Beranda / Romansa / Hug me, My Sweetie / Pertemuan tak Terduga

Share

Hug me, My Sweetie
Hug me, My Sweetie
Penulis: Selay Rahmi

Pertemuan tak Terduga

Penulis: Selay Rahmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dua ekor burung dara terbang bebas di depan rumah seorang gadis berambut panjang dan lurus. Gadis itu asyik mengamati gerak gerik dua burung yang tengah bercengkerama layaknya dua manusia yang sedang pacaran.

“Rayna!”

Gadis bernama Rayna itu menoleh pelan ke arah sumber suara. Rupanya sang Ibu telah berdiri di depan pintu, tak jauh dari tempatnya berdiri.

“Ya, Ibu,” jawab Rayna sopan dan pelan.

“Sarapan dulu, Nak. Ibu sudah buatkan nasi goreng Jawa kesukaanmu. Supaya kamu semangat mencari kerja.” Wanita paruh baya itu selalu pengertian terhadap putri tunggalnya. Ya, kasih sayang Bu Lastri – ibu Rayna – telah mampu membuat anak perempuan semata wayang itu menjadi gadis super baik, cantik, dan lemah lembut.

Rayna tersenyum. “Baiklah, kita sarapan bersama-sama ya, Bu.”

.....

Selesai sarapan, Rayna kembali ke kamarnya. Mengambil berkas dan CV yang akan ia berikan pada perusahaan yang dia lamar.

Kriiiing!

Ponselnya berbunyi. Mengagetkan sang empunya yang tengah fokus memeriksa kembali berkas dan CV miliknya.

Klik!

“Ya, halo...”

“Na, kamu di mana, sih? Katanya kita mau melamar di perusahaan Reygold Corp.” Suara lantang seorang teman yang ada di ujung telepon membuat Rayna harus menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga.

“I, iya. Aku baru aja selesai sarapan. Sebentar lagi berangkat. Kamu di mana, Sof?” tanya Rayna balik, seraya memasukkan kembali berkas-berkasnya ke dalam map berwarna coklat.

“Aku tunggu di restoran Jepang dekat kantor perusahaan itu, ya? Jangan lama-lama, Na!”

“Baiklah, baiklah... Aku usahakan cepet, ya.”

.....

Rayna hanya membutuhkan waktu sepuluh menit perjalanan menggunakan ojek online untuk sampai di kantor perusahaan asing Reygold Corp. Letaknya memang bukan di tengah kota, maka dari itu jarak dengan rumah kecilnya hanya sekitar 15 kilometer.

Sesampainya di depan kantor itu, Rayna tidak langsung masuk ke dalam. Ia dan Sofi sudah janjian ketemu di restoran Jepang, sebelah kantor itu.

Ya, Rayna saat ini masih sibuk mencari pekerjaan demi mencukupi kebutuhan dirinya dan ibunya. Ke sana kemari, dari pagi sampai sore, tak ada lowongan sama sekali.

“Aku tidak boleh putus asa.” Rayna mengusap peluh di keningnya. Ada satu perusahaan yang belum ia datangi. “Tinggal perusahaan besar ini yang belum aku datangi.”

Keraguan sempat menghampiri gadis berbalut setelan celana panjang dan blazer dengan warna senada. Rayna celingukan kanan-kiri. Kenapa dia sama sekali tidak melihat Sofi dari tadi.

Tuuut! Tuuut!

Rayna menghubungi Sofi, berharap gadis menyebalkan itu segera menjawab teleponnya. “Di mana kamu, Sofi?” lirih Rayna yang mulai bosan menunggu Sofi di pinggir jalan. Dia tidak mungkin masuk ke restoran hanya untuk menemui Sofi. Jadi, Ryana memutuskan menunggu Sofi di pinggir jalan, diantara kantor perusahaan itu dengan restoran Jepang.

“Kau di mana, Rayna?” Terdengsr suara Sofi di ujung telepon.

Tak menjawab, Rayna justru mengelus dada, lega. Akhirnya Sofi menjawab teleponnya.

“Aku di pinggir jalan, di depan restoran. Keluarlah, cepat!”

“Baiklah,” jawab Sofi singkat.

Hanya perlu menunggu dua menit, Rayna dapat melihat sosok teman yang ia tunggu-tunggu. Sofi, gadis sebaya yang selalu baik pada Rayna dan tidak pernah mengeluh sedikit pun saat berteman dengan Rayna, kini ia mengenakan rok selutut warna hitam, kemeja putih dan blazer warna hitam dengan model simpel.

Sofi melongo melihat penampilan Rayna yang mengenakan setelan kerja dengan warna yang sama, warna hitam.

“Kenapa kamu memakai setelan warna hitam?” tanya Rayna rada kesal.

“Hei, aku duluan yang memakai setelan ini. Aku menunggumu datang, kan? Jadi, kamu yang ikut-ikutan. Oh my God, Rayna!” Sofi menepuk dahi pelan.

“Kalau memakai pakaian dengan warna sama, kita terlihat seperti anak sekolah. Pakai seragam, cuma bedanya aku pakai celana dan kamu pakai rok.” Rayna merasa ciut melihat pakaian mereka berdua yang samaan.

“Terus bagaimana? Pulang ganti baju? Ih, itu tidak akan terjadi. Hari makin siang. Takutnya lowongan ditutup hari ini, kan?”

Rayna terdiam. Apapun yang dikatakan oleh Sofi memang benar. Jika salah satu dari mereka harus pulang ganti pakaian akan memakan waktu lama. Lowongannya juga segera ditutup.

“Ya sudah, kita masuk saja. Toh, kita hanya mengumpulkan berkas ini, kan? Tidak akan banyak yang melihat kita.” Kepercayaan diri Rayna kembali. Ia berjalan memasuki halaman kantor perusahaan asing Reygold Corp. dengan semangat.

Dua orang gadis yang berasal dari keluarga sederhana berjalan pelan menyusuri lobi kantor dan berhenti di depan meja resepsionis.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanya resepsionis ramah.

Rayna memandang Sofi. Ia ragu untuk mengajukan berkas lamarannya di perusahaan besar itu.

“Ayo,” lirih Sofi, memberi isyarat pada Rayna untuk menjawab pertanyaan resepsionis wanita yang tanpak ramah itu.

“I, iya. Mm... Begini. Kami ingin mengajukan berkas lamaran.” Rayna agak gugup.

“Oh begitu. Baiklah. Berkasnya bisa kalian berikan kepada saya saja. Nanti akan saya serahkan pada atasan.”

Rayna dan Sofi memberikan berkas mereka pada resepsionis yang memakai nametag Sarah.

“Terimakasih,” ucap Rayna pelan.

.....

Masih di dalam lobi kantor, Rayna dan Sofi berbincang sebentar. Rayna merasa tidak yakin kalau dirinya akan diterima bekerja di tempat itu.

“Pak Reno!”

Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki paruh baya memanggil nama seseorang. Laki-laki itu berjalan setengah lari agar dapat mengejar rombongan pimpinan perusahaan yang akan pergi keluar kantor untuk rapat eksternal dengan investor.

Rayna dan Sofi menghentikan langkah mereka. Mengantisipasi jika nanti mereka tetap berjalan maka akan bertabrakan dengan laki-laki itu. Pandangan Rayna tertuju pada sosok pemuda tinggi dengan setelan jas dan celana panjang warna abu-abu, berjalan paling depan dengan langkah yang tergesa-gesa.

“Astaga, bapak itu mengejar rombongan yang dipimpin seorang pemuda?” tanya Sofi lirih. “Seharusnya pemuda itu berhenti menunggu bapak itu, kan?”

“Sst! Diam! Mungkin saja jabatan pemuda itu lebih tinggi. Jadi, dia merasa harus lebih dihormati. Mana ada pimpinan menunggu bawahan?” lirih Rayna setengah berbisik.

Sofi mengangguk pelan. “Benar juga,” sahutnya lirih.

Rayna masih melempar pandang ke arah pemuda yang kemungkinan besar adalah pimpinan perusahaan itu. Ia mengerutkan dahi, merasa pernah melihat pemuda itu sebelumnya.  “Sepertinya aku pernah melihat orang itu. Tapi di mana, ya?” gumam Rayna.

“Siapa?” tanya Sofi penasaran.

“Pemuda itu.” Kini Rayna dapat melihat wajah pemuda itu dari samping. “Oh iya. Aku ingat.”

