Rayna menyiapkan sarapan sepiring nasi goreng dan telur dadar di atasnya, satu piring untuknya dan satu piring lagi untuk Sofi. Setelah meletakkan piring mereka, Rayna melihat ke arah Sofi yang terduduk dengan tatapan kosong.Mungkinkah Sofi masih memikirkan tentang kembalinya Ryan? Tanya Rayna dalam hati.“Sof,” panggil Rayna lembut sembari meletakkan tubuhnya, duduk berhadapan dengan Sofi yang masih termenung. “Sof!” panggil Rayna kedua kalinya dengan memegang tangan Sofi yang sontak membuat gadis berwajah oriental itu tersentak kaget.Sofi mendadak kaget, mendongakkan kepalanya untuk bisa menatap Rayna yang memandang iba padanya.“Masih memikirkan Ryan?” tanya Rayna pelan. Dia tidak ingin membuat sahabatnya sedih dengan pertanyaan konyolnya.Sofi mengangguk pelan. “Kau tahu, Na? Kejadian itu terekam dengan sangat baik di ingatanku.”Rayna menghela nafas berat, menatap sendu sahabatnya yang harus bertemu lagi dengan orang yang sudah merenggut kesuciannya. “Kamu pasti kuat, Sof.”Sof
Dua ekor burung dara terbang bebas di depan rumah seorang gadis berambut panjang dan lurus. Gadis itu asyik mengamati gerak gerik dua burung yang tengah bercengkerama layaknya dua manusia yang sedang pacaran.“Rayna!”Gadis bernama Rayna itu menoleh pelan ke arah sumber suara. Rupanya sang Ibu telah berdiri di depan pintu, tak jauh dari tempatnya berdiri.“Ya, Ibu,” jawab Rayna sopan dan pelan.“Sarapan dulu, Nak. Ibu sudah buatkan nasi goreng Jawa kesukaanmu. Supaya kamu semangat mencari kerja.” Wanita paruh baya itu selalu pengertian terhadap putri tunggalnya. Ya, kasih sayang Bu Lastri – ibu Rayna – telah mampu membuat anak perempuan semata wayang itu menjadi gadis super baik, cantik, dan lemah lembut.Rayna tersenyum. “Baiklah, kita sarapan bersama-sama ya, Bu.”.....Selesai sarapan, Rayna kembali ke kamarnya. Mengambil berkas dan CV yang akan ia berikan pada perusahaan
Keesokan harinya.Rayna sudah siap berangkat ke kantor di hari perdananya. Ia menunggu Sofi di pertigaan rumahnya sudah hampir 10 menit. Tapi sang sahabat tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Berkali-kali Rayna menghubunginya menggunakan ponsel. Tapi tetap tak ada jawaban.Waktu menunjukkan pukul 6.30 pagi. Rayna harus berangkat meski tanpa Sofi. Ia sudah menunggu Sofi selama 10 menit lebih. Jika dirinya masih menunggu Sofi, dia akan terlambat datang di kantor. Reno bisa marah padanya karena terlambat di hari perdana bekerja.Tanpa menghiraukan apapun lagi, akhirnya Rayna berangkat ke kantornya naik angkot yang biasa lewat di dekat pertigaan tempatnya menunggu Sofi. Hanya membutuhkan waktu 15 menit untuknya sampai di kantor perusahaan ternama Reygold Corp.Rayna merapikan pakaiannya, ia melihat rambut dan make up nya menggunakan layar ponselnya. Sudah rapi, batinnya. Gadis periang itu menghela nafas panjang, menyiapkan mental dan semangatnya bekerja
