"Plakkkk...,"
Tas yang di gemgaman Shahnaz kini dibanting ke sofa ruang tamunya.Dia yang sangat sedih kini menangis lepas tanpa di dengar orangtuanya.
Shahnaz hari itu sengaja pulang ke rumah kontrakan agar ayah dan Ibunya tidak melihat dia bersedih begitu saja.Luapan kesedihan kini telah tercurah lewat nada yang diiringi oleh melody tangisannya.
"Brams..kamu tega sekali...!"Ucap Shahnaz sambil menangis.
Shahnaz terlihat seperti orang gila.Dia menjambak rambutnya sendiri karena rasa kesal yang berlebihan.Terkadang kakinya ditendangkan laksana balita yang merengek minta Jajan.
******
"Sayang,kamu dimana?"Tanya Brams.
Jesselyn tetap aja diam.Dia tidak menjawab dan tetap mengikuti acara televisi sebagai rasa buang suntuknya.Brams terlihat berjalan,dia melihat istrinya sedang melamun sambil menonton sendiri diruang tamu.
"Sayang,kamu kenapa diam?"Tanya Brams.
"Apa kamu masih marah padaku?"Tanya Brams.
Hahhhh,desah nap
Pagi telah tiba,Jesselyn terlihat sibuk berkemas Dan menyusun baju ke dalam kopernya.Jesselyn melepaskan bajunya, dan mengambil handuk untuk segera ke kamar mandi.Brams saat itu sedang menyempatkan membuka laptopnya.Sambil membuka file yang tersedia, Brams tidak sengaja melihat Jesselyn berjalan tanpa busana masuk ke kamar mandi.Brams yang tadinya sibuk di depan laptop,kini membasahi bibirnya dan berjalan mengikuti Jesselyn ke kamar mandi.Pintu kamar mandi tidak ditutup,Brams dengan mudah masuk ke kamar mandi. Brams yang sudah berhasrat kini memeluk Jesselyn dari belakang."Brams kamu mau ngapain lagi sayang?bukankah tadi malam kita sudah melakukannya?"Ucap Jesselyn."Sayang,aku tidak tahan melihat kamu dalam keadaan seperti ini.Rasanya hasratku memuncak bila memandang tubuh mulusmu ini.Sebentar lagi kamu juga akan pulang ke Singapore,aku akan kesepian dan tidak bisa bersenang-senag lagi bersama kamu."cemooh Brams.Jesselyn terdiam,dia paham betu
"Ting...Tong..,"Pak Hadi mendengar suara bell rumah berbunyi.Dia berdiri dan melihat siapa yang datang."Jesselyn...!"Kamu kenapa datang enggak bilang-bilang?"tanya pak Hadi.Coba kalau tadi kamu telpon papa, mungkin papa sama mama akan datang menjemput kamu ke Bandara."Papa, ngapain juga aku telpon, Akukan bisa datang sendiri."Ucap Jesselyn."Oh iya,mama dimana pa?"Tanya Jesselyn."Mama kamu lagi keluar sebentar.seb kita masuk dulu!"Ajak papanya.Jesselyn dan pak Hadi sama-sama masuk ke dalam rumah.Jesselyn langsung ke kamar untuk mandi dan istirahat sebentar."Hahhhh,tadi aku masih di Jakarta, sekarang aku sudah di Singapore." Hahhhh Brams sekarang sudah jauh dariku."bathin Jesselyn."Jesselyn...!" Terdengar suara pak Hadi memanggil namanya."Iya pa," jawab Jesselyn sembari turun dari ranjangnya dan berjalan menemui papanya."Ada apa pa?" Tanya Jesselyn.Mama kamu sudah pulang,dan sekarang masih
"Mama,teriak Jesselyn."Dia berjalan keliling melihat dimana mamanya.Jesselyn masuk ke ruang dapur dan ruang tamu,tapi Jesselyn belum melihat dimana mamanya."Mama kemana ya?"ucap Jesselyn.Dia mencoba keluar,dia melihat ke arah taman rumahnya.Jesselyn kini lega,dia tersenyum melihat mamanya lagi sibuk menyiram bunga yang sudah mulai gersang."Pantesan aja mama enggak dengar aku lagi manggil,"bathin Jesselyn.Dia berjalan mendekati mamanya.Karena melihat si mama masih belum siap,Dia duduk di ayunan santai yang ada di taman tersebut."Mama,"pangggil Jesselyn"Iya sayang," jawab Barbara sambil meletakkan selang air yang ada di tangannya.Barbara datang dan duduk di samping Jesselyn.Dia seakan tahu apa maksut dari putrinya yang datang menemuinya ke taman teraebut."Sayang,apa kamu ingin memperjelas apa yang mama katakan tadi malam?"Ucap Barbara.Jesaelyn langsung melihat manya.Dia tidak menyangka kalau ma