FLASHBACK

Hari ini ramalan cuaca yang diberitakan melalui televisi meleset jauh. Ramalan menyatakan kalau hari ini cuaca akan sedikit mendung tapi tidak sampai menurunkan hujan. Tetapi ternyata ramalan itu meleset. Hari ini hujan turun deras. Bahkan sejak jam 9 pagi. Banyak orang berlarian dengan tangan menutup kepala dan mencari tempat teduh. Tidak termasuk Rayna. Gadis cantik dan seksi itu selalu sedia payung sebelum hujan.

Ya, bagaimana tidak? Rayna termasuk pengguna angkutan umum setiap hari. Jadi, hujan atau tidak, dia akan tetap membawa payung untuk berjaga-jaga.

Setelah turun dari busway yang berhenti di haltenya, Rayna bergegas membuka payung dan berjalan santai menyeberang jalan dengan hati-hati. Ia melihat sebuah mobil mewah berwarna putih sedang berhenti di tengah jalan. Mungkin mobil itu mengalami sesuatu yang buruk, pikirnya.

Berhasil menyeberang dengan selamat, Rayna berjalan pelan melewati mobil mewah yang tengah berhenti itu.

“Tunggu!”

Seketika Rayna menghentikan langkahnya. Menoleh ke arah mobil mahal yang berada di belakangnya. Seseorang melambaikan tangannya, pertanda ia memanggil Rayna untuk mendekat. Rayna bingung. Tentu saja ia takut tiba-tiba ada orang asing di dalam mobil memanggilnya. Bagaimana jika orang itu menculiknya? Ah tidak mungkin, tidak ada yang ingin menculik gadis miskin seperti dirinya.

Pintu mobil terbuka sedikit, jendelanya pun terbuka separo. Tampak seorang pemuda tampan dengan setelan jas warna hitam di dalam mobil itu. Rayna menunduk lalu bertanya.

“Anda memanggil saya?”

“Iya, saya yang memanggil Anda tadi. Bisakah saya minta tolong?” tanya laki-laki itu.

Rayna bingung. Apa yang harus ia lakukan untuk menolong orang kaya itu.

“Anda minta tolong kepada saya?” tanya Rayna meyakinkan dirinya bahwa laki-laki tampan itu benar-benar meminta pertolongannya.

“Saya minta tolong, numpang payungnya. Mobil aki mobil saya bermasalah. Saya sudah memanggil bengkel untuk mengatasinya. Tapi saya perlu segera pergi dari sini. Ada rapat direksi perusahaan yang harus saya hadiri.” Reno, nama laki-laki tampan yang berusaha menjelaskan keadaan dan masalahnya pada Rayna saat itu. “Oh ya, perkenalkan. Namaku Reno.”

Rayna lega. Akhirnya ketakutannya hilang setelah mendengar penjelasan dari Reno. “Saya Rayna. Anda bisa kok ikut dengan saya pakai payung ini. Saya akan berjalan sampai depan pertokoan itu. Setelahnya, Anda bisa memakai payung saya.”

Akhirnya Reno dan Rayna berada di bawah payung yang sama, di bawah guyuran hujan. Mereka harus berjalan berdua dengan tubuh berdekatan supaya tidak terkena air hujan. Sesampainya di depan deretan toko, mereka berhenti.

“Mm... Saya berhenti di sini saja. Rumah saya tidak jauh dari sini, kok. Anda bisa menggunakan payung saya sampai di tempat tujuan, kalau Anda berkenan.” Rayna memberikan payungnya pada Reno.

“Terimakasih, Nona Rayna. Jika bisa bertemu lagi, saya kan mengembalikan payung ini dan membalas kebaikan nona.”

“Ah, itu...tidak perlu. Hanya tumpangan sebuah payung. Tidak perlu dipikirkan. Pakai saja. Hati-hati di jalan. Saya pamit.”

Reno tersenyum lega melihat seorang gadis cantik dan baik hati. Ia masih memandang Rayna yang berjalan menyusuri pertokoan dan akhirnya masuk ke pertigaan diantara deretan pertokoan itu. Bisa dibilang tubuh Rayna itu seksi, montok, wajahnya juga cantik. Pakaian yang dikenakannya pun menutup aurat. Bukan pakaian seksi seperti yang dipakai umunya wanita.

FLASHBACK END

.....

“Wah, jadi benar kalau dia pimpinan perusahaan? Ternyata perusahaan sebesar ini yang dia pimpin,” gumam Rayna kagum.

“Ah, sudahlah. Ayo pulang. Kau tidak sadar, hah? Pakaian kita seperti seragam.” Sofi menarik lengan Rayna dan mengajaknya segera pulang.

Tiga hari kemudian.

Kriiiiing!

Ponsel jadul milik Rayna berbunyi nyaring hingga membuat si empunya tersentak kaget. “Ish! Dasar jadul! Keras sekali suaranya.” Rayna segera menjawab telepon dari nomor asing.

Klik!

“Selamat siang, Nona Rayna Husna Darmawan?”

“I, iya. Saya Rayna Husna Darmawan. Ini dari mana, ya?”

“Selamat Nona Rayna. Berkas lamaran yang Anda ajukan tiga hari yang lalu telah diseleksi dan diterima oleh pimipinan perusahaan kami. Jadi, tahap selanjutnya adalah wawancara yang akan dilaksanakan besok jam 9 pagi. Kami harap Anda datang tepat waktu.”

Bagai angin surga tengah menerpa dirinya, Rayna tak percaya mendapat panggilan untuk wawancara di perusahaan terkenal itu.

“Baik, saya akan datang tepat waktu. Saya ucapkan terimakasih banyak.”

“Baik, selamat siang.”

“Selamat siang.”

Klik!

Sambungan telepon terputus. Rayna benar-benar tidak percaya bisa lolos sampai tahap wawancar.

“Ya Allah, inikah jawaban dari doa-doaku dan doa ibuku? Alhamdulillah... Terimakasih, ya Allah.” Rayna sujud syukur, merasa sangat bahagia. “Besok aku tidak boleh telat. Aku akan berusaha semaksimal mungkin agar bisa diterima bekerja di sana.”

Rayna yang tengah bahagia karena bisa lolos hingga tahap wawancara segera mencari ibunya. Dia harus meminta doa dari ibunya supaya besok bisa lolos tes wawancara.

“Ibu... Bu... Ibu...” Suara anak tunggal itu mengisi seluruh sudut rumah sederhana yang ditata dengan sangat apik dan rapi.

Ibu dan anak perempuan bernama Rayna itu tinggal di sebuah rumah desain lawas yang terlihat sangat rapi, bersih, dan indah. Meskipun keluarga mereka tergolong tidak mampu, Rayna dan ibunya tidak akan membiarkan debu sedikit pun menempel pada perabot rumah mereka yang bisa dihitung dengan jari. Sederhana bukan berarti harus kotor. Banyak anggapan di luar sana tentang kehidupan orang tidak mampu. Katakan saja orang yang hidupnya sederhana. Belum tentu mereka yang hidup sederhana akan memiliki tempat tinggal yang kumuh. Anggapan seperti itu harus dibuang jauh-jauh. Sederhana juga harus bersih.

Rayna mencari ibunya di setiap ruangan. Dengan rambut diikat seperti ekor kuda, Rayna pergi begitu saja keluar rumah. Mungkin ibunya sedang membersihkan halaman.

“Ibu di mana, ya? Kok sepi juga di sini,” gumam Rayna lirih setelah memeriksa halaman rumah yang dipenuhi oleh bermacam-macam jenis bunga.

“Hai, Rayna!” Tino menepuk bahu Rayna yang sukses membuat gadis seksi itu terlonjak kaget.

“Tino! Apa-apaan kamu, hah? Kaget, ih!” ketus Rayna kesal.

Tino menyodorkan seikat bunga mawar yang baru saja ia petik di taman rumahnya. “Ini bunga untuk Rayna-ku sayang.”

“Apaan sayang-sayang. Ih!” Rayna menolak bunga pemberian Tino.

Sebenarnya sudah lama Tino naksir Rayna. Terhitung sejak enam tahun yang lalu. Tetapi gadis pujaannya tak pernah menanggapi kata-kata dan perlakuan istimewa Tino padanya.

“Tino, please... Jangan begini, ah! Kamu lihat ibu, gak?”

