Share

Bab 2

Aku tidak menyangka yang ada di pikiran Charlie sekarang hanya keuntungan perusahaan. Pria di depanku ini jauh berbeda dengan pemuda yang ada di ingatanku.

Sebelum aku kehilangan kendali, Tamara tiba-tiba mengeluarkan kotak hadiah dari tasnya dan meletakkannya di hadapanku. "Kak Naomi, ini hadiah yang dipilih Pak Charlie untukmu kemarin. Jangan marah lagi ya. Pak Charlie melakukan semua ini demi keluarganya."

Aku melirik tangan Tamara dan mendapati cincin yang dipakainya punya merek yang sama dengan kotak hadiah itu.

Amarahku makin bergejolak. Aku langsung melemparkan kotak itu sejauh belasan meter. Barang di dalamnya pun terjatuh keluar.

Charlie tercengang melihat tindakanku. Dia menatapku dengan tidak percaya dan bertanya, "Naomi, apa yang membuatmu jadi segila ini? Apa yang dibilang anak itu? Omongan anak kecil nggak bisa dipercaya. Kamu merajuk karena berita semalam? Mau sampai kapan?"

Aku mendongak menatap Charlie dengan dingin. Hingga sekarang, Charlie masih mengira sikapku begini karena berita di internet. Dia sama sekali tidak peduli dengan kematian putranya!

"Kamu kira aku buta dan nggak bisa lihat sendiri? Charlie, kamu kira kamu bisa mempermainkanku karena aku mencintaimu? Kamu merasa putraku menghalangi jalanmu untuk menjadi kaya, 'kan? Kalau begitu, tanda tangan surat itu. Kelak, kami nggak bakal muncul di hadapanmu lagi. Kamu bisa hidup bebas."

Tamara bergegas mendekatiku, lalu meraih lenganku. Namun, aku mendorongnya. Charlie berkata, "Naomi, kuberi kamu kesempatan sekali lagi. Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan?"

Karena malas berbasa-basi lagi, aku langsung berbalik untuk berkemas. Ketika melihat ini, tatapan Charlie menjadi makin suram.

"Oke, kamu pergi pergi, 'kan? Pergi sana! Jangan pernah muncul di depanku lagi! Setelah keluar hari ini, jangan harap kamu bisa kembali lagi!"

Ini bukan pertama kalinya Charlie mengatakan hal seperti ini. Dia mengira aku merajuk karena cemburu. Dia mengira semua masih seperti dulu. Setelah bangun tidur, dia akan melihatku masak. Kami pun akan baikan tanpa perlu ada yang meminta maaf.

Namun, aku tahu betul bahwa kali ini berbeda. Aku dan Charlie berpacaran selama 10 tahun dan menikah selama 6 tahun. Sebelum menikah, orang-orang mengatakan kami adalah pasangan serasi.

Kami belajar bersama, mengikuti ujian bersama, dan masuk universitas bersama. Dulu kami memang saling mencintai dan saling mendukung.

Saat SMA, ada jam belajar mandiri di pukul 6 pagi. Demi berangkat bersama, Charlie bangun pukul 5 pagi, lalu buru-buru mandi dan membelikanku sarapan. Kemudian, dia akan berpura-pura bertemu denganku secara tidak sengaja.

Charlie juga meminta kepada guru supaya kami duduk bersama. Demi mendekatiku, dia janji akan masuk 10 besar. Guru pun hanya bisa menyetujuinya.

Sejak saat itu, Charlie belajar dengan giat. Nilainya tiba-tiba meningkat pesat sehingga guru tidak menentangnya mendekatiku. Kami menjadi teman terbaik dan teman seperjuangan. Seluruh sekolah mendukung hubungan kami.

Sebelum ujian masuk universitas, Charlie berdiri di lantai bawah apartemen dan menatapku dengan serius. "Aku tahu kondisi ekonomi keluargaku kurang bagus. Tapi, aku pasti akan memberimu masa depan yang bahagia. Naomi, tunggu aku."

Aku yang masih muda saat itu pun merasa terharu mendengarnya. Pada akhirnya, kami diam-diam berpacaran.

Setelah tamat, aku membawanya menemui orang tuaku. Demi menikah dengan Charlie, itu pertama kalinya aku menentang perkataan orang tuaku.

Di pesta pernikahan, keluargaku pun tidak hadir. Charlie menatapku dengan tulus dan berucap lirih, "Mulai sekarang, kita keluarga. Kapan pun itu, aku akan selalu ada di sisimu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status