Sesampainya di rumah, Dion langsung berteriak memanggil mamanya. "Mama ... " teriak Dion.Seorang pria paruh baya keluar dari sebuah ruangan, "Ada apa, Dion? Kenapa kamu teriak?" tanyanya."Di mana mama, Pa?" tanya Dion menatap papanya. "Papa nggak tahu. Sejak tadi sore pergi belum pulang," jawab papa Dion.Dion yang kesal langsung melempar jasnya ke sofa dan duduk. Dia tak punya pilihan selain menunggu Mamanya pulang untuk minta penjelasan.Papa Dion menghampiri Dion. Duduk di sofa di hadapan Dion. Melihat anaknya tampak tidak baik-baik saja, Papa Dion langsung bertanya apa hal yang sudah terjadi."Ada apa? Apa ada masalah? Wajahmu tampak lg nggak baik-baik aja," tanya papa Dion yang masih ingin tahu."Apa papa juga tahu?" tanya Dion menatap papanya tiba-tiba."Tahu apa? Kamu ngomong yang jelas dong. Jangan buat papa bingung," jawab papa Dion."Papa tahu nggak kalau selama ini Yuki ngirimin uang ke Mama?" tanya Dion memastikan.Papa Dion terkejut, "Hah? Buat apa Yuki ngirim uang ke
Malam hari sebelum kejadian, Dion ternyata lebih dulu menghubungi Yuki. Merasa khawatir pada keadaan Dion, Yuki lantas menyusul Dion setelah tahu di mana Dion berada. Saat Yuki ingin membantu Dion yang sedang mabuk berat, tiba-tiba saja Luna muncul dan langsung membantu Dion. Yuki lantas mengurungkan niatnya dan memilih untuk pulang. Sepanjang perjalanan pulang, Yuki merasa sedih. Air matanya menetes begitu saja membasahi kedua pipinya. Aneh memang, kenapa dia harus menangisi laki-laki yang mengkhianatinya? Namun, Yuki tak bisa menepis jika Dion adalah sosok yang amat disayanginya. Yuki menyeka air matanya, "Kamu nggak boleh lemah, Yuki. Beginilah hidup. Nggak semua berjalan sesuai keinginanmu," batinnya. Sesampainya di rumah, Yuki segera meringkas dan memilah semua barang pemberian Dion. Memasukkannya ke dalam kotak besar. Ada beberapa boneka, pakaian, sepatu, bahkan jam tangan pasangan. Ada juga cincin yang Dion berikan sebagai hadiah ulang tahunnya tahun lalu. Tak hanya itu,
Saat Dion ingin pergi meninggalkan Luna, Luna mengatakan sesuatu yang membuat Dion mengurungkan niatnya untuk pergi.Luna manatap punggung Dion yang membelakanginya, "Nggak cuma kamu yang bisa ngancam, Dion."Dion memegang gagang pintu darurat, "aku nggak peduli ucapanmu," ucap Dion tanpa memalingkan pandangan.Luna tersenyum masam, "wah, kamu sungguh nggak peduli? Meski itu adalah aibmu?" tanya Luna."Apapun itu aku udah bilang aku nggak peduli. Jangan ganggu aku, aku sibuk. Tunggu aku hubungi aja," kata Dion masih tidak mau peduli perkataan Luna."Ok, kita lihat aja. Sampai mana kamu bisa keras kepala dengan ketidakpedulianmu, setelah aku menyebar video kita semalam. Atau aku perlu mempostingnya di grup chat kantor?" Luna mulai menunjukkan taringnya untuk menggigit Dion.Dion berbalik menatap Luna, "apa maksudmu, Luna?" tanyanya dengan raut wajah tak senang.Luna tersenyum, "kenapa? Kamu takut?" ucap Luna merasa puas melihat wajah tidak senang Dion."Video apa yang kamu bicarakan?"