“Kan ibu kamu lagi pergi ke warung. Mungkin sebentar lagi pulang. Tadi waktu jalan ke sini, aku lihat beliau sedang beli sesuatu di warung.”

Rayna menyipitkan mata. “Yang bener?”

“Ya ampun, Rayna. Kapan sih aku bohong? Aku tadi benar-benar melihat ibu kamu di sana. Ih, gak percaya amat! Aku sudah mengatakan yang sejujurnya, Rayna sayangku.”

“Ih jijik, tau!” Rayna beranjak pergi dari halaman. Ia bergegas masuk ke dalam rumah.

.....

Malam hari, di kediaman keluarga pendiri perusahaan asing ternama – Reygold, seorang pemuda sibuk menata berkas-berkas yang ia bawa dari kantor tadi sore. Beberapa berkas itu merupakan berkas lamaran kerja milik tiga orang wanita yang lolos sampai ke tahap wawancara.

Tiga map berwarna coklat telah terpampang di depan mata Reno, sang Wakil Presiden Direktur Reygold Corp. Reno menghela nafas panjang. Ia ingin sekali pergi tidur karena anggota badannya sudah protes ingin diistirahatkan. Akan tetapi, berkas-berkas itu juga telah siap diperiksa olehnya.

“Baiklah. Aku akan periksa ini dulu baru tidur.”

Map pertama dibuka. Ia langsung bisa membaca nama yang tertera di berkas lamaran itu. Sofi Prita Ariska. “Boleh juga,” gumamnya.

Map kedua diambil dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanan sibuk mengambil kopi yang terletak si meja sebelah kanan.

Sluurp! Bunyi yang dikeluarkan Reno saat menyeruput kopi hitamnya.

Dibukanya map coklat kedua yang berisi berkas lamaran Rayna. Lembar pertama ia baca. Sebuah nama wanita yang tidak asing baginya. Rayna Husna.

Dahi Reno berkerut. “Rayna?” lirihnya seraya mengingat nama itu. “Rayna... Rayna... Sepertinya nama itu tidak asing bagiku. Tapi... Di mana aku mendengar nama Rayna?”

Ingatan Reni lumayan buruk. 20 menit ia mengingat nama Rayna.

“Ah, itu...tidak perlu. Hanya tumpangan sebuah payung. Tidak perlu dipikirkan. Pakai saja. Hati-hati di jalan. Saya pamit.”

Tiba-tiba Reno ingat kata-kata itu. Mulutnya terbuka sedikit, ia melongo kemudian melihat berkas Rayna sekali lagi. Dilihatnya pas foto milik Rayna yang berada di bagian atas pojok kanan.

“Di, dia... Rayna?”

Ya, benar. Rayna yang memberikan tumpangan payung berharga untuknya adalah Rayna yang sama dengan yang melamar pekerjaan sebagai sekretaris di perusahaannya. Ternyata dunia sesempit daun kelor, pikir Reno.

“Baiklah, Rayna. Kita akan bertemu besok pagi.” Seulas senyum menghiasi wajah tampan Reno yang ramah. Dia akan menunggu kedatangan Rayna di kantornya besok pagi.

.....

Hari ini merupakan hari yang penting bagi seorang Rayna Husna. Pasalnya, hari ini ia akan melakukan tes wawancara agar dapat diterima bekerja sebagai sekretaris di perusahaan Reygold Corp. Sedari Subuh, Rayna sibuk menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan ibunya. Pagi ini, jam 9 nanti, dia harus sudah tiba di kantor perusahaan ternama itu.

“Mau masak apa, sih?” tanya Ibunya seraya membelai rambut panjang Rayna yang terurai lurus di punggungnya.

Rayna menoleh sedikit. “Rayna masak sop buntut, sambal tomat, tempe krispi, dan telur dadar, Bu.”

“Apakah perlu Ibu bantu?” tanya ibunya lagu.

“Tidak usah, Ibu...” Rayna mengambil telur dari tangan ibunya. Wanita paruh baya itu hendak membuat telur dadar demi membantu sang anak kesayangannya. “Rayna bisa sendiri kok, Bu. Ibu tunggu aja di kamar sambil nonton TV atau membaca Al Quran, mungkin...”

“Iya, deh...” Ibunya pun menuruti kemauan Rayna.

Dilihatnya wanita yang telah melahirkannya itu berjalan pelan, masuk ke dalam kamar yang berukuran 2,5x2 meter. Rayna tidak ingin membuat ibunya susah, sedih atau apapun yang buruk terjadi pada wanita penyabar itu. Keluarga yang dimiliki Rayna hanya ibunya seorang, tidak ada sanak atau saudara yang berada sekota dengan mereka.

Dentang jam menunjukkan pukul enam pagi. Makanan yang dimasak Rayna sudah tersaji semua di atas meja makan berbentuk bundar dengan tiga kursi di sekelilingnya.

“Makanan sudah siap.” Rayna senang karena telah berhasil memasak makanan enak pagi itu. Ini bukan pertama kalinya ia memasak. Sebenarnya, gadis cantik itu tergolong gadis yang pandai memasak. Hanya saja, Rayna sering masuk kerja pagi hari. Jadi, jarang memiliki waktu luang untuk menyiapkan makanan.

Makanan sudah siap disantap. Sekarang saatnya Rayna memanggil ibunya di kamar.

Tot tok!

Rayna mengetuk pintu kamar ibunya pelan. “Ibu...”

“Ya... Oh, Rayna.” Ibunya yang semula pada posisi tidur miring ke kanan, kini telah bersiap berdiri. “Sudah selesai?”

“Sudah, kok, Bu. Ayo kita sarapan. Rayna harus bergegas untuk wawancara nanti.”

Ibunya tersenyum bangga melihat Rayna antusias melakukan tes wawancara itu.

“Ibu, doakan Rayna, ya. Supaya Rayna bisa bekerja di tempat itu. Jadi, ekonomi keluarga kita sedikit meningkat. Rayna janji akan bekerja dengan sangat rajin ketika memang benar-benar diterima.”

“Ibu selalu mendoakanmu, Nak. Apapun yang terbaik untukmu. Jangan lupa, berdoalah sebelum melakukan segala sesuatu. Supaya diridhoi Allah dan senantiasa dilindungi, ya.”

Rayna memegang kedua tangan ibunya. Meletakkan kedua telapak tangan kasar itu pada pipi kanan dan kirinya. “Rayna akan selalu berusaha membuat ibu bangga.”

.....

Pagi ini Rayna janjian lagi dengan teman karibnya, Sofi. Mereka berangkat menuju kantor perusahaan Reygold Corp bersama-sama. Kali ini warna kostum mereka berbeda. Keduanya memang memakai rok pendek sedikit di atas lutut. Tapi masih terlihat sopan dan tidak ketat.

Tiga orang calon sekretaris, tiga orang calon asisten manajer, dan tiga orang calon kepala staf umum telah berkumpul di sebuah ruangan berukuran besar. Ruangan itu biasanya dipakai untuk rapat pemegang saham atau rapat dengan investor.

Sudah sepuluh menit, 9 orang calon pegawai perusahaan Reygold Corp menunggu sang wakil presdir yang tidak lain adalah Reno. Pria paling tampan di perusahaan itu.

Beberapa orang memasuki ruangan dan mengambil tempat masing-masing sesuai tugas mereka. Kemudian di belakang mereka ada empat orang dalam satu rombongan. Rombongan itu dipimpin seorang pemuda berpostur tubuh jangkung dengan setelan jas dan celana berwarna hitam.

Ketika rombongan itu memasuki ruangan, semua orang yang ada di dalam langsung menundukkan pandangan mereka, tanda hormat pada sang pemimpin yang sudah hadir dalam acara wawancara staf baru.

Empat orang dalam rombongan itu telah mengambil tempat duduk yang telah disediakan.

Pak Anang bertugas membuka acara dan mengenalkan calon pegawai baru satu per satu ketika mereka akan dites via wawancara.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokaatuh... Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Pagi ini, sesuai dengan rencana, kita akan melakukan tes wawancara untuk memilih satu orang sekretaris wakil presdir, satu orang asisten manajer, dan satu orang kepala staf umum. Ada 9 orang calon pegawai yang sudah hadir di ruangan ini. Untuk lebih menyingkat waktu, saya perkenalkan dulu para pimpinan yang akan mengetes kalian satu persatu.” Pak Anang berjalan mendekati meja pimpinan.

