Seorang laki-laki yang tengah patah hati dan sekarang ia pun mengalami patah semangat untuk hidup. Reno, laki-laki yang baru saja mengenal cinta dalam arti sesungguhnya, harus menelan kenyataan pahit di mana sang pujaan hati harus menjauh darinya demi kebaikan banyak orang, termasuk dirinya. Reno merasa dirinya tak lebih dari seorang pengecut. Bertunangan dengan Clara adalah kesalahan besar baginya. Ia bahkan tidak berpikir sebelum memutuskan untuk mengikat janji dengan gadis anak orang kaya tersebut.
Posisinya sangat sulit, diantara dua wanita dan diantara dua situasi. Demi orangtuanya, kini dia harus berlapang dada menerima Clara yang mungkin akan segera dinikahinya.
Malam ini, Reno berencana pergi ke rumah temannya yang tak jauh dari kediaman keluarganya. Rumah yang berjarak sekitar empat kilometer dari rumahnya adalah kediaman keluarga Hartono, teman masa kecilnya yang sering memberikan nasehat-nasehat berharga untuknya. Namun akhir-akhir ini Reno bahkan jarang menghubungi temannya tersebut. Malam ini, dia harus bertemu dengan sahabat lamanya bernama Feri.
Jam tujuh malam, Reno sudah tiba di depan rumah Feri dengan sebuah motor matic berwarna hitam yang menemaninya malam itu. Ia sengaja tidak mengetuk pintu utama rumah yang nampak sederhana dari luar. Ia juga sengaja tidak menghubungi Feri dan mengatakan kalau dirinya sudah berdiri di depan rumah itu selama lima menit.
Terdengar langkah seseorang semakin mendekatinya. Sosok itu adalah Feri yang baru pulang dari masjid setelah selesai sholat Isya.
“Assalamu’alaikum, pak wakil presdir!” ucap Feri menggoda laki-laki kaya yang rela menunggunya di depan rumah. Feri seraya menepuk bahu kanan Reno.
Reno menoleh ke arah kanan, melihat sosok sahabatnya yang mengenakan kain sarung dan kopyah berwarna hitam. Ia tersenyum tipis.
“Kenapa tidak masuk?” tanya Feri heran melihat Reno hanya berdiri di depan rumahnya seorang diri.
“Aku sengaja menunggu di sini karena tahu kalau kamu pasti masih berada di masjid.”
Feri menyunggingkan senyumnya. “Baiklah, apapun alasanmu pasti ku terima. Ayo masuk!”
Keduanya pun berjalan pelan, melangkahkan kaki melewati pintu utama yang dibuka oleh Feri. Kediaman keluarga Feri memang tidak tergolong mewah atau kaya. Keluarga mereka hidup sederhana namun bahagia secara batiniah. Suasana rumah sederhana itu pun berbeda dengan suasana rumah mewah milik keluarga Reno.
Reno duduk di sofa ruang tamu,menghadap ke lukisan pemandangan pegunungan yang kelihatan sangat asri. Lukisan itu tampak seperti pemandangan asli. Sofa yang menjadi tempat duduknya tak jauh berbeda dari sofa di rumahnya. Namun ketika ia duduk di sofanya sendiri, rasanya tidak senyaman sofa itu. Rumah Feri kelihatan nyaman dan adem. Dalam hatinya, Reno bertanya-tanya, bagaimana keluarga Feri bisa menciptakan rasa adem dan nyaman di rumah mereka? Seandainya itu dapat ia lakukan di rumahnya, pasti Reno akan betah berada di kediaman keluarganya.
“Ada apa?” tanya Feri secara tiba-tiba ketika dia kembali ke ruang tamu dan mengambil tempat duduk tepat di samping Reno. Ia tahu betul bahwa sahabat tampan itu sedang dilanda masalah yang menjadi beban pikirannya saat ini.
“Ada masalah antara aku dengan Clara,” jawab Reno singkat.
Feri mengernyitkan keningnya. Setau pemuda itu, Reno tidak memiliki masalah apapun dengan Clara karena dia sudah rela bertunangan dengan gadis pilihan orangtuanya. Namun sekarang, sahabatnya itu mengatakan bahwa dirinya memiliki masalah dengan sang tunangan.
“Masalah apa? Bukankah hubungan kalian baik-baik saja?” tanya Feri bingung. Ia tidak ingin menduga-duga masalah yang terjadi diantara sepasang tunangan itu. “Ceritakan saja.”
Reno menatap ragu pada Feri. Ya, dia memang ragu menceritakan semua masalahnya apalagi menyangkut Rayna. Gadis cantik nan polos itu sama sekali tidak bersalah. Dia hanya korban diantara Reno dan Clara. Namun saat ini, gadis bernama Rayna itu harus memilih jalan yang terjal sebagai cara agar keluar dari permasalahan rumit antara Reno dan Clara.
Semua kejadian yang dialami bersama Rayna hingga perasaannya untuk sekretaris cantik itu, telah diceritakan pada Feri. Sikap Clara terhadap Rayna yang dapat disebut kurang ajar juga tak luput dari mulutnya ketika menjelaskan semua duduk perkara yang ia hadapi. Reno juga menceritakan semua ancaman Clara yang ditujukan pada dirinya dan Rayna.