Seminggu sudah Jesselyn pulang ke Singapore.Kini tinggal Brams yang kesepian tidur sendiri di rumahnya.Sore itu rintik hujan mulai turun,hembusan angin mulai terasa dingin hingga masuk terasa hingga ke tulang rusuk.Brams yang kedinginan,kini masuk ke dapur untuk membuatkan segelas teh manis hangat untuknya malam itu.Brams yang sudah merasakan semakin menggigil kini belum bisa terobati hanya dengan segelas teh manis hangat untuk minumannya.Brams kini masuk ke kamar,dia naik ke atas ranjang.Dia mengambil selimut dan membalutkannya ke seluruh tubuhnya.Walaupun demikian,Brams masih belum merasa puas.Dia masih saja merasa kalau sesuatu ada yang kurang untuk mengobati kedinginannya."Ya tuhan,andai saja Jesselyn ada disini,aku tidak akan tersiksa begini." Ucap Brams.Brams kembali duduk,dia berpikir bagaimana cara mengatasi hal yang susah dan tidak bisa ditahannya lagi. Brams saat itu teringat kembali pada Shahnaz.Dia yakin kalau dia pergi ke sana ,pasti Shah
"Sayang,apakah sekarang kamu sudah merasa puas?"tanya Shahnaz.Brams hanya diam saja,dia tidak mau dan tidak perduli dengan apa yang diucapkan oleh Shahnaz.Shahnaz yang merasa ingin dimanja,sengaja mendekat pada Brams dan memeluk Brams dari belakang."Sayang,aku tahu kamu itu tidak akan tahan bila harus lama-lama jauh dariku bukan?"Tanya Shahnaz dengan menempelkan mukanya di bahu Brams."Kamu apa-apaan sih Shahnaz?"Bentak Brams.Kamu sebaiknya pulang saja.Aku sekarang sudah tidak butuh lagi dengan kamu.Ucap BramsShahnaz terkejut.Dia merasa sakit hati dengan apa yang dia dengarkan.Shanaz mencoba bersabar dan mengira kalau Brams hanya bercanda."Sayang,kamu itu nggak usah malu.Aku tahu kok,kamu tidak tahan kalau tidak berbuat begituan denganku bukan?" Canda Shahnaz."Shahnaz,akukan sudah bilang,kamu itu sebaiknya pulang saja!aku sudah tidak membutuhkan kamu lagi disini."jawab Brams."Tega kamu Brams.Aku bukan budakmu.Aku ini
Hmmmm...hmmmm...Jesselyn pagi itu terlihat gembira.Dia bernyanyi dan melantunkan lagu dengan suara kecil di kamar mandi.Gemerincik air kini terdengar dari luar kamar,pertanda Jesselyn masih berada di kamar mandi.Barbara yang mendengar nyanyian di iringi suara air kini tidak jadi masuk untuk memanggil putrinya untuk sarapan."Mama...!"Pak Hadi masuk ke dalam ruang dapur untuk melihat dimana istrinya.Dia yang ingin berangkat kerja,ingin di buatkan sarapan terlebih dahulu.Barbara yang kembali berjalan masuk ke dalam ruangan dapur,kini melihat suaminya telah duduk di meja makan."Papa...!""Mama,tolong buatin papa sarapan dong! hari ini papa harus cepat berangkat kerja karena ada rapat nantinya di kantor papa."Oh..iya pa,aku akan buatkan sebentar." jawab BarbaraKurang lebih dari lima belas menit,pak Hadi kini berangkat ke kantornya.Kini Jesselyn terlihat keluar dan sudah berpakaian rapi berjalan ke dapur untu
