EKSISTENSI ATAU POTENSI Seorang pelayanan pria berpakaian rapi dan bersih mendatangi Ava dengan ramah. Tangannya dengan sigap membuka napkin yang sebelumnya terlipat di atas meja untuk kemudian di s***k dan di simpan di atas pangkuan Ava. Ini memang bukan pertama kalinya Ava makan malam dengan konsep ‘Fine Dining’. Sebelumnya Ava pernah Fine Dining, tepatnya saat dia mengikuti kursus Table Manner setelah lulus sekolah. Itupun, karena tantenya yang memaksa. Katanya, seorang wanita harus mengerti tata krama, entah dari cara bicara, bersikap, bahkan saat makan. Saat itu, Ava pikir kursus yang terpaksa dia ikuti hanyalah sia-sia belaka. Kursus seperti itu lebih cocok untuk anak pengusaha, bukan anak biasa macam dirinya. Tapi, ternyata moment untuk menggunakan hasil kursus tiba juga. “Saya udah pilihan makanan untuk kita. Semoga kamu gak keberatan,” ucap Nico dengan santun. “Gak pa-pa,” balas Ava singkat. Entah karena tempatnya, entah karena suasanya, atau entah karena tamu-tamunya ya
CURIGARokok dengan harga mahal yang Nico beli dari luar negeri, mendadak jadi terasa tidak nikmat. Mungkin karena teman merokoknya adalah Alex. Atau mungkin karena isi pembicaraannya dengan Alex yang tidak enak hingga membuat rokok di tangannya juga jadi terasa tidak nikmat.Nico tidak menjawab pertanyaan terakhir Alex. Bisa dibilang sengaja – tidak sengaja Nico tidak menjawabnya. Nico kebingungan alasan. Dia khawatir, alasan-alasan yang dia paksakan justru akan menjadi boomerang untuk dirinya.Seperti pertanyaan Alex tadi. Nico sendiri yang mengatakan jika Amazed punya potensi, makanya Nico menyarankan Alex untuk membeli perusahaan yang sedang berkembang itu. Namun, ucapan Alex ada benarnya. Jika Amazed memang sudah punya potensi, untuk apa lagi Nico membantu Ava.“Shitt!” kata itu yang terbersit di pikiran Nico saat mendengarkan ucapan Alex. Alex memang selalu bisa memutarbalikkan ucapan Nico. Membuat Nico jadi termakan oleh ucapannya sendiri.“Belum selesai juga makannya?” tanya N
Mr. AROGAN“Ada yang aneh ya di muka saya?” tanya Alex tiba-tiba.“Eh. Oh. Gak, pak. Gak ada,” Ava jadi malu sendiri.Sepertinya Ava terlalu lama menatap Alex. Sampai dia tidak sadar jika Alex memperhatikannya.“Terpesona ya sama saya?”Ava tersenyum malu. “Sepertinya sih begitu,” Ava mengakuinya. “Abisnya Bapak hebat ya. Pak Alex bukan cuma bisa jadi pemimpin yang berwibawa, tapi sayang banget sama keluarga. Terutama Pak Nico.”Alex tersenyum bangga pada pujian Ava.“One more thing…” ucap Alex saat mobilnya berhenti di depan sebuah rumah dengan cat berwarna merah. “Saya kasih project Amazed ke Nico bukan karena saya gak percaya sama kemampuan kamu ataupun Amazed. Tapi karena saya juga ingin Nico punya andil di perusahaan kami. Jadi, kamu jangan tersinggung ya karena tiba-tiba Nico yang handle project kamu.”“Gak kok, Pak.” Ava mengangkat kedua tangannya. “Saya sama sekali gak tersinggung. Saya malah merasa terhormat karena Wakil Direktur seperti pak Nico masih mau mengurusi project ke