“Jadi, maksudmu... Tunggu! Kenapa aku yang bingung?” Feri memegang keningnya dengan tangan kanan. Berpikir untuk memahami situasi yang dihadapi Reno. “Maksudmu, kamu menerima Clara sebagai tunangan karena dulu kamu yakin tidak akan jatuh cinta pada gadis lain?”
Reno mengangguk kecil, mengiyakan dugaan Feri yang berhasil memahami penjelasan Reno.
“Sekarang masalahnya Rayna berhenti dari pekerjaannya karena merasa bersalah telah membuat masalah diantara kalian?” tanya Feri lagi.
“Sebenarnya ini bukan salah Rayna. Tapi dia yang berusaha menyelesaikan masalah ini.”
Feri nampak sedang berpikir. “Baiklah, aku sudah paham. Dari sudut pandang Rayna, dia memang sudah melakukan sesuatu yang benar. Rayna memang tidak bersalah, dia tidak melakukan hal yang dituduhkan oleh Clara. Akan tetapi, keberadaan atau kehadirannya yang membuat masalah diantara kalian. Karena dengan datangnya Rayna, membuat kamu menjauh dari Clara.”
Reno terdiam. Semua yang disampaikan oleh sahabatnya benar. Ya, memang seperti itu kenyataannya. Tapi dalam masalah ini, kenapa harus Rayna yang mengalah.
“Lalu apa yang kamu inginkan sekarang?”
Reno menghela nafas panjang. Masalahnya sudah jelas dan penyelesaiannya ada berbagai cara. Namun dia masih tidak ingin memutuskan sesuatu.
“Kalau aku melanjutkan hubunganku dengan Clara, aku benar-benar tidak sanggup. Pertunangan itu hanya demi orangtuaku. Sedangkan untuk kebahagiaanku sendiri adalah bersama Rayna,” terang Reno yang menginginkan sahabatnya menemukan satu solusi untuknya, bukan berbagai solusi karena dirinya saat ini tengah dirundung kegalauan.
“Kamu ingin membahagiakan orangtuamu atau membahagiakan dirimu sendiri?” tanya Reno kesekian kalinya.
“Kalau bisa, kenapa tidak semuanya?”
“Tidak bisa, Ren. Masalahnya, kebahagiaan orangtuamu ada pada Clara. Sedangkan kebahagiaanmu ada pada Rayna. Kecuali kamu bisa membuat orangtuamu menyukai Rayna dan menyingkirkan Clara.”
Reno semakin pusing. Feri telah membuat otaknya berpikir dengan keras. Tapi saran dari sahabat karibnya itu memang benar. Satu-satunya jalan adalah membuat orangtuanya menyukai Rayna dan mereka sendiri yang memutuskan pertunangan dengan Clara.
“Tapi bagaimana caranya agar orangtuaku menyukai Rayna? Dia bahkan keluar dari perusahaan. Sekarang ibu pun ingin mempercepat pernikahanku dengan Clara.”
Feri menepuk dahi pelan. “Memang sulit situasinya,” sahutnya.
.....
Hari ini Rayna sengaja tidak masuk kerja dengan alasan tidak enak badan. Dia terlalu lelah menghadapi masalah hati apalagi jika menyangkut hubungan Reno dan Clara. Masalah tidak akan selesai jika dirinya masih berada di perusahaan itu.
“Semoga keputusanku ini benar.” Rayna duduk melipat kedua kakinya di depan dada. Sebelum benar-benar keluar dari Reygold Corp, dia harus mencari pekerjaan lain sebisa mungkin. Ia tidak ingin mengecewakan ibunya. Wanita itu akan sangat sedih melihat putrinya menganggur di rumah.
“Rayna!”
“Astaga! Kau mengagetkanku, Sofi.” Rayna yang hendak beranjak dari tempatnya terkejut akan kehadiran sahabatnya yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. “Sejak kapan kau di sini?” tanya Rayna. Ia tak habis pikir, bagaimana caranya Sofi datang tanpa ia ketahui.
Sofi tidak menjawab, malah menatap Rayna dengan tatapan sedih dan kecewa. Tak lama kemudian ia pun meneteskan airmata dan berhambur memeluk Rayna. Sontak Rayna pun tambah kaget melihat tingkah laku sahabatnya itu.
“A, ada apa? Kenapa tiba-tiba seperti ini?” tanya Rayna yang bingung dengan sikap Sofi pagi itu. Apakah Sofi sudah mengetahui tentang masalahnya? Pikir Rayna.
Sofi menangis seraya memeluk Rayna erat. Ia masih tidak ingin menjawab pertanyaan Rayna satu pun. “Kenapa kau jahat sekali, Rayna? Kenapa kau keluar dari perusahaan?”
Rayna membelalak, membulatkan kedua bola matanya. “Siapa yang mengatakan seperti itu? Aku masih di sana. Hari ini aku memang sudah izin untuk absen karena badanku terlalu lelah.” Rayna mengajak Sofi duduk di ruang tamu, tidak enak dilihat tetangga jika mereka mengobrol di teras rumah karena Sofi baru saja menangis heboh.
