SEMALAM BERCINTA
"Mau tidur sama aku?"
Alis Nico terangkat. Heran dengan ajakan gadis yang tiba-tiba menarik tangannya.
“Ya udah kalau gak mau. Pengecut!”
“Wait!” Dengan cepat tangan Nico meraih lengan gadis itu. Kata pengecut yang keluar dari bibir tebal gadis itu membuat ego Nico terpacu. “Do you know me?”
Gadis itu melepaskan lengannya dari genggaman Nico. Matanya menyipit, menatap wajah Nico dengan seksama. Namun kemudian… “Kayaknya kita gak perlu kenalan cuma untuk tidur semalam.”
Nico lantas tersenyum tipis. Gadis ini terlalu nekat, tetapi juga cukup untuk membuat Nico tertarik padanya.
“Wasting time!” Gadis itu sudah bersiap pergi karena merasa tidak ditanggapi oleh pria incarannya.
“Ayok!” ajak Nico sambil menarik tangan gadis itu untuk pergi bersamanya.
Tanpa banyak bicara, Nico membawa gadis itu ke lantai lima belas setelah membayar biaya sewa kamar di hotel bintang lima yang terkenal dengan Club malamnya yang selalu ramai pengunjung.
Sesekali Ava menatap tangan Nico yang menggenggam tangannya dengan cukup erat. Jantungnya berdetak tidak karuan. Kadang cepat, kadang cepat sekali, kadang malah terasa akan melompat dari dadanya.
“Sial!” Ava mengumpat dalam hati.
“Gak, gak, gue harus jadi wanita sejati!” Hati Ava berkata lagi.
“Gimana kalau orang ini psikopat?!” Wajah Ava lantas muram.
“Gak mungkin, psikopat gak mampu buka kamar di hotel bintang lima.”
Tubuh Ava hampir saja tertabrak punggung Nico jika gadis itu tidak menahan langkahnya dengan cepat.
“Hmm?” tanya Nico. Matanya melirik pada pintu kamar bernomor 1503 yang ada di hadapan mereka.
Dengan wajah tegang, Ava menganggukkan kepalanya. Dia tidak ingin mundur lagi. Ava akan melakukannya malam ini.
“Mau mandi dulu atau langsung aja?”
Dengan cepat Ava membalikkan tubuhnya setelah mendengar pertanyaan pria yang bahkan tidak Ava ketahui Namanya.
“Oh, hmm…” Ava bingung. Dia belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Dia tidak tahu, biasanya orang-orang akan mandi dulu atau langsung melakukannya.
“Aku mau mandi dulu. Aku baru landing dari Jepang soalnya,” ucap Nico tanpa menunggu jawaban gadis yang kini sudah berada di dalam kamar hotel bersamanya.
“OMG!” Ava langsung menutup mulutnya setelah memastikan Nico masuk ke dalam kamar mandi. “Gila! Ini gila banget!” Ava masih tidak percaya dengan apa yang sedang dilakukannya.
Buru-buru Ava mengeluarkan ponselnya dari dalam clutch bag miliknya. Ava mencoba menghubungi salah satu temannya, namun tidak ada jawaban. Dia menghubungi temannya yang lain, namun lagi-lagi tidak dijawab.
“Ya?” suara lirih salah satu temannya akhirnya terdengar. “Kenapa say? Ah! Uh!”
Ava lantas mematikan sambungan teleponnya setelah mendengar suara desahan temannya. Tanpa perlu Ava tanya, dia sudah bisa mengira jika temannya sedang sibuk bercinta.
“Gak mau mandi?”
Suara berat pria itu membuat Ava terperanjat.
“Suka yang mana?” tanya pria itu sambil melempar beberapa kondom ke atas ranjang yang sedang Ava duduki.
“Hah?!” Ava makin kaget setelah melihat beberapa alat kontrasepsi dengan beberapa warna yang tidak dia mengerti.
“Jangan bilang gak mau pakai pengaman.” Nico duduk di sofa kecil yang berada di samping ranjang tidur besar. “Kita cuma mau bercinta, bukan berumah tangga. Jadi aku mau aman.”
“Hm. Setuju!” Ava mengambil acak salah satu kondom dan memberikannya pada Nico.
“Nico,” kata Nico sambil mengambil kondom yang Ava berikan.