ALUNA Lagi-lagi Nico memilih untuk mengalah. Meskipun ingin melawan, namun Nico memutuskan untuk tetap diam. Wajah angkuh Alex akan terlihat makin sombong ketika dia melihat Nico tidak lagi membantah ucapannya. “Lebih baik lu kerja aja yang benar…” ucap Alex, masih berdiri di hadapan Nico. “Kumpulin duit sebanyak mungkin,” lanjut Alex sambil menyentuh pundak Nico. “Mumpung gue masih kasihan sama lu dan Ibu lu. Karena, gue gak jamin gimana nasib lu dan Ibu lu setelah Papi kita meninggal nanti.” “Lu ngancem gue?” akhirnya Nico buka suara. Kata-kata Alex membuatnya naik darah. Alex tersenyum. “Buat apa gue ngancem lu. Lu bukan siapa-siapa tanpa Papi. Lu! cuma hasil dari iseng-iseng Papi sama sekretarisnya. Jadi jangan pernah berharap kalau lu bakalan punya hak di Bio Group.” “Jaga mulut lu!” Nico berang. Alex akan selalu membahas masalah itu saat mereka sedang ribut. “Iseng-iseng atau bukan, gue tetap mewarisi darah Biolanda. Jadi lu harus tetap waspada. Bisa jadi, besok gue yang men
RENCANA ALEX Bibir tipis Aluna terlihat sibuk menghisap rokok tipis buatan pabrik di daerah Surabaya. Matanya memandangi satu persatu mobil yang melewati kawasan Semanggi, tempat apartemennya berdiri. Aluna adalah mantan supermodel yang ternama. Tubuh tinggi dan karakter wajahnya yang berkarisma selalu menjadi incaran pada perancang busana. Aluna juga kerap ditawari untuk membintangi film-film dengan bayaran tinggi. Bahkan Aluna sempat menjadi gadis impian para lelaki negeri ini. Namanya, tubuhnya, senyumnya, bahkan cara berpakaian Aluna pernah menjadi trend center pada masanya. Sayangnya, semua itu hancur berantakan hanya karena satu skandal saja. ‘Viral! Video syur Aluna dan Diki’ Begitulah judul dari berita yang kemudian mengisi hampir semua social media. Video bercinta Aluna dan kekasihnya menjadi makanan netizen hanya dalam setengah hari saja. Tubuh Aluna yang indah bisa dinikmati oleh jutaan pria di bumi. Aluna bukan lagi dikenal sebagai supermodel ataupun artis. Aluna mend
AVA YANG MEMPESONA “Kok mendadak sekali, Pak.” Ava mengekori bosnya yang terus berjalan sembari berbicara padanya. “Gak juga sih. Sebenarnya planning ini udah lama.” Aldo terus berbicara tanpa menatap Ava. “Saya memang udah rencana mau titip kamu di kantor Bio Group.” “Pak!” Ava berusaha mengejar Aldo yang berjalan semakin cepat. “Saya butuh kordinasi dengan tim lapangan disini untuk pembuatan iklannya.” Ava akhirnya mampu mengalahkan langkah Aldo. “Kalau saya disana, susah dong saya kordinasinya.” “Itu kan final step, Ava.” Mau tak mau Aldo menghentikan langkahnya. Ava menghadang tepat di depan Aldo. “Sebelum kamu kordinasi dengan tim lapangan, kamu harus dapat approval dulu dari Bio Group. Nah! Itu gunanya kamu disana.” Aldo terlihat gugup, tapi dia selalu bisa mengarang alasan yang terlihat nyata. “Semakin dekat jarak kamu dengan bos-bos Bio Group, maka akan semakin mudah buat kita dapetin semua project iklan mereka.” Ava terdiam. Alasan Aldo terdengar masuk akal untuknya saat
SALAH JALANNico berpikir keras setelah berbicara dengan Alex kemarin. Berkali-kali dia memikirkannya, berkali-kali juga pikiran Nico berujung pada satu kesimpulan.“Gua yang salah jalan,” gumam Nico di dalam ruang kerjanya.“Pak Nico nyasar pagi ini?” balas Fathan yang mengira jika Nico sedang berbicara dengannya.Namun Nico tidak menjawab pertanyaan Fathan. Meskipun jelas dia mendengarnya. Hanya ada Nico dan Fathan di ruangan itu setiap paginya.“Katanya, Ava dijadwalkan datang jam sepuluh hari ini,” celetuk Fathan setelah melihat Nico memperhatikan meja kerja Ava yang masih berada tepat di depan ruang kerja Alex.“Terserahlah. Gue gak perduli.” Nico bergegas memalingkan wajahnya dari meja kerja Ava.“Tumben,” ledek Fathan. “Dari kemarin, Pak Nico sibuk sama urusan Ava. Kok sekarang mendadak jadi gak perduli.”Nico sengaja mengacuhkan ucapan Fathan. Dia memang sedang tidak mood untuk membicarakan soal itu saat ini.“Gak berlangsung dengan baik sepertinya pembicaraan dengan Pak Alex
