Jam lima sore lebih beberapa menit, Rayna masih belum mendapatkan angkutan umum yang biasa mengantarnya pulang. Gelap semakin menguasai hari. Kantor semakin sepi karena banyak karyawan yang sudah dalam perjalanan menuju rumah masing-masing.
Selama masa penantian angkot itu, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan Rayna. Ia merasa tidak pernah mempunyai kenalan atau teman yang mengendarai mobil semewah itu. Rayna menyipitkan matanya, menajamkan pandangannya agar dapat melihat pengemudi mobil itu dari luar.
Kaca mobil itu terbuka penuh, menampakkan sang empunya, seseorang tersenyum padanya.
“Hai, Rayna!”
Kini Rayna dapat mengenali orang yang berada di belakang kemudi mobil mewah berwarna merah di depannya. Clara, tunangan Reno yang sengaja menghampirinya. Rayna tak merespon. Ia merasa tidak pernah mempunyai urusan dengan wanita itu.
“Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Naiklah!” kata Clara, dengan sengaja ingin mengantar Rayna pulang karena ada maksud tertentu.
“Tidak perlu. Aku tidak punya urusan apapun denganmu,” sahut Rayna dengan nada tegas.
Clara berusaha meyakinkan Rayna agar bersedia ikut dengannya. Kesal, itulah yang dirasakan Clara. Ia berpikir bahwa Rayna adalah wanita yang sok jual mahal. “Aku tidak akan mencelakaimu. Percayalah! Aku hanya ingin bicara denganmu.”
Rayna ragu namun pada akhirnya dia menuruti Clara dan masuk ke dalam mobil berwarna merah itu. Canggung, Rayna enggan memulai percakapan dengan wanita cantik bernama Clara. Sekilas, Rayna dapat melihat penampilan Clara yang terbilang wah, glamour dan khas orang kaya.
Rambut Clara terurai panjang berwarna coklat terang, kulitnya seputih susu dan terlihat sangat halus, kuku-kukunya pun terawat dan sangat indah. Benar-benar menandakan seorang wanita yang tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah sedikit pun. Ya, memang benar. Kehidupan Clara adalah kehidupan orang kaya. Bahkan wanita cantik itu tidak pernah mencuci piring selama hidupnya.
Sangat berbeda dengan Rayna. Dia cantik natural tanpa poles apapun. Jika tubuhnya dirawat seperti Clara, tentu saja Clara akan kalah jauh dari Rayna. Tanpa perawatan apapun, kulit Rayna tergolong halus dan putih, meski tidak seputih kulit Clara yang mendapat perawatan mahal.
Clara tersenyum sinis, usahanya membujuk Rayna numpang di mobilnya berhasil. Sekarang tinggal melangkah ke tahap kedua.
“Aku tahu kalau kamu adalah sekretaris Reno yang baru,” kata Clara membuka percakapan diantara mereka.
Pandangan Rayna tetap lurus ke depan. Tidak penting melihat ke arah Clara, baginya. “Lalu kenapa? Ada masalah?”
Clara tersenyum sinis yang kedua kalinya. “Tentu tidak jadi masalah jika kamu tidak menggoda tunanganku.”
“Menggoda?” Rayna tertawa mendengar kata yang dia ulang itu. “Dari awal aku sama sekali tidak berniat menggoda atasanku. Aku masih bisa membedakan laki-laki mana yang sudah bertunangan dan yang belum memiliki pasangan.” Rayna mulai emosi karena Clara menuduhnya dengan asal.
“Kalau kamu tidak menggodanya, lalu kenapa kalian berdua berada di restoran itu? Hanya berdua.” Kali ini suara bicara Clara lebih tinggi dari sebelumnya.
Rayna dapat membaca maksud kata-kata Clara secara tersirat. Jelas, wanita itu menuduhnya telah menggoda Reno dan menjadi selingkuhannya. “Jadi, kamu memintaku naik ke mobil ini hanya ingin membicarakan tentang hal yang tidak penting itu?”
Clara menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. Dia merasa bahwa Rayna telah meremehkan sikapnya. “Dengar, Rayna! Aku tidak akan mengejarmu jika kamu tidak berbuat macam-macam dengan tunanganku.”
“Dengar, Nona Clara! Kamu telah menuduhku semaumu. Sejak awal aku sama sekali tidak ada niat untuk menggoda atasanku dan sama sekali tidak memiliki perasaan apapun. Hubungan kami berdua hanya sebatas atasan dan sekretaris. Tidak lebih. Jadi, kau tidak berhak mengintimidasiku seperti ini.”
