Rere meraih tangan Kenan dan membawanya keluar dari rumah. Aldo menghela napas. Dia tahu Rere marah padanya. Aldo baru pulang ke rumah saat jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Aldo tertidur di rumah Celine. "Rere pasti marah. Kenapa juga aku pakai ketiduran," kesal Aldo pada dirinya sendiri. Rere mengendarai mobilnya menuju sekolah Ke
Dion keluar dari dalam mobilnya. Dia merapikan dahulu jas mewah yang telah melekat di tubuh bidangnya. Dion melangkah masuk ke kantor Aldo. Hari ini dia ada temu janji pada Rere dan juga Aldo. Dion melangkah menuju bagian receptionist. "Pagi ... saya Dion. Saya sudah ada temu janji dengan ibu Rere."Dion menampilkan senyum manis. Karyawan wanita itu salah tingkah. Dion terlalu mempesona baginya. Dia lalu mengangkat telepon, namun pandangan matanya tidak lepas dari memperhatikan raut tampan dihadapannya. Karyawan itu selesai bicara dan menutup teleponnya kembali ke tempat semula. "Anda silakan saja langsung menuju lantai 8. Ibu Rere sudah menunggu Anda di sana," jelas karyawan itu."Baiklah. Terima kasih," ucap Dion dengan senyum manisnya. Dion berjalan menuju lift. Dia masuk dan menekan angka 8 menuju lantai di mana Rere berada. Dion keluar dari lift. Di luar lift sudah ada karyawan wanita yang mengantarkan Dion masuk keruangan Rere. Pintu dibuka dan Dion dipersilakan untuk ma
Aldo sudah tidak sabar untuk menanti malam yang bergelora bersama istrinya. Membayangkannya saja sudah membuatnya panas.Jika bersama dengan Rere, sungguh tidak ada duanya. Istrinya sangat mengairahkan. Membuat desakan dalam dirinya ingin meledak. Aldo mengendarai mobilnya menuju rumah. Dia harus pulang agak malam. Itu dikarenakan Ryan tidak ada di tempat. Jam menunjukkan pukul 7 malam. Aldo mempercepat laju mobil. Dia akan makan malam bersama keluarga kecilnya. Perutnya juga sudah meronta pinta diisi. Aldo keluar dari mobil. Dia masuk dan disambut oleh putra kecilnya Kenan. "Sayang." Aldo mengacak-acak rambut Kenan dan mengendongnya. "Di mana Mommy?" tanya Aldo."Mommy ada di ruang makan," jawab Kenan."Kita temui Mommy." Aldo memberikan tas kerjanya pada pelayan. Dia menemui istrinya yang tengan menyiapkan makan malam.Rere menghampiri Aldo dan mendaratkan kecupan ringan di bibir. "Cuci tangan dulu. Baru kita makan bersama."Aldo mendudukkan Kenan di kursi. Dia menuju wastafel d
Pagi harinya Aldo sudah membawa Kenan ke rumah orangtuanya. Rencana semalam gagal dan Aldo tidak mau malam ini gagal lagi. Aldo dan Kenan keluar dari mobil. Keduanya masuk ke rumah. Kenan sudah berlari menghampiri kakek dan neneknya. "Kakek, nenek ... Kenan datang nih," teriaknya. Kedua orangtua Aldo menuruni anak tangga, sesaat melihat cucu pertama mereka datang. "Cucu Nenek datang." Rina mengecup kedua pipi cucunya. "Kenan sayang," ucap Wijaya seraya mengangkat tubuh Kenan."Ma ... malam ini Kenan menginap di sini saja. Aku dan Rere ingin pergi," kata Aldo."Memangnya kalian mau kemana?" tanya Rina. Aldo mengaruk kepalanya. "Hmm, itu ... mau-""Daddy mau buat adik, Nek," sahut Kenan.Aldo terkesiap mendengarnya. Dia memasang senyum paksa di bibir. Wijaya dan Rina geleng-geleng kepala. "Kalian pergi sana. Biar Kenan bersama Nenek dan Kakek," kata Rina. Keempatnya duduk di sofa. Kenan sudah bermain bersama kakeknya. Rina menatap Aldo secera seksama."Apa kamu masih menginginka
