Suasana begitu hening. Papa dan anak hanya saling diam. Sampi sang Papa mulai angkat suara."Bagaimana kabarmu?" tanya Stevano.Cristopher menatap Stevano, "ada angin apa Papa tanya kabarku? Bersikaplah seperti yang biasa Papa lakukan. Nggak usah sok dekat atau sok perhatian," jawab Cristopher."Apa salahnya papa tanya kabarmu?" tanya Stevano."Nggak salah, tapi aneh. Aku dengernya aneh. Papa yang kukenal nggak pernah tuh tanya kabar," jawab Cristopher."Kamu masih nggak berubah ya," kata Stevano."Kenapa harus berubah? Yang membuatku seperti ini 'kan papa sendiri. Cuma papa di dunia ini yang tega membiarkan anaknya sendirian melawan kerasnya hidup di saat anak itu masih membutuhkan sosok Papa dalam hidupnya," sahut Cristopher.Stevano duduk bersandar menatap Cristopher, "Cris ... tahukah kamu? Papa juga dalam keadaan yang sulit setelah kehilangan mamamu. Mamamu itu segalanya buat papa. Mungkin sekarang kamu anggap ucapan papa ini lelucon. Papa yakin, kamu pasti akan merasakannya nant
Yuki memergoki kekasihnya berselingkuh dengan teman yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri. Pertengkaran tak terhindarkan. Yuki yang kesal langsung menarik rambut teman perempuan yang bermain gila dengan kekasihnya."Dasar perempuan murahan! Beraninya kamu menggoda kekasih temanmu sendiri," kata Yuki mencengkram kuat rambut temannya.Teman perempuan Yuki berteriak meminta tolong pada kekasihnya yang juga kekasih Yuki sembari menangis."Dion," panggilnya.Dion segera menolong. Dia mencengkram pergelangan tangan Yuki kuat-kuat."Lepaskan tanganmu, Yuki!" sentak Dion.Dion berusaha melepaskan cengkraman tangan Yuki dan akhirnya berhasil. Dion yang kesal langsung mendodong tubuh Yuki hingga tersungkur ke lantai."Kamu nggak apa-apa, Luna? Mana yang sakit?" tanya Dion khawatir. Mengusap kepala Luna, kekasih gelapnya."Aku baik-baik aja," jawab Luna memeluk Dion.Dion menatap Yuki tajam, "berani sekali kamu ngelakuin ini, Yuki. Bagaimana kalau Luna terluka? Aku nggak akan pernah memaa
Keesokan paginya, Yuki terbangun dari tidurnya dan mendapati seseorang memeluknya dari belakang. Mata Yuki melebar saat melihat tangan kekar yang melingkari perutnya. "I-ini tangan siapa?" batinnya kebingungan.Dengan hati-hati Yuki memindahkan tangan laki-laki asing yang memeluknya dan dia segera bangun dari tempat tidur.Penasaran dengan siapa orang yang menghabiskan malam dengannya, Yuki memalingkan pandangan dan melihat seorang laki-laki tertidur pulas tanpa mengenakan pakaian."Si-siapa dia? Aku gak kenal dia. Aku tidur dengan siapa?" batin Yuki mulai panik.Yuki mencoba mengingat apa yang terjadi padanya dan hanya ingat beberapa hal saja. Begitu ingat jika dia sudah melakukan kesalahan besar Yuki langsung terkejut dan membekap mulutnya sendiri."Gila, gila, gila! Kamu beneran udah gila, Yuki. Gimana bisa kamu melakukan ini dengan laki-laki yang bahkan nggak kamu kenal. Sial! Aku bakal kena masalah kalau kayak gini," batin Yuki semakin panik.Yuki terdiam sesaat untuk menjernih