Tidak mau kalah, Clara pun berusaha mengancam Rayna akan membunuhnya jika berani mendekati Reno dengan sengaja. Seorang sekretaris tidak pantas makan berdua dengan bosnya. Itu aturan dari Clara. “Aku akan datang ke kantor secara intens untuk mengawasi kalian berdua.”
Rayna tidak peduli. Clara ingin menginap di kantor pun tidak masalah baginya. “Silahkan, kalau perlu menginap lah di kantor sekalian,” kata Rayna yang berhasil membuat Clara marah. Sejurus kemudian, Rayna keluar dari mobil Clara dan melanjutkan perjalanan pulang dengan jalan kaki.
Clara kesal dan marah. Ia memukul kemudi mobilnya dan menatap Rayna penuh kebencian dari dalam mobil. “Lihat saja, Rayna. Kamu memang miskin tapi kesombonganmu luar biasa. Aku akan benar-benar membunuhmu jika kamu berani mendekati Reno.” Wanita angkuh itu bicara sendiri di dalam mobil mewahnya.
.....
Suasana kediaman keluarga Subrata tak ada bedanya dengan suasana di pemakaman. Sepi, sunyi, entah kata apa lagi yang dapat menggambarkannya. Malam ini Reno memutuskan pulang ke rumah keluarganya. Terpaksa, jelas saja itu yang menjadi alasan dirinya kembali ke rumah itu. Tidak untuk selamanya melainkan untuk semalam saja.
Ketika Reno berada di depan pintu dan siap menarik knopnya, tiba-tiba sang ayah menepuk bahu kanannya dari belakang. Reno mematung dan terdiam. Pikirannya telah dipenuhi berbagai macam masalah, ditambah kehidupannya yang jauh dari kata bahagia.
“Rupanya kau menuruti perintah Ayah,” kata ayahnya, Danu Subrata.
Reno hanya menoleh 45 derajat, tanpa menatap ayahnya yang sedang tersenyum padanya karena bangga memiliki anak penurut seperti Reno. “Tuan Danu Subrata adalah ayahku. Jadi, selama ayah masih hidup, aku akan berusaha patuh. Selama itu tidak membatasi kebebasanku.”
Kata-kata Reno sedikit menusuk hati ayahnya. Namun Tuan Subrata sama sekali tidak memikirkannya. Perubahan sikap anaknya disebabkan oleh perjodohan dengan Clara. Ia tahu bahwa putranya sama sekali tidak menyukai wanita bernama Clara itu. Namun demi perusahaan, Tuan Subrata terpaksa menjodohkan mereka. Masa depan perusahaan adalah masa depan Reno. Semua yang dia miliki kelak akan dilanjutkan oleh sang putra yang sangat dibanggakan itu.
“Aku masuk dulu, Ayah.” Reno pamit masuk ke kamarnya lebih dulu. Ia memang sengaja menghindari ayahnya agar tidak membahas masalah-masalah yang tidak jelas dan membuatnya semakin stres.
Tuan Subrata hanya menatap punggung putranya yang semakin menjauh dan hilang di balik dinding setinggi lima meter.
.....
Reno POV
Lagi dan lagi, ini yang aku rasakan, kesepian. Sampai kapan aku harus menjalani kehidupan seperti ini? Ya Allah, maafkan hamba-Mu. Aku tidak bermaksud untuk mengeluh atas takdirku. Tapi harus sampai kapan? Apakah harus selamanya seperti ini?
Ku pandangi setiap inchi semua benda yang ada di kamarku. Tidak ada yang berbeda di kamar ini sejak aku masih duduk di bangku SMA. Semuanya sama. Hanya warna cat dinding yang berbeda. Baiklah, aku harus sabar. Ku raih ponsel layar sentuh keluaran terbaru, tentu saja harganya mahal. Aku membeli ponsel harga mahal ini hanya untuk menghabiskan uangku. Toh, fungsi ponsel ini dengan yang murah sama saja, bukan?
Aku ingin menelepon seseorang tapi entah siapa yang bersedia mendengarkan ocehanku tentang kehidupan yang membosankan ini.
Kriiiiing!
Berdering. Ya, ponselku tiba-tiba berdering ketika ku pegang. Aku tersenyum membaca nama yang tertera di ponselku. Rayna. Dia meneleponku malam begini?
“Wa’alaikumsalam,” jawabku ketika mendengar dia mengucapkan salam. “Tumben kau menelepon malam seperti ini.”
“Ini masih jam 9 malam, kan? Belum waktunya kau tidur, kan?” tanyanya, mungkin untuk memastikan kalau aku tidak marah jika dia meneleponku jam 9 malam.
Aku tersenyum lagi. “Tentu saja aku belum tidur. Katakan, ada apa?” Rayna meneleponku pasti ada sesuatu yang ingin ia bicarakan. Biasanya bersifat penting.
“Besok aku izin tidak masuk kerja.”
