Keesokan harinya ...
Yuki, Amelia dan dua pegawai baru saja masuk ke dalam lift. Beberapa detik kemudian, Cristopher dan Thomas juga ikut masuk. "Selamat pagi, Pak CEO, Pak Thomas." "Selamat pagi, Pak CEO dan Pak Sekretaris." "Pak CEO, Pak Thomas, selamat pagi." Amelia dan dua pegawai lain menyapa Cristopher dan Thomas. Sedangkan Yuki hanya menundukkan kepala sedikit tanpa mengucap salam. Cristopher melihat sekilas para karyawannya dan menganggukkan kepala tanpa menjawab. Dia berdiri membelakangi para keryawannya. "Selamat pagi juga kalian. Maaf ya, saya dan Pak CEO sedang buru-buru. Jadi kami nggak bisa menunggu lift berikutnya," kata Thomas tersenyum menatap orang-orang di belakangnya. Thomas berdiri tepat di samping Cristopher. Thomas menekan lantai tujuannya dan pintu lift pun tertutup. Lift perlahan berjalan naik. "Kapan lift sebelah akan diperbaiki?" tanya Cristopher pada Thomas. "Oh, saya sudah meminta pihak keamanan mengurusnya. Mungkin nanti," jawab Thomas. "Minta kepala bagian kemanan ke ruanganku," kata Cristopher. Thomas menganggukkan kepala, "Baik, Pak." Suasana begitu hening. Dua pegawai saling bersiku. Begitu juga Amelia dan Yuki. Lift tiba di lantai 2. Thomas keluar dari dalam lift untuk memberi ruang para rekannya yang dibelakang. Satu per satu yang ada dalam lift keluar dengan hati-hati dan tenang. Yuki mendapat giliran keluar paling akhir. Sekilas Yuki menatap Cristopher, terlihat Cristopher hanya fokus menatap ponsel di tangan. Setelah semua keluar, Thomas masuk kembali dan pintu lift pun tertutup. *** Siang hari, 10 menit sebelum jam makan siang. Yuki sedang berada di ruangan kepala divisinya. "... itu aja. Kamu boleh kembali Yuki," kata kepala divisi. "Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi," jawab Yuki yang langsung berpamitan. Saat Yuki berbalik dan hendak pergi keluar dari ruangan, Yuki dipanggil oleh kepala divisi. "Oh, Yuki ... " panggil kepala divisi. Yuki menghentikan langkah dan berbalik, "Ya, Pak?" "Bisakah kamu mengantar dokumen ini ke kepala divisi produksi? Tolong ya," kepala divisi meminta bantuan Yuki. Yuki terdiam sesaat, lalu berjalan mendekati kepala divisinya dan menerima dokumen yang akan diberikan ke kepala divisi produksi. "Ini saja, Pak?" tanya Yuki. "Iya," jawab kepala divisi tersenyum. "Kalau gitu saya permisi," Yuki kembali berpamitan. "Terimakasih ya Yuki," kepala divisi mengucapkan terimakasih pada Yuki. Yuki keluar dari ruangan kepala divisi dengan memeluk dokumen yang dititipkan kepala divisi. Sesungguhnya Yuki enggan, tetapi dia tak bisa menolak permintaan atasannya. Sebelum mengantar, Yuki sempat kembali ke mejanya untuk meletakkan sebuah dokumen di atas mejanya, lalu pergi. "Yuki, kamu mau ke mana?" tanya Amelia. Yuki menghentikan langkah nya, berbalik menatap Amelia dan memberitahu tujuannya. "Ke divisi produksi," jawab Yuki. Amelia berdiri dari duduknya dan mendekati Yuki, "Eh, ngapain kamu ke sana?" tanyanya ingin tahu. "Pak Ruben minta aku ngasih ini ke Pak Harris," jawab Yuki sambari menunjukkan dokumen yang dipelukannya. "Mau aku temani?" Amelia menawarkan diri mengantar Yuki. "Kerjaanmu gimana?" tanya Yuki. "Gampanglah itu. Nanti habis makan siang juga bisa dilanjut lagi," jawab Amelia dengan santainya. "Ya, udah. Ayo," jawab Yuki yang langsung melangkahkan kaki