“Nia,” balas Ava. Sengaja tidak ingin memberitahukan nama aslinya pada Nico.
“Let’s get some fun!” ucap Nico lalu mencium bibir Ava tanpa pamit terlebih dahulu pada pemiliknya.
Tanpa aba-aba, Ava menutup kedua matanya ketika Nico mendorong tubuh Ava ke atas ranjang. Ava bisa merasakan kulit Nico yang dingin ketika jemarinya menyentuh dada pria itu. Aroma sabun mandi yang harum juga bisa Ava kecap dengan jelas.
“Hah!” Ava menarik napasnya.
Tangan Nico yang besar terasa menelusup ke dalam mini dress yang Ava kenakan malam itu. Bibir Nico yang memerah tidak lagi mengecup bibirnya. Bibir itu kini merayap ke leher bahkan ke dada Ava yang terbuka.
Ava sebelumnya tidak tahu jika sensasi bercinta begitu luar biasa. Hatinya ingin menyerah, tetapi tubuhnya justru tidak ingin lelah. Ava begitu menikmati setiap detik sentuhan Nico yang lembut. Napasnya bahkan menggebu saat Nico membuka semua pakaiannya.
Ava tahu jika malam ini akan menjadi kesalahan yang mungkin akan dia sesali nanti. Tetapi Ava juga tidak ingin berhenti. Dia akan tetap melanjutkan permainan ini hingga titik akhir.
“Gak sabar?” tanya Nico yang tengah sibuk memasang kontrasepsi.
Ava menutup wajahnya. Dia tidak sadar jika matanya terus memandang ‘kejantanan’ Nico. Dia juga tidak tahu jika bibirnya tergigit oleh giginya sendiri karena takjub dengan ‘kelelakian’ milik Nico.
“Inikan yang kamu inginkan,” bisik Nico ditelinga Ava.
“Aww!” Ava menjerit ketika Nico sudah memulai sesi bercinta.
Tangan Ava mencakar punggung Nico yang kini bergerak bagai kuda liar lepas kendang. Ava tidak tahu harus berbuat apa. Beberapa kali Ava menelan ludahnya sendiri. Merasakan sakit dan nikmat yang bergantian di sela pahanya.
“Damn! You are so good.” Nico melantur. Baru kali ini dia merasakan sensasi bercinta yang luar biasa.
Nico bisa melihat wajah Ava yang tidak nyaman dengan ritme cepat yang Nico lakukan. Namun Nico juga tidak ingin menghentikan kenikmatannya yang sedang melaju dengan seksama. Dia tidak ingin melepaskan kerapatan Ava sampai waktunya berkuasa.
“Sakit,” bisik Ava.
“Follow me,” pinta Nico.
Pria itu akhirnya melambatkan laju larinya. Tangannya memijit kedua belah dada Ava seraya merangsang hasrat gadis itu agar mengimbangi laju larinya.
Kening Ava yang mengerut akhirnya memudar. Gadis itu mulai bisa merasakan nikmatnya bercinta dengan sempurna. Suara desahan Ava mengisi keheningan kamar yang cukup besar. Ava akhirnya paham, mengapa teman-temannya acap mendesah dengan gerah ketika sedang bercinta.
“Ah!” suara desahan Ava semakin tinggi. Ada gejolak di dalam tubuh yang tidak bisa Ava tahan dengan hati.
Kedua tangan Ava menarik rambut belakang Nico. Tubuhnya semakin merapat pada tubuh Nico yang juga tengah hanyut pada kenikmatan tiada tara.
“Damn!” Nico berteriak puas ketika laharnya tumpah terarah.
Ava juga mendesah sembari melemah.
Kedua mata mereka saling bertatapan cukup dalam sebelum akhirnya Nico merebahkan tubuh di samping Ava yang terbaring di atas ranjang.
Deru napas keduanya masih terdengar jelas di malam senyap lantai lima belas. Lampu kamar yang remang seakan menyanyikan lagu ‘nina bobo’ untuk Nico yang lantas pulas tanpa berpamitan.
Tubuh Nico yang masih terbuka kini bermandikan pendingin ruangan. Tangannya menyentuh seprai putih untuk mencari selimut yang bisa dia gunakan guna menutup tubuhnya dari dingin yang mulai merayap hingga ke sela kulitnya.