Tidak masuk kerja? Kalau dia tidak ada, lalu siapa moodboster ku besok?
“Memangnya kenapa tidak masuk?” tanyaku ingin tahu alasannya izin dari kerja.
“Besok Ibu mengajakku mengunjungi panti asuhan tempatnya bekerja dulu,” jawab Rayna polos.
“Panti asuhan? Di mana?” tanyaku lagi.
Dia terdiam. “Perlu kau beri tahu juga lokasinya?”
“Tentu saja. Supaya informasimu jelas.”
Rayna memberitahu lokasi panti asuhan itu. Ternyata tidak jauh dari rumah ini. “Baiklah, besok aku akan ikut denganmu.”
“Hah? Apa?” Rayna kaget, mungkin tidak menyangka kalau aku akan mengikutinya.
“Hei, sekretarisku sedang tidak ada. Bagaimana aku bisa menyelesaikan tugas-tugasku.” Aku mencari alasan yang logis agar dia tidak protes lagi.
Rayna sempat terdiam sesaat. Aku tahu kalau gadis itu pasti sedang berpikir.
“Bagaimana?” tanyaku.
“Baiklah, kau bisa menyusul besok. Terserah.”
Yes! Akhirnya aku berhasil membujuk Rayna agar mengizinkan aku ikut mengunjungi panti asuhan. Malam ini aku akan tidur lebih awal supaya tidak telat lagi seperti kemarin-kemarin ketika aku memintanya datang untuk olahraga.
Reno POV end
.....
Pagi tiba dengan cepat, tanpa harus menunggu orang-orang tidur. Banyak yang belum merasakan nyenyaknya tidur namun pagi sudah merajai hari. Matahari sedang tersenyum pada bumi sehingga cuaca sangat cerah.
Pagi ini, Reno telah berpakaian rapi dan siap pergi menyusul Rayna ke panti asuhan. Sebelum berangkat ke sana, ia tak lupa menikmati sarapan spesial buatan asisten rumah tangga yang telah lelah memasak makanan kesukaannya.
Reno duduk manis di bangku menghadap meja panjang di ruang tamu. Dia siap menyantap nasi goreng dan jus jeruk agar tetap bertenaga.
Tak perlu berlama-lama di meja makan. 10 menit saja cukup bagi Reno menikmati santapan enak itu. Satug-satunya yang membuatnya merindukan rumah ini adalah masakan bibi Ijah, asisten rumah tangga yang sudah bekerja lebih dari 25 tahun. Bahkan ketika dia masih kecil, Bi Ijah sudah bekerja di sana.
“Bi, nanti kalau ayah bertanya tentang aku, tolong dijawab kalau aku pergi ke panti asuhan, ya? Hari ini aku libur.” Reno bergegas meninggalkan rumah mewah milik keluarganya.
Kriiiing!
Clata menelepon sang tunangan pagi buta. Reno enggan menjawabnya namun berkali-kali ponselnya berdering karena Clara tak henti-hentinya menelepon.
“Ada apa?” Reno terpaksa menjawab telepon yang sama sekali tak diharapkannya. “Katakan! Ada apa?”
“Bukankah biasanya kau berangkat ke kantor jam tujuh pagi? Kenapa sekarang belum datang?” tanya Clara. Rupanya wanita itu tengah berada di kantor Reno, menepati ucapannya pada Rayna bahwa dirinya akan datang ke kantor secara intens.
Reno mengerutkan keningnya. “Hah? Kau sedang berada di kantorku?” tanya Reno terkejut mendengar pertanyaan Clara yang menunjukkan bahwa dirinya sedang di kantor megah itu. “Tunggu, bukankah dari dulu dirimu tidak pernah mau datang ke kantorku, sekalipun ayahku yang meminta? Tapi sekarang kau ada di sana padahal tidak ada yang menyuruhmu pergi ke sana.”
Clara mengabaikan pertanyaan Reno. Ia bahkan menanyakan tentang sekretaris Reno.
“Oh, aku tahu. Kau ke kantorku hanya untuk menyelidiki tentang Rayna? Untuk apa?”
“Cepatlah datang! Tidak perlu banyak bertanya!” ketus Clara yang sudah lelah menunggu Reno. Di kantor itu tidak ada orang yang mengenal dirinya.
“Aku libur hari ini. Jadi, percuma kau menungguku di sana. Aku tidak akan datang.” Reno mematikan ponselnya, merasa risih jika harus mendengar ponselnya berdering terus.
....