“Baiklah, kita mulai dari bapak-bapak yang duduk di sebelah kiri. Ada Pak Heri, manajer senior di perusahaan ini. Lalu yang paling kanan ada Pak Anam, Direktur Keuangan. Yang paling ditunggu-tunggu. Sosok yang sangat dihormati, Pak Reno, wakil Presdir perusahaan ini.”

Deg!

Rayna mendengar nama Reno ketika kepalanya tertunduk, melihat kakinya yang terasa sedikit kesemutan. Ia mengangkat kepala, melihat sosok pemuda yang tak asing di matanya. Ya, Reno. Ada Reno, seorang pemuda yang pernah minta tumpangan payung padanya. Rayna terkejut melihat Reno. Ternyata benar bahwa orang yang dilihatnya tempk hari adalah Reno yang sama dengan....

Rayna berusaha menyembunyikan ekspresi kagetnya agar tidak ketahuan.

Reno menyadari bahwa Rayna melihat dirinya dan berusaha menyembunyikan ekspresi itu darinya. Reno tersenyum kecil melihat eskpresi Rayna.

“Peserta pertama. Rayna Husna.”

Deg!

Ya Allah kenapa harus aku yang dipanggil pertama, pikir Rayna.

Rayna agak ragu maju ke depan dan duduk di kursi yang telah disediakan oleh panitia. Kursi di tengah ruangan itu seperti kursi terdakwa dalam sebuah persidangan pidana.

.....

Dua jam kemudian.

9 orang peserta wawancara masing-masing tengah berdoa untuk keberuntungannya dalam tes itu, tak terkecuali Rayna. Jabatan yang dilamar Rayna bukan jabatan sepele. Pasalnya, syarat menjadi sekretaris di perusahaan Reygold harus benar-benar mampu menangani semua masalah atasan yang keteteran. Pekerjaan harus rapi, cepat, bekerja dengan sopan, selalu ramah pada siapapun termasuk klien dan orang-orang yang berasal dari luar perusahaan. Selain itu, yang termasuk poin penting lainnya adalah berpenampilan menarik. Tidak harus cantik tapi mampu berpenampilan menarik dan sopan.

Pak Anang bersiap mengumumkan hasil tes wawancara 9 orang yang berlangsung selama dua jam lebih.

“Saya akan mengumumkan hasil tes wawancara tadi. Ada tiga nama yang lolos dan resmi direkrut sebagai pegawai perusahaan kami. Baiklah, karena waktu begitu penting bagi pimpinan kami maka langsung saya sebutkan nama-nama peserta yang lolos.” Pak Anang membuka lembar kertas kedua. Dia membaca nama itu dalam hati, satu per satu secara teliti agar tidak terjadi kesalahan saat memberikan pengumuman.

“Peserta yang resmi direkrut sebagai kepala staf umum adalah saudari Sofi. Yang kedua, peserta yang lolos sebagai asisten manajer adalah saudari Frita. Ketiga, peserta yang lolos sebagai sekretaris adalah saudari Rayna.”

Ketiga orang yang namanya baru saja disebutkan sebagai peserta yang resmi direkrut oleh perusahaan Reygold itu tak percaya. Mereka saling pandang. Benarkah hasil pengumuman itu?

Rayna menatap Sofi yang tersenyum senang karena dirinya juga diterima di perusahaan itu. Ia terharu karena mereka berdua berhasil melewati jalan berduri untuk mencapai sukses.

“Harap didengarkan dulu.” Pak Anang menguasai ruangan agar tidak terjadi kegaduhan. “Mulai besok, tiga orang yang telah disebutkan namanya tadi sudah harus bekerja sesuai dengan jabatannya masing-masing. Besok akan ada satu orang untuk satu pegawai baru yang akan mengenalkan pekerjaan kalian dan melatih selama dua minggu. Jadi, besok pagi saya harap saudari sekalian tidak terlambat datang di kantor. Atas perhatiannya, saya ucapkan terimakasih dan selamat bergabung di perusahaan kami. Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh...”

Pak Anang menyilahkan pimpinan perusahaan untuk meninggalkan ruangan saat itu juga. Reno dan dua orang yang mendampinginya dalam acara tes wawancara itu pun beranjak dari tempat duduk mereka dan meninggalkan ruangan secepatnya.

.....

Rayna dan Sofi berjalan menyusuri koridor lantai satu untuk mengambil jalan keluar.

“Na, aku pulang duluan, ya. Aku ada janji saja Prima. Dia ada di restoran Jepang, di sebelah itu.” Sofi bersemangat sekali bertemu dengan sang kekasih yang sudah menunggunya. Melihat Rayna yang tidak merespon, Sofi langsung menyenggol siku Rayna. “Malah melamun...”

“Ada apa, Sof?” tanya Rayna.

“Na, aku ada janji sama Prima. Kamu pulang sendiri, ya?” Sofi mengulangi perkataannya tadi.

Rayna mengangguk. “Oke. Aku bisa pulang sendiri. Sana, Prima sudah lumutan nunggu kamu.”

Sofi berjalan cepat, kegirangan karena akhirnya dia diterima bekerja di perusahaan ternama di Indonesia.

Rayna berjalan sendirian di koridor sepi lantai satu, yang langsung terhubung dengan lobi depan.

“Rayna!”

Rayna terlonjak kaget.

Seseorang memanggil namanya dan menarik lengannya, membuat dirinya masuk ke sebuah ruangan yang tak berpenghuni. Rayna menoleh ke arah kiri. Dia nampak terkejut melihat orang yang menariknya ke ruangan itu.

Reno tersenyum puas. Ia berhasil membuat Rayna mengikuti keinginannya.

“P, Pak Reno?”

Reno tertawa geli. “Pak? Kamu memanggilku Pak Reno?”

“I, iya,” jawab Rayna sambil mengangguk.

“Dengar, Rayna. Aku hanya ingin menjelaskan tentang sesuatu supaya kamu tidak salah paham.”

Rayna menatap Reno dengan kening berkerut. “Tentang apa?”

“Aku masih ingat dengan sangat jelas bahwa pada hari itu, aku bilang suatu hari nanti akan membalas kebaikanmu. Dan... Dalam tes wawancara tadi, aku benar-benar menilai usahamu tanpa ada unsur balas budi. Serius. Jadi, tolong jangan berpikir bahwa aku membuatmu lolos karena balas budi. No! Penilaian kami obyektif dan jujur. Jadi, kamu memang pantas bekerja di sini."

Rayna tersenyum. “Aku tidak pernah berpikir seperti itu. Kalau aku diterima berarti aku memang layak untuk diterima. Tetapi jika aku tidak diterima berarti memang tidak layak. Aku percaya pada kemampuanku sendiri. Jadi, Pak Reno tidak perlu menjelaskan seperti itu. Aku ucapkan terimakasih karena telah menerimaku bekerja di sini, Pak.”

Reno menghela nafas panjang. Dia merasa agak aneh ketika Rayna memanggilnya dengan panggilan ‘pak’. “Oke, mari bekerja sama dengan baik. Mulai besok kamu adalah sekretarisku.” Reno mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Rayna.

Dua detik...

Tiga detik...

Rayna hanya menatap tangan Reno dengan penuh pertanyaan di kepalanya. Kenapa seorang wakil presdir mau bersalaman dengan sekretaris? Kenapa sikap Reno berbeda dari yang ia tunjukkan pada pegawai lain? Kenapa Reno terlihat sangat senang ketika Rayna ada di sana?

“Kenapa hanya dilihat?” tanya Reno, membuyarkan lamunan Rayna yang sedang mengumpulkan banyak pertanyaan di otaknya.

Rayna menyambut tangan Reno dan tersenyum tipis padanya. “Terimakasih, Pak Reno. Kalau sudah tidak ada yang mau dibicarakan lagi, saya pamit.”

“Baiklah, silahkan.” Reno menyilahkan Rayna pergi dari ruangan itu. Tatapannya tak lepas dari punggung Rayna yang kemudian hilang di balik pintu.

“Entah apa yang harus ku jelaskan padamu, Rayna. Setelah aku mengetahui sebuah rahasia besar yang disampaikan kakekku, aku begitu senang melihatmu lagi. Ternyata... Kau datang ke perusahaan ini di saat aku diam-diam mencarimu.” Reno bicara lirih, tak ada yang mendengarnya, tak ada siapapun di ruangan itu selain dirinya sendiri.