Malam ini gerimis masih membasahi sebagian wilayah Jakarta. Hanya orang-orang yang memiliki kepentingan mendadak, yang rela keluar rumah dan diguyur gerimis. Bukan masalah gerimis yang akan membasahi pakaian ataupun kendaraan namun angin pada malam itu berhembus dengan agak ganas. Mungkin di daerah terdekat dari Jakarta mengalami hujan deras hingga dampak anginnya sampai di Jakarta. Jalan-jalan beraspal, atap-atap bangunan, halaman toko, dan halaman kantor milik perusahaan Reno pun tak luput daru guyuran gerimis lebat atau yang lebih pantas disebut hujan.Kembali ke kantornya, Reno mengajak Rayna mengerjakan pekerjaan yang harus ia selesaikan malam itu. Rayna yang sudah merasakan tulang-tulang dan persendiannya protes ingin diistirahatkan, tetap menurut pada atasannya.Meskipun mereka telah saling mengenal layaknya hubungan teman, Rayna selalu menghormati Reno sebagai atasannya yang baik. Ia yakin kalau Reno tidak akan berbuat aneh-aneh padanya. Lagipula, untuk apa bos
Jam lima sore lebih beberapa menit, Rayna masih belum mendapatkan angkutan umum yang biasa mengantarnya pulang. Gelap semakin menguasai hari. Kantor semakin sepi karena banyak karyawan yang sudah dalam perjalanan menuju rumah masing-masing. Selama masa penantian angkot itu, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan Rayna. Ia merasa tidak pernah mempunyai kenalan atau teman yang mengendarai mobil semewah itu. Rayna menyipitkan matanya, menajamkan pandangannya agar dapat melihat pengemudi mobil itu dari luar. Kaca mobil itu terbuka penuh, menampakkan sang empunya, seseorang tersenyum padanya. “Hai, Rayna!” Kini Rayna dapat mengenali orang yang berada di belakang kemudi mobil mewah berwarna merah di depannya. Clara, tunangan Reno yang sengaja menghampirinya. Rayna tak merespon. Ia merasa tidak pernah mempunyai urusan dengan wanita itu. “Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Naiklah!” kata Clara, dengan sengaja ingin mengantar Rayna pulang k
Hari ini tepat satu bulan Rayna bekerja di perusahaan Reygold Corp. Atas bantuan dari kerja kerasnya, sang wakil presdir berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya dan mendapatkan beberapa proyek besar yang jarang didapatkan. Dapat dikatakan bahwa keberadaan Rayna membawa keberuntungan besar bagi perusahaan itu.Rayna berjalan santai menuju ruang kerjanya, yang berada tepat di sisi kanan ruangan Reno. Beberapa kali ia menyapa karyawan lain yang berpapasan dengannya. Rayna dikenal sebagai gadis paling ramah di perusahaan itu sehingga namanya tak asing bagi banyak orang. Akun sosmed gadis itu pun mendapatkan tambahan pengikut lumayan pesat karena ia bekerja sebagai sekretaris wakil presdir bernama Reno Subrata yang terkenal akan ketampanan dan kebijaksanaannya.Beberapa meter sebelum Rayna sampai di ruangannya, mendadak ia menghentikan langkahnya. Sepatunya berwarna krem berhenti mengeluarkan bunyi tok tok yang beradu dengan lantai keramik. Senyumnya memudar saat dilihatnya s
Dengan kekesalan yang telah memenuhi ubun-ubun dan hatinya, Clara mendelik kesal. Kedua matanya hampir tak bisa dibedakan dengan mata kucing yang marah karena sesuatu saat seseorang bertanya padanya mengapa dia menampar karyawan Reno di depan umum. Ia merasa berhak melakukan hal itu karena statusnya sebagai tunangan Reno. Suasana hening dan memanas. Tak ada seorang pun yang berkutik dan mengeluarkan sepatah kata pun, termasuk Reno dan Rayna. Bukan tak ingin membela sekretarisnya, Reno masih memilih diam untuk menanti situasi yang memungkinkan dirinya mengatakan sesuatu pada tunangannya yang saat ini sedang merah padam karena marah. Kemarahan Clara tak beralasan yang jelas. Hal itu justru membuat para petinggi perusahaan-perusahaan terkenal yang berteman baik dengan ayahnya menjadi beranggapan buruk padanya. Mereka berpikir bahwa Clara adalah gadis yang tidak memiliki sopan santun bahkan di tempat umum. Rayna menatap aneh pada gadis berperawakan seksi di depan