Seorang gadis berambut panjang dan mengenakan dress yang menutupi lututnya tengah berbincang dengan seorang pengasuh di panti asuhan. Siapa lagi kalau bukan Rayna. Gadis cantik itu bertanya kepada pengasuh tentang donasi yang diberikan para donatur. Sang pengasuh panti mengatakan bahwa donasi yang diterima oleh mereka semakin sedikit. Mungkin diantara beberapa donaturnya sedang mengalami kesusahan. Jadi, mereka pun hanya mampu memberikan donasi ala kadarnya.
“Kami tidak mengeluh sama sekali, Mbak. Tapi itulah kenyataannya jika mbak Rayna bertanya tentang hal itu.”
Rayna menatap pengasuh itu iba. Jika dia bisa menjadi donatur tetap di panti itu, pasti akan dilakukan dengan senang hati. Tapi untuk saat ini, gajinya hanya cukup untuk menmenuhi kebutuhan.
“Maafkan aku sudah menanyakan hal seperti itu, Bu.”
Pengasuh panti itu hanya tersenyum tipis. Ia tidak menyalahkan Rayna yang sudah bertanya seperti itu.
.....
Rayna berdiri di teras depan, di bangunan paling depan panti asuhan yang ia kunjungi. Ia tengah asyik melihat anak-anak yatim piatu bermain dengan teman-teman sesamanya. Tak terasa airmatanya menetes, membasahi pipi mulusnya. Bagaimana rasanya menjadi anak yang sudah tidak mempunyai orangtua lagi. Kenapa mereka tidak diasuh oleh keluarga? Kenapa keluarganya tega menitipkan mereka ke panti asuhan yang serba kekurangan?
“Ada apa?”
Reno telah berdiri di samping Rayna, tanpa disadari oleh gadis itu. Dengan cepat, Rayna mengusap airmatanya. Ia tidak ingin menunjukkan airmatanya di depan Reno.
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya terenyuh melihat mereka bermain. Anak-anak itu bernasib malang sekali. Orangtua mereka sudah tidak ada. Kehidupan mereka di panti ini pun serba kekurangan. Betapa hancur hati mereka? Anak-anak itu pasti memiliki impian, banyak keinginan, cita-cita yang tinggi. Tapi mereka tidak bisa mendapatkan itu semua.”
Rayna menahan airmatanya agar tetap terbendung di mata indahnya. Reno menatap anak-anak itu dengan iba. Benar yang dikatakan oleh Rayna, pikirnya.
“Maksudmu serba kekurangan itu seperti apa? Kenapa sampai kekurangan?” tanya Reno.
Rayna menatap Reno dengan tatapan sedih. “Kau tahu? Kehidupan mereka di panti ini hanya dari belas kasihan orang. Jika para donatur semakin berkurang jumlah sumbangan atau jumlah donaturnya, hidup mereka terancam kekurangan segalanya. Untuk biaya makan, pendidikan, dan lain-lain.”
Reno terdiam. Selama ini, dia bingung ketika harus menghabiskan uangnya. Apa yang harus dia beli, apa yang akan dia lakukan dengan uangnya yang mencapai angka triliun di beberapa rekening bank nya.
“Bagaimana cara menjadi donatur di sini?” tanya Reno. Pintu hatinya terketuk untuk menyumbangkan sebagian hartanya di panti asuhan itu.
Rayna kaget mendengar pertanyaan itu. “Kau ingin menjadi donatur?”
Reno mengangguk. “Aku akan menjadi donatur tetap di panti ini.”
“Terimakasih, Pak Reno. Terimakasih banyak.” Rayna memegang tangan Reno karena terlalu senang mendengar kabar baik tentang laki-laki yang berniat menjadi donatur tetap itu. Ternyata tidak sia-sia ia mengizinkan Reno ikut mengunjungi panti asuhan itu.
Hari ini Reno telah resmi menjadi donatur tetap di panti asuhan Kasih Bunda, di mana Rayna pernah tinggal di sana beberapa bulan. Reno bangga memiliki sekretaris seperti Rayna. Baru pertama kali ini dirinya berbagi dengan orang lain. Mungkin ini takdir baik yang diberikan Allah padanya. Dengan sembunyi-sembunyi, Reno menitikkan airmata harunya, tanpa sepengetahuan Rayna.
....