pergi dan diikuti oleh Ameia. Dari mejanya, Luna diam-diam memperhatikan dan menguping dengar percakapan Yuki dan Amelia. Wajah Luna tampak kesal. "Dih, paling-paling juga dia yang nawarin buat nganterin dokumennya. Apa ... jangan-jangan dia mau caper ke Dion?" batin Luna tidak senang. Pikirannya langsung memikirkan yang tidak-tidak. Karena kesal Luna sampai tidak sadar meremas dokumen di atas meja di hadapannya. *** Yuki dan Amelia masuk ke dalam ruang divisi produksi dan berjalan menuju ruangan kepala divisi. Seseorang melihat Yuki dan langsung memberitahu kedatangan Yuki kepada Dion. Dion melihat Yuki dan Amelia masuk ke dalam ruang kepala divisi, lalu tidak beberapa lama keluar. Dia segera bangkit dari tempat duduknya, lalu menghampiri Yuki dan Amelia yang hendak pergi meninggalkan ruang divisi produksi. "Yuki," panggil Dion. Yuki dan Amelia keget saat Dion tiba-tiba saja muncul. "Ada urusan apa?" tanya Amelia. "Aku manggil Yuki, bukan kamu. Ngapain kamu yang ngejawab?" sahut Dion tidak senang. Menatap Amelia tajam. Amelia mengerutkan dahi, "Ini orang minta pengen digampar kah?" batinnya. "Suka-sukalah. Inikan mulutku, bukan mulutmu. Lagian ngapain juga orang yang nggaka da urusan manggil-manggil," kata Amelia kesal. "Kamu ... " kata-kata Dion terhenti karena Yuki langsung menengahi keduanya. "Udah, cukup!" sela Yuki. "Mel, nggak usah diladenin. Mending kita pergi aja," bisik Yuki. Yuki yang tidak mau ambil pusing langsung menarik tangan Amelia dan pergi untuk segera pergi meninggalkan ruang divisi produksi. Dion mengerutkan dahi begitu tahu diabaikan oleh Yuki. Dia yang tak terima langsung menyusul dan menarik paksa tangan Yuki. "Beraninya kamu," kata Dion mulai kesal. "Ouch," erang Yuki merasa sakit pergelangan tangannya dicengkram kuat oleh Dion. Yuki mencoba melapaskan tangannya dari cengkraman Dion, tetapi Dion justru semakin kuat mencengkram pergelangan tangan Yuki. Sampai akhirnya apa yang Dion lakukan membuat Yuki murka. "Lepas!" sentak Yuki kesal. Menatap Dion dengan tatapan tajam menusuk. "Mulai sok kamu sekarang. Kamu yang sebelumnya bahkan nggak akan berani natap aku kayak gini," ucap Dion semakin kesal. Yuki mengangkat ujung bibirnya, "Apa? Sok? Kenapa juga aku harus sok ke kamu? Lagian kita nggak ada urusan. Jadi nggak usah merasa paling tersakiti deh. Buruan lepasin tanganku. Ini sakit, Dion," Yuki melontarkan kata-kata pedasnya dan terus menarik tangannya agar terlepas. Melihat temannya kesulitan, Amelia hendak menolong. Namun, yang terjadi justru diluar dugaannya. Yuki yang sudah sangat muak menendang kaki Dion sampai akhirnya tangannya terlepas dari cengkraman Dion. "Aduh ... " rintih Dion kesakitan memegangi kaki kanannya yang ditendang Yuki. "Mampus. Rasain tuh," batin Amelia menahan tawa. Beberapa orang mulai berkerumun untuk melihat apa yang terjadi dan kenapa Dion terlihat kesakitan. Memegangi kaki. Melihat Dion kesakitan, Yuki sedikit merasa puas. Dia langsung mengajak Amelia pergi meninggalkan ruang divisi produksi. Amelia dan Yuki baru saja keluar dari ruang divisi produksi, keduanya memutuskan langsung pergi ke kantin untuk makan siang. Karena jam sudah menunjukkan waktu makan siang. *** Di kantin ... Yuki dan Amelia sudah mengambil makan siang dan mencari tempat duduk. Di tengah jalan keduanya berpapasan dengan