Tetapi mata Nico lantas terbuka. Gadis berani yang mengajaknya bercinta sudah tidak ada. Noda darah di seprai putih membuat senyum Nico tersungging. Dia pikir sehabis bercinta dengan gadis nakal yang suka mencari sensasi. Ternyata gadis pemula yang sedang mencari pengalaman.
Bersambung…
KESALAHAN ATAU PENGALAMAN? Tanpa sepengetahuan Nico, Ava diam-diam meninggalkan kamar hotel bintang lima yang terletak di tengah kota Jakarta. Taxi yang Ava tumpangi mulai meninggalkan Kawasan Senayan, dimana hotel yang Ava datangi berada. Jalanan Ibu kota tidak pernah mati. Beberapa mobil dan motor masih terlihat hilir mudik hampir di semua ruas jalan. Padahal waktu sudah berlalu cukup lama. Ava melirik pada jamnya sekali lagi. Pukul empat pagi, lewat lima belas. Biasanya dia pulang dari club malam sekitar pukul dua. Lebih cepat dari hari ini. Tapi seperti biasanya juga, Ava akan pulang sendiri. Ketiga teman ‘liar’ nya akan pergi entah kemana setelah menemukan lelaki di club malam. “Huft!” Ava menarik napasnya cukup panjang. Supir taxi yang rambutnya sudah dipenuhi uban sempat melirik pada kaca spion setelah mendengar tarikan napas Ava. Namun pria tua itu memilih untuk tetap menutup mulutnya. Dia tahu, penumpang di jam segini tidak ingin diajak bercengkrama. Mungkin terlalu pena
MASA GEMILANGKonon katanya, umur dua lima adalah masa gemilang seorang wanita. Mungkin karena itu, banyak wanita yang akhirnya memutuskan untuk tetap melajang di usia dua lima agar masa gemilangnya tidak terganggu dengan urusan rumah tangga.Namun, apa benar seperti itu? Apakah itu bukan sekedar alasan bagi wanita-wanita penggila kerja. Bagi wanita-wanita yang jauh di lubuk hatinya ingin menyandarkan peluhnya pada lelaki yang sayangnya tidak ada untuknya.Persetan dengan semua alasan itu. Entah dua lima adalah masa gemilang atau justru masa kepunahan, yang pasti Ava akan tetap melangkah maju. Dia tidak ingin hal negative apapun menjadi penghalang untuknya.“Selamat ya, Ava!” teriak hampir semua karyawan di dalam ruang kerja Ava.“Terima kasih.” Ava tersenyum malu-malu.Akhirnya hari ini tiba juga. Ava resmi diangkat sebagai asisten marketing manager di perusahaan tempatnya bekerja.“Saya tau kalau kamu pasti bisa,” puji Aldo sembari mengusap punggung Ava.Ava memberikan senyum manis
ANAK KEDUANico menatap langit Jakarta cukup lama dari jendela besar yang berada di samping meja kerjanya. Entah kenapa dia diberi ruangan dengan jendela sebesar ini. Terkadang panasnya matahari terasa hingga ke pori-pori saat Nico duduk di tempat kerjanya tersebut. Terkadang bahkan suara hujan terdengar cukup riuh ketika deburannya membentur kaca jendela di lantai lima belas, tempatnya bekerja.“Nic!”Suara yang tidak asing itu terdengar lagi di ruang kerja Nico.“Sibuk?” tanya pria yang sudah membuka lebar pintu ruang kerja Nico. “Gue mau minta tolong nih.” Pria berambut ikal itu sudah berbicara lagi sebelum Nico sempat menjawab pertanyaannya.“Apa?” jawab Nico, acuh tak acuh.“Meeting ke Amazed Company besok.”“Amazed?” kening sedikit berkerut. Dia baru mendengar nama perusahaan yang Alex sebutkan barusan.“Perusahaan baru yang gantiin Jolly entertainment.”“Oh.” Nico mulai sedikit paham. Dia tahu jika Jolly entertainment yang selama ini bekerja sama dengan perusahaannya untuk meng