Bersambung
Hari ini tepat satu bulan Rayna bekerja di perusahaan Reygold Corp. Atas bantuan dari kerja kerasnya, sang wakil presdir berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya dan mendapatkan beberapa proyek besar yang jarang didapatkan. Dapat dikatakan bahwa keberadaan Rayna membawa keberuntungan besar bagi perusahaan itu.Rayna berjalan santai menuju ruang kerjanya, yang berada tepat di sisi kanan ruangan Reno. Beberapa kali ia menyapa karyawan lain yang berpapasan dengannya. Rayna dikenal sebagai gadis paling ramah di perusahaan itu sehingga namanya tak asing bagi banyak orang. Akun sosmed gadis itu pun mendapatkan tambahan pengikut lumayan pesat karena ia bekerja sebagai sekretaris wakil presdir bernama Reno Subrata yang terkenal akan ketampanan dan kebijaksanaannya.Beberapa meter sebelum Rayna sampai di ruangannya, mendadak ia menghentikan langkahnya. Sepatunya berwarna krem berhenti mengeluarkan bunyi tok tok yang beradu dengan lantai keramik. Senyumnya memudar saat dilihatnya s
Dengan kekesalan yang telah memenuhi ubun-ubun dan hatinya, Clara mendelik kesal. Kedua matanya hampir tak bisa dibedakan dengan mata kucing yang marah karena sesuatu saat seseorang bertanya padanya mengapa dia menampar karyawan Reno di depan umum. Ia merasa berhak melakukan hal itu karena statusnya sebagai tunangan Reno. Suasana hening dan memanas. Tak ada seorang pun yang berkutik dan mengeluarkan sepatah kata pun, termasuk Reno dan Rayna. Bukan tak ingin membela sekretarisnya, Reno masih memilih diam untuk menanti situasi yang memungkinkan dirinya mengatakan sesuatu pada tunangannya yang saat ini sedang merah padam karena marah. Kemarahan Clara tak beralasan yang jelas. Hal itu justru membuat para petinggi perusahaan-perusahaan terkenal yang berteman baik dengan ayahnya menjadi beranggapan buruk padanya. Mereka berpikir bahwa Clara adalah gadis yang tidak memiliki sopan santun bahkan di tempat umum. Rayna menatap aneh pada gadis berperawakan seksi di depan
Acara makan malam yang diadakan oleh Rayna dan dua orang sahabatnya berjalan sangat menyenangkan. Meskipun sesekali Rayna teringat Reno yang terkahir kali nampak murung. Mungkin bosnya sedang ada masalah dengan Clara, pikirnya. Ia berusaha membuang pikiran tentang Reno jauh-jauh agar perasaan cinta tak menghinggapi hatinya. Semakin memikirkan Reno maka Rayna semakin luluh pada laki-laki pewaris perusahaan keluarga Subrata itu. Jarum jam menunjukkan pukul 21:45, waktunya Rayna pulang ke rumah jika tidak ingin ibunya cemas dan khawatir tentangnya. Rayna mengajak Sofi dan pacarnya segera pulang karena malam ini angin berhembus cukup kencang. Berdasarkan pengalaman, angin malam tidak baik bagi kesehatan. “Baiklah, aku pulang dulu, ya,” kata Rayna yang tidak sabar menunggu dua sahabatnya itu bersiap-siap. Menurutnya, Sofi dan pacarnya bersiap pulang seperti anak TK yang bersiap pulang dari sekolah, begitu lama. “Hati-hati!” seru Sofi ketika Rayna berjalan menjauhi
Suasana sedikit tegang saat Clara melihat Rayna datang bersama calon ayah mertuanya di kediaman Subrata. Ia sangat tidak menduga bahwa gadis itu juga berhasil menaklukkan hati ayahnya Reno. Clara menatap Rayna dengan tatapan tidak suka. Jelas saja, siapa yang akan menyukai wanita lain yang dekat dengan sang tunangan. Ia berusaha menahan emosinya.“Ini siapa, Yah?” tanya nyonya Subrata pada suaminya. Baru pertama kali ini wanita itu bertemu dengan Rayna, sekretaris Reno yang cantiknya melebihi Clara.“Oh iya, ini Rayna. Sekretaris Reno yang baru. Rayna lah yang membantu Reno menyelesaikan proyek-proyeknya dan dia juga yang berhasil mendapatkan proyek terbaru perusahaan kita. Untuk itu, aku mengajak Rayna ikut sarapan di sini.” Pak Subrata menjelaskan posisi Rayna di perusahaan mereka. Dia sangat ingin berterimakasih pada gadis cantik dan sopan itu.Rayna hanya dapat tersenyum pada ibu kandung Reno yang penampilannya jauh dari kata tua.