1 minggu kemudian ...Rumor tentang Yuki yang dibuat oleh Luna menghilang tanpa jejak, tetapi muncul rumor baru dan masih disangkut pautkan dengan Yuki. Beredar rumor jika Yuki sebenarnya dicampakkan oleh Dion, dan karena tak terima, Yuki yang marah menyerang Dion dan Luna secara brutal.Amelia yang mendengar rumor itu langsung memasang badan untuk teman baiknya. Dia menyanggah rumor dan meminta semua orang untuk berhati-hati dalam berbicara dan tidak menyebar berita palsu."Dasar orang-orang gila," gerutu Amelia.Yuki tersenyum, "Sudahlah, Mel. Kenapa juga kamu meladeni mereka. Meski kamu jelasin sampai mulutmu berbuih, kalau mereka nggak mau percaya ya percuma. Mereka pasti hanya akan percaya ucapan orang yang ingin mereka percayai. Semakin kamu tanggepin, mereka semakin menjadi.""Benar sih, tapi aku greget aja gitu. Pengen rasanya ku lakban mulut mereka semua," sahut Amelia gemas sekaligus geram."Oh ya, aku dengar atasan baru kita mau datang ya? Bener nggak sih?" tanya Yuki meng
Keesokan harinya ...Yuki berangkat pagi-pagi sekali dengan wajah kusam karena semalaman tidak bisa tidur. Dia terus kepikiran tentang kejadian bodoh yang diperbuatnya pada Bosnya.Yuki melihat pintu lift mulai tertutup, sementara dia berada tak jauh. Dengan cepat Yuki berlari menuju lift."Tunggu," ucap Yuki meminta orang di dalam lift menahan pintu untuknya. Yuki sampai di depan lift, tapi pintu lift sudah tertutup. Namun, sesaat kemudian pintu lift terbuka dan Yuki melihat seseorang yang tak ingin ditemuinya berada di dalam lift.Mata Yuki melebar, "Dia ... ah, sial sekali. kenapa aku malah ketemu sama dia? Aku nggak boleh ketahuan," batin Yuki panik."Tidak masuk?" tanya seseorang di dalam lift, yang adalah Cristopher."Si-silakan anda duluan, Pak CEO. Saya menunggu lift selanjutnya saja," jawab Yuki yang langsung menundukkan kepala menghindari tatapan Cristopher."Masuklah," pinta Cristopher menatap Yuki.Yuki terdiam dan tetap menunduk. Cristopher yang melihat Yuki terdiam kem
Yuki duduk di kursinya dan memikirkan apa yang baru saja terjadi antara dia dan Cristopher. Sebenarnya dia tidak bermaksud bicara kasar pada Cristopher, tetapi dia tidak punya pilihan lain selain menarik garis tegas. Dia tidak ingin asal berhubungan dengan laki-laki dan hatinya pun masih belum siap usai dikhianati kekasih dan temannya."Apa kata-kataku keterlaluan? Dia pasti marah," gumam Yuki.Yuki menggelengkan kepalanya cepat, "sudahlah. Mau dia marah atau enggak aku nggak peduli. Kalau misal marah terus aku dipecat ya terima aja," batin Yuki.Yuki mencoba melupakan sesaat apa yang terjadi dan mulai fokus bekerja. Beberapa menit kemudian, satu per satu rekan kerja lain mulai berdatangan. Sampai saat Luna datang dengan membawa hadiah untuk semua rekan satu divisinya. Membuat seluruh ruangan heboh."Semuanya, aku bawakan kalian hadiah. Mohon diterima ya," kata Luna dengan tersenyum cantik.Seorang menerima pemberian Luna, "wah, apa ini?""Makasih, Luna.""Wow, bagus sekali. Makasih,
Setelah kejadian di ruangan CEO, Yuki mulai menghindari Cristopher. Saat berpapasan atau tidak sengaja bertemu, Yuki hanya menundukkan kepala sebagai tanda sopan santun, dan berlalu begitu saja tanpa menatap wajah Cristopher. Hal itu membuat Cristopher semakin gelisah.Cristopher duduk bersandar di sofa ruang kerjanya, "sudah hampir seminggu, saat kami bertemu di lift pun dia hanya menundukkan kepala tanpa melihatku. Apa dia sangat membenciku? Apa yang harus aku lalukan, ya?" batin Cristopher berpikir serius.Pintu ruangan di ketuk, tidak lama pintu terbuka dan seseorang masuk."Tom, apa saja jadwalku hari ini?" tanya Cristopher, mengira seseorang yang datang adalah sekretarisnya, Thomas."Maaf, Pak. Saya diminta Pak Thomas mengantarkan dokumen," kata seseorang yang baru masuk ke dalam ruangan. Yang tak lain adalah Yuki.Yuki yang baru masuk berdiri di belakang Cristopher yang duduk santai di sofa. Mendengar suara yang dirindukan, membuat Cristopher tersenyum. Dia berpikir dia sedan