.....

Malam hari.

Sebuah ruangan dengan penataan yang apik, penerangan redup, dan perabotan minimalis yang membuat mata nyaman memandangnya, merupakan milik seorang pemuda tampan yang sering menghabiskan waktunya dengan membaca berkas-berkas proyek, investasi, dan lain-lain. Ya, sudah bertahun-tahun Reno melakukan pekerjaan seperti orang-orang tua di perusahaannya. Padahal pemuda itu masih berusia 24 tahun.

Reno menatap kosong pada jendela kamarnya yang hanya dihiasi sebuah tirai berwarna putih. Perabot, cat tembok, semua yang ada di dalam kamarnya berwarna putih. Seakan tengah menanti seseorang yang akan muncul di jendela, pemuda itu tak henti-hentinya menatap benda mati yang bahkan tak bisa bergerak.

Melamun. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang dilakukan oleh Reno saat ini.

Reno POV

Rumahku mewah, apapun bisa aku beli dengan mudah. Kalaupun aku mau, gadis mana saja pasti bisa ku dapatkan. Tetapi... Ketika aku kesepian, semua yang ku miliki seakan tak berguna. Apapun yang ku lakukan tetap saja kesepian. Apa mungkin ini karena aku anak tunggal?

Saat tengah gundah gulana seperti ini, tina-tiba ponselku berdering. Astaga!

Ku lihat nama yang tertera di layar ponsel ku. Clara.

Kenapa harus gadis itu yang datang ketika aku kesepian? Kenapa harus dia yang meneleponku? Ingin ku lempar ponselku pada lantai supaya aku tak perlu lagi melihat nama Clara.

Klik!

“Reno... Sini... “ Suara Clara terdengar manja di ujung telepon.

Benar-benar malas. Aku tarik selimut untuk menutupi tubuhku. Aku ingin tidur saja daripada bicara dengan Clara. Siapa Clara? Dia calon tunanganku. Gadis yang harus menjadi pasanganku.

“Kamu saja yang datang ke sini,” balasku ketus.

“Reno, aku tunggu di bar biasanya, ya. Buruan datang. Di sini juga ada beberapa anak konglomerat rekan bisnismu. Haruskah aku mengatakan pada mereka sesuatu yang buruk tentangmu?”

Ancaman lagi. Senjata Clara adalah ancaman yang bisa menjadi kenyataan.

“Baiklah. Sejam lagi aku sampai di sana. Sebelum aku sampai, jangan telepon aku lagi.”

Klik!

Ku matikan telepon dari Clara. Muak dengan sikapnya yang manja dan sering kasar terhadap orang lain. Sebenarnya aku malas sekali memenuhi keinginan Clara untuk datang ke bar langganannya.

Baiklah, aku akan ke sana dengan cara lain daripada yang kemarin-kemarin.

10 menit adalah waktu yang cukup untukku berganti pakaian. Celana jeans warna hitam, kaos oblong warna abu muda, jumper warna abu tua , dan sneaker warna hitam. Sengaja ku padu padankan agar terlihat tidak glamor dan sesuai dengan mood-ku. Ku ambil dompet dan ku keluarkan semua kartu kredit yang ada di dalamnya. Uang yang ku bawa pun hanya satu juta. Aku sengaja melakukan ini karena aku tidak mau lagi diperas oleh cewek ganjen bernama Clara itu.

.....

Author POV

40 menit kemudian.

Reno melangkah santai memasuki bar yang terletak di jantung kota Jakarta. Bar yang selalu ramai sampai Subuh itu selalu menjadi langganan Clara, sang calon tunangan, untuk bersenang-senang.

Tak perlu memakan banyak waktu untuk menemukan gadis yang selalu menghamburkan uang itu, Reno berdiri di hadapan Clara dengan kostum yang tidak biasa.

“What! Apa ini, Sayang?” Clara hanpir memuntahkan minuman yang baru saja masuk ke dalam mulutnya ketika melihat penampilan Reno.

“Memangnya kenapa?” tanya Reno acuh. “Kau memaksaku datang kemari. Senjatamu selalu ancaman-ancaman tidak masuk akal yang kau jadikan kenyataan. Sekarang, aku bisa juga membuatmu terkejut. Aku bukan budakmu, Clara. Aku juga bukan anak kecil yang selalu kau bodohi.”

Clara kesal. Dia melemparkan sebuah gelas anggur ke arah dinding yang menyebabkan beberapa orang terluka terkena pecahan gelas tersebut. “Beraninya kau, Reno!”

Reno menatap Clara penuh kebencian. “Pesanlah semaumu lalu bayar sendiri. Lakukan apapun yang kau mau lalu tanggung sendiri akibatnya.” Reno hendak pergi dari tempat ia bertengkar dengan Clara. Namun tiba-tiba Clara menarik tangannya.

“Mau ke mana kamu, Reno?” deru nafas Clara terdengar oleh Reno yang berdiri membelaknaginya.

“Aku wakil presdir Reygold Corporation. Bukan budakmu. Jadi, terserah aku mau pergi ke manapun. Kenapa? Ada masalah? Mau mengadu ke ayahku? Silahkan!” Reno melepaskan tangannya yang dipegang Clara dengan sangat erat. “Aku sudah muak dengan sikapmu, dengan kelakuanmu setiap hari, dengan semua hal tentangmu, Clara. Mengadu sana!”

Reno berjalan menjauhi Clara yang berdiri dengan api emosi menguasai dirinya. Wajahnya yang cantik tampak merah padam.

“Kamu tidak akan bisa pergi dariku, Reno. Lihat saja. Aku akan membuat kamu bertekuk lutut di depanku.” Kedua jari-jari tangan Clara mengepal karena kesal pada sikap Reno.

.....

Reno kembali ke dalam mobilnya. Kedua manik matanya meneteskan air bening yang disebut airmata. Tangannya mengepal dan memukul kemudi yang terpampang di depan matanya. Ancaman, aduan, tekanan, dan apalah itu. Selalu begitu. Selalu dia yang disalahkan. Keinginan Reno untuk bisa lepas dari Clara sangat besar. Pemuda tampan itu menangis mengingat dirinya yang begitu bodoh diperalat Clara. Ini hidupnya, dia bebas menentukan yang terbaik untuk dirinya sendiri. Dia berhak memilih pasangan hidupnya, tidak harus dipaksa seperti ini.

Sepuluh menit Reno habiskan untuk meluapkan kekesalan di dalam mobil. Ia memutuskan untuk pergi ke suatu tempat. Setidaknya di sana dia bisa menenangkan pikirannya, menata kembali hatinya, dan bisa berpikir jernih untuk masa depannya.

.....

Malam ini Rayna janjian dengan Sofi dan Prima do sebuah taman. Sofi baru saja membelikan setelan kostum kerja untuk Rayna. Sebuah hadiah dari teman karib karena Rayna berhasilenjadi sekretaris wakil presdir. Sebuah prestasi yang luar biasa.

Rayna dan kedua temannya berpisah di dekat sebuah taman kota. Maklum saja, mereka berdua adalah pasangan yang haus kencan. Sebagai teman yang baik, Rayna bisa memahami keinginan mereka. Lagipula, Sofi sudah membelikannya hadiah yang sangat cantik bagi Rayna.

Saat sedang berjalan santai, Rayna dikagetkan oleh sebuah mobil warna putih yang berjalan mengirinya. Rayna menghentikan langkahnya. Ia menatap mobil itu. Kerutan di keningnya semakin jelas saat ia mengingat mobil yang ikut-ikut berhenti di depannya. Bukankah ini mobilnya....

“Rayna!” panggil Reno dengan ekspresi wajah datar, malah lebih keliatan murung.

Rayna teringat mobil itu adalah mobil Reno yang pernah mogok di tengah hujan lebat. Tapi kenapa raut wajah pemuda itu tidak seperti biasanya? Tidak terlihat dingin. Bahkan wajah Reno nampak sedih. Rayna masih berdiri mematung, menatap seorang pemuda yang duduk di belakang kemudi dengan tatapan iba.

Ada apa dengan Reno? tanyanya dalam hati.

Reno keluar dari mobil. Barulah tampak jelas ekspresi pemuda super tampan itu berbeda dari biasanya. Rayna merasa kasihan melihat bosnya dengan ekspresi seperti itu.