ALEX VS NICO“Well, ini meja kerja kamu.” Tya mengantarkan Ava sampai ke meja kerjanya. “Itu ruang kerja Pak Alex, dan yang itu, meja kerja saya.” Tya menunjuk ruang kerja Alex dan meja kerjanya dengan telunjuk.“Baik, Mbak.” Ava mengangguk mengerti. Matanya mengelilingi ruang kerja di lantai lima belas yang cukup luas.Ava memperhatikan meja kerja barunya dengan seksama. Tidak banyak meja kerja yang berada di ruangan besar ini. Ava menebak jika meja-meja besar yang berada di depan masing-masing ruangan adalah milik sekretaris dan asisten pribadi dari para eksekutif yang ada di lantai ini.Ada beberapa eksekutif yang memiliki lebih dari satu sekretaris. Contohnya Alex, Ava bisa melihat jika direktur Bio Group itu memiliki dua sekretaris dan satu asisten pribadi. Tapi Nico … Ava jadi menengok pada ruang kerja Nico yang berada cukup jauh dari tempatnya. Nico hanya memiliki satu sekretaris dan tanpa asisten pribadi.“Hmm,” Ava bergumam sendiri. Mungkin benar kata Tya. Nico adalah bos yan
PACARAN?! Tya merebahkan tubuhnya di atas ranjang tidurnya yang besar. Kepalanya terasa sakit, layaknya ada ribuan kerikil yang bertumpang tindih di dalam otaknya. Tya merasa bersalah, gundah, gelisah, dan entah apalagi istilahnya. Rasanya dia ingin mengucapkan sumpah serapah, tapi hanya diam yang lantas mampu dia ungkapkan. Air matanya menetes tanpa diminta. Tya merasa sudah gagal menjadi ibu dan bapak untuk Ava. Pengorbanannya, kerja kerasnya, dan lelahnya dibayar dengan luka dan nista. "Huh..." napas Tya terasa berat. Matanya mencoba terpejam meski air matanya terus mengalir dengan kejam. "Tan, makan dulu. Ava bikin telor dadar kesukaan Tante." ucap Ava dari depan pintu kamar Tya yang tertutup rapat. Hening. Tanpa balasan apalagi jawaban. Tante Tya masih juga tidak mau meladeni Ava yang sedari tadi berusaha untuk membuatnya keluar dari dalam kamar. Ava menggulung rambutnya yang panjang. Mengikatnya dengan tali karet berwana hitam. Dia berencana untuk membuat mie rebus d
MENIKAH DENGAN ORANG ASINGSuasana di ruang tamu rumah Tya mendadak hening setelah Ava mengeluarkan kalimat ampuhnya.Nico merasa lega, tapi entah kenapa, dia juga merasa kecewa. Ada sisi dari dirinya yang benar-benar ingin memiliki Ava. Menikahi gadis itu untuk menjadi pendamping hidupnya. Tapi sisi lain dari Nico juga mencoba melawan. Ingin tetap memegang prinsip bahwa pernikahan bukanlah jalan keluar dari cinta.Tante Tya mulai bisa bernafas lega. Keponakan satu-satunya tidak hamil di luar nikah. Dia tidak perlu merasa salah karena tidak becus dalam mendidik anak dari kakak satu-satunya.Sedangkan Ashanti, mungkin satu-satunya orang yang terpaksa harus menanggung marah. Dia kehilangan alasan kuat untuk memaksa Ava menikah dengan puteranya. Ashanti sebenarnya tidak terlalu peduli dengan kehamilan Ava. Dia hanya butuh alasan untuk menyelamatkan puteranya dari kehancuran yang dia yakini diperbuat oleh Alex.“Jadi…” Ava membuka suaranya lagi. “Pembicaraan soal pernikahan sebaiknya tida