Keesokan harinya ... Yuki, Amelia dan dua pegawai baru saja masuk ke dalam lift. Beberapa detik kemudian, Cristopher dan Thomas juga ikut masuk. "Selamat pagi, Pak CEO, Pak Thomas." "Selamat pagi, Pak CEO dan Pak Sekretaris." "Pak CEO, Pak Thomas, selamat pagi." Amelia dan dua pegawai lain menyapa Cristopher dan Thomas. Sedangkan Yuki hanya menundukkan kepala sedikit tanpa mengucap salam. Cristopher melihat sekilas para karyawannya dan menganggukkan kepala tanpa menjawab. Dia berdiri membelakangi para keryawannya. "Selamat pagi juga kalian. Maaf ya, saya dan Pak CEO sedang buru-buru. Jadi kami nggak bisa menunggu lift berikutnya," kata Thomas tersenyum menatap orang-orang di belakangnya. Thomas berdiri tepat di samping Cristopher. Thomas menekan lantai tujuannya dan pintu lift pun tertutup. Lift perlahan berjalan naik. "Kapan lift sebelah akan diperbaiki?" tanya Cristopher pada Thomas. "Oh, saya sudah meminta pihak keamanan mengurusnya. Mungkin nanti," jawab Thomas.
Suasana begitu hening. Papa dan anak hanya saling diam. Sampi sang Papa mulai angkat suara."Bagaimana kabarmu?" tanya Stevano.Cristopher menatap Stevano, "ada angin apa Papa tanya kabarku? Bersikaplah seperti yang biasa Papa lakukan. Nggak usah sok dekat atau sok perhatian," jawab Cristopher."Apa salahnya papa tanya kabarmu?" tanya Stevano."Nggak salah, tapi aneh. Aku dengernya aneh. Papa yang kukenal nggak pernah tuh tanya kabar," jawab Cristopher."Kamu masih nggak berubah ya," kata Stevano."Kenapa harus berubah? Yang membuatku seperti ini 'kan papa sendiri. Cuma papa di dunia ini yang tega membiarkan anaknya sendirian melawan kerasnya hidup di saat anak itu masih membutuhkan sosok Papa dalam hidupnya," sahut Cristopher.Stevano duduk bersandar menatap Cristopher, "Cris ... tahukah kamu? Papa juga dalam keadaan yang sulit setelah kehilangan mamamu. Mamamu itu segalanya buat papa. Mungkin sekarang kamu anggap ucapan papa ini lelucon. Papa yakin, kamu pasti akan merasakannya nant
Seorang laki-laki paruh baya sedang melihat sebuah dokumen dan sebuah foto. Disampingnya ada laki-laki sebaya yang merupakan sekretarisnya."Jadi maksudmu, Cris tinggal di apartemen perempuan ini?" tanya laki-laki paruh baya pada sekretarisnya. Menunjuk sebuah foto yang ada di atas meja dihadapannya."Ya, Pak. Informasi yang saya dapat tidak mungkin keliru karena sekretaris Tuan Muda sendiri yang memberitahu saya," jawab sekretaris."Anak yang nggak pernah membuka hati buat siapapun, tiba-tiba mau tinggal bersama perempuan. Apa pemikiranmu sama denganku?" tanya Stevano, yang adalah Papa dari Cristopher."Sepertinya begitu. Kata sekretarisnya, mereka sudah terlibat dalam sebuah hubungan semalam sebelum menjadi atasan dan bawahan di kantor," jawab Nicholas, Sekretaris Stevano."Hubungan semalam? Apa itu namanya, yang biasa dipakai anak zaman sekarang itu loh," kata Stevano berusaha mengingat."One night stand, Pak. Anak muda zaman sekarang menyingkatnya menjadi ONS," jawab Nicholas."Ya