Seminggu telah berlalu, dan minggu berikutnya datang. Dalam seminggu, sudah banyak makanan, minuman, makanan penutup atau snack yang diterima Yuki dari Cristopher. Namun, semuanya diberikan Yuki pada Amelia dengan berbagai macam alasan. Tentu saja Amelia yang awalnya biasa saja akhirnya menaruh rasa curiga dan penasaran akan berbagai macam makanan yang selama ini diterimanya.Amelia menggeser kursinya mendekati Yuki yang sedang duduk menatap layar komputer."Yuki," panggil Amelia."Hm," jawab Yuki."Aku tuh penasaran, tapi ya nggak enak juga mau tanya. Gimana ya?" kata Amelia ragu-ragu."Apa sih? Tanya ya tanya aja, biar nggak penasaran. Kalau enggak ya enggak. Nggak usah bingung dong," sahut Yuki tanpa tahu apa maksud Amelia."Gitu ya, ya udah kalau gitu aku mau tanya nih ... sebenarnya makanan yang kamu kasih ke aku kamu beli atau kamu dapat dari orang? Jawab jujur," tanya Amelia tiba-tiba.Yuki langsung terdiam mendengar pertanyaan Amelia. Namun, dia masih belum bisa mengatakan yan
Yuki kembali ke kantor untuk mengambil ponselnya yang tertinggal. Karena saat pulang Yuki terburu-buru, dia lupa memasukkan ponsel ke dalam tas, dan hanya memasukkan ponsel ke dalam laci meja kerjanya.Di ambilnya ponsel dari dalam laci, lalu dimasukkannya ke dalam tas. Yuki segera pergi meninggalkan ruangan.Dia menunggu lift turun, beberapa saat kemudian pintu lift terbuka dan Yuki melihat ada di Cristopher di dalam lift. Cristopher sendiri terkejut melihat Yuki masih berada di kantor, padahal jam sudah menunjukkan pukul 8 malam."Masuklah," pinta Cristopher."Silakan Pak CEO turun lebih dulu," jawab Yuki. Pintu lift tertutup, dan lift berjalan turun. Yuki seketika menghela napas lega."Wah, bisa-bisanya kita ketamu disaat yang nggak tepat. Untung aja aku minta dia duluan turun," batin Yuki.Yuki melihat lift mulai berjalan naik dari lantai dasar ke lantai tempatnya berada. Begitu lift berhenti dan pintu terbuka, betapa terkejutnya Yuki melihat Cristopher yang masih ada di dalam li
Yuki berbaring memeluk boneka, dia memikirkan kembali perkataan Cristopher. "Dari mana dia tahu? Apa dia menyelidiki semuaya diam-diam? Kenapa dia melakukannya?" gumam Yuki menatap langit-langit kamarnya.Yuki menggelengkan kepala perlahan, "apa sih, kenapa juga aku kepikiran? tapi aneh aja gitu, kok dia mesti repot cari tahu, padahal kita kan cuma pasangan semalam. Apa dia beneran punya perasaan ke aku? Ah, nggak mungkin. Mana ada baru ketemu, lihat sekali langsung jatuh cinta. Masa iya dia jatuh cinta sama perempuan gak jelas yang ngajakin tidur bareng. Kalau iya namanya sih dia udah gila. Aku juga udah gila," batin Yuki.Semakin dipikirkan semakin aneh dan semakin membuat Yuki penasaran. Dia ingin bertanya, tetapi ragu. Bisa saja yang dipikirkannya tidak benar dan nantinya malah membuat salah paham.Malam semakin larut, tapi mata Yuki tak juga terpejam. Dia sudah berkali-kali mengubah posisi tidur bahkan sampai berguling. Namun, matanya tak juga mau terpejam. Malah yang ada matany