.....

Rayna dan Reno duduk di sebuah bangku di taman yang terbuat dari besi dan dicat warna putih. Suasana hening. Tak ada yang berani membuka obrolan malam itu. Rayna sungkan membuka obrolan karena ia tahu kalau Reno sedang bersedih. Dilihat dari raut wajahnya, Reno tak ingin banyak bicara saat itu. Sedangkan Reno sendiri terlalu malas memulai obrolan. Dia bahkan bingung harus memulainya darimana.

“Maaf, Rayna. Lagi-lagi aku membuatmu batal pulang.” Reno memutuskan memulai pembicaraan dengan Rayna. Ia tahu bahwa pasti Rayna merasa tidak enak jika harus memulainya.

Rayna melirik Reno dari kedua sudut mata indahnya. “Tidak apa-apa. Jika ada yang ingin dibicarakan, aku sama sekali tidak melarangmu.” Kali ini Rayna tidak memanggil Reno dengan tambahan ‘pak’.

Reno menoleh ke arah Rayna. “Kau tahu? Saat ini aku benar-benar sedang down.”

“Down?” Rayna heran, ternyata orang kaya juga bisa galau. “Mm... Kalau tidak keberatan, ceritakan aja sekarang. Aku siap menjadi pendengar yang baik.”

Reno tertunduk lesu seakan ia enggan hidup lagi.

“Kalau kita punya masalah hidup, itu artinya Allah masih sayang dan masih peduli pada kita. Semua masalah yang diberikan oleh Allah adalah takdir yang harus kita terima dengan sabar, dihadapi dengan tabah dan ikhlas. Allah yang memberi masalah maka Allah juga yang akan memberikan jalan keluarnya. Berdoalah memohon pertolonganNya.”

Kata-kata yang keluar dari mulut Rayna tidak pernah didengar Reno dari orang selain gadis polos itu. Baru kali ini, ada orang yang berani memberikan nasehat padanya. “Aku beruntung sekali mendengar nsehat seperti itu darimu. Kita baru tiga kali bertemu, kan? Kenapa kamu baik sekali, Rayna?”

Rayna bingung mencari kata yang tepat untuk menanggapi perkataan Reno. Menurutnya, apa yang baru saja dia katakan itu sudah sering dikatakan oleh para ustadz yang dilihatnya di channel-channel Youtube. “Biasa saja, jangan berlebihan begitu. Saat di kantor, kamu adalah atasanku. Tapi ketika di luar urusan kantor, kita adalah teman. Hmmm?” Rayna menunggu respon Reno.

Reno terdiam. Benar-benar baru kali ini ada orang seperti Rayna. Jika ada orang lain, tidak akan ada yang berani mengatakan hal seperti itu padanya. Alhasil, dia selalu disegani tanpa dianggap sebagai teman. Tapi dianggap sebagai orang yang menakutkan.

“Seandainya semua orang sepertimu, Rayna. Maka aku tidak perlu merasa kesepian lagi.”

Deg!

Kata-kata Reno begitu menyayat hati Rayna. Dia merasa biasa saja, tidak ada yang istimewa darinya. Tapi Reno malah memujinya.

“Banyak orang baik di dunia ini. Apa yang kamu lakukan adalah apa yang akan kamu terima dari orang lain. Apa yang kamu katakan adalah apa yang akan kamu dengar dari orang lain.”

Rayna memandang Reno yang terdiam kesekian kali. “Apapun masalahmu, hadapi saja dengan sabar. Jangan pernah mengatakan hal-hal buruk pada orang lain, karena hal buruk juga yang akan kamu dengar dari orang lain. Begitu juga dengan sikapmu. Jika ingin dihargai dan dihormati maka kita juga harus menghormati dan menghargai. Di dunia itu ada hukum karma. Siapa yang menyayangi pasti kelak akan disayangi juga.”

“Dari apa yang kamu katakan itu... Aku tahu apa yang harus aku benahi. Aku baru sadar bahwa selama ini aku juga salah. Kesalahanku membuat orang-orang di sekitar berbuat salah padaku. Akhirnya tetap aku yang tersakiti."

Rayna merasa iba ketika Reno mengatakan kejujuran yang tak ia duga. Mereka baru mengenal bahkan belum sampai tahu sifat masing-masing. Tapi Reno merasa nyaman saat ngobrol dengan Rayna.

"Bersemangatlah, Pak!" 

Reno terkejut mendengar kata 'pak'. Sedari tadi gadis itu tidak menyebut kata 'pak'. Sekarang malah dia memberi semangat dengan memanggilnya pak.

"Jangan panggil aku 'pak' kalau di luar seperti ini. Aku masih muda," ketus Reno kesal. 

Rayna tersenyum karena berhasil membuat Reno kembali kesal padanya. 

Bersambung....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hug me, My Sweetie   Denganmu

    Keesokan harinya.Rayna sudah siap berangkat ke kantor di hari perdananya. Ia menunggu Sofi di pertigaan rumahnya sudah hampir 10 menit. Tapi sang sahabat tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Berkali-kali Rayna menghubunginya menggunakan ponsel. Tapi tetap tak ada jawaban.Waktu menunjukkan pukul 6.30 pagi. Rayna harus berangkat meski tanpa Sofi. Ia sudah menunggu Sofi selama 10 menit lebih. Jika dirinya masih menunggu Sofi, dia akan terlambat datang di kantor. Reno bisa marah padanya karena terlambat di hari perdana bekerja.Tanpa menghiraukan apapun lagi, akhirnya Rayna berangkat ke kantornya naik angkot yang biasa lewat di dekat pertigaan tempatnya menunggu Sofi. Hanya membutuhkan waktu 15 menit untuknya sampai di kantor perusahaan ternama Reygold Corp.Rayna merapikan pakaiannya, ia melihat rambut dan make up nya menggunakan layar ponselnya. Sudah rapi, batinnya. Gadis periang itu menghela nafas panjang, menyiapkan mental dan semangatnya bekerja

  • Hug me, My Sweetie   Konyol

    Malam ini gerimis masih membasahi sebagian wilayah Jakarta. Hanya orang-orang yang memiliki kepentingan mendadak, yang rela keluar rumah dan diguyur gerimis. Bukan masalah gerimis yang akan membasahi pakaian ataupun kendaraan namun angin pada malam itu berhembus dengan agak ganas. Mungkin di daerah terdekat dari Jakarta mengalami hujan deras hingga dampak anginnya sampai di Jakarta. Jalan-jalan beraspal, atap-atap bangunan, halaman toko, dan halaman kantor milik perusahaan Reno pun tak luput daru guyuran gerimis lebat atau yang lebih pantas disebut hujan.Kembali ke kantornya, Reno mengajak Rayna mengerjakan pekerjaan yang harus ia selesaikan malam itu. Rayna yang sudah merasakan tulang-tulang dan persendiannya protes ingin diistirahatkan, tetap menurut pada atasannya.Meskipun mereka telah saling mengenal layaknya hubungan teman, Rayna selalu menghormati Reno sebagai atasannya yang baik. Ia yakin kalau Reno tidak akan berbuat aneh-aneh padanya. Lagipula, untuk apa bos

  • Hug me, My Sweetie   Karena Rayna

    Jam lima sore lebih beberapa menit, Rayna masih belum mendapatkan angkutan umum yang biasa mengantarnya pulang. Gelap semakin menguasai hari. Kantor semakin sepi karena banyak karyawan yang sudah dalam perjalanan menuju rumah masing-masing. Selama masa penantian angkot itu, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan Rayna. Ia merasa tidak pernah mempunyai kenalan atau teman yang mengendarai mobil semewah itu. Rayna menyipitkan matanya, menajamkan pandangannya agar dapat melihat pengemudi mobil itu dari luar. Kaca mobil itu terbuka penuh, menampakkan sang empunya, seseorang tersenyum padanya. “Hai, Rayna!” Kini Rayna dapat mengenali orang yang berada di belakang kemudi mobil mewah berwarna merah di depannya. Clara, tunangan Reno yang sengaja menghampirinya. Rayna tak merespon. Ia merasa tidak pernah mempunyai urusan dengan wanita itu. “Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Naiklah!” kata Clara, dengan sengaja ingin mengantar Rayna pulang k