Setelah keduanya duduk dengan tenang, Rayna berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan pada Sofi tentang masalahnya. “Aku tidak akan bercerita tentang semuanya. Tapi akan ku ceritakan intinya saja. Kamu harus janji, jangan pernah mengatakan pada siapapun tentang semua yang ku ceritakan nanti pada siapapun. Termasuk ibuku ataupun Reno.”
Sofi mengangguk paham sambil mengusap airmata yang membasahi pipinya. Akhirnya Rayna pun menceritakan inti permasalahan yang ia hadapi, alasan dia ingin keluar dari perusahaan, dan keputusannya menjauh total dari kehidupan Reno.
“Semua yang ku lakukan demi kebaikan semua orang, Sofi. Bukan untukku. Kalau disuruh memilih, tentu aku ingin memilih hidup bersama Reno. Tapi Reno bukan jodohku. Aku tidak bisa menolak takdir.”
“Tapi ini bukan salahmu, Rayna. Tidak seharusnya kamu yang mengalah.”
“Dengar, Sofi. Kehadiranku di perusahaan itu sudah tidak benar. Meskipun aku tidak melakukan apapun, jika kehadiranku di sana membuat masalah mereka semakin runyam maka aku yang harus mengalah. Mereka tidak bisa menyelesaikan masalah itu sendiri.”
“Lalu apa yang akan kamu lakukan, Rayna?” tanya Sofi ingin mengetahui rencana sahabatnya untuk masa depannya.
“Hari ini aku akan mencari pekerjaan baru. Ada beberapa manajer perusahaan yang telah ku kenal. Aku akan mencari informasi lowongan dari mereka.”
“Apapun yang terbaik untukmu, Rayna. Lakukan demi kebahagiaanmu. Aku akan mendukungmu,” kata Sofi, menguatkan mental Rayna. Dia juga meminta Rayna untuk selalu percaya padanya. Sofi tidak menyangka jika Rayna akan terlibat masalah seperti itu. Setahu dirinya, Rayna terlalu sering mengalah pada banyak orang. Ia tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. “Aku tidak akan mengatakan apapun pada siapapun,” tambahnya.
.....
Sesuai rencana, pagi ini Rayna akan mengunjungi beberapa perusahaan untuk mencari lowongan pekerjaan yang baru. Tidak harus sekretaris. Apapun jenis pekerjaannya, dia akan menerima dengan senang hati. Mencari pekerjaan memang bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Harus semangat, harus sabar, harus pandai mencari peluang meskipun kadang di suatu perusahaan tidak ada lowongan sama sekali. Dia harus pandai melakukan negosiasi dengan manajer perusahaan.
Rayna mengenakan setelan baju kerja yang biasa ia gunakan sebagai sekretaris ketika masih bekerja dengan Reno. Dua perusahaan telah ia datangi. Tidak ada lowongan satu pun di sana namun sang manajer berjanji akan menghubunginya ketika terdapat satu lowongan yang sesuai dengan kualifikasi Rayna. Bukan satu atau dua kali Rayna mencari pekerjaan keliling kota Jakarta. Sudah berkali-kali ia mendapat pengalaman tersebut.
Matahari telah meninggi. Dentang waktu menunjukkan pukul sebelas siang. Ia merasa sangat lelah menyusuri jalan-jalan di kota Jakarta demi mendapatkan pekerjaan baru. Akhirnya ia pun memutuskan untuk beristirahat di sebuah rumah makan. Istirahat sekalian makan siang, batinnya.
Rayna masuk ke dalam rumah makan seorang diri dan duduk di bangku yang tersisa. Rumah makan itu tampak ramai sekali hingga semua bangku terisi oleh orang-orang yang memesan makanan dan orang-orang yang sedang menikmati makan siangnya. Karena sudah duduk di bangku, Rayna pun bersantai dan mengistirahatkan anggota badannya di tempat itu seraya menunggu pesanan datang.
Saat sedang asyik menikmati istirahatnya dengan bermain game di ponselnya, Rayna dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba duduk di kursi kosong di depannya. Ia pun langsung mengangkat kepalanya, melihat siapa gerangan yang tiba-tiba duduk di depannya. Rupanya seorang laki-laki paruh baya dengan setelan jas warna hitam sedang duduk manis di kursi itu. Ia tersenyum pada Rayna yang menatapnya dengan tatapan bingung.
“Maaf, Mbak Rayna. Tidak ada bangku kosong, jadi saya terpaksa duduk di sini.”
Rayna mengangguk kecil, mengizinkan orang itu berada semeja dengannya. “Tidak apa-apa, Pak. Silahkan.”
“Terimakasih,” ucap laki-laki itu.
“Bapak tahu nama saya?” tanya Rayna setelah mendengar laki-laki berperawakan agak gemuk itu menyebut namanya di awal tadi.
“Mbak Rayna dari perusahaan Reygold Corp, kan?” tanya orang itu balik. “Perkenalkan, saya Haris Sutarto. Pesdir perusahaan Anant Jewel yang ikut rapat tender dengan anda dan Pak Reno beberapa hari yang lalu.”