DIDATANGI CALON MERTUABukan Ashanti namanya jika hanya menerima. Ashanti mungkin bisa sabar saat dijadikan istri simpanan. Dia juga masih terima saat anak semata wayangnya dicatatkan sebagai anak dari istri sah suaminya. Tapi, Ashanti tidak bisa terima jika anaknya tidak bisa mendapatkan harta warisan suaminya.“Kita pergi ke rumah Ava,” perintah Ashanti kepada supir pribadinya.Ashanti sudah mengantongi alamat rumah Ava dari Fathan. Meskipun Ashanti harus memaksa dan meninggikan suaranya di depan asisten pribadi Nico, tapi Ashanti berhasil mendapatkan alamat Ava.“Tumben kamu mau nemenin tante lari pagi,” ucap Tya dengan nafas terengah-engah.“Aku butuh udara segar supaya berpikir tenang,” balas Ava sekenanya.Sebenarnya bukan itu alasan utama Ava menemani Tya olah raga pagi. Ava ingin memastikan tantenya tidak membuka me
MENANTU YANG TAK DIINGINKAN Dugaan Ava benar terjadi. Video keributan dirinya dengan Aluna tersebar dalam hitungan detik. Netizen Indonesia terbukti tidak pernah tidur. Ratusan bahkan mungkin ribuan komentar bermunculan di semua media social yang menayangkan video tersebut. Ratu viral ‘Aluna’ memang tengah disorot atas kasus kehamilannya di luar nikah. Jadi berita apapun yang berhubungan dengan nama Aluna, sudah pasti ikutan viral. Nico menaruh ponselnya di atas meja kerja yang ada di dalam kamar tidurnya. Tangannya memijit keningnya yang tiba-tiba terasa sakit setelah melihat video dan membaca beragam artikel yang membicarakan tentang isi dari keributan Aluna dan Ava. Nico mengingat salah satu komentar yang menyebutkan bahwa Nico ternyata sudah menghamili dua wanita dalam kurun waktu yang hampir sama. Sekarang namanya bukan lagi disebut sebagai pria yang tidak bertanggung jawab. Tetapi sudah dicap sebagai pria ‘Red Flag’ yang meniduri wanita disana sini. Namun bukan sebutan ‘Red
BENCANA ATAU RENCANAAva berdiri cukup lama di depan televisi yang sedang menampilkan berita skandal Nico dan Aluna. Sebenarnya, hingga saat ini Aluna belum memberikan konfirmasi apapun terkait ayah dari bayi yang dikandungnya. Namun foto-foto Nico dan Aluna di hotel sudah cukup untuk membuat natizen berkesimpulan bahwa Nico adalah pria tidak bertanggung jawab.“Udah hampir sebulan, tapi beritanya masih panas aja.” Agnes berkomentar di samping Ava yang sama-sama sedang menonton berita di televisi.“Gimana gak panas, beritanya di gosok terus.” Suara Gita terdengar menyahut, membuat Ava dan Agnes bergegas meninggalkan tontonan mereka.“So, gimana?” tanya Ava, penasaran.Gita menganggukkan kepala beberapa kali. “Gue beneran hamil.” Senyum cantik Gita tersembul.Ava, Agnes, dan Tiwi bersamaan memeluk Gita. Mereka tidak tahu apa arti pelukan itu. Entah pelukan sayang atau pelukan kasihan. Mereka juga belum tahu, apakah kehamilan Gita akan menjadi bencana atau justru rencana indah dari Tuha
HAMILNico hanya mematung. Menatap punggung Ava yang pergi menjauh hingga menghilang ditelan lift yang membawa gadis itu semakin jauh darinya.Nico tersenyum tipis.Lucu tapi juga dongkol. Ini pertama kalinya dia merasa tidak dihargai oleh seorang wanita. Wanita yang bukan apa-apa, bahkan siapa-siapa. Nico jadi menyesal karena sudah berusaha memberikan penjelasan pada Ava. Tapi, dia juga yakin jika dirinya akan lebih menyesal jika hanya diam sama, tanpa berusaha memberikan penjelasan kepada gadis itu.Lucu. Nico tersenyum lagi. Dia merasa seperti orang bodoh saat ini.Ava duduk terdiam di kursi halte bus yang sudah sepi. Gigi depannya mengigit ujung kuku jari tangannya tanpa dia sadari sepenuhnya. Pikirannya melayang. Merasa bersalah karena sudah bersikap kasar pada Nico. Tapi batinnya juga terus berteriak, memastikan apa yang dilakukannya sudah benar.Matanya lantas tertuju pada sebuah mobil yang melintas lambat di depan halte bus. Mobil yang bisa langsung Ava kenali pemiliknya. Mobil