Keduanya panjang lebar bercerita satu sama lain. Kini tidak ada lagi kesalahpahaman ataupun rahasia diantara mereka. "Saya kok jadi ngatuk ya," ucap Yuki."Nggak boleh tidur, nanti malah bangun kesiangan. Kita lari pagi aja yuk," Cristopher mengajak Yuki olah raga agar tidak mengantuk."Hm, saya malas lari. Gimana dong?" sahut Yuki malas."Nggak boleh males. Olahraga penting buat kesehatan," kata Cristopher."Iya deh iya. Saya ganti baju dulu kalau gitu," jawab Yuki.Yuki segera pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Dan tidak lama keluar setelah ganti pakaian."Bapak nggak ganti?" tanya Yuki menatap Cristooher."Ganti dong," jawab Cristopher.Cristopher segera masuk kamar Yuki dan mengambil pakaian gantinya di koper. Yuki melihat Cristopher hendak berganti pakaian dan segera menawari bantuan."Perlu saya bantu?" tawar Yuki."Nggak usah. Saya bisa sendiri kok, " jawab Cristopher.Yuki melihat Cristopher membuka baju, terlihat tubuh kekar berotot milik Cristopher. Perut seksi
"Apa sih yang dia pikirkan. Bisa-bisanya gitu dia mencium bibirku mana digigit, ish ... bikin malu aja," batin Yuki semakin malu.Yuki duduk di sofa dengan memegang erat gelas berisi Cokelat panas. Jantungnya masih berdegup kencang. Cristopher duduk di samping Yuki, "kenapa tiba-tiba pergi?" tanyanya."Nggak tau ah. Bapak nakal," jawab Yuki memalingkan pandangan dari Cristopher."Nakal? Oh, yang tadi? Saya kan cuma batuin ngelap bibirmu. Karena tangan saya di gips ya saya pakai bibir saya. Kenapa? Kamu nggak suka saya cium?" tanya Cristopher."Bukannya nggak suka. Saya tuh kaget. Tiba-tiba gitu bapak cium saya. Mana bapak gigit bibir saya," jawab Yuki."Kalau kamu kesal. Kamu boleh bales kok. Saya malah senang," kata Cristopher tersenyum tampan."Wah, nantangin nih orang. Aku gigit balik tau rasa ntar," batin Yuki."Bener nih saya boleh balas? Ntar saya gigit balik bapak jangan protes loh," sahut Yuki menatap Cristopher."Ayo sini," kata Cristopher mendekatkan wajahnya ke wajah Yuki.
Yuki tak bisa menolak permintaan Bossnya dan akhirnya tidur di sofa dengan Bossnya. "Ini sempit," keluh Yuki beralasan. Dia tidur membelakangi Cristopher."Jangan banyak beralasan dan cepat tidur. Besok kita masih harus bekerja," sahut Cristopher. "Saya kalau tidur suka guling-guling loh. Nanti bapak kalau kena tendang jangan marah. Kan bapak yang minta saya tidur di sini," kata Yuki."Hm, saya sudah tahu tingkahmu waktu tidur. Nggak usah dijelasin lagi," jawab Cristopher.Yuki mengerutkan dahi, "hah? Sudah tau kataya. Kapan?" batinnya bingung.Seketika Yuki ingat kejadian saat dia bertemu Cristopher pertama kali di bar."Jangan-jangan waktu itu ya? Mati aku," batinnya lagi. Yuki menutup wajahnya dengan kedua tangan karena malu."Apa waktu itu dia kena tendang? Atau dia kena siku? His ... bener-bener deh. Kenapa sih dia harus tau semua sisi burukku. Mau ditaruh mana mukaku ini?" batin Yuki merasa diri sendiri menyedihkan.Tiba-tiba Cristopher melingkarkan tangannya ke perut Yuki. Se
Yuki mengambil pesannya dan sedikit mengobrol dengan satpam yang sedang berjaga.Satpam melihat Yuki bersama Cristopher, "dia siapa? Pacarmu ya?" tanyanya."Oh, bukan. Dia itu ... " kata Yuki yang langsung diam, "pokoknya di bukan pacar," kata Yuki."Kalau bukan pacar apa calon suami?" tanya satpam lagi."His, bapak banyak tanya deh. Udah dulu ya, saya mau naik. Bapak juga jangan lupa makan makanan yang saya kasih. Nanti dingin kurang enak," kata Yuki."Siap neng Yuki," jawabnya.Yuki membawa tas berisi pesanan makanan dan segera pergi meninggalkan pos satpam bersama Cristopher."Kamu deket sama satpam di sini?" tanya Cristopher."Ya. Karena saya selalu papasan setiap pagi pas berangkat kerja," jawab Yuki.Cristopher menghentikan langkah kakinya menatap gedung apartemen Yuki yang terlihat cukup tua di matanya. Melihat Cristopher yang berhenti, Yuki juga ikut berhenti."Ada apa, Pak?" tanya Yuki."Sudah berapa lama kamu tinggal di sini?" tanya Cristopher."Sudah hampir lima tahun. Saya