Seorang laki-laki yang tengah patah hati dan sekarang ia pun mengalami patah semangat untuk hidup. Reno, laki-laki yang baru saja mengenal cinta dalam arti sesungguhnya, harus menelan kenyataan pahit di mana sang pujaan hati harus menjauh darinya demi kebaikan banyak orang, termasuk dirinya. Reno merasa dirinya tak lebih dari seorang pengecut. Bertunangan dengan Clara adalah kesalahan besar baginya. Ia bahkan tidak berpikir sebelum memutuskan untuk mengikat janji dengan gadis anak orang kaya tersebut. Posisinya sangat sulit, diantara dua wanita dan diantara dua situasi. Demi orangtuanya, kini dia harus berlapang dada menerima Clara yang mungkin akan segera dinikahinya. Malam ini, Reno berencana pergi ke rumah temannya yang tak jauh dari kediaman keluarganya. Rumah yang berjarak sekitar empat kilometer dari rumahnya adalah kediaman keluarga Hartono, teman masa kecilnya yang sering memberikan nasehat-nasehat berharga untuknya. Namun akhir-akhir ini Reno bahkan jarang m
Clara menelan salivanya pelan saat melihat sosok laki-laki paruh baya yang sangat dikenalnya tengah menatapnya tajam. Presdir Reygold Corp itu masih memegang tangan Clara yang kini terlihat gemetar. Sekitar dua menit lalu, ia telah melakukan kesalahan yang berakibat fatal. Tangan kanannya hampir menampar Rayna untuk yang ketiga kali. Bukan Reno yang memergokinya, tapi calon ayah mertuanya yang menahan tangan itu mendarat di pipi Rayna. “Apa yang kau lakukan di perusahaanku?” Suara berat itu didengar jelas oleh Clara dan Rayna. Clara takut sekali menjawab pertanyaan singkat itu. Ia tak memiliki nyali sedikit pun di depan ayah Reno. “Rayna adalah salah satu karyawan teladan di sini. Kau mau menamparnya?” Pertanyaan kedua telah dilontarkan tanpa penghalang. Clara masih membisu. Entah apa yang harus dia katakan pada calon mertuanya itu. “Tolong bertanya padaku saja, Pak. Saya yang bersalah telah menabrak Mbak Clara tanpa sengaja. Kami terjatuh ke
Sore hari di pemakaman nampak beberapa orang pelayat masih memilih tinggal di sisi makam ibu Rayna. Mereka merasa sangat kehilangan atas kepergian seorang wanita yang berhati sangat baik pada siapapun. Suasana sepi, yang terdengar hanya suara dedaunan yang saling bergesek dan akhirnya daun yang kering pun terjatuh. Suara isak tangis tak luput menghiasi ruang dengar para pelayat yang masih menatap sedih pada nisan berwarna putih. Rayna duduk bersimpuh di samping makam ibunya, didampingi Sofi dan Reno yang tetap setia menemaninya. Ibu Rayna meninggal pada usia 52 tahun. Usia yang masih tergolong muda untuk orang sebaik beliau. Rayna semakin terisak saat mengingat penyakit yang diderita sang ibu. Selama ini, dia sama sekali tidak tahu kalau sang ibu begitu menderita, berjuang melawan penyakitnya seorang diri. Anaknya pun tidak tahu perihal penyakit itu. “Maafkan Rayna, Bu. Rayna bukan anak baik yang berbakti pada ibu. Rayna bahkan tidak tahu dan tidak peka pada penderit
Cuaca siang ini begitu panas, udara terasa pengap dan keringat mengucur deras. Semakin membuat Clara tersulut emosi dan mengumpat sembarangan. Ia berjalan dengan langkah cepat dan mulut yang terus bergumam, mengeluarkan umpatan untuk Reno dan mengatakan pembalasan darinya akan lebih kejam dari sikap Reno barusan.Alex menghentikan langkahny secara tiba-tiba saat mereka berdua berada di ujung koridor lantai satu menuju lobi kantor Reygold Corp. Ia menarik lengan kanan adiknya dengan tangan kanan hingga membuat Clara berhenti mendadak dan langsung membalikkan badannya, menghadap sang kakak yang menunjukkan ekspresi menyeramkan. Tatapan kedua mata kakaknya nampak seperti mata elang yang melihat mangsanya dari dekat.“Ada apa?” tanya Clara ingin tahu alasan sang kakak menarik lengannya.“Bisakah kau bersikap lebih baik dari ini? Aku tahu kalau sikap Reno memang keterlaluan. Tapi sikapmu jauh lebih tidak sopan.”Clara mengernyitkan keni