PERTEMUAN YANG TIDAK DIDUGAAva sudah sibuk di ruang meeting sejak dua jam sebelum waktu meeting dengan perwakilan dari Bio Group. Dia harus memastikan banyak hal. Ruang meeting dingin, meja kursi bersih, makanan dan minuman tersaji, hingga proposal presentasinya dapat digunakan dan bekerja dengan baik.Aldo Aksara datang sepuluh menit sebelum pukul 10 pagi. Gayanya seperti biasa. Mengantongi sebelah tangan, berjalan santai, menatap sekeliling ruangan seolah sedang memastikan jika Ava tidak membuat cela.“Udah beres semua kan untuk meeting hari ini?” tanya Aldo pada Ava yang sedang berdiri di depan layar projector.“Sudah, Pak,” jawab Ava, berusaha untuk tetap sopan di depan atasannya.Mata Aldo menatap tubuh Ava dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Kamu keliatan cantik banget hari ini,” goda Aldo. “Kamu keliatan sexy pakai baju warna merah.”Ava berusaha tersenyum manis untuk menanggapi godaan Aldo.“Tapi sayang, yang datang bukan Dirut Bio Group.”“Oh ya?” Ava terlihat kecewa. Pada
MENCARI YANG TERSEMBUNYIAva mematung cukup lama di balik pintu kaca ruang meeting kantornya. Matanya menatap lurus pada dua pria yang sedang berbicara dengan Aldo di pintu depan. Satu pria berjas hitam dan satunya lagi berjas biru dongker. Keduanya terlihat gagah dan tampan. Tapi pria berjas biru terlihat … familiar.“Ah, sial!” Ingatan Ava akhirnya mampu menemukan pria berjas biru itu. “Sial! Sial! Sial!.” Ava mengumpat terus menerus.Fix! Pria berjas biru itu Nico. Pria yang Ava ajak bercinta secara random. Ava sadar, suatu saat mereka pasti bakalan ketemu lagi. Jakarta memang tidak seluas yang dibayangkan. Tapi, bukan di momen seperti ini. Dimana Ava adalah penjual, dan pria itu pembelinya.Tangan Ava bergerak cepat untuk mengambil ponselnya. Ava mengetik ‘Nico Bio Group’ di situs pencarian google.“Hah!” Ava menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Wajah Nico muncul bertebaran di layar ponsel Ava. Jadi pria yang Ava ajak bercinta, ternyata Wakil Direktur dari Bio Group.“Gila! Gil
TANDA TANYA YANG MENGANGA Sepanjang mendengarkan penjelasan Ava, Nico terus berpikir keras. Nico sudah tahu permainan Alex selama menjabat menjadi Direktur Utama setelah ayah mereka memutuskan untuk pension di usia enam puluh lima tahun. Alex bukanlah seorang pebisnis yang jujur. Meski tidak bisa dipungkiri jika Alex mampu menaikkan pendapatan Bio Group sepanjang dirinya mengepalai perusahaan besar tersebut. Selama ini Nico memilih untuk menutup mata, telinga, bahkan suaranya oleh semua tindak tanduk Alex. Nico juga memilih untuk tidak pernah mau ikut campur terlalu dalam pada manajemen perusahaan. Mungkin karena itu, Nico dianggap tidak memperdulikan perusahaan keluarganya. “Jadi, bagaimana menurut Bapak dengan konsep iklan yang kami tawarkan?” tanya Ava di ujung penjelasannya. Nico menatap Ava untuk beberapa lama. Entah apa yang Alex inginkan dari Amazed Company. Nico tahu betul, jika Alex sudah memilih salah satu perusahaan untuk dijadikan mitra, pasti Alex sedang mengincar ses
MENCARI NIA“Wah, tingginya!” Ava menatap gedung Bio Group yang berdiri gagah di tengah kota Jakarta. “Perusahaan elit emang beda.” Ava menghenal napasnya cukup panjang.Tepat jam sembilan lewat tiga puluh menit, Ava sudah tiba di loby gedung perkantoran Bio Group. Dia sengaja datang lebih awal dari janji temu di jam sepuluh pagi. Ava tidak pernah membiarkan dirinya datang terlambat di janji temu dengan klien-kliennya. Untuknya, ketepatan waktu adalah hal yang utama.“Silahkan. Pak Nico sudah menunggu di lantai lima belas,” pegawai resepsionis di gedung Bio Group memberikan kartu akses agak Ava bisa memasuki gedung dan menaiki lift.Sejujurnya, Ava tidak ingin menemui Nico lagi. Tapi Ava tidak punya alasan untuk menolak permintaan Nico. Lagipula, Nico adalah kliennya. Lebih tepatnya, klien besar di kantornya. Klien yang membuat Ava bisa menduduki jabatan asisten manajer seperti saat ini.“Selamat pagi…” sapa Ava sambil membuka pintu ruang kerja Nico.“Come!” suruh Nico dari meja kerja