Thomas datang ke apartemen Yuki membawa Stevy dalam pet cargo dan baju Cristopher dalam koper. Juga semua keperluan Stevy dalam tas ransel."Wah, makasih ya. Maaf aku ngerepotin kamu, Tom. Aku nggak tau harus minta tolong ke siapa lagi," kata Cristopher."Nggak apa-apa, Pak. Saya kebetulan searah apartemen bapak tadi, jadi saya langsung mampir begitu bapak telepon. Bagaimana hasil pemeriksaannya?" tanya Thomas penasaran."Ada beberapa retakan. Untung saja saya ajak bapak Cris ke rumah sakit. Coba kalau enggak," sahut Yuki yang baru keluar dari dapur. Yuki membawa teh untuk Thomas.Thomas cukup terkejut mendengar keadaan Cristopher."Lain kali bapak harus lebih menahan diri untuk nggak mukul meja atau apapun. Memang bapak kira tangan bapak itu besi? Kalau seperti ini kan bapak yang susah," omel Thomas."Aduh, aduh. Kalian berdua ini ya ... bisa nggak ngomelnya ditunda lain waktu?" sahut Cristopher."Silakan di minum, Pak. Saya nggak tau tehnya enak apa enggak buat bapak," kata Yuki, me
Yuki mengobati luka di punggung tangan Criatopher dengan hati-hati dan penuh perhatian."Apa sih yang dia lakuin sampai tangannya luka kayak gini? Ck. Dasar nggak bisa hati-hati. Ngeselin, tapi nggak tega banget kalau lihat dia terluka gini," batin Yuki.Melihat Yuki yang begitu serius merawat lukanya, Cristopher jadi merasa bersalah."Kayaknya dia lagi marah sama aku," batin Cristopher."Apa kamu marah?" tanya Cristopher ingin memastikan."Masih tanya. Ya iyalah marah," batin Yuki menjawab."Sudah tau marah nggak dibujuk malah ditanyain terus," batin Yuki lagi.Yuki hanya diam dan terus melakukan pengobatan. Sampai pengobatan selesai dan Yuki berpamitan pulang."Sudah selesai. Saya pulang dulu," kata Yuki berpamitan."Dia pasti bisa jaga diri sendiri. Yang penting aku udah ngasih pertolongan pertama," batin Yuki.Yuki menutup kotak P3K dan membawanya. Saat Yuki berbalik ingin pergi, tiba-tiba Cristopher menarik tangan Yuki sehingga Yuki jatuh dipangkuannya. Keduanya saling bertatapan
"Cukup. Jaga ucapanmu. Dia itu ... " kata Caleb yang langsung disela Cristopher."Biarkan saja dia bicara. Biar dia puas," sela Cristopher.Profesor gila itu tersenyum, "nah, dia aja sadar diri. Cuma CEO perusahaan kecil aja banyak maunya dan banyak tuntutan," ucapnya tidak senang dengan Cristopher."Apa kamu sungguh lolos wawancara di Giant lab?" tanya Cristopher memastikan."Iyalah. Orang hebat kayak aku nggak mungkin bersarang di tempat sampah kayak gini. Aku bakalan ngerjain pekerjaan besar. Bukan pekerjaan remeh kayak sampel produkmu," jawabnya dengan sombong."Baguslah. Kalau gini aku nggak akan merasa bersalah. Terimakasih untuk jawabanmu," kata Cristopher tersenyum."Dih, apa sih. Ini orang udah sinting kali ya. Bisa-bisanya senyum enggak jelas. Udah gila kayaknya," batin Profesor gila.Cristopher mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi seseorang."Halo?""Halo, ini Cristopher Owen. bisa tolong sambungkan saya ke divisi HRD?" tanya Cristopher."Baik, Pak. Sebentar.""H