Brams yang baru saja tiba di ruang kerjanya,tiba-tiba melihat ada sebuah amplop terletak di atas meja."Darimana ya?"Bathin Brams.Tangannya meraih amplop tersebut.Dia membuka dan membacanya,ternyata sebuah undangan rapat datang dari perusahaan textil Singapore.Brams melihat nama pemiliknya,sudah berbeda dengan pemilik yang lama."Inikan perusahaan milik pak Louis,kenapa sekarang berubah jadi Peter?"ucap Brams."Akhhh perduli amat sama nama pemilik,yang penting kalau perusahaan ini mengundang,aku akan banyak keuntungan yang akan di dapat.Aku harus ikut kesana besok,aku sekalian mau ke rumah menjumpai Jesselyn istriku."Ucap Brams.Dia kembali duduk.Dia bermaksut untuk menghubungi Jesselyn untuk mengatakan kabar itu,namun saat itu rencananya jadi batal.Dia mengubahnya malah ingin membuat kejutan pada Jesselyn untuk datang ke Singapore.******Di ruangan Jesselyn,terletak sebuah amplop juga,dia melihat ada undangan ra
"Oh...ternyata begini kelakuan kamu selama ini Jesselyn?"Ucap Brams sambil tepuk tangan.Jesselyn langsung terkejut dan spontan menarik tangannnya dengan kuat dari gemgaman Peter."Brams,ini bukan seperti yang kamu duga,"ucap Jesselyn.Kamu mau bilang apa lagi Jesselyn,jelas-jelas aku sudah melihat kelakuan kamu dengan mata kepalaku sendiri.Jadi apa lagi yang kamu tutupi?"Ucap Brams."Tidak Jesselyn, kamu saat ini juga sudah membuat aku seratus persen tidak percaya lagi pada kamu.Pantasan aja kamu selama ini tidak mau ikut pindah ke Jakarta,rupanya ada main dibalik semua ini."Jesselyn seakan mati kutu.Dia tidak lagi bisa berkata apa-apa karena Brams langsung melihatnya dan sudah sepenuhnya yakin kalau dia selingkuh dengan Peter."Kamu lagi,apa kamu tidak tahu kalau orang yang sedang bersama kamu itu adalah istri orang lain?"tanya Brams."Maaf pak,aku ini Peter pemilik baru dari perusahaan ini.Aku tidak pernah tahu kalau Jesselyn adal
Pagi hari telah tiba, Brams terlihat sudah duluan bangun dan terlihat rapi. Dia duduk sembari menunggu Pak Hadi keluar dari kamar. Rasa kecewa tadi malam membuat Brams malas untuk masuk ke kamar Shahnaz. Dia tidak ingin pamit, karena dia merasa tidak akan ada jawaban yang didapat nantinya."Brams, kamu kelihatan sudah rapi. Kamu mau kemana, Brams?" Pak Hadi bertanya dengan penasaran sembari duduk disamping Brams.Tidak lama kemudian, Mama Jesselyn juga keluar dan ikut bergabung dengan mereka. Dia juga heran dengan pakaian Brams yang terlihat rapi seakan ingin pergi kesuatu tempat."Kamu mau kemana, Brams?" "Papa...Mama...pagi ini juga aku harus kembali ke Jakarta. Tadi malam, aku dapat telepon untuk hadir nanti jam satu siang. Aku tidak punya pikiran lain.Tanpa alasan apapun aku harus kembali ke Jakarta, Papa," ucap Brams dengan gaya berbohong pada kedua mertuanya. Keduanya saling berpandangan. Mereka bertanya tentang Jesselyn dan keadaannya."Tapi, Brams. Bagaimana nantinya dengan
Shahnaz dan Galih pergi bersama ke rumah. Sepanjang perjalanan, keduanya terlihat sangat mesra dan tidak jarang suka bercanda dan tertawa bersama. Galih merasa, Shahnaz adalah calon terbaik baginya yang akan menggantikan posisi mantan istrinya dahulu."Shahnaz, apa kamu tidak kepikiran lagi pada lelaki yang bernama Brams?" Sontak Shahanz terkejut. Dia seakan tidak percaya bila Galih bertanya tentang Brams pada dirinya. "Galih, kamu kenapa berkata demikian?"Hmmm...Galih menarik napasnya perlahan hingga mengeluarkannya kembali. Dia merasa bilakah masih ada hati Shahnaz pada lelaki itu."Tidak..aku hanya ingin memastikan apakah kamu masih mengingat dia?" "Galih, semenjak aku mengenal kamu, rasanya kau sudah melupakan orang tersebut. Apalagi kamu itu sangat jauh berbeda dengan dia yang sama sekali tidak perduli denganku," jawabnya "Sayang, maafkan aku! Jujur aku tidak bermaksut membuat kamu jadi teringat pada semuanya," ucap Galih. "Hmmm..," Shahnaz hanya tersenyum tipis. Dia tidak s