Rayna tercengang mendengar penjelasan bapak itu. Seakan berdiri di atas panggung, ia merasa banyak yang mengenalnya sejak bekerja di perusahaan Reno. “Ternyata begitu, ya? Saya bahkan tidak mengingat semua orang yang datang pada rapat itu.”
Pak Haris tersenyum. “Tidak apa-apa. Saya mengingat Mbak Rayna karena presentasi anda begitu memukau saat rapat. Waktu itu kami mengira bahwa Anda adalah seorang direktur atau manajer. Kualitas presentasi seperti yang Anda lakukan itu setingkat dengan direktur atau manajer, Mbak. Saya terkejut ketika mengetahui bahwa Anda adalah sekretaris Pak Reno.”
Rayna merasa sungkan mendapat pujian dari orang yang baru dikenalnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika ada orang yang memujinya seperti bapak itu. “Tapi sekarang saya bukan sekretaris Pak Reno lagi, Pak. Saya baru saja mengundurkan diri dari perusahaan itu.”
Pak Haris terlihat agak terkejut. Bagaimana mungkin sekretaris secerdas Rayna dilepas begitu saja oleh Reygold Corp?
“Ada sesuatu yang memaksa saya harus pergi dari perusahaan itu. Tidak ada masalah dengan pekerjaan saya. Bahkan Pak Reno pun syok mengetahui pengunduran diri saya.”
“Lalu sekarang Mbak Rayna bekerja di mana?” tanya Pak Haris serius.
“Ini masih usaha cari kerja, Pak,” jawab Rayna asal.
“Bekerja di perusahaan saya saja, Mbak. Kebetulan ada beberapa lowongan jabatan internal. Mbak Rayna adalah orang yang cerdas dan baik, pasti bisa mendapatkan jabatan yang lebih tinggi.”
“Aduh, Pak. Saya hanya orang biasa yang pantas untuk menerima pekerjaan biasa-biasa saja.”
Pak Haris tetap akan memberikan jabatan yang lebih tinggi untuk Rayna. Ia yakin kalau Rayna akan membawa keberuntungan bagi perusahaannya. Akhirnya Rayna pun setuju dan bersedia bekerja di perusahaan Pak Haris yang tak kalah sukses dari perusahaan keluarga Subrata. Menurutnya, mungkin inilah saatnya ia harus melupakan Reno dan inilah jalan yang ditunjukkan oleh Allah padanya.
.....
Rayna pulang ke rumah dalam keadaan sedikit tenang. Setidaknya, ia telah mendapat pekerjaan pengganti dan tidak akan menjadi pengangguran seperti yang ia takutkan. Malam harinya, Rayna membuat surat pengunduran resmi dirinya dari perusahaan Reygold Corp. Surat itu akan ia berikan besok pagi pada Reno sebagai atasannya. Entah apapun keputusan laki-laki itu besok, ia tidak peduli sama sekali. Malam ini Rayna bisa tidur dengan beban pikiran yang telah berkurang sedikit.
Esok hari yang ditunggu Rayna telah tiba. Ia bersiap-siap pergi ke perusahaan Reygold Corp dengan pakaian yang biasa ia kenakan untuk bekerja. Setelah sarapan, ia hendak mengambil sepatu pantofel di rak sepatu. Niatnya ia urungkan ketika sekilas melihat ibunya tengah mengamati kegiatan Rayna pagi itu. Sejak Rayna membantunya memasak selepas Subuh, sang Ibu terus mengamati kegiatan putrinya yang menurutnya tidak seperti biasa, terutama ekspresi wajah Rayna tidak secerah hari-hari biasanya. Sang Ibu pun tidak tahu kalau sebenarnya Rayna sudah berhenti dari perusahaan yang lama.
“Ibu, ada apa?” tanya Rayna yang berdiri di depan rak sepatu. Ia mendapati ibunya sedang duduk mengamati gerak geriknya sedari tadi. “Apakah ada yang salah dengan penampilan Rayna?”
Ibunya menjawab dengan menggeleng. “Sudahlah, berangkat sana!”
“Ibu tidak apa-apa?” tanya Rayna lagi.
“Ibu baik-baik saja. Pergilah sebelum terlambat!” Wanita yang telah menyandang status janda itu hanya tersenyum tipis pada Rayna. Ia seperti sedang memendam sesuatu yang dirahasiakan dari putri cantiknya.
“Baiklah, Rayna berangkat, ya. Assalamu’alaikum.” Rayna mencium tangan ibunya yang nampak pucat dan dingin. Dalam hatinya, Rayna agak mencemaskan keadaan ibunya yang sangat berbeda dengan kemarin.
Rayna berjalan keluar rumah. Sesekali ia menengok ke belakang, memastikan bahwa ibunya dalam keadaan baik dan tidak terjadi sesuatu yang buruk pada wanita beruban itu.
.....
Sampai di kantor, Rayna berjalan menyusuri koridor dengan pikiran yang masih tertinggal di rumah. Ia masih memikirkan keadaan ibunya. Ia harus bergegas memberikan surat pengunduran diri itu pada Reno dan langsung pamit.
“Aku harus cepat pulang dan menjaga ibu,” lirihnya. Rayna mempercepat langkah kakinya menuju ruang kerja Reno yang masih lumayan jauh.