Cristopher dan Thomas. Amelia dan Yuki menundukkan sedikit kepala sebagai ganti menyapa. Cristopher membalas anggukan kepala dan langsung pergi meninggalkan keduanya. Thomas tersenyum, "Selamat makan," ucapnya. "Terimakasih, Pak. Pak Thomas juga," jawab Amelia. Thomas menganggukkan kepala, "Ya," jawabnya. Thomas lantas pergi menyusul Cristopher. Amelia dan Yuki juga berjalan ke tempat duduk yang berada tak jauh. "Tumben mereka di kantin," kata Amelia. Menatap ke arah Cristopher dan Thomas yang sedang melihat-lihat menu makan siang. Yuki mengikuti arah pandang Amelia dan menatap Cristopher begitu lekat. "Apa dia beneran marah sama aku? Dia bahkan nggak tersenyum kayak sebelumnya. Wajahnya datar nggak ada ekspresi," batin Yuki menerka-nerka apa yang terjadi pada Cristopher. "Menurutmu, bagaimana Pak CEO?" tanya Amelia pada Yuki. Yuki yang sedang minum langsung tersedak dan terbatuk. Amelia segera berdiri dan menghampiri Yuki, lalu menepuk punggung Yuki pelan. "Apa sih, minum aja sampai gini. Lagi mikir aneh-aneh pasti," kata Amelia. "Apa sih. Balik duduk sana," jawab Yuki. Amelia kembali duduk. Batuk Yuki mulai mereda Dia minum lagi untuk meredam rasa sakit di tenggorokannya dan mulai makan dengan tenang, begitu juga Amelia. "Kamu nggak mau jawab pertanyaanku?" tanya Amelia msnatap Yuki. "Enggak perlu dijawab. Nggak penting juga kan," jawab Yuki. "Oh, sudah pasti bagimu Dion yang paling tampan. Ya, kan? Tampan sih, tapi kalau tukang selingkuh dan suka marah-marah nggak jelas gitu ya ilang tampannya. Yang ada ngeselin tau," kata Amelia. "Siapa juga yang bilang dia tampan," sahut Yuki. "Terus apa? Buktinya kamu diem aja pas aku tanya tentang Pak CEO," Amelia masih gigih ingin tahu pendapat Yuki tentang Cristopher. Yuki menelan makanan dan langsung minum tanpa menanggapi perkataan Amelia. "Apa kira-kira Pak CEO punya pacar, ya? Eh, kalau dipikir-pikir lagi, cewek mana yang mau pacaran sama kulkas. Kulkas bukan sembarang kulkas. Ini kulkas empat pintu loh. Hihi ... pasti deh Pak CEO minus pengalaman sama cewek," ucap Amelia menggosipkan Cristopher. "Pengalaman, ya?" batin Yuki menanggapi perkataan Amelia. Entah kenapa tiba-tiba saja Yuki mengingat momen saat dirinya bertindak gila dengan mengajak Cristopher tidur bersama saat di bar. Bahkan Yuki mengingat betapa bergariahnya malam itu. Yuki tanpa sadar menggebrak meja, membuat Amelia yang asik menikmati makanan tersentak karena kaget. "Apa? Kenapa kamu mukul meja?" tanya Amelia yang baru saja minum segelas air untuk meredakan batuknya. Yuki tersadar kalau dia baru saja membuat masalah. Seketika Yuki kembali duduk dan langsung bersikap tenang seolah tidak terjadi apa-apa. Yuki menggelengkan kepala, "Enggak apa-apa kok. Cuma kesel inget yang tadi aja," jawab Yuki berbohong. Yuki merasa malu sekaligus bersalah sudah berbohong pada teman baiknya. Namun, dia tidak bisa jujur mengataka isi pikirannya karena sudah pasti teman baiknya itu akan syok.Luna mendatangi tempat Yuki dan Amelia berada dengan segelas air di tangannya. Tanpa ragu-ragu Luna menuang air ke kepala Yuki."Dasar perempuan gila. Rasain nih," kata Luna mengatai Yuki.Yuki terkejut karena kepalanya tiba-tiba basah, saat memalingkan pandangan ke sisi kanan, dia melihat Luna sudah berdiri di sampingnya dengan tatapan mata yang tajam."Apa-apaan ini, Luna?" tanya Yuki, langsung berdiri dari duduknya."Dasar jalang gila! Bisa-bisanya kamu nendang kaki Dion sampai memar. Maksud kamu tuh apa sih? Kamu mau caper?" sentak Luna marah.Yuki memutar bola mata mendengar ocehan Luna yang menuduhnya mencari perhatian dengan tersenyum masam."Caper katamu? Jangan asal nuduh tanpa bukti deh. Aku nendang Dion karena Dion yang mulai duluan," Yuki menyincing lengan pakaiannya sebelah kanan dan menunjukkan luka memar dari cengkraman Dion, "aku sendiri pun dibuat kayak gini sama Dion."Luna melihat luka memar Yuki, "apa sih, cuma memar gitu doang. Itu nggak ada apa-apanya dibandingk
Di sebuah restoran, terlihat Yuki sedang berbincang dengan seorang wanita paruh baya. Wanita paruh baya tersenyum, "Bagaimana kabarmu, Nak?" tanyanya."Baik, tetapi juga buruk. Singkat saja tanpa perlu basa-basi. Kenapa tante minta kita bertemu?" jawab Yuki yang langsung menanyakan tujuan wanita itu memanggilnya datang."Aduh, kenapa kamu seperti ini. Kita kan sudah lama nggak ketemu. Tante kangen sama kamu. Oh, ya. Kenapa bulan ini kamu enggak transfer ke tante? Tante nungguin loh," ucap wanita paruh baya itu sambil terus tersenyum pada Yuki.Yuki tersenyum tipis, "Tante ngajak aku ketemu cuma tanya soal uang?" tanyanya."Iya dong. Kan tante kaget tiba-tiba aja kamu nggak ngirim uang. Biasanya kamu rutin ngirim," wanita itu masih dengan tidak tahu malunya menjawab perkataan Yuki. Padahal Yuki sudah terlihat muak."Apa Dion nggak memberitahu tante?" tanya Yuki menatap wanita paruh baya dihadapannya, yang ternyata adalah Ibu Dion."Memberitahu apa?" tanya wanita paruh baya itu tidak m
Sesampainya di rumah, Dion langsung berteriak memanggil mamanya. "Mama ... " teriak Dion.Seorang pria paruh baya keluar dari sebuah ruangan, "Ada apa, Dion? Kenapa kamu teriak?" tanyanya."Di mana mama, Pa?" tanya Dion menatap papanya. "Papa nggak tahu. Sejak tadi sore pergi belum pulang," jawab papa Dion.Dion yang kesal langsung melempar jasnya ke sofa dan duduk. Dia tak punya pilihan selain menunggu Mamanya pulang untuk minta penjelasan.Papa Dion menghampiri Dion. Duduk di sofa di hadapan Dion. Melihat anaknya tampak tidak baik-baik saja, Papa Dion langsung bertanya apa hal yang sudah terjadi."Ada apa? Apa ada masalah? Wajahmu tampak lg nggak baik-baik aja," tanya papa Dion yang masih ingin tahu."Apa papa juga tahu?" tanya Dion menatap papanya tiba-tiba."Tahu apa? Kamu ngomong yang jelas dong. Jangan buat papa bingung," jawab papa Dion."Papa tahu nggak kalau selama ini Yuki ngirimin uang ke Mama?" tanya Dion memastikan.Papa Dion terkejut, "Hah? Buat apa Yuki ngirim uang ke
Malam hari sebelum kejadian, Dion ternyata lebih dulu menghubungi Yuki. Merasa khawatir pada keadaan Dion, Yuki lantas menyusul Dion setelah tahu di mana Dion berada. Saat Yuki ingin membantu Dion yang sedang mabuk berat, tiba-tiba saja Luna muncul dan langsung membantu Dion. Yuki lantas mengurungkan niatnya dan memilih untuk pulang.Sepanjang perjalanan pulang, Yuki merasa sedih. Air matanya menetes begitu saja membasahi kedua pipinya. Aneh memang, kenapa dia harus menangisi laki-laki yang mengkhianatinya? Namun, Yuki tak bisa menepis jika Dion adalah sosok yang amat disayanginya. Yuki menyeka air matanya, "Kamu nggak boleh lemah, Yuki. Beginilah hidup. Nggak semua berjalan sesuai keinginanmu," batinnya.Sesampainya di rumah, Yuki segera meringkas dan memilah semua barang pemberian Dion. Memasukkannya ke dalam kotak besar. Ada beberapa boneka, pakaian, sepatu, bahkan jam tangan pasangan. Ada juga cincin yang Dion berikan sebagai hadiah ulang tahunnya tahun lalu. Tak hanya itu, Yuki
Saat Dion ingin pergi meninggalkan Luna, Luna mengatakan sesuatu yang membuat Dion mengurungkan niatnya untuk pergi.Luna manatap punggung Dion yang membelakanginya, "Nggak cuma kamu yang bisa ngancam, Dion."Dion memegang gagang pintu darurat, "aku nggak peduli ucapanmu," ucap Dion tanpa memalingkan pandangan.Luna tersenyum masam, "wah, kamu sungguh nggak peduli? Meski itu adalah aibmu?" tanya Luna."Apapun itu aku udah bilang aku nggak peduli. Jangan ganggu aku, aku sibuk. Tunggu aku hubungi aja," kata Dion masih tidak mau peduli perkataan Luna."Ok, kita lihat aja. Sampai mana kamu bisa keras kepala dengan ketidakpedulianmu, setelah aku menyebar video kita semalam. Atau aku perlu mempostingnya di grup chat kantor?" Luna mulai menunjukkan taringnya untuk menggigit Dion.Dion berbalik menatap Luna, "apa maksudmu, Luna?" tanyanya dengan raut wajah tak senang.Luna tersenyum, "kenapa? Kamu takut?" ucap Luna merasa puas melihat wajah tidak senang Dion."Video apa yang kamu bicarakan?"
Seminggu telah berlalu, dan minggu berikutnya datang. Dalam seminggu, sudah banyak makanan, minuman, makanan penutup atau snack yang diterima Yuki dari Cristopher. Namun, semuanya diberikan Yuki pada Amelia dengan berbagai macam alasan. Tentu saja Amelia yang awalnya biasa saja akhirnya menaruh rasa curiga dan penasaran akan berbagai macam makanan yang selama ini diterimanya.Amelia menggeser kursinya mendekati Yuki yang sedang duduk menatap layar komputer."Yuki," panggil Amelia."Hm," jawab Yuki."Aku tuh penasaran, tapi ya nggak enak juga mau tanya. Gimana ya?" kata Amelia ragu-ragu."Apa sih? Tanya ya tanya aja, biar nggak penasaran. Kalau enggak ya enggak. Nggak usah bingung dong," sahut Yuki tanpa tahu apa maksud Amelia."Gitu ya, ya udah kalau gitu aku mau tanya nih ... sebenarnya makanan yang kamu kasih ke aku kamu beli atau kamu dapat dari orang? Jawab jujur," tanya Amelia tiba-tiba.Yuki langsung terdiam mendengar pertanyaan Amelia. Namun, dia masih belum bisa mengatakan yan
Yuki kembali ke kantor untuk mengambil ponselnya yang tertinggal. Karena saat pulang Yuki terburu-buru, dia lupa memasukkan ponsel ke dalam tas, dan hanya memasukkan ponsel ke dalam laci meja kerjanya.Di ambilnya ponsel dari dalam laci, lalu dimasukkannya ke dalam tas. Yuki segera pergi meninggalkan ruangan.Dia menunggu lift turun, beberapa saat kemudian pintu lift terbuka dan Yuki melihat ada di Cristopher di dalam lift. Cristopher sendiri terkejut melihat Yuki masih berada di kantor, padahal jam sudah menunjukkan pukul 8 malam."Masuklah," pinta Cristopher."Silakan Pak CEO turun lebih dulu," jawab Yuki. Pintu lift tertutup, dan lift berjalan turun. Yuki seketika menghela napas lega."Wah, bisa-bisanya kita ketamu disaat yang nggak tepat. Untung aja aku minta dia duluan turun," batin Yuki.Yuki melihat lift mulai berjalan naik dari lantai dasar ke lantai tempatnya berada. Begitu lift berhenti dan pintu terbuka, betapa terkejutnya Yuki melihat Cristopher yang masih ada di dalam li
Yuki berbaring memeluk boneka, dia memikirkan kembali perkataan Cristopher. "Dari mana dia tahu? Apa dia menyelidiki semuaya diam-diam? Kenapa dia melakukannya?" gumam Yuki menatap langit-langit kamarnya.Yuki menggelengkan kepala perlahan, "apa sih, kenapa juga aku kepikiran? tapi aneh aja gitu, kok dia mesti repot cari tahu, padahal kita kan cuma pasangan semalam. Apa dia beneran punya perasaan ke aku? Ah, nggak mungkin. Mana ada baru ketemu, lihat sekali langsung jatuh cinta. Masa iya dia jatuh cinta sama perempuan gak jelas yang ngajakin tidur bareng. Kalau iya namanya sih dia udah gila. Aku juga udah gila," batin Yuki.Semakin dipikirkan semakin aneh dan semakin membuat Yuki penasaran. Dia ingin bertanya, tetapi ragu. Bisa saja yang dipikirkannya tidak benar dan nantinya malah membuat salah paham.Malam semakin larut, tapi mata Yuki tak juga terpejam. Dia sudah berkali-kali mengubah posisi tidur bahkan sampai berguling. Namun, matanya tak juga mau terpejam. Malah yang ada matany
Cristopher melihat Dion sudah pergi jauh. Dia memalingkan pandangan menatap Yuki dan segera mengenakan jasnya kepada Yuki.Cristopher menggandeng tangan Yuki, "Ayo, saya antar kamu pulang."Yuki hanya menganggukkan kepala, dan mengikuti Cristopher.Yuki menatap tangannya yang digenggam Cristopher, lalu menatap punggung Cristopher. Dia hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya."Apa dia baru pulang?" batin Yuki bertanya.Cristopher membuka pintu mobil, dan Yuki segera masuk ke dalam mobil. Cristopher menutup pintu mobil dan segera berjalan menuju sisi lain mobilnya, lalu segera membuka pintunya dan masuk ke dalamnya.Yuki melihat Cristopher masuk ke dalam mobil, menutup pintu dan segera mengenakan sabuk pengaman."Terimakasih sudah membantu saya, Pak. Saya nggak tau apa yang akan terjadi kalau saja bapak gak datang bantu saya tadi," ucap Yuki bersyukur dan berterimakasih kepada Cristopher."Saya akui kamu memang berani, tapi kali ini keberanianmu bisa membuatmu dalam bahaya, Yuki.
Malam harinya ...Karena ada pekerjaan tambahan, Yuki memutuskan untuk lembur menyelesaikannya. Sehingga dia pulang terlambat daripada rekannya yang lain.Baru saja Yuki melangkahkan kaki keluar dari pintu utama gedung kantor, Dion yang sedari tadi sudah menunggu Yuki di lobi menghadang jalan Yuki."Yuki," panggil Dion. Berjalan mendekati Yuki.Yuki memalingkan pandangan dan langsung menghentikan langkahnya, "kenapa dia masih di sini? Apa dia juga lembur?" batin Yuki tidak senang.Dion berdiri dihadapan Yuki, "ayo bicara sebentar," ajak Dion."Maaf, aku sibuk. Lain waktu saja," tolak Yuki. Yang ingin segera pulang dan istirahat karena sudah lelah."Sibuk apa? Pekerjaanmu juga sudah selesai, 'kan?" tanya Dion."Memangnya kesibukan itu hanya pekerjaan? Aku juga punya hal lain yang harus dilakukan. Ngerti?" jawab Yuki mulai kesal."Aku nggak akan banyak menyita waktumu kok. 5 menit aja," kata Dion. Masih gigih membujuk Yuki untuk bisa diajak bicara."Apa sih maunya? bikin kesel aja," bat
Karena marah, Dion sama sekali tidak mau menjawab pesan ataupun panggilan dari Luna. Saat dihampiri, Dion menolak menemui dengan berbagai macam alasan. Mau tak mau Luna hanya bisa diam menunggu amarah Dion mereda, tetapi Luna juga tak punya kesabaran sebanyak itu. Dia yang memiliki sifat tidak sabaran berulah dengan menyebar rumor tak berdasar. Lagi-lagi yang dia andalkan hanyalah kekuatan orang lain bukan kekuatannya sendiri.Tiba-tiba saja beredar rumor jika Yuki memaksa Dion untuk memenuhi keinginanya. Padahal Dion sudah menolak. Sehingga membuat Dion dan Luna bertengkar dan bermusuhan. Rencana pernikahan Dion dan Luna pun berujung kandas. Semua penyebabnya adalah Yuki.Amelia yang tidak sengaja mendengar rumor itu, segera berlari menemui Yuki yang sedang sibuk bekerja. "Yuki, bisa ikut aku sebentar?" tanya Amelia dengan penuh harap."Ya? Ke-kenapa kamu melihatku begitu?" tanya Yuki bingung."Nanti aku jelasin. Pokoknya ikut aku dulu," jawab Amelia."Apa nggak bisa nanti? Sekarang
Keesokan harinya ... Seperti biasa, seorang kurir datang dan membawa buket bunga mawar merah dengan berukuran besar."Wah, ada yang ngirim bunga lagi.""Buat siapa?""Ya pasti Luna lah. Buketnya besar gitu.""Lebih besar dari yang kemarin nggak sih?"Luna yang melihat kurir di depan pintu dengan membawa buket bunga mawar segera berdiri dari duduknya."Itu pasti kiriman dari Dion," batin Luna senang.Baru saja Luna berdiri dan dengan percaya diri melangkah meninggalkan mejanya, kurir mengumumkan pemilik bunga tersebut."Atas nama Yuki ... " ucap kurir.Seketika tubuh Luna lemas. Dia segera berpegang pada ujung meja dan melangkah mundur."Yuki? Untuk Yuki?" gumam Luna."Eh, kok bukan Luna? Buat Yuki ternyata.""Lihat ... dia udah jalan mau ngambil bunganya tuh. Eh, tau-tau bukan buat dia.""Sstt ... jangan keras-keras kalau ngomong ih.""Udahlah. Kalian ini apa sih? Gitu aja ribut-ribut.""Astaga, siapa sih yang ngirim? Iri banget tau.""Makanya punya pacar. Punya pacar aja enggak sok-
Yuki, Amelia dan Thomas makan siang bersama di kantin. "Wah, menu makan siang hari ini enak sekali ya," ucap Amelia yang lahap makan."Nggak usah buru-buru makan. Besok, lusa dan seterusnya makanan kantin bakalan enak terus kok," sahut Thomas."Loh, kok bisa?" tanya Amelia kaget."Kan Pak Cristopher meninjau langsung bagian dapur dan meminta koki memperbaiki menu makanan. Beliau juga menambah biaya operasional dapur dengan uang pribadinya. Makanya menunya enak-enak," jelas Thomas bangga."Apa ada alasan, kenapa beliau bertindak demikian?" tanya Yuki ingin tahu alasan dibalik Cristopher yang langsung meninjau dapur kantin."Hm, kayaknya karena pas makan siang pertama kali deh. Beliau ngerasa makanan kantin kurang memuaskan, baik rasa ataupun menu. Beliau langsung kepikiran sama semua karyawannya. Dan saat beliau tanya kepala beberapa orang yang sedang makan, beliau mendapat jawaban yang mencengangkan. Beberapa orang itu menjawab mereka terpaksa makan karena makan siang kantor kan grat
Hari senin di mulai. Yuki mengawali paginya dengan sukacita dan senyuman. Berharap hari seninnya lancar dan baik-baik saja.Baru saja dia berpikir demikian, hal menyebalkan terjadi. 5 menit sebelum jam kerja, seorang kurir datang membawa buket bunga dan memberikannya kepada Luna. Dengan suara lantang, kurir tersebut menyebut nama Dion sebagai pengirimnya saat Luna bertanya siapa orang yang mengiriminya bunga. Seketika suasana dalam ruangan menjadi heboh dan ramai."Wah, Luna. Bunganya bagus banget.""Ciyeee yang dapet bunga dari pacarnya. Iri deh.""Mau juga dong. Pacarku gak seromantis pacarmu sih.""Nggak usah iri. Lagian ini kan cuma bunga. Yang nggak pernah dikasih bunga sama pacarnya sabar dulu ya. Hehe ... " ucap Luna melirik ke arah Yuki."Lihat nih, Dion ngasih aku bunga lagi. Gimana denganmu, Yuki?" batin Luna sombong.Yuki dan Luna sempat bertatapan sesaat. Sampai Yuki memilih untuk memalingkan pandangan karena merasa jijik dengan kelakuan Luna yang terang-terangan memusuhin
Yuki mendekati Amelia dan langsung memeluk Amelia dengan erat."Mel," panggil Yuki dengan perasaan sedih.Amelia mendorong Yuki dan segera menadahkan kepala, "Yuki ... " panggilnya yang langsung menangis tersedu-sedu.Yuki memeluk Amelia lagi. Mencoba menenangka Amelia."Kenapa kamu di sini, huh?" tanya Yuki mengusap air mata teman baiknya."Maafin aku. Aku nggak mau dengerin nasihatmu atau mamaku. Aku bener-bener bodoh banget," ucap Amelia."Coba tenang dulu," kata Yuki."Minum dulu," kata Cristopher menyodorkan botol berisi air mineral pada Amelia.Amelia kaget, "Pak CEO," katanya melongo."Nggak apa-apa. Kamu bisa santai kalau di luar kantor. Minum dulu, baru kita pindah tempat. Enggak enak dilihatin banyak orang," kata Cristopher.Amelia menerima botol pemberian Cristopher dan segara minim. Setelah minum sedikit, Cristopher meminta Yuki memapah Amelia berjalan mengikutinya. Mereka singgah disebuah kafe. Di sana Cristopher memesankan Yuki dan Amelia minum. Setelah menunggu beberap
Thomas meminta Cristopher melakukan video call. Cristopher menuruti dan menunjukkan seluruh varian yang ada di toko roti pada Thomas. Agar lebih mudah Cristopher menggumakan kamera belakang ponselnya."Yang itu, Pak."Cristopher mengambil satu roti pilihan Thomas, "yang ini?" tanyanya."Ya, Pak. Terus yang sebelahnya, Pak. Rasa keju dan sebelahnya lagi, lalu sebelahnya lagi yang rasa cokelat. Apa ada puding, Pak? Kalau ada belikan saya puding cokelat ya." "Ya, nanti aku tanyakan ke yang jual ada tidak puding cokelat. Seharusnya ada sih," jawab Cristopher."Ok, Pak. Saya mau memeriksa dokumen dulu. Bapak silakan bersenang-senang.Segera Cristopher mengakhiri panggilan dan mengambil apa yang sudah dipilih Thomas dan memasukannya ke dalam keranjangnya."Wah, bapak belikan pak Thomas ya?" goda Yuki."Iya nih. Mumpung saya inget," jawab Cristopher."Baiknya. Sampai inget segala," sahut Yuki."Begitu-begitu dia itu sudah lama kerja sama saya loh. Pokoknya dia orang yang paling bisa saya pe
Di toko buku, Cristopher menemui pemilik toko dan bertanya tentang buku novel "Boss Dingin dan Nona Manja" padanya. Pemilik toko langsung mengantar Cdistopher dan Yuki ke tempat di mana buku novel tersebut dipajang. "Kamu tahu yang sedang tren ya, Nak. Buku ini sedang laris-larisnya," ucap penjua sembari tersenyum. "Ya, Pak. Terimakasih sudah mengantar saya," ucap Cristopher. "Ya, sama-sama. Silakan lihat-lihat dulu. Saya mau menata buku," ucap si pemilik toko yang langsung pergi. Yuki menatap Cristopher dan segera menarik tangan Cristopher agar memiringkan kepalanya. Segera Cristopher tahu maksudnya dan memiringkan kepalanya. Yuki berbisik, "Pak, untuk apa beli buku novel itu?" tanyanya. "Untukmu," jawab Cristopher berbisik lembut. Yuki kaget, "ya? Untuk saya? Ke-kenapa? Kan saya sudah membaca setengahnya," jawab Yuki lagi berbisik. Cristopher mengambil satu buu novel "Boss Dingin da Nona Manja" dan diberikannya pada Yuki. "Yang kamu pinjam besok kembalikan ke Thomas