Rayna menyiapkan sarapan sepiring nasi goreng dan telur dadar di atasnya, satu piring untuknya dan satu piring lagi untuk Sofi. Setelah meletakkan piring mereka, Rayna melihat ke arah Sofi yang terduduk dengan tatapan kosong.Mungkinkah Sofi masih memikirkan tentang kembalinya Ryan? Tanya Rayna dalam hati.“Sof,” panggil Rayna lembut sembari meletakkan tubuhnya, duduk berhadapan dengan Sofi yang masih termenung. “Sof!” panggil Rayna kedua kalinya dengan memegang tangan Sofi yang sontak membuat gadis berwajah oriental itu tersentak kaget.Sofi mendadak kaget, mendongakkan kepalanya untuk bisa menatap Rayna yang memandang iba padanya.“Masih memikirkan Ryan?” tanya Rayna pelan. Dia tidak ingin membuat sahabatnya sedih dengan pertanyaan konyolnya.Sofi mengangguk pelan. “Kau tahu, Na? Kejadian itu terekam dengan sangat baik di ingatanku.”Rayna menghela nafas berat, menatap sendu sahabatnya yang harus bertemu lagi dengan orang yang sudah merenggut kesuciannya. “Kamu pasti kuat, Sof.”Sof
Sofi meneguk kopi latte miliknya yang sudah tinggal separuh cangkir. Ia menarik nafas dalam sembari menyusun kalimat-kalimat dalam otaknya. “Aku sudah memiliki seorang pengganti diriku saat resign nanti. Surat pengunduran diri juga sudah ku berikan pada Pak Reno. Namun dia menolaknya. Kau tahu, Rayna? Dia mengatakan kalau aku tidak harus keluar dari perusahannya. Yang akan terjadi adalah....” Sofi tidak melanjutkan kalimatnya.Rayna mengerutkan keningnya. Penasaran. “Apa?” tanyanya pada Sofi yang masih memperhatikan kopi latte-nya.Sofi tersenyum kecil. Membiarkan rasa penasaran menguasai sahabatnya itu. “Ayolah, Sof. Ini bukan lelucon,” timpal Rayna yang tidak sabar mendengar cerita dari Sofi.“Aku memang tidak diizinkan untuk meninggalkan Reygold Corp. Hal itu diperkuat oleh Clara yang mengangkat jabatanku menjadi sekretarisnya.”Rayna terbelalak, sesuatu terasa tengah menghalangi jalannya udara masuk ke rongga hidung hingga membuatnya sedikit kesuli
Reno dan Clara telah tiba di sebuah restoran elite di kawasan Jakarta Timur. Mereka berdua bergegas masuk ke dalam restoran yang bernuansa Eropa modern itu. Clara dengan sengaja bergelanyut mesra pada Reno yang berjalan santai saat kaki mereka menginjak lantai restoran berwarna hitam.“Apa, sih?” Reno berusaha menepis tangan Clara yang masih menggandeng tangannya, bahkan dengan sangat erat seakan Reno adalah tawanan yang tidak boleh kabur.Clara bersikeras menggandeng tangan Reno agar mereka terlihat mesra.“Tidak ada yang menyuruhmu melakukan ini. Lepaskan!” bisik Reno makin risih dengan sikap Clara. “Jangan berlebihan!”Clara berusaha untuk berpura-pura tidak mendengar kata-kata Reno. Ia tetap menggandeng tangan Reno kemudian mengajaknya mendekati bangku yang sudah ditempati oleh dua orang. Rupanya dua orang itu adalah Alex dan Rayna yang sudah lebih dulu berada di restoran itu. “Halo,” ucap Clara yang sukses membuat Rayna dan Alex menoleh ke arahnya. Kedua mata Rayna terbelalak m
Jika Alex menikahi Rayna, artinya Rayna akan menjadi kakak iparnya. Clara bergidik membayangkan hal itu benar-benar terjadi.“Tidak mungkin, kan?” Clara khawatir jika Rayna kelak tetap merebut Reno darinya meskipun telah menikah dengan Alex.“Kenapa tidak mungkin? Bukannya malah bagus jika Rayna menjadi kakak iparmu?”Masalahnya bukan siapa yang akan menjadi suami Rayna, melainkan kebencian Clara terhadap Rayna sudah mendarah daging sehingga sulit untuk dihilangkan. Ia tidak sanggup jika harus melihat Rayna di dalam rumahnya setiap hari.“Aku tidak ingin melihatnya di rumah ini,” sahut Clara dengan nada tegas.Alex mengerutkan keningnya. “Sejak kapan aku harus menurutimu? Kamu hanya adikku, bukan ibuku, kan?”Clara melirik Alex dengan lirikan elang yang siap menerkan mangsanya. “Lalu apa yang akan kamu lakukan? Membuat drama baru?”Alex tidak menjawab pertanyaan Clara. &lsquo