Hari sudah menjadi sore. Shahnaz juga sudah mulai bosan melihat Galih bekerja. Ditambah lagi dengan badan yang gerah, membuat dia ingin pulang secepatnya."Galih, hari sudah sore. Aku permisi pulang, ya!" Galih meletakkan kembali alat ukir yang ada di tangannya. Dia mendekati Shahnaz yang ingin segera pulang."Shahnaz, aku ingin ikut ke rumah kamu," ucapnya.Shahanaz terkejut mendengar keinginnan Galih untuk ikut bersamanya. Namun keinginan Galih tersebut, tidak disengkal oleh Shahnaz. Dia bahkan senang mendengarnya karena dia merasa, Galih tidak bisa jauh darinya."Shahnaz, aku madi dulu, ya! Kamu tunggu aja dulu, aku tidak akan lama, kok."Shahnaz mengangguk. Dia tersenyum melihat Galih mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Gemerincing air yang kini terdengar oleh Shahnaz, membuat dia juga ingin membuang rasa gerah untuk segera mandi."Sebaiknya aku menyusul Galih," ucapnya.Shahnaz tanpa ragu pergi ke kamar mandi. Pintu kamar mandi yang sama sekali tidak dikunci, memudahkan
"Shahnaz, ayo masuk!" Galih terlihat sudah menyiapkan makanan di atas mejanya.Shahnaz bahagia. Dia diperlakukan dengan penuh kasih sayang oleh Galih. Keduanya menikmati makanan yang sudah tersaji."Galih, makanan ini enak sekali, kamu beli darimana?" "Ohh..aku hanya pesan saja pada langganan lama yang sudah terkenal dengan rasa dari masakannya," ucap Galih.Mulut mungil Shahnaz tersenyum. Dia melihat ada sebuah nasi yang menempel di atas bibir Galih .Dengan penuh kasih sayang dan juga perhatian, Shahnaz mencoba membersihkannya dengan mengambil nasi tersebut."Ada apa, Shahnaz?" "Tidak, aku hanya mengambil nasi yang lari dari jalannya," ucap Shahnaz.Keduanya tertawa. Mereka merasa lucu dengan hal yang baru saja terjadi. Sembari makan bersama, Shahnaz melihat model dari perabotan yang baru dikerjakan oleh Galih. Dia juga ikut kagum dengan model dari hasil kerja Galih yang sangat beda daripada barang lain yang sering terpajang di berbagai toko yang ada di beberapa tempat yang ada di
Keesokan harinya, Galih keluar untuk membelanjakan semua keperluannya. mulai dari bahan hingga alat yang akan dia gunakan untuk membuka usaha. Galih berniat, dalam waktu singkat dia akan memperoleh kesuksesannya yang dulu telah direbut mantan istrinya. Seminggu kemudian, Galih sudah bisa membuka usahanya. Pagi itu dia masih bekerja sendiri. Dia yakin kalau di tahap permulaan ini, dia masih sanggup bekerja sembari mengenalkan berbagai model hasil tangannya yang terlihat beda dari yang lain. Para pelanggan Yanto yang dulu banyak memesan barang, kini selalu menanyakan dimana keberadaan Galih. Mereka ingin memesan banyak prabotan lain tetapi harus hasil kerja dari Galih. Tanpa merasa tersaingi, Yanto selalu memberitahu dimana Galih sekarang berada. Dia yakin kalau saja Galih punya orderan yang banyak, tanpa diminta, Galih juga akan membaginya pada dia. Sebagai sahabat yang baik, Yanto juga ingin Galih secepatnya berhasil agar cicilan Bank yang sudah dia percayakan pada Galih dapat be
Shahnaz melihat ada tas hitam di depan, dia penasaran tentang tas tersebut. Sembari duduk di samping Galih, Shahnaz meraih tas tersebut dan mengangkatnya."Galih, ini tas siapa?""Shahnaz, atas hal inilah aku sengaja menyuruh kamu datang kesini," ucap Galih.Shahnaz mengerutkan keningnya. Dia semakin bingung dengan maksut Galih sebenarnya. Shahnaz penasaran dan kembali bertanya."Galih, kamu tidak mencuri tas orang, kan?" Galih spontan melihat Shahnaz. Dia tidak yakin kalau Shahnaz bertanya demikian pada dirinya."Kamu bilang apa Shahnaz? Dari aku lahir, aku tidak pernah melakukan perbuatan sehina itu," jawabnya "Maaf, bukannya aku menuduh. Aku hanya heran saja, kenapa tiba-tiba ada tas seperti ini di rumah kamu.""Hahhh..!" Galih menghela napas yang panjang. Dia menggelengkan kepalanya sembari melihat wajah Shahnaz."Shahnaz, ini adalah uang yang dipinjamkan Yanto padaku untuk membuka usaha baru" ucap Galih "Sebanyak inikah?""Iya, Shahnaz. Uang ini berjumlah sekitar Lima ratus ju