Dengan alasan mencari berkas ke gudang yang terletak di lantai yang sama dengan ruangan CEO, Yuki berpamitan pergi pada Amelia sepuluh menit sebelum memasuki waktu istirahat makan siang. Yuki meminta Amelia untuk tidak menunggunya dan makan siang lebih dulu. Amelia mengiakan permintaan Yuki, meminta Yuki tidak terlalu lama di gudang sehingga tidak melewatkan waktu makan siang.Kesempatan itu digunakan Yuki untuk diam-diam menemui Cristopher di ruangannya. Sebelum masuk ke ruang CEO, Yuki lebih dulu bertemu Thomas dan meminta izin masuk."Halo, Pak," sapa Yuki."Halo, Nona Yuki. Apa ada yang perlu dibantu?" tanya Thomas."Maaf tiba-tiba datang. apakah pak CEO berada dalam ruangan? Bolehkah saya bertemu sebentar? Ada sesuatu hal yang ingin saya sampaikan pada beliau," tanya Yuki usai menyapa Thomas. Dia meminta izin pada Thomas bertemu Cristopher.Thomas bangun dari posisi duduk, "oh, begitu. Pak CEO ada di dalam. Sebentar ya, saya sampaikan dulu kedatangamu pada beliau," kata Thomas.T
Yuki duduk diam menatap layar komputernya. Pikirannya dipenuhi dengan Cristopher yang membuatnya kesal.Dahi Yuki berkernyit, "Bisa-bisanya dia kayak gitu. Nyebelin banget," gumam Yuki."Astaga, kepalaku mau meledak. Bisa-bisanya dia pinter ngomong. Cocoknya dia jadi juru bicara nggak sih. Muka sama sifatnya beda banget. Kenapa sih dia harus jadi Bosku di kantor? Kebetulan macam apa ini ya Tuhan?" batin Yuki mengeluh.Yuki memendamkan wajahnya di atas meja, "Apa aku berhenti kerja aja terus buka usaha ya? Eh, tapi usaha apa? Aku bahkan nggak punya rencana atau kepikiran mau buat usaha. Hais ... bener-bener deh, keluhnya lagi."Beberapa kali Yuki membenturkan kepalanya ke meja. Sampai ditegur Amelia."Yuki, kamu ngapain benturin kepalamu ke meja?" tanya Amelia yang baru saja datang.Yuki memalingkan pandangan menatap Amelia, "Ada rekomendasi usaha nggak? Usaha apa gitu," tanyanya tiba-tiba.Amelia mengerutkan dahi, "usaha? Kamu mau buka usaha?" tanyanya."Ya, kalau terpaksa. Enaknya us
Saat Yuki dan Cristopher sedang asik memasak, tiba-tiba terdengar suara bel."Siapa yang datang? Biar aku buka," kata Cristopher.Cristopher ingin membuka pintu, tapi dicegah Yuki."Tunggu," ucap Yuki."Ya? Kenapa?" tanya Cristopher."Apa bapak janjian sama Pak Thomas, dan memintanya datang ke sini?" tanya Yuki memastikan.Cristopher menggelengkan kepala, "enggak, saya nggak pernah ganggu waktu libur karyawan saya kok. Biasanya kalau ada urusan mendesak saya paling chat atau telepon. Itupun jarang saya lakukan," jawabnya."Kalau gitu siapa?" gumam Yuki mengerutkan dahi."Makanya saya buka dulu biar kita tahu siapa. Mungkin tetangga atau siapa gitu," jawab Cristopher."Masa iya tetangga. Nggak mungkin ah. Selama saya tinggal di sini, tetangga nggak pernah bertamu kok," jawab Yuki.Bel pintu terus berbunyi, sampai tiba-tiba terdengar suara ketukan."Yuki, Yuki ... " panggil seseorang dari luar, yang adalah Amelia.Yuki dan Cristopher saling menatap kaget. "Itu 'kan teman kamu," kata Cr
Dipeluknya tubuh Yuki, lalu diciuminya leher sampai bahu Yuki.Cristopher menggigit, lalu menghidap lembut daun telinga Yuki."Ah, mmhh ... " erang Yuki tersentak. Dia tidak menduga Cristopher akan menggigit dan menghisap telinganya.Dikecupnya leher, dada, lalu digigitnya telinga sebelahnya dan dihisap lembut.Yuki memejamkan mata, menikamti setiap kecupan Cristopher. Bibirnya sedikit terbuka, membuat Cristopher tergoda untuk menciumnya. Diciumnya bibir Yuki dengan lembut.Sementara kedua bibir bergulat, tangan nakal Cristopher menyusup masuk ke dalam kaus yang Yuki kenakan. Diusapnya perut Yuki, sampai naik ke atas. Disentuhnya dada Yuki lembut."Ah ..." Tangan yang nakal itu kini mengusai dada Yuki. Dengan sengaja dada Yuki dipermainnkan agar Cristopher mendengar suara seksi desahan Yuki."Ahh ... mhh ...""Ahh ... paakk ...""Hm? Kenapa?" bisik Cristopher."Ahh ... hhh ... ja-jangan disentuh," pinta Yuki."Nggak boleh disentuh? Kalau dicium boleh nggak?" tanya Cristopher.Yuki me