Acara makan malam yang diadakan oleh Rayna dan dua orang sahabatnya berjalan sangat menyenangkan. Meskipun sesekali Rayna teringat Reno yang terkahir kali nampak murung. Mungkin bosnya sedang ada masalah dengan Clara, pikirnya. Ia berusaha membuang pikiran tentang Reno jauh-jauh agar perasaan cinta tak menghinggapi hatinya. Semakin memikirkan Reno maka Rayna semakin luluh pada laki-laki pewaris perusahaan keluarga Subrata itu. Jarum jam menunjukkan pukul 21:45, waktunya Rayna pulang ke rumah jika tidak ingin ibunya cemas dan khawatir tentangnya. Rayna mengajak Sofi dan pacarnya segera pulang karena malam ini angin berhembus cukup kencang. Berdasarkan pengalaman, angin malam tidak baik bagi kesehatan. “Baiklah, aku pulang dulu, ya,” kata Rayna yang tidak sabar menunggu dua sahabatnya itu bersiap-siap. Menurutnya, Sofi dan pacarnya bersiap pulang seperti anak TK yang bersiap pulang dari sekolah, begitu lama. “Hati-hati!” seru Sofi ketika Rayna berjalan menjauhi
Rayna menyiapkan sarapan sepiring nasi goreng dan telur dadar di atasnya, satu piring untuknya dan satu piring lagi untuk Sofi. Setelah meletakkan piring mereka, Rayna melihat ke arah Sofi yang terduduk dengan tatapan kosong.Mungkinkah Sofi masih memikirkan tentang kembalinya Ryan? Tanya Rayna dalam hati.“Sof,” panggil Rayna lembut sembari meletakkan tubuhnya, duduk berhadapan dengan Sofi yang masih termenung. “Sof!” panggil Rayna kedua kalinya dengan memegang tangan Sofi yang sontak membuat gadis berwajah oriental itu tersentak kaget.Sofi mendadak kaget, mendongakkan kepalanya untuk bisa menatap Rayna yang memandang iba padanya.“Masih memikirkan Ryan?” tanya Rayna pelan. Dia tidak ingin membuat sahabatnya sedih dengan pertanyaan konyolnya.Sofi mengangguk pelan. “Kau tahu, Na? Kejadian itu terekam dengan sangat baik di ingatanku.”Rayna menghela nafas berat, menatap sendu sahabatnya yang harus bertemu lagi dengan orang yang sudah merenggut kesuciannya. “Kamu pasti kuat, Sof.”Sof
Sofi meneguk kopi latte miliknya yang sudah tinggal separuh cangkir. Ia menarik nafas dalam sembari menyusun kalimat-kalimat dalam otaknya. “Aku sudah memiliki seorang pengganti diriku saat resign nanti. Surat pengunduran diri juga sudah ku berikan pada Pak Reno. Namun dia menolaknya. Kau tahu, Rayna? Dia mengatakan kalau aku tidak harus keluar dari perusahannya. Yang akan terjadi adalah....” Sofi tidak melanjutkan kalimatnya.Rayna mengerutkan keningnya. Penasaran. “Apa?” tanyanya pada Sofi yang masih memperhatikan kopi latte-nya.Sofi tersenyum kecil. Membiarkan rasa penasaran menguasai sahabatnya itu. “Ayolah, Sof. Ini bukan lelucon,” timpal Rayna yang tidak sabar mendengar cerita dari Sofi.“Aku memang tidak diizinkan untuk meninggalkan Reygold Corp. Hal itu diperkuat oleh Clara yang mengangkat jabatanku menjadi sekretarisnya.”Rayna terbelalak, sesuatu terasa tengah menghalangi jalannya udara masuk ke rongga hidung hingga membuatnya sedikit kesuli
