Washington D.C. USA.
“Dad, aku tidak ingin menikah dengan pria pilihanmu!”
Ariel menolak tegas dan penuh penekanan di kala ayahnya, memaksa dirinya untuk menikah. Wanita berparas cantik itu segera menjauh dari sang ayah. Tatapannya menatap dingin ayahnya yang berdiri di hadapannya.
“Oh, Ariel. Pernikahanmu bukan permintaan, tapi perintah yang tak bisa dibantahkan.” Yuval—ayah Ariel—berkata santai tenang, dengan senyuman licik.
Ariel mendesah kasar. “Dad, bagaimana bisa kau berpikir menikahkanku dengan pria yang bahkan seusia denganmu. Di mana jalan pikiranmu?”
Ariel hampir tak mengerti dengan cara jalan berpikir ayahnya. Dia diminta menikah dengan sosok pria yang bahkan usianya sama seperti usia ayahnya. Tentu Ariel masih cukup waras. Sekalipun, ayahnya mengatakan pria yang dipilihkan ayahnya sangat kaya, tetap