Alfred dan Lily mengajak Cristopher dan Yuki makan malam di sebuah kedai makan sedeharan. Menurut Alfred, kedai masakan di kedai tersebut enak. Dan kebetulan Alfred dan Lily kenal baik pemilik kedai.Demi untuk menjamu tamu istimewa, Alfred memesan hidangan yang istimewa juga. Yuki terlihat senang, dia bisa makan mie pedas yang dirindukannya. Karena Cristopher tak bisa makan pedas, dia pesankan mie dengan kuah tidak pedas."Gimana? Enak, 'kan?" tanya Alfred."Enak sekali. Coba aja rumahku di sini. Udah pasti tiap mood turun langsung makan di sini," jawab Yuki."Kamu mau pindah tinggal di sini? Ada tuh rumah kosong yang dijual. Kebetulan pemiliknya sudah diajak tinggal bareng anaknya dan rumahnya dijual," jawab Alfred.Cristopher menatap Yuki, "memangnya kamu yakin betah? Ntar semimggu juga udah bosen," sahutnya.Yuki menatap Cristopher, "kayaknya itu bapak deh, bukan saya. Saya tinggal di mama aja ok kok," jawab Yuki.Alfred dan Lily memperhatikan kedua orang dihadapan mereka yang sed
Sebelumnya ...Karena keasikan bermain dan lupa waktu, tidak terasa Cristopher dan Yuki tinggal lebih lama dari perkiraan."Gimama ini, Pak? Udah mau malam," kata Yuki panik."Saya juga nggak tahu ini gimana. Kita keasikan main sih," jawab Cristopher."Kalian nggak nginep aja?" tawar Alfred.Yuki menatap Cristopher, keduanya saling bertatapan."Gimana? Mau nginep?" tanya Cristopher pada Yuki."Bapak sendiri gimana? Saya sih nggak masalah nginep. Toh besok hari minggu," jawab Yuki."Saya juga nggak masalah, tapi saya perlu telepon yang jaga Stevy dulu sekalian ngasih tahu Stevy kalau saya nggak bisa jemput dia. Kalau gitu kita nginep aja ya?" jawab Cristopher.Yuki menganggukkan kepala, "iya, Pak.""Jadi nginep? Kalau iya aku sama istriku siapin kamar dan keperluan kalian dulu. Oh ya, mau 1 kamar atau 2 kamar nih?" tanya Alfred."Dua," jawab Yuki."Satu," jawab Cristopher.Dan mereka menjawab di waktu yang bersamaan.Alfred dan Lily saling memandang penuh rasa heran."Aduh, kok. Jawaba
Nicholas berjalan mendampingi Thomas menuju ruang khusus yang sudah dipesan Stevano. "Pak, apa sungguh nggaka akan terjadi apa-apa?" tanya Thomas pada Nicholas."Apa maksudmu? Ini hanya makan malam dan Pak Ketua cuma ingin mengobrol santai denganmu," jawab Nicholas.Thomas terdiam, "apa sungguh nggak apa-apa? Kok aku merinding?" batinnya khawatir.Nicholas menghentikan langkah kakinya, "jawab aja sebisamu. Apa yang kamu tahu apa adanya. Tanpa mengurangi atau menambahi. Beliau nggak suka orang yang banyak omong jadi kalau bisa jawabanmu sesuaikan pertanyaan beliau," ucapnya. Memberikan saran untuk Thomas."Oh, kalau seperti itu sama kayak ngadepin Pak Cris dong. Jadi nggak akan ada masalah," batin Thomas."Saya mengerti," jawab Thomas."Bagus. Ayo, nggak baik membiarkan atasan menunggu," kata Nicholas.Keduanya kembai berjalan dan tidak beberapa lama sampai."Tunggu dulu di sini. Aku akan kasih tau kedatanganmu ke beliau," kata Nicholas."Ya," jawab Thomas.Nicholas masuk dalam ruanga