Reno dan Clara telah tiba di sebuah restoran elite di kawasan Jakarta Timur. Mereka berdua bergegas masuk ke dalam restoran yang bernuansa Eropa modern itu. Clara dengan sengaja bergelanyut mesra pada Reno yang berjalan santai saat kaki mereka menginjak lantai restoran berwarna hitam.“Apa, sih?” Reno berusaha menepis tangan Clara yang masih menggandeng tangannya, bahkan dengan sangat erat seakan Reno adalah tawanan yang tidak boleh kabur.Clara bersikeras menggandeng tangan Reno agar mereka terlihat mesra.“Tidak ada yang menyuruhmu melakukan ini. Lepaskan!” bisik Reno makin risih dengan sikap Clara. “Jangan berlebihan!”Clara berusaha untuk berpura-pura tidak mendengar kata-kata Reno. Ia tetap menggandeng tangan Reno kemudian mengajaknya mendekati bangku yang sudah ditempati oleh dua orang. Rupanya dua orang itu adalah Alex dan Rayna yang sudah lebih dulu berada di restoran itu. “Halo,” ucap Clara yang sukses membuat Rayna dan Alex menoleh ke arahnya. Kedua mata Rayna terbelalak m
Jika Alex menikahi Rayna, artinya Rayna akan menjadi kakak iparnya. Clara bergidik membayangkan hal itu benar-benar terjadi.“Tidak mungkin, kan?” Clara khawatir jika Rayna kelak tetap merebut Reno darinya meskipun telah menikah dengan Alex.“Kenapa tidak mungkin? Bukannya malah bagus jika Rayna menjadi kakak iparmu?”Masalahnya bukan siapa yang akan menjadi suami Rayna, melainkan kebencian Clara terhadap Rayna sudah mendarah daging sehingga sulit untuk dihilangkan. Ia tidak sanggup jika harus melihat Rayna di dalam rumahnya setiap hari.“Aku tidak ingin melihatnya di rumah ini,” sahut Clara dengan nada tegas.Alex mengerutkan keningnya. “Sejak kapan aku harus menurutimu? Kamu hanya adikku, bukan ibuku, kan?”Clara melirik Alex dengan lirikan elang yang siap menerkan mangsanya. “Lalu apa yang akan kamu lakukan? Membuat drama baru?”Alex tidak menjawab pertanyaan Clara. &lsquo
Reno menatap kosong pada alat tes kehamilan milik Rayna. Dalam hstinya bertanya-tanya, benarkah itu milik Rayna? Lalu...“Tidak mungkin!” Reno langsung bangkit dari duduknya. Kursi empuk itu kini bergeser sedikit ke belakang akibat dorongan tubuh Reno yang berdiri secara tiba-tiba. “Dia hamil?” Pertanyaan itu mestinya ditujukan pada Rayna.Dengan tergesa-gesa, Reno mengambil kunci mobil yang ada di atas mejanya. Meraih jas warna hitam yang ia pajang di kursi dan berhambur keluar dari ruangan.“Pak Reno, hendak pergi ke mana?” tanya sang sekretaris yang bingung melihat tingkah aneh sang bos yang tiba-tiba keluar ruangan tanpa sepatah kata.Reno tak memberikan jawaban atas pertanyaan sekretarisnya. Menurutnya, tak ada yang lebih penting dari Rayna. Dia harus bertemu dengan Rayna saat itu juga.Sofi yang tengah berjalan menuju ruangan Clara, tanpa sengaja melihat sekelebat sosok Reno yang berlari membawa hasil testp