Reno menatap kosong pada alat tes kehamilan milik Rayna. Dalam hstinya bertanya-tanya, benarkah itu milik Rayna? Lalu...“Tidak mungkin!” Reno langsung bangkit dari duduknya. Kursi empuk itu kini bergeser sedikit ke belakang akibat dorongan tubuh Reno yang berdiri secara tiba-tiba. “Dia hamil?” Pertanyaan itu mestinya ditujukan pada Rayna.Dengan tergesa-gesa, Reno mengambil kunci mobil yang ada di atas mejanya. Meraih jas warna hitam yang ia pajang di kursi dan berhambur keluar dari ruangan.“Pak Reno, hendak pergi ke mana?” tanya sang sekretaris yang bingung melihat tingkah aneh sang bos yang tiba-tiba keluar ruangan tanpa sepatah kata.Reno tak memberikan jawaban atas pertanyaan sekretarisnya. Menurutnya, tak ada yang lebih penting dari Rayna. Dia harus bertemu dengan Rayna saat itu juga.Sofi yang tengah berjalan menuju ruangan Clara, tanpa sengaja melihat sekelebat sosok Reno yang berlari membawa hasil testp
“Ya, aku tidur dengan Clara waktu itu.”Deg!Rayna dan Alex tidak menyangka jika Reno akan mengakuinya secepat itu. Meskipun Rayna sudah mengetahui tentang hal itu, ia berpikir bahwa Reno akan menutupinya untuk saat ini. Namun di luar dugaan, rupanya Reno mengakui bahwa benar dirinya telah meniduri Clara.“Tidak, aku tidak menidurinya. Kami melakukan hubungan intim itu di kantor,” ralat Reno yang membuat Rayna sangat terkejut.Alex tersenyum sinis. “Seperti itu kah kelakuan bejatmu, Reno? Masih pantaskah kamu mendapatkan cinta Rayna?”Jika harus bicara jujur, Rayna sangat kecewa dengan Reno. Ia melakukan perbuatan itu di kantor?“Aku mohon, Rayna. Jangan berpikir yang macam-macam. Aku masih tetap mencintaimu. Bukan Clara.” Reno menatap lekat pada Rayna yang juga sedang menatapnya. Ia meraih tangan Rayna yang dingin.‘Aku tidak bisa berpikir tentang apapun sekarang. Seandainya dia h
“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”tanya seorang resepsionis di perusahaan Anant Jewel yang memiliki paras manis dan terlihat ramah dengan senyum yang selalu ia tunjukkan pada semua orang yang dilayani.“Saya ingin bertemu dengan Ibu Rayna,” jawab Reno dengan cepat karena ia sedang terburu-buru ingin bertemu dengan Rayna di pagi itu.“Bu Rayna sudah datang, Pak. Beliau ada di ruangannya sekarang. Lantai dua, ruangan kedua dari utara.”“Baik, terimakasih,” ucap Reno yang langsung bergegas melangkah ke lift yang terletak di sebelah kanan tempat resepsionis. Tanpa berlama-lama, Reno masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka dua......Tok tok!Rayna sedikit tersentak kaget saat Mira, sekretarisnya mengetuk pintu ruangannya secara tiba-tiba.“Iya, Mir. Ada apa?” seru Rayna dari dalam ruangan.“Ada tamu, Bu Rayna. Pak Reno dari Reygold Corp datang menemui Anda,”
“Aku ada di panti asuhan Kasih Bunda. Mungkin akan pulang nanti sore. Memangnya ada apa, Alex?”Suara Rayna terdengar merdu di telinga Alex hingga dirinya lupa dengan tujuannya menelepon Rayna. Jantungnya pun berdetak lebih kencang.“Ah, iya. Anu... Tidak jadi. Lain kali saja aku telepon lagi. Tidak enak kalau mengganggu acaramu. Lagipula nanti sore pasti kamu butuh istirahat,” kata Alex yang mengurungkan niatnya bertanya tentang sesuatu kepada Rayna.“Oh, begitu. Baiklah, terserah kamu.” Tak lama kemudian, Rayna memutus sambungan telepon dari Alex.Acara yang ditunggu-tunggu segera dimulai. Para pejabat dan semua tamu undangan pun sudah banyak yang hadir dan duduk manis di tempat yang telah disediakan panitia dari panti asuhan.Sebagai salah seorang kerabat dekat panti, Rayna ikut duduk di deretan para donatur tetap di belakang para pejabat daerah. Rayna dan Sofi duduk bersebelahan, menyaksikan beberapa acara hi
Hai, salam kenal dari Selay Rahmi pada kalian yang sudah bersedia membaca novel ini. Kalian klik novel ini aja udah bikin seneng kok. Alhamdulillah... Trimakasih untuk yang sudah membaca. Double makasi untuk yang sudah vote gem atau buka gembok ya. Semoga Allah balas dengan yang lebih baik. Aamiin... Tolong berikan feedback, entah vote rate, vote gems atau komentar dikit aja supaya bisa kasih semangat buatku.... Dukungan kalian sangat berarti buatku. Tanpa kalian, aku gak bisa disebut sebagai penulis. Novel ini masih separuh perjalanan. Jadi, aku butuh banget support dari readers. Tolong berikan saran juga ya, bagian mana yang harus dibenahi, apa yang harus ditambah, dll.