  • Hug me, My Sweetie   Emosi

    Hari ini tepat satu bulan Rayna bekerja di perusahaan Reygold Corp. Atas bantuan dari kerja kerasnya, sang wakil presdir berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya dan mendapatkan beberapa proyek besar yang jarang didapatkan. Dapat dikatakan bahwa keberadaan Rayna membawa keberuntungan besar bagi perusahaan itu.Rayna berjalan santai menuju ruang kerjanya, yang berada tepat di sisi kanan ruangan Reno. Beberapa kali ia menyapa karyawan lain yang berpapasan dengannya. Rayna dikenal sebagai gadis paling ramah di perusahaan itu sehingga namanya tak asing bagi banyak orang. Akun sosmed gadis itu pun mendapatkan tambahan pengikut lumayan pesat karena ia bekerja sebagai sekretaris wakil presdir bernama Reno Subrata yang terkenal akan ketampanan dan kebijaksanaannya.Beberapa meter sebelum Rayna sampai di ruangannya, mendadak ia menghentikan langkahnya. Sepatunya berwarna krem berhenti mengeluarkan bunyi tok tok yang beradu dengan lantai keramik. Senyumnya memudar saat dilihatnya s

  • Hug me, My Sweetie   Kebencian Clara

    Dengan kekesalan yang telah memenuhi ubun-ubun dan hatinya, Clara mendelik kesal. Kedua matanya hampir tak bisa dibedakan dengan mata kucing yang marah karena sesuatu saat seseorang bertanya padanya mengapa dia menampar karyawan Reno di depan umum. Ia merasa berhak melakukan hal itu karena statusnya sebagai tunangan Reno. Suasana hening dan memanas. Tak ada seorang pun yang berkutik dan mengeluarkan sepatah kata pun, termasuk Reno dan Rayna. Bukan tak ingin membela sekretarisnya, Reno masih memilih diam untuk menanti situasi yang memungkinkan dirinya mengatakan sesuatu pada tunangannya yang saat ini sedang merah padam karena marah. Kemarahan Clara tak beralasan yang jelas. Hal itu justru membuat para petinggi perusahaan-perusahaan terkenal yang berteman baik dengan ayahnya menjadi beranggapan buruk padanya. Mereka berpikir bahwa Clara adalah gadis yang tidak memiliki sopan santun bahkan di tempat umum. Rayna menatap aneh pada gadis berperawakan seksi di depan

  • Hug me, My Sweetie   Rasa Bersalah

    Acara makan malam yang diadakan oleh Rayna dan dua orang sahabatnya berjalan sangat menyenangkan. Meskipun sesekali Rayna teringat Reno yang terkahir kali nampak murung. Mungkin bosnya sedang ada masalah dengan Clara, pikirnya. Ia berusaha membuang pikiran tentang Reno jauh-jauh agar perasaan cinta tak menghinggapi hatinya. Semakin memikirkan Reno maka Rayna semakin luluh pada laki-laki pewaris perusahaan keluarga Subrata itu. Jarum jam menunjukkan pukul 21:45, waktunya Rayna pulang ke rumah jika tidak ingin ibunya cemas dan khawatir tentangnya. Rayna mengajak Sofi dan pacarnya segera pulang karena malam ini angin berhembus cukup kencang. Berdasarkan pengalaman, angin malam tidak baik bagi kesehatan. “Baiklah, aku pulang dulu, ya,” kata Rayna yang tidak sabar menunggu dua sahabatnya itu bersiap-siap. Menurutnya, Sofi dan pacarnya bersiap pulang seperti anak TK yang bersiap pulang dari sekolah, begitu lama. “Hati-hati!” seru Sofi ketika Rayna berjalan menjauhi

  • Hug me, My Sweetie   Bimbang

    Suasana sedikit tegang saat Clara melihat Rayna datang bersama calon ayah mertuanya di kediaman Subrata. Ia sangat tidak menduga bahwa gadis itu juga berhasil menaklukkan hati ayahnya Reno. Clara menatap Rayna dengan tatapan tidak suka. Jelas saja, siapa yang akan menyukai wanita lain yang dekat dengan sang tunangan. Ia berusaha menahan emosinya.“Ini siapa, Yah?” tanya nyonya Subrata pada suaminya. Baru pertama kali ini wanita itu bertemu dengan Rayna, sekretaris Reno yang cantiknya melebihi Clara.“Oh iya, ini Rayna. Sekretaris Reno yang baru. Rayna lah yang membantu Reno menyelesaikan proyek-proyeknya dan dia juga yang berhasil mendapatkan proyek terbaru perusahaan kita. Untuk itu, aku mengajak Rayna ikut sarapan di sini.” Pak Subrata menjelaskan posisi Rayna di perusahaan mereka. Dia sangat ingin berterimakasih pada gadis cantik dan sopan itu.Rayna hanya dapat tersenyum pada ibu kandung Reno yang penampilannya jauh dari kata tua.

  • Hug me, My Sweetie   Aku mencintaimu

    Seorang laki-laki yang tengah patah hati dan sekarang ia pun mengalami patah semangat untuk hidup. Reno, laki-laki yang baru saja mengenal cinta dalam arti sesungguhnya, harus menelan kenyataan pahit di mana sang pujaan hati harus menjauh darinya demi kebaikan banyak orang, termasuk dirinya. Reno merasa dirinya tak lebih dari seorang pengecut. Bertunangan dengan Clara adalah kesalahan besar baginya. Ia bahkan tidak berpikir sebelum memutuskan untuk mengikat janji dengan gadis anak orang kaya tersebut. Posisinya sangat sulit, diantara dua wanita dan diantara dua situasi. Demi orangtuanya, kini dia harus berlapang dada menerima Clara yang mungkin akan segera dinikahinya. Malam ini, Reno berencana pergi ke rumah temannya yang tak jauh dari kediaman keluarganya. Rumah yang berjarak sekitar empat kilometer dari rumahnya adalah kediaman keluarga Hartono, teman masa kecilnya yang sering memberikan nasehat-nasehat berharga untuknya. Namun akhir-akhir ini Reno bahkan jarang m

Bab terbaru

  • Hug me, My Sweetie   Rencana Rahasia

    Rayna menyiapkan sarapan sepiring nasi goreng dan telur dadar di atasnya, satu piring untuknya dan satu piring lagi untuk Sofi. Setelah meletakkan piring mereka, Rayna melihat ke arah Sofi yang terduduk dengan tatapan kosong.Mungkinkah Sofi masih memikirkan tentang kembalinya Ryan? Tanya Rayna dalam hati.“Sof,” panggil Rayna lembut sembari meletakkan tubuhnya, duduk berhadapan dengan Sofi yang masih termenung. “Sof!” panggil Rayna kedua kalinya dengan memegang tangan Sofi yang sontak membuat gadis berwajah oriental itu tersentak kaget.Sofi mendadak kaget, mendongakkan kepalanya untuk bisa menatap Rayna yang memandang iba padanya.“Masih memikirkan Ryan?” tanya Rayna pelan. Dia tidak ingin membuat sahabatnya sedih dengan pertanyaan konyolnya.Sofi mengangguk pelan. “Kau tahu, Na? Kejadian itu terekam dengan sangat baik di ingatanku.”Rayna menghela nafas berat, menatap sendu sahabatnya yang harus bertemu lagi dengan orang yang sudah merenggut kesuciannya. “Kamu pasti kuat, Sof.”Sof

  • Hug me, My Sweetie   Kekhawatiran Sesaat

    Sofi meneguk kopi latte miliknya yang sudah tinggal separuh cangkir. Ia menarik nafas dalam sembari menyusun kalimat-kalimat dalam otaknya. “Aku sudah memiliki seorang pengganti diriku saat resign nanti. Surat pengunduran diri juga sudah ku berikan pada Pak Reno. Namun dia menolaknya. Kau tahu, Rayna? Dia mengatakan kalau aku tidak harus keluar dari perusahannya. Yang akan terjadi adalah....” Sofi tidak melanjutkan kalimatnya.Rayna mengerutkan keningnya. Penasaran. “Apa?” tanyanya pada Sofi yang masih memperhatikan kopi latte-nya.Sofi tersenyum kecil. Membiarkan rasa penasaran menguasai sahabatnya itu. “Ayolah, Sof. Ini bukan lelucon,” timpal Rayna yang tidak sabar mendengar cerita dari Sofi.“Aku memang tidak diizinkan untuk meninggalkan Reygold Corp. Hal itu diperkuat oleh Clara yang mengangkat jabatanku menjadi sekretarisnya.”Rayna terbelalak, sesuatu terasa tengah menghalangi jalannya udara masuk ke rongga hidung hingga membuatnya sedikit kesuli

  • Hug me, My Sweetie   Cemburu? No!