TERBUKANYA RAHASIA“Video?!” Ava berpikir keras setelah Nico mengatakan jika dirinya memiliki video mereka di malam itu.Tidak. Tidak! Ava ingat betul jika tidak ada rekaman yang dibuat Nico. Tapi … Ava kembali berpikir. Yakin tidak yakin dengan pikirannya sendiri. Bisa jadi, Nico merekamnya dengan diam-diam.“Sial!” Ava meremas jari jemarinya sendiri. Dia mencoba mengingat, dimana Nico meletakkan ponsel malam itu.Mungkin lewat ponsel Nico? Jadi Ava tidak menyadarinya. “Brengsek!” Ava lantas mengumpat. Pantas aja, Nico semudah itu diajak tidur bersama. Mungkin konglomerat ini memang ingin memanfaatkan Ava sejak awal.Isi kepala Ava hanya berkutat dengan pertanyaanya sendiri.Apa iya? Mungkin tidak. Tapi, bisa jadi iya? Ah, gak mungkin.Kalimat -kalimat itu berputar terus menurus di pikirannya.“Sepertinya, itu jalan satu-satunya untuk menemukan Nia.” Nico merogoh kantongnya dan mengeluarkan ponsel miliknya.“Jangan!” Ava berusaha mengambil ponsel Nico.“Kenapa jadi kamu yang panik?”
PACARAN?! Tya merebahkan tubuhnya di atas ranjang tidurnya yang besar. Kepalanya terasa sakit, layaknya ada ribuan kerikil yang bertumpang tindih di dalam otaknya. Tya merasa bersalah, gundah, gelisah, dan entah apalagi istilahnya. Rasanya dia ingin mengucapkan sumpah serapah, tapi hanya diam yang lantas mampu dia ungkapkan. Air matanya menetes tanpa diminta. Tya merasa sudah gagal menjadi ibu dan bapak untuk Ava. Pengorbanannya, kerja kerasnya, dan lelahnya dibayar dengan luka dan nista. "Huh..." napas Tya terasa berat. Matanya mencoba terpejam meski air matanya terus mengalir dengan kejam. "Tan, makan dulu. Ava bikin telor dadar kesukaan Tante." ucap Ava dari depan pintu kamar Tya yang tertutup rapat. Hening. Tanpa balasan apalagi jawaban. Tante Tya masih juga tidak mau meladeni Ava yang sedari tadi berusaha untuk membuatnya keluar dari dalam kamar. Ava menggulung rambutnya yang panjang. Mengikatnya dengan tali karet berwana hitam. Dia berencana untuk membuat mie rebus d
MENIKAH DENGAN ORANG ASINGSuasana di ruang tamu rumah Tya mendadak hening setelah Ava mengeluarkan kalimat ampuhnya.Nico merasa lega, tapi entah kenapa, dia juga merasa kecewa. Ada sisi dari dirinya yang benar-benar ingin memiliki Ava. Menikahi gadis itu untuk menjadi pendamping hidupnya. Tapi sisi lain dari Nico juga mencoba melawan. Ingin tetap memegang prinsip bahwa pernikahan bukanlah jalan keluar dari cinta.Tante Tya mulai bisa bernafas lega. Keponakan satu-satunya tidak hamil di luar nikah. Dia tidak perlu merasa salah karena tidak becus dalam mendidik anak dari kakak satu-satunya.Sedangkan Ashanti, mungkin satu-satunya orang yang terpaksa harus menanggung marah. Dia kehilangan alasan kuat untuk memaksa Ava menikah dengan puteranya. Ashanti sebenarnya tidak terlalu peduli dengan kehamilan Ava. Dia hanya butuh alasan untuk menyelamatkan puteranya dari kehancuran yang dia yakini diperbuat oleh Alex.“Jadi…” Ava membuka suaranya lagi. “Pembicaraan soal pernikahan sebaiknya tida