Keesokan harinya, Yanto dan Galih pergi ke salah satu Bank yang ada di dekat lokasi mereka. Yanto membuat permohonan dengan memberikan surat rumahnya sebagai jaminan untuk meminjam sejumlah uang yang akan dia berikan pada Galih.Galih tidak menyangka, Yanto bisa sebaik itu. Hanya dalam hitungan jam, sejumlah uang yang diminta oleh Yanto telah cair dan langsung diberikan pada Galih "Galih, ambil uang ini! Kamu boleh gunakan ini untuk modal usaha kamu. Sementara, kamu boleh memakai lokasi kosong milikku yang tidak terlalu jauh dari sini," ucap Yanto."Terimakasih, Yanto. Galih terlihat memeluk erat sahabatnya yang begitu baik dan begitu ingin menolong Galih dengan tulus."Galih, sekarang kamu pergilah! Bawa uang ini ke rumah kamu! Aku harap kamu harus hati-hati agar uang ini tidak diambil oleh orang yang tidak bertangung jawab. Mulai besok kamu segera mengelolanya agar dalam waktu dekat kamu sudah bisa bekerja seperti biasa," ucap Yanto."Oke Yanto, kalau begitu aku permisi pulang!" Ga
Hari itu, Yanto sahabat Galih sekaligus pemilik panglong menemui Galih yang sedang membuat model lemari hias yang terbaru. Dia begitu salut dan angkat tangan dengan hasil kerja Galih yang membuat omsetnya jadi melejit."Galih, apa kamu lagi sibuk?" Tanya Yanto."Enggak juga, Yanto. Memangnya ada apa?"Sembari meletakkan semua peralatan yang dipegangnya, Galih menemui Yanto yang sedang duduk di sampingnya."Yanto, sepertinya kamu mau bicara sesuatu hal yang sangat penting? Ada apa sebenarnya,Yanto?" "Galih, aku tidak tahu mau bicara mulai darimana. Belum lagi hal yang akan aku katakan itu, apakah kabar yang membuat aku senang atau tidak," ucap Yanto."Kamu ini bagaimana sih, Yanto? Kamu yang mau bicara, tapi kamu tidak tahu hal yang akan kamu bicarakan itu, baik atau buruk untuk kamu. Coba cerita, mana tahu aku bisa bantu!""Galih, ini sebenarnya tentang kamu," ucap Yanto."Tentang aku? Memangnya kenapa sih, Yanto? Apakah aku sudah memberatkan kamu bila aku bekerja disini?" Tanya Gali
Seminggu kemudian, Jesselyn sudah dinyatakan sehat dan sudah boleh pulang. Brams bersama mertuanya membawa Jesselyn kembali ke rumahnya.Saat berada di mobil, Brams melihat Jesselyn selalu terlihat diam dan tidak ada selera untuk bicara. Dia berusaha menghibur istrinya agar secepatnya bisa melupakan kejadian yang telah menimpa mereka."Jesaelyn, kamu jangan diam saja, dong!" Ucap Brams "Iya, Jesselyn. Kamu tidak boleh terlalu bersedih apalagi dalam jangka waktu yang lama," jawab Mamanya.Walaupun semuanya memberi semangat buat Jesaelyn, dia tetap saja terdiam dan tidak mau bicara. Dia sepertinya merasa trauma dengan kejadian yang membuat bayinya harus pergi untuk selamanya "Aku benci pada kamu, Brams. Mungkin karena ulah kamu pada Shahnaz, aku akhirnya mendapatkan karma ini," bathin Jesselyn.Jesselyn berpikir, apa yang sedang dialaminya adalah karma dari perbuatan Brams pada Shahnaz.Tidak berapa lama kemudian, mereka telah sampai di rumah. Jesselyn langsung turun tanpa dibantu lag