    Reno dan Clara telah tiba di sebuah restoran elite di kawasan Jakarta Timur. Mereka berdua bergegas masuk ke dalam restoran yang bernuansa Eropa modern itu. Clara dengan sengaja bergelanyut mesra pada Reno yang berjalan santai saat kaki mereka menginjak lantai restoran berwarna hitam.“Apa, sih?” Reno berusaha menepis tangan Clara yang masih menggandeng tangannya, bahkan dengan sangat erat seakan Reno adalah tawanan yang tidak boleh kabur.Clara bersikeras menggandeng tangan Reno agar mereka terlihat mesra.“Tidak ada yang menyuruhmu melakukan ini. Lepaskan!” bisik Reno makin risih dengan sikap Clara. “Jangan berlebihan!”Clara berusaha untuk berpura-pura tidak mendengar kata-kata Reno. Ia tetap menggandeng tangan Reno kemudian mengajaknya mendekati bangku yang sudah ditempati oleh dua orang. Rupanya dua orang itu adalah Alex dan Rayna yang sudah lebih dulu berada di restoran itu. “Halo,” ucap Clara yang sukses membuat Rayna dan Alex menoleh ke arahnya. Kedua mata Rayna terbelalak m

  • Hug me, My Sweetie   Kecurigaan Rayna

    Jika Alex menikahi Rayna, artinya Rayna akan menjadi kakak iparnya. Clara bergidik membayangkan hal itu benar-benar terjadi.“Tidak mungkin, kan?” Clara khawatir jika Rayna kelak tetap merebut Reno darinya meskipun telah menikah dengan Alex.“Kenapa tidak mungkin? Bukannya malah bagus jika Rayna menjadi kakak iparmu?”Masalahnya bukan siapa yang akan menjadi suami Rayna, melainkan kebencian Clara terhadap Rayna sudah mendarah daging sehingga sulit untuk dihilangkan. Ia tidak sanggup jika harus melihat Rayna di dalam rumahnya setiap hari.“Aku tidak ingin melihatnya di rumah ini,” sahut Clara dengan nada tegas.Alex mengerutkan keningnya. “Sejak kapan aku harus menurutimu? Kamu hanya adikku, bukan ibuku, kan?”Clara melirik Alex dengan lirikan elang yang siap menerkan mangsanya. “Lalu apa yang akan kamu lakukan? Membuat drama baru?”Alex tidak menjawab pertanyaan Clara. &lsquo

  • Hug me, My Sweetie   Hampir Saja

    Reno menatap kosong pada alat tes kehamilan milik Rayna. Dalam hstinya bertanya-tanya, benarkah itu milik Rayna? Lalu...“Tidak mungkin!” Reno langsung bangkit dari duduknya. Kursi empuk itu kini bergeser sedikit ke belakang akibat dorongan tubuh Reno yang berdiri secara tiba-tiba. “Dia hamil?” Pertanyaan itu mestinya ditujukan pada Rayna.Dengan tergesa-gesa, Reno mengambil kunci mobil yang ada di atas mejanya. Meraih jas warna hitam yang ia pajang di kursi dan berhambur keluar dari ruangan.“Pak Reno, hendak pergi ke mana?” tanya sang sekretaris yang bingung melihat tingkah aneh sang bos yang tiba-tiba keluar ruangan tanpa sepatah kata.Reno tak memberikan jawaban atas pertanyaan sekretarisnya. Menurutnya, tak ada yang lebih penting dari Rayna. Dia harus bertemu dengan Rayna saat itu juga.Sofi yang tengah berjalan menuju ruangan Clara, tanpa sengaja melihat sekelebat sosok Reno yang berlari membawa hasil testp

  • Hug me, My Sweetie   Saat Menegangkan

    “Ya, aku tidur dengan Clara waktu itu.”Deg!Rayna dan Alex tidak menyangka jika Reno akan mengakuinya secepat itu. Meskipun Rayna sudah mengetahui tentang hal itu, ia berpikir bahwa Reno akan menutupinya untuk saat ini. Namun di luar dugaan, rupanya Reno mengakui bahwa benar dirinya telah meniduri Clara.“Tidak, aku tidak menidurinya. Kami melakukan hubungan intim itu di kantor,” ralat Reno yang membuat Rayna sangat terkejut.Alex tersenyum sinis. “Seperti itu kah kelakuan bejatmu, Reno? Masih pantaskah kamu mendapatkan cinta Rayna?”Jika harus bicara jujur, Rayna sangat kecewa dengan Reno. Ia melakukan perbuatan itu di kantor?“Aku mohon, Rayna. Jangan berpikir yang macam-macam. Aku masih tetap mencintaimu. Bukan Clara.” Reno menatap lekat pada Rayna yang juga sedang menatapnya. Ia meraih tangan Rayna yang dingin.‘Aku tidak bisa berpikir tentang apapun sekarang. Seandainya dia h

  • Hug me, My Sweetie   Terjebak dalam Perasaan

    “Ada yang bisa saya bantu, Pak?”tanya seorang resepsionis di perusahaan Anant Jewel yang memiliki paras manis dan terlihat ramah dengan senyum yang selalu ia tunjukkan pada semua orang yang dilayani.“Saya ingin bertemu dengan Ibu Rayna,” jawab Reno dengan cepat karena ia sedang terburu-buru ingin bertemu dengan Rayna di pagi itu.“Bu Rayna sudah datang, Pak. Beliau ada di ruangannya sekarang. Lantai dua, ruangan kedua dari utara.”“Baik, terimakasih,” ucap Reno yang langsung bergegas melangkah ke lift yang terletak di sebelah kanan tempat resepsionis. Tanpa berlama-lama, Reno masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka dua......Tok tok!Rayna sedikit tersentak kaget saat Mira, sekretarisnya mengetuk pintu ruangannya secara tiba-tiba.“Iya, Mir. Ada apa?” seru Rayna dari dalam ruangan.“Ada tamu, Bu Rayna. Pak Reno dari Reygold Corp datang menemui Anda,”

  • Hug me, My Sweetie   Misi Alex Part 1

    “Aku ada di panti asuhan Kasih Bunda. Mungkin akan pulang nanti sore. Memangnya ada apa, Alex?”Suara Rayna terdengar merdu di telinga Alex hingga dirinya lupa dengan tujuannya menelepon Rayna. Jantungnya pun berdetak lebih kencang.“Ah, iya. Anu... Tidak jadi. Lain kali saja aku telepon lagi. Tidak enak kalau mengganggu acaramu. Lagipula nanti sore pasti kamu butuh istirahat,” kata Alex yang mengurungkan niatnya bertanya tentang sesuatu kepada Rayna.“Oh, begitu. Baiklah, terserah kamu.” Tak lama kemudian, Rayna memutus sambungan telepon dari Alex.Acara yang ditunggu-tunggu segera dimulai. Para pejabat dan semua tamu undangan pun sudah banyak yang hadir dan duduk manis di tempat yang telah disediakan panitia dari panti asuhan.Sebagai salah seorang kerabat dekat panti, Rayna ikut duduk di deretan para donatur tetap di belakang para pejabat daerah. Rayna dan Sofi duduk bersebelahan, menyaksikan beberapa acara hi

  • Hug me, My Sweetie   Thanks to Readers

    Hai, salam kenal dari Selay Rahmi pada kalian yang sudah bersedia membaca novel ini. Kalian klik novel ini aja udah bikin seneng kok. Alhamdulillah... Trimakasih untuk yang sudah membaca. Double makasi untuk yang sudah vote gem atau buka gembok ya. Semoga Allah balas dengan yang lebih baik. Aamiin... Tolong berikan feedback, entah vote rate, vote gems atau komentar dikit aja supaya bisa kasih semangat buatku.... Dukungan kalian sangat berarti buatku. Tanpa kalian, aku gak bisa disebut sebagai penulis. Novel ini masih separuh perjalanan. Jadi, aku butuh banget support dari readers. Tolong berikan saran juga ya, bagian mana yang harus dibenahi, apa yang harus ditambah, dll.

DMCA.com Protection Status