Bruuukk!!
Seseorang menabraknya dengan agak keras hingga keduanya terjatuh di ataa lantai. Pergelangan kaki Rayna terkilir dan menyebabkan ia kesulitan bangun dari posisinya saat ini. Rayna mendongakkan kepalanya agar dapat melihat orang yang menabraknya hingga terjatuh. Clara.
“Kurang ajar kamu, ya!” Clara hendak menampar Rayna yang masih terduduk di atas lantai.
Sebuah tangan pun menangkis tangan Clara yang sebentar lagi pasti mendarat di pipi Rayna. Dua pasang bola mata Rayna membulat ketika dilihatnya seorang laki-laki paruh baya dengan pakaian sangat rapi dan berwibawa memegang tangan Clara dengan tangan kanannya. Orang itu bukan Reno melainkan ayahnya, Presdir Reygold Corp. Clara perlahan menolehkan kepalanya, melihat pemilik tangan yang memegang tangannya dan mencegahnya menampar Rayna. Sedangkan sang presdir menatap tajam pada Clara yang bertindak seenaknya di perusahaannya.
.....
Bersambung
Clara menelan salivanya pelan saat melihat sosok laki-laki paruh baya yang sangat dikenalnya tengah menatapnya tajam. Presdir Reygold Corp itu masih memegang tangan Clara yang kini terlihat gemetar. Sekitar dua menit lalu, ia telah melakukan kesalahan yang berakibat fatal. Tangan kanannya hampir menampar Rayna untuk yang ketiga kali. Bukan Reno yang memergokinya, tapi calon ayah mertuanya yang menahan tangan itu mendarat di pipi Rayna. “Apa yang kau lakukan di perusahaanku?” Suara berat itu didengar jelas oleh Clara dan Rayna. Clara takut sekali menjawab pertanyaan singkat itu. Ia tak memiliki nyali sedikit pun di depan ayah Reno. “Rayna adalah salah satu karyawan teladan di sini. Kau mau menamparnya?” Pertanyaan kedua telah dilontarkan tanpa penghalang. Clara masih membisu. Entah apa yang harus dia katakan pada calon mertuanya itu. “Tolong bertanya padaku saja, Pak. Saya yang bersalah telah menabrak Mbak Clara tanpa sengaja. Kami terjatuh ke
Sore hari di pemakaman nampak beberapa orang pelayat masih memilih tinggal di sisi makam ibu Rayna. Mereka merasa sangat kehilangan atas kepergian seorang wanita yang berhati sangat baik pada siapapun. Suasana sepi, yang terdengar hanya suara dedaunan yang saling bergesek dan akhirnya daun yang kering pun terjatuh. Suara isak tangis tak luput menghiasi ruang dengar para pelayat yang masih menatap sedih pada nisan berwarna putih. Rayna duduk bersimpuh di samping makam ibunya, didampingi Sofi dan Reno yang tetap setia menemaninya. Ibu Rayna meninggal pada usia 52 tahun. Usia yang masih tergolong muda untuk orang sebaik beliau. Rayna semakin terisak saat mengingat penyakit yang diderita sang ibu. Selama ini, dia sama sekali tidak tahu kalau sang ibu begitu menderita, berjuang melawan penyakitnya seorang diri. Anaknya pun tidak tahu perihal penyakit itu. “Maafkan Rayna, Bu. Rayna bukan anak baik yang berbakti pada ibu. Rayna bahkan tidak tahu dan tidak peka pada penderit
Cuaca siang ini begitu panas, udara terasa pengap dan keringat mengucur deras. Semakin membuat Clara tersulut emosi dan mengumpat sembarangan. Ia berjalan dengan langkah cepat dan mulut yang terus bergumam, mengeluarkan umpatan untuk Reno dan mengatakan pembalasan darinya akan lebih kejam dari sikap Reno barusan.Alex menghentikan langkahny secara tiba-tiba saat mereka berdua berada di ujung koridor lantai satu menuju lobi kantor Reygold Corp. Ia menarik lengan kanan adiknya dengan tangan kanan hingga membuat Clara berhenti mendadak dan langsung membalikkan badannya, menghadap sang kakak yang menunjukkan ekspresi menyeramkan. Tatapan kedua mata kakaknya nampak seperti mata elang yang melihat mangsanya dari dekat.“Ada apa?” tanya Clara ingin tahu alasan sang kakak menarik lengannya.“Bisakah kau bersikap lebih baik dari ini? Aku tahu kalau sikap Reno memang keterlaluan. Tapi sikapmu jauh lebih tidak sopan.”Clara mengernyitkan keni
Suasana tegang dan membuat bulu kuduk Clara berdiri. Tegang bagi Clara, bukan untuk Presdir dan Alex. Ya, itu karena Clara mengira bahwa dirinya akan disidang oleh sang calon ayah mertua di depan kakak kandung yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Presdir Subrata menyunggingkan senyumnya. Ia menatap lekat pada gadis yang akan menjadi istri putra tunggalnya itu. “Aku benar-benar dibuat bingung oleh sikap adikmu ini, Alex.” Alex yang mendengar kata-kata itu langsung mengangkat kedua alisnya. “Maksud Anda bagaimana?” “Tanyakan sendiri padanya. Aku tidak akan mengatakan apapun tentang perilakunya akhir-akhir ini, di perusahaanku. Sejujurnya aku sangat senang ketika dia datang ke tempat ini dan selalu menengok Reno di ruangannya. Mungkin itu hal positif yang dia lakukan. Akan tetapi, rupanya sudah banyak hal buruk yang dilakukan oleh adikmu di perusahaan ini dan di luar sana.” Alex semakin bingung. Presdir Subrata memberikan penjelasan atau teka-teki pa
Mentari pagi menyapa Rayna yang sedari tadi sibuk membersihkan halaman. Sudah sejam, gadis itu membersihkan rumput liar yang tumbuh di halaman rumahnya beberapa terakhir ini. Hangatnya sinar mentari membelai lembut wajah cantik tanpa rias itu. Dengan semangat, Rayna membersihkan semua sampah dan rumput yang berserakan, menata kembali pot-pot bunga agar terlihat lebih rapi, menyiram semua tanaman hias warisan almarhumah ibunya. Rayna tidak ingin menyia-nyiakan tanaman-tanaman itu apalagi membiarkannya layu dan mati. Tanaman itu ditanam sendiri oleh almarhumah ibunya, jadi dia harus menjaga semua peninggalan ibunya dengan sangat baik.“Na, mandi dulu sana! Sarapan sudah siap!” teriak Sofi dari dalam rumah dengan sebuah celemek menutup bajunya bagian depan.Rayna menoleh ke arah Sofi meskipun terhalang oleh silaunya cahaya matahari pagi itu. “Sebentar, Sof. Kurang sedikit, tanggung ini. Aku bereskan semuanya dulu,” seru Rayna membalas sang sahabat.
Malam hari, gerimis menyapa kota Jakarta yang masih mendung dan nampak lebih sepi dari malam biasanya. Tak berbeda dengan kompleks perumahan elite yang menjadi tempat kesukaan Reno untuk sekedar melepas keinginannya berlari pagi setiap harinya. Beberapa kendaraan berlalu lalang di kompleks perumahan yang telah dibasahi oleh gerimis malam itu.Jarum jam mungkin masih menujukkan pukul tujuh malam. Malam belum terlalu pekat namun suasana lumayan sepi karena guyuran gerimis yang syahdu. Di depan sebuah pintu gerbang terbuat dari besi, nampak seorang gadis berdiri seorang diri dengan sebuah dress warna putih melekat pada tubuh rampingnya.Rayna telah sampai di depan rumah mewah milik keluarga Subrata. Ia masih bertahan berdiri tegak di depan pintu gerbang karena dalam hatinya masih ragu untuk melangkah masuk ke halaman yang dihiasi berbagai macam bunga itu.“Mbak, ada apa? Kenapa berdiri saja di sana?” tanya seorang security yang bertugas menjaga keamanan
Pukul lima pagi, sebuah mobil sedan berwarna merah terparkir di depan rumah Rayna. Mobil mewah yang tak lain adalah milik Clara itu membuat beberapanorang yang lewat di jalan harus menoleh. Tak sedikit orang yang bertanya-tanya kenapa seseorang datang bertamu di rumah Rayna sepagi itu? Dari dalam rumah, Sofi yang tengah membuka jendela melihat pemandangan itu tanpa sengaja. Ia mengerutkan keningnya, berpikir kilat menebak siapa kiranya yang memarkir mobil di depan rumahnya. Jika orang lain, kenapa harus parkir tepat di pinggir jalan raya depan rumah Rayna? “Ada apa, Sof?” tanya Rayna yang sukses membuat Sofi terlonjak kaget. Rayna pun melihat apa yang kini tengah dilihat oleh sahabatnya. Dia hafal betul mobil-mobil yang dimiliki Reno. Mobil itu bukanlah milik Reno. Lalu siapa yang parkir di sana? “Kamu tahu?” tanya Sofi pada Rayna yang sama-sama memikirkan siapa pemilik mobil itu. Rayna menggeleng. Dia bahkan baru pertama kali ini melihat mobi
Pukul 10 malam, Reno telah menginjakkan kakinya di dalam ruang tamu rumah keluarganya. Ia sengaja langsung pulang ke rumah karena badan terasa pegal dan pikiran sedang sangat kacau. Tanpa mempedulikan siapapun yang menyapanya, entah itu sang asisten rumah tangga ataupun ibunya. Langkah kakinya tak terhenti menuju kamar pribadimya yang terletak di lantai dua. Begitu masuk ke dalam kamar, Reno langsung merebahkan tubuh atletisnya dan memejamkan kedua mata untuk menenangkan pikirannya. Dalam hati, ia bertanya kenapa Allah memberikan cobaan yang berat padanya? Di saat masalah perusahaan sedang bertumpuk, ada satu lagi masalah yang disebabkan oleh Clara. Kata-kata Clara tentang keinginannya tidur seranjang dengannya, membuat Reno muak dan semakin jijik pada tunangannya itu. “Sebenarnya apa yang dilihat ayah dan ibu dari sosok Clara? Sama sekali tidak ada kebaikan di dalamnya. Dia hanya anak orang kaya, bukan dia sendiri yang kaya. Dia bahkan tidak bisa melakukan tugas seb
Rayna menyiapkan sarapan sepiring nasi goreng dan telur dadar di atasnya, satu piring untuknya dan satu piring lagi untuk Sofi. Setelah meletakkan piring mereka, Rayna melihat ke arah Sofi yang terduduk dengan tatapan kosong.Mungkinkah Sofi masih memikirkan tentang kembalinya Ryan? Tanya Rayna dalam hati.“Sof,” panggil Rayna lembut sembari meletakkan tubuhnya, duduk berhadapan dengan Sofi yang masih termenung. “Sof!” panggil Rayna kedua kalinya dengan memegang tangan Sofi yang sontak membuat gadis berwajah oriental itu tersentak kaget.Sofi mendadak kaget, mendongakkan kepalanya untuk bisa menatap Rayna yang memandang iba padanya.“Masih memikirkan Ryan?” tanya Rayna pelan. Dia tidak ingin membuat sahabatnya sedih dengan pertanyaan konyolnya.Sofi mengangguk pelan. “Kau tahu, Na? Kejadian itu terekam dengan sangat baik di ingatanku.”Rayna menghela nafas berat, menatap sendu sahabatnya yang harus bertemu lagi dengan orang yang sudah merenggut kesuciannya. “Kamu pasti kuat, Sof.”Sof
Sofi meneguk kopi latte miliknya yang sudah tinggal separuh cangkir. Ia menarik nafas dalam sembari menyusun kalimat-kalimat dalam otaknya. “Aku sudah memiliki seorang pengganti diriku saat resign nanti. Surat pengunduran diri juga sudah ku berikan pada Pak Reno. Namun dia menolaknya. Kau tahu, Rayna? Dia mengatakan kalau aku tidak harus keluar dari perusahannya. Yang akan terjadi adalah....” Sofi tidak melanjutkan kalimatnya.Rayna mengerutkan keningnya. Penasaran. “Apa?” tanyanya pada Sofi yang masih memperhatikan kopi latte-nya.Sofi tersenyum kecil. Membiarkan rasa penasaran menguasai sahabatnya itu. “Ayolah, Sof. Ini bukan lelucon,” timpal Rayna yang tidak sabar mendengar cerita dari Sofi.“Aku memang tidak diizinkan untuk meninggalkan Reygold Corp. Hal itu diperkuat oleh Clara yang mengangkat jabatanku menjadi sekretarisnya.”Rayna terbelalak, sesuatu terasa tengah menghalangi jalannya udara masuk ke rongga hidung hingga membuatnya sedikit kesuli
Reno dan Clara telah tiba di sebuah restoran elite di kawasan Jakarta Timur. Mereka berdua bergegas masuk ke dalam restoran yang bernuansa Eropa modern itu. Clara dengan sengaja bergelanyut mesra pada Reno yang berjalan santai saat kaki mereka menginjak lantai restoran berwarna hitam.“Apa, sih?” Reno berusaha menepis tangan Clara yang masih menggandeng tangannya, bahkan dengan sangat erat seakan Reno adalah tawanan yang tidak boleh kabur.Clara bersikeras menggandeng tangan Reno agar mereka terlihat mesra.“Tidak ada yang menyuruhmu melakukan ini. Lepaskan!” bisik Reno makin risih dengan sikap Clara. “Jangan berlebihan!”Clara berusaha untuk berpura-pura tidak mendengar kata-kata Reno. Ia tetap menggandeng tangan Reno kemudian mengajaknya mendekati bangku yang sudah ditempati oleh dua orang. Rupanya dua orang itu adalah Alex dan Rayna yang sudah lebih dulu berada di restoran itu. “Halo,” ucap Clara yang sukses membuat Rayna dan Alex menoleh ke arahnya. Kedua mata Rayna terbelalak m
Jika Alex menikahi Rayna, artinya Rayna akan menjadi kakak iparnya. Clara bergidik membayangkan hal itu benar-benar terjadi.“Tidak mungkin, kan?” Clara khawatir jika Rayna kelak tetap merebut Reno darinya meskipun telah menikah dengan Alex.“Kenapa tidak mungkin? Bukannya malah bagus jika Rayna menjadi kakak iparmu?”Masalahnya bukan siapa yang akan menjadi suami Rayna, melainkan kebencian Clara terhadap Rayna sudah mendarah daging sehingga sulit untuk dihilangkan. Ia tidak sanggup jika harus melihat Rayna di dalam rumahnya setiap hari.“Aku tidak ingin melihatnya di rumah ini,” sahut Clara dengan nada tegas.Alex mengerutkan keningnya. “Sejak kapan aku harus menurutimu? Kamu hanya adikku, bukan ibuku, kan?”Clara melirik Alex dengan lirikan elang yang siap menerkan mangsanya. “Lalu apa yang akan kamu lakukan? Membuat drama baru?”Alex tidak menjawab pertanyaan Clara. &lsquo