TIDAK ISTIMEWANico sadar, ada yang berbeda di masa tenang saat ini.Hampir tiga minggu, Alex tidak mengganggu Nico banyak permintaan dan suruhan yang kadang di luar nalar. Tapi masa damai seperti ini justru membuat Nico curiga. Terlebih lagi, Alex tidak terlihat bertindak apapun setelah Ava dengan berani mengancam dirinya.“Ada yang salah!” Nico bergumam sendiri di dalam ruangannya.Matanya tanpa sengaja menatap Ava yang sedang mengaitkan tas kerja dan berjalan menjauh dari meja kerjanya. Gadis itupun, memilih untuk tidak menyapa Nico sama sekali. Dan Nico pun, memutuskan mengikuti saran Fathan untuk berdiam diri dan tidak berusaha untuk menyapa Ava sementara ini.Tapi semua ini terasa salah untuk Nico. Genjatan senjata yang Alex lakukan, sangat mencurigakan. Bersikap acuh tak acuh pada Ava, juga bukan hal yang Nico inginkan. Huft! Serba salah.“Problem!”Nico mendapat pesan singkat dari Fathan. Dibawahnya, ada sebaris link website yang membawa Nico ke sebuah laman Youtube.“Masa tena
KEMARAHAN AVASeorang wanita setengah baya terlihat sedang berdiri di dekat pintu masuk kamar tamu ketika Ava membalikkan badannya setelah puas mengomel pada Nico. Di tangan wanita itu ada sepasang pakaian Ava yang sudah tergantung rapi di gantungan pakaian berwarna hitam."Maaf, itu kayaknya baju saja." Ava mendekati wanita itu untuk mengambil pakaian yang dikenalnya."Silahkan." Kepala pelayan di rumah Nico itu tidak banyak bicara meskipun dia sudah cukup banyak melihat hal yang tidak biasa di hari ini."Makasih banyak udah di cuciin dan di gosokin bajunya." Ava mendadak canggung.Wanita itu tidak menjawab apapun. Hanya tersenyum manis pada Ava yang lantas pergi ke kamar tamu, tempat dia bermalam tadi.Walaupun tidak banyak bicara, tetapi lirikan wanita itu sudah berarti banyak untuk Nico. "I don't know. Dia marah-marah." Nico mengangkat bahunya. Berbicara pelan kepada wanita yang setia menjaganya selama ini.Wanita itu hanya mengangkat dagunya dan mengarahkannya ke kamar tamu. Mem
CANGGUNGNico menatap wajah gadis yang tidur disebelahnya dengan serius. Jadi, seperti ini rasanya punya istri?Ada seseorang yang akan ditatap saat bangun pagi. "Konyol!" Nico lantas tersenyum sendiri. Bisa-bisanya dia berpikir soal istri. Padahal selama ini, dia berprinsip untuk tidak ingin menikah.Nico beranjak dari atas ranjang dengan perlahan. Dia tidak ingin membangunkan Ava yang masih tertidur dengan pulas. Gadis itu benar-benar terlihat menggemaskan saat sedang tidur. Membuat Nico enggan untuk pergi.Namun Nico tetap pergi juga. Meninggalkan kamar tamu yang sebenarnya tidak pernah digunakan untuk menerima tamu. Nico memang tidak suka ada orang lain yang menyambangi rumahnya. Dia suka ketenangan. Dia memilih untuk menjauhkan diri dari orang-orang yang hanya ingin mengambil keuntungan dari hidupnya."Tolong cuci cepat ya." Nico memberikan pakaian Ava kepada seorang pelayan wanita yang bekerja di rumahnya. "Hmm, kamar tamu gak usah di bersihin. Saya lagi ada tamu." "Baik, Pak."