"Jangan bahas apapun tentang Giant Grup. Mengerti?" tulis Cristopher cepat-cepat, lalu mengirimnya pada Alfred.Ponsel alfred berdering, Cristopher dan Alfred saling bertatapan. Dengan cepat Cristopher memberi isyarat agar Alfred segera membaca pesannya. Untungnya Alfred peka dan lansung tau maksufd Cristopher."Maaf ya, sebentar. Ada pesan mendesak yang harus saya baca," kata Alfred.Alfred membaca pesan Cristopher, lalu meletakkan ponselnya di atas meja."Pekerjaanku lancar. Cuma ada masalah dikit. Nantilah aku ceritain lebih jelasnya," kata Cristopher."Oh, ok-ok. Santai saja," jawab Alfred.Lily datang membawa teh dan kudapan."Maaf lama. Walaupun tidak seberapa, tapi mohin dicicipi. Ini produk rumahan penduduk sini," kata Lily."Oh, iya. Makasih," jawab Yuki.Lily duduk di samping suaminya, dan mereka mulai mengobrol. Setelah cukup lama mengobrol, barulah Yuki tahu tempat apa yang dia dan Cristopher kunjungi.Tepat di belakang rumah Alfred, ada dua rumah terpisah yang digunakan A
Akhir pekan tiba. Ini pertama kalinnya Cristopher bersantai diakhir pekan karena biasanya dia akan sibuk dengan alat berat di tempat gym. Yuki tak mengizinkan Cristopher melakukan olah raga berat dan hanya diperbolehkan berlari mengelilingi taman dan sekitaran apartemen.Usai olah raga, Cristopher dan Yuki memasak sarapan bersama. Mereka membagi tugas dan saling membantu saat membutuhkan.Karena tidak hati-hati saat bergerak, siku Yuki tidak sengaja menyenggol sebuah mangkuk kaca yang membuat mangkuk kaca jatuh dan pecah."Awas," kata Cristopher.Dengan sigap Cristopher mengangkat tubuh mungil Yuki dan mendudukan Yuki di meja dapur. Agar Yuki tidak mengingak pecahan mangkuk. Segera Cristopher memeriksa kaki Yuki."Ada yang sakit? Kamu kena pecahan kaca?" tanyanya panik.Yuki menggelengkan kepala, "enggak ada yang sakit kok," jawabnya.Melihat kaki Yuki baik-baik saja. Seketika Cristopher menghela napas lega.Melihat Cristopher yang panik dan mengkhawatirkannya, membuat Yuki senang. Ja
Sepanjang perjalanan menuju apartemen Luna, Luna dan Dion hanya saling diam. Merasa ada sesuatu dengan Luna, Dion memberanikan diri bertanya."Ada apa?" tanya Dion."Apanya?" tanya balik Luna."Kamu nggak kayak biasanya. Kenapa diem terus?" tanya Dion lagi."Lagi nggak mood," jawab Luna."Kamu nggak mau cerita?" tanya Dion menatap Luna sekilas, lalu kembali menatap ke depan."Kamu ada ngomong apa sih ke mamamu? Kok kayaknya mamamu itu nggak suka gitu loh sama aku," tanya Luna ingin tahu."Masa sih? Aku nggak ada ngomong apa-apa kok. Aku cuma ngasih tau mama aja kalau mau ada yang kenalan. Terus tanya, mama ada waktu enggak, gitu aja. Nggak yang macem-macem," jawab Dion berbohong. Sebenarnya Dion sudah menceritakan semua keburukan Luna pada Mamanya dan karena itulah Mamanya ingin segera menemui Luna."Beneran? Kamu nggak lagi bohong, 'kan?" tanya Luna ingin jawaban yang jujur dari Dion."Aku enggak bohong, Luna. Serius," jawab Dion dengan penuh keyakinan. "Terus kenapa ya? Kok cara li
Hari pertemuan yang dinantikan akhirnya datang. Luna dan Lusiana bertemu untuk makan malam, sepulang kerja.Luna memperkenalkan diri pada Lusiana. Bersikap ramah dan sopan. Dia tersenyum dengan begitu anggun."Halo, tante. Senang ketemu tante. Saya Luna," sapa Luna."Oh, halo. Saya Lusiana, mamanya Dion. Senang bertemu denganmu," sapa Lusiana tersenyum cantik.Lusiana mempersilakan Luna duduk. Luna duduk berhadapan dengan Lusiana, dan Dion duduk di samping Luna.Tanpa banyak menunggu, Lusiana segera memanggil pelayan dan memesan menu makan malam. "Berapa usiamu, Luna?" tanya Lusiana."25, tante," jawab Luna."Ah, 25 tahun. Tinggal sendiri atau bersama keluarga?" tanya Lusiana lagi."Saya nggak punya keluarga. Saya besar di panti asuhan dan sekarang tinggal sendiri," jawab Luna."Aduh, anak nggak punya orang tua. Gimana bisa sih Dion kenal perempuan kayak gini. Masih mending Yuki," batin Lusiana."Oh, begitu. Pasti sulit ya," kata Lusiana."Nggak juga. Saya sudah terbiasa sendiri dan