Dengan perlahan-lahan Rere bangkit dari ranjang tidur. Aldo tertidur lelap karena telah menguras habis tenaganya. Rere memakai pakaiannya kembali. Dengan perlahan dia mengambil kotak dari bawah ranjang. Rere melirik ke arah sang suami. Aldo masih tertidur. Rere mengembuskan napas leganya. Rere mengambil ponsel dari kotak itu. Dia membuka pintu dan keluar. Rere menuruni anak tangga. Dia menuju taman belakang. Rere mendial nomor pria suruhannya. "Halo ... aku perlu foto-foto mesra Dion dan Celine." ~ Rere."Akan aku kirimkan sekarang." "Foto itu sudah kamu blur, kan?" ~ Rere."Tenang saja. Aku sudah melakukan sesuai permintaanmu." "Aku akan tunggu paketnya." ~ Rere.Rere mematikan sambungan teleponnya. Dia mengeluarkan kartu itu, mematahkannya dan membuangnya di tempat sampah. Rere kembali ke atas menuju kamar tidur. Aldo masih tertidur pulas. Rere mengembalikan ponsel di kotak hitam itu. Rere kembali merebahkan tubuhnya di samping Aldo. Dia mengusap lembut wajah sang suami. A
Celine membuka amplop itu dan melihat isi didalamnya. Matanya terbelalak melihat foto mesranya bersama dengan seorang pria di cafe. Foto itu adalah dia yang tengah menyatukan bibir dengan seorang pria yang tak lain adalah Dion. "Al ... ini tidak seperti yang kamu kira," lirih Celine. Plaakk ... plaakk ... !Dua tamparan keras mendarat di pipi mulus Celine. Sisi kanan dan kiri mendapat cap lima jari. Aldo mencekik leher kekasihnya itu. "Kamu bilang apa? Tidak seperti yang aku kira. Lalu seperti apa, huh?""L-lepaskan Aldo. Kamu menyakiti diriku." Celine memukul-mukul lengan Aldo agar melepas tangan dari lehernya. Aldo mendesis. "Kamu tahu bagaimana sifatku, Celine. Apa yang akan aku lakukan kepada seorang penghianat."Aldo melepas cengkraman tangannya. Celine terbatuk-batuk dan menarik napas sebanyak-banyaknya. "Siapa pria itu? Apalagi yang kalian lakukan, huh?" tanya Aldo marah. Rere yang melihat dan mendengar itu, ikutan panik. Dia takut Celine memberitahu nama pria itu. Jika
Rere menoleh ke sisi kiri dan kanan. Seperti biasanya. Rere memakai kacamata serta kerudung untuk menutupi kepalanya. Rere membuka pintu mobil dan masuk. Dia masuk ke dalam mobil Dion. Keduanya saling berpelukan. Dion mengecup kening dan pipi Rere, sesaat wanita yang dia cintai telah duduk di sampingnya. Rere mengeluarkan cek dari dalam tasnya. "Ini cek sebesar 25 milyar. Ambillah. Ini untukmu.""Apa ini hasil dari merampok suami?" Dion mengambil cek uang itu. Rere tersenyum. "Begitulah.""Kapan kita akan kabur dari kota ini?" tanya Dion. "Secepatnya," jawab Rere. "Aku masih belum mengeruk habis hartanya." Dion terkekeh. "Kamu memang pintar, Sayangku."Rere merebahkan kepalanya di lengan kekar Dion. Tangan Dion mengusap lembut kepala Rere dan mendaratkan kecupan di kening. Rere mengangkat kepalanya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya. "Sayang ... aku harus menjemput putraku. Aku pergi duluan.""Iya ... kamu jemput putra kita. Titip salam untuknya dariku," kata Dion yang s