“Ya, aku tidur dengan Clara waktu itu.”Deg!Rayna dan Alex tidak menyangka jika Reno akan mengakuinya secepat itu. Meskipun Rayna sudah mengetahui tentang hal itu, ia berpikir bahwa Reno akan menutupinya untuk saat ini. Namun di luar dugaan, rupanya Reno mengakui bahwa benar dirinya telah meniduri Clara.“Tidak, aku tidak menidurinya. Kami melakukan hubungan intim itu di kantor,” ralat Reno yang membuat Rayna sangat terkejut.Alex tersenyum sinis. “Seperti itu kah kelakuan bejatmu, Reno? Masih pantaskah kamu mendapatkan cinta Rayna?”Jika harus bicara jujur, Rayna sangat kecewa dengan Reno. Ia melakukan perbuatan itu di kantor?“Aku mohon, Rayna. Jangan berpikir yang macam-macam. Aku masih tetap mencintaimu. Bukan Clara.” Reno menatap lekat pada Rayna yang juga sedang menatapnya. Ia meraih tangan Rayna yang dingin.‘Aku tidak bisa berpikir tentang apapun sekarang. Seandainya dia h
“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”tanya seorang resepsionis di perusahaan Anant Jewel yang memiliki paras manis dan terlihat ramah dengan senyum yang selalu ia tunjukkan pada semua orang yang dilayani.“Saya ingin bertemu dengan Ibu Rayna,” jawab Reno dengan cepat karena ia sedang terburu-buru ingin bertemu dengan Rayna di pagi itu.“Bu Rayna sudah datang, Pak. Beliau ada di ruangannya sekarang. Lantai dua, ruangan kedua dari utara.”“Baik, terimakasih,” ucap Reno yang langsung bergegas melangkah ke lift yang terletak di sebelah kanan tempat resepsionis. Tanpa berlama-lama, Reno masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka dua......Tok tok!Rayna sedikit tersentak kaget saat Mira, sekretarisnya mengetuk pintu ruangannya secara tiba-tiba.“Iya, Mir. Ada apa?” seru Rayna dari dalam ruangan.“Ada tamu, Bu Rayna. Pak Reno dari Reygold Corp datang menemui Anda,”
“Aku ada di panti asuhan Kasih Bunda. Mungkin akan pulang nanti sore. Memangnya ada apa, Alex?”Suara Rayna terdengar merdu di telinga Alex hingga dirinya lupa dengan tujuannya menelepon Rayna. Jantungnya pun berdetak lebih kencang.“Ah, iya. Anu... Tidak jadi. Lain kali saja aku telepon lagi. Tidak enak kalau mengganggu acaramu. Lagipula nanti sore pasti kamu butuh istirahat,” kata Alex yang mengurungkan niatnya bertanya tentang sesuatu kepada Rayna.“Oh, begitu. Baiklah, terserah kamu.” Tak lama kemudian, Rayna memutus sambungan telepon dari Alex.Acara yang ditunggu-tunggu segera dimulai. Para pejabat dan semua tamu undangan pun sudah banyak yang hadir dan duduk manis di tempat yang telah disediakan panitia dari panti asuhan.Sebagai salah seorang kerabat dekat panti, Rayna ikut duduk di deretan para donatur tetap di belakang para pejabat daerah. Rayna dan Sofi duduk bersebelahan, menyaksikan beberapa acara hi
Hai, salam kenal dari Selay Rahmi pada kalian yang sudah bersedia membaca novel ini. Kalian klik novel ini aja udah bikin seneng kok. Alhamdulillah... Trimakasih untuk yang sudah membaca. Double makasi untuk yang sudah vote gem atau buka gembok ya. Semoga Allah balas dengan yang lebih baik. Aamiin... Tolong berikan feedback, entah vote rate, vote gems atau komentar dikit aja supaya bisa kasih semangat buatku.... Dukungan kalian sangat berarti buatku. Tanpa kalian, aku gak bisa disebut sebagai penulis. Novel ini masih separuh perjalanan. Jadi, aku butuh banget support dari readers. Tolong berikan saran juga ya, bagian mana yang harus dibenahi, apa yang harus ditambah, dll.