DIDATANGI CALON MERTUABukan Ashanti namanya jika hanya menerima. Ashanti mungkin bisa sabar saat dijadikan istri simpanan. Dia juga masih terima saat anak semata wayangnya dicatatkan sebagai anak dari istri sah suaminya. Tapi, Ashanti tidak bisa terima jika anaknya tidak bisa mendapatkan harta warisan suaminya.“Kita pergi ke rumah Ava,” perintah Ashanti kepada supir pribadinya.Ashanti sudah mengantongi alamat rumah Ava dari Fathan. Meskipun Ashanti harus memaksa dan meninggikan suaranya di depan asisten pribadi Nico, tapi Ashanti berhasil mendapatkan alamat Ava.“Tumben kamu mau nemenin tante lari pagi,” ucap Tya dengan nafas terengah-engah.“Aku butuh udara segar supaya berpikir tenang,” balas Ava sekenanya.Sebenarnya bukan itu alasan utama Ava menemani Tya olah raga pagi. Ava ingin memastikan tantenya tidak membuka me
MENANTU YANG TAK DIINGINKAN Dugaan Ava benar terjadi. Video keributan dirinya dengan Aluna tersebar dalam hitungan detik. Netizen Indonesia terbukti tidak pernah tidur. Ratusan bahkan mungkin ribuan komentar bermunculan di semua media social yang menayangkan video tersebut. Ratu viral ‘Aluna’ memang tengah disorot atas kasus kehamilannya di luar nikah. Jadi berita apapun yang berhubungan dengan nama Aluna, sudah pasti ikutan viral. Nico menaruh ponselnya di atas meja kerja yang ada di dalam kamar tidurnya. Tangannya memijit keningnya yang tiba-tiba terasa sakit setelah melihat video dan membaca beragam artikel yang membicarakan tentang isi dari keributan Aluna dan Ava. Nico mengingat salah satu komentar yang menyebutkan bahwa Nico ternyata sudah menghamili dua wanita dalam kurun waktu yang hampir sama. Sekarang namanya bukan lagi disebut sebagai pria yang tidak bertanggung jawab. Tetapi sudah dicap sebagai pria ‘Red Flag’ yang meniduri wanita disana sini. Namun bukan sebutan ‘Red
BENCANA ATAU RENCANAAva berdiri cukup lama di depan televisi yang sedang menampilkan berita skandal Nico dan Aluna. Sebenarnya, hingga saat ini Aluna belum memberikan konfirmasi apapun terkait ayah dari bayi yang dikandungnya. Namun foto-foto Nico dan Aluna di hotel sudah cukup untuk membuat natizen berkesimpulan bahwa Nico adalah pria tidak bertanggung jawab.“Udah hampir sebulan, tapi beritanya masih panas aja.” Agnes berkomentar di samping Ava yang sama-sama sedang menonton berita di televisi.“Gimana gak panas, beritanya di gosok terus.” Suara Gita terdengar menyahut, membuat Ava dan Agnes bergegas meninggalkan tontonan mereka.“So, gimana?” tanya Ava, penasaran.Gita menganggukkan kepala beberapa kali. “Gue beneran hamil.” Senyum cantik Gita tersembul.Ava, Agnes, dan Tiwi bersamaan memeluk Gita. Mereka tidak tahu apa arti pelukan itu. Entah pelukan sayang atau pelukan kasihan. Mereka juga belum tahu, apakah kehamilan Gita akan menjadi bencana atau justru rencana indah dari Tuha
HAMILNico hanya mematung. Menatap punggung Ava yang pergi menjauh hingga menghilang ditelan lift yang membawa gadis itu semakin jauh darinya.Nico tersenyum tipis.Lucu tapi juga dongkol. Ini pertama kalinya dia merasa tidak dihargai oleh seorang wanita. Wanita yang bukan apa-apa, bahkan siapa-siapa. Nico jadi menyesal karena sudah berusaha memberikan penjelasan pada Ava. Tapi, dia juga yakin jika dirinya akan lebih menyesal jika hanya diam sama, tanpa berusaha memberikan penjelasan kepada gadis itu.Lucu. Nico tersenyum lagi. Dia merasa seperti orang bodoh saat ini.Ava duduk terdiam di kursi halte bus yang sudah sepi. Gigi depannya mengigit ujung kuku jari tangannya tanpa dia sadari sepenuhnya. Pikirannya melayang. Merasa bersalah karena sudah bersikap kasar pada Nico. Tapi batinnya juga terus berteriak, memastikan apa yang dilakukannya sudah benar.Matanya lantas tertuju pada sebuah mobil yang melintas lambat di depan halte bus. Mobil yang bisa langsung Ava kenali pemiliknya. Mobil