Reno menatap kosong pada alat tes kehamilan milik Rayna. Dalam hstinya bertanya-tanya, benarkah itu milik Rayna? Lalu...“Tidak mungkin!” Reno langsung bangkit dari duduknya. Kursi empuk itu kini bergeser sedikit ke belakang akibat dorongan tubuh Reno yang berdiri secara tiba-tiba. “Dia hamil?” Pertanyaan itu mestinya ditujukan pada Rayna.Dengan tergesa-gesa, Reno mengambil kunci mobil yang ada di atas mejanya. Meraih jas warna hitam yang ia pajang di kursi dan berhambur keluar dari ruangan.“Pak Reno, hendak pergi ke mana?” tanya sang sekretaris yang bingung melihat tingkah aneh sang bos yang tiba-tiba keluar ruangan tanpa sepatah kata.Reno tak memberikan jawaban atas pertanyaan sekretarisnya. Menurutnya, tak ada yang lebih penting dari Rayna. Dia harus bertemu dengan Rayna saat itu juga.Sofi yang tengah berjalan menuju ruangan Clara, tanpa sengaja melihat sekelebat sosok Reno yang berlari membawa hasil testp
“Ya, aku tidur dengan Clara waktu itu.”Deg!Rayna dan Alex tidak menyangka jika Reno akan mengakuinya secepat itu. Meskipun Rayna sudah mengetahui tentang hal itu, ia berpikir bahwa Reno akan menutupinya untuk saat ini. Namun di luar dugaan, rupanya Reno mengakui bahwa benar dirinya telah meniduri Clara.“Tidak, aku tidak menidurinya. Kami melakukan hubungan intim itu di kantor,” ralat Reno yang membuat Rayna sangat terkejut.Alex tersenyum sinis. “Seperti itu kah kelakuan bejatmu, Reno? Masih pantaskah kamu mendapatkan cinta Rayna?”Jika harus bicara jujur, Rayna sangat kecewa dengan Reno. Ia melakukan perbuatan itu di kantor?“Aku mohon, Rayna. Jangan berpikir yang macam-macam. Aku masih tetap mencintaimu. Bukan Clara.” Reno menatap lekat pada Rayna yang juga sedang menatapnya. Ia meraih tangan Rayna yang dingin.‘Aku tidak bisa berpikir tentang apapun sekarang. Seandainya dia h
“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”tanya seorang resepsionis di perusahaan Anant Jewel yang memiliki paras manis dan terlihat ramah dengan senyum yang selalu ia tunjukkan pada semua orang yang dilayani.“Saya ingin bertemu dengan Ibu Rayna,” jawab Reno dengan cepat karena ia sedang terburu-buru ingin bertemu dengan Rayna di pagi itu.“Bu Rayna sudah datang, Pak. Beliau ada di ruangannya sekarang. Lantai dua, ruangan kedua dari utara.”“Baik, terimakasih,” ucap Reno yang langsung bergegas melangkah ke lift yang terletak di sebelah kanan tempat resepsionis. Tanpa berlama-lama, Reno masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka dua......Tok tok!Rayna sedikit tersentak kaget saat Mira, sekretarisnya mengetuk pintu ruangannya secara tiba-tiba.“Iya, Mir. Ada apa?” seru Rayna dari dalam ruangan.“Ada tamu, Bu Rayna. Pak Reno dari Reygold Corp datang menemui Anda,”
“Aku ada di panti asuhan Kasih Bunda. Mungkin akan pulang nanti sore. Memangnya ada apa, Alex?”Suara Rayna terdengar merdu di telinga Alex hingga dirinya lupa dengan tujuannya menelepon Rayna. Jantungnya pun berdetak lebih kencang.“Ah, iya. Anu... Tidak jadi. Lain kali saja aku telepon lagi. Tidak enak kalau mengganggu acaramu. Lagipula nanti sore pasti kamu butuh istirahat,” kata Alex yang mengurungkan niatnya bertanya tentang sesuatu kepada Rayna.“Oh, begitu. Baiklah, terserah kamu.” Tak lama kemudian, Rayna memutus sambungan telepon dari Alex.Acara yang ditunggu-tunggu segera dimulai. Para pejabat dan semua tamu undangan pun sudah banyak yang hadir dan duduk manis di tempat yang telah disediakan panitia dari panti asuhan.Sebagai salah seorang kerabat dekat panti, Rayna ikut duduk di deretan para donatur tetap di belakang para pejabat daerah. Rayna dan Sofi duduk bersebelahan, menyaksikan beberapa acara hi
Hai, salam kenal dari Selay Rahmi pada kalian yang sudah bersedia membaca novel ini. Kalian klik novel ini aja udah bikin seneng kok. Alhamdulillah... Trimakasih untuk yang sudah membaca. Double makasi untuk yang sudah vote gem atau buka gembok ya. Semoga Allah balas dengan yang lebih baik. Aamiin... Tolong berikan feedback, entah vote rate, vote gems atau komentar dikit aja supaya bisa kasih semangat buatku.... Dukungan kalian sangat berarti buatku. Tanpa kalian, aku gak bisa disebut sebagai penulis. Novel ini masih separuh perjalanan. Jadi, aku butuh banget support dari readers. Tolong berikan saran juga ya, bagian mana yang harus dibenahi, apa yang harus ditambah, dll.