TIDAK ISTIMEWANico sadar, ada yang berbeda di masa tenang saat ini.Hampir tiga minggu, Alex tidak mengganggu Nico banyak permintaan dan suruhan yang kadang di luar nalar. Tapi masa damai seperti ini justru membuat Nico curiga. Terlebih lagi, Alex tidak terlihat bertindak apapun setelah Ava dengan berani mengancam dirinya.“Ada yang salah!” Nico bergumam sendiri di dalam ruangannya.Matanya tanpa sengaja menatap Ava yang sedang mengaitkan tas kerja dan berjalan menjauh dari meja kerjanya. Gadis itupun, memilih untuk tidak menyapa Nico sama sekali. Dan Nico pun, memutuskan mengikuti saran Fathan untuk berdiam diri dan tidak berusaha untuk menyapa Ava sementara ini.Tapi semua ini terasa salah untuk Nico. Genjatan senjata yang Alex lakukan, sangat mencurigakan. Bersikap acuh tak acuh pada Ava, juga bukan hal yang Nico inginkan. Huft! Serba salah.“Problem!”Nico mendapat pesan singkat dari Fathan. Dibawahnya, ada sebaris link website yang membawa Nico ke sebuah laman Youtube.“Masa tena
KEMARAHAN AVASeorang wanita setengah baya terlihat sedang berdiri di dekat pintu masuk kamar tamu ketika Ava membalikkan badannya setelah puas mengomel pada Nico. Di tangan wanita itu ada sepasang pakaian Ava yang sudah tergantung rapi di gantungan pakaian berwarna hitam."Maaf, itu kayaknya baju saja." Ava mendekati wanita itu untuk mengambil pakaian yang dikenalnya."Silahkan." Kepala pelayan di rumah Nico itu tidak banyak bicara meskipun dia sudah cukup banyak melihat hal yang tidak biasa di hari ini."Makasih banyak udah di cuciin dan di gosokin bajunya." Ava mendadak canggung.Wanita itu tidak menjawab apapun. Hanya tersenyum manis pada Ava yang lantas pergi ke kamar tamu, tempat dia bermalam tadi.Walaupun tidak banyak bicara, tetapi lirikan wanita itu sudah berarti banyak untuk Nico. "I don't know. Dia marah-marah." Nico mengangkat bahunya. Berbicara pelan kepada wanita yang setia menjaganya selama ini.Wanita itu hanya mengangkat dagunya dan mengarahkannya ke kamar tamu. Mem
CANGGUNGNico menatap wajah gadis yang tidur disebelahnya dengan serius. Jadi, seperti ini rasanya punya istri?Ada seseorang yang akan ditatap saat bangun pagi. "Konyol!" Nico lantas tersenyum sendiri. Bisa-bisanya dia berpikir soal istri. Padahal selama ini, dia berprinsip untuk tidak ingin menikah.Nico beranjak dari atas ranjang dengan perlahan. Dia tidak ingin membangunkan Ava yang masih tertidur dengan pulas. Gadis itu benar-benar terlihat menggemaskan saat sedang tidur. Membuat Nico enggan untuk pergi.Namun Nico tetap pergi juga. Meninggalkan kamar tamu yang sebenarnya tidak pernah digunakan untuk menerima tamu. Nico memang tidak suka ada orang lain yang menyambangi rumahnya. Dia suka ketenangan. Dia memilih untuk menjauhkan diri dari orang-orang yang hanya ingin mengambil keuntungan dari hidupnya."Tolong cuci cepat ya." Nico memberikan pakaian Ava kepada seorang pelayan wanita yang bekerja di rumahnya. "Hmm, kamar tamu gak usah di bersihin. Saya lagi ada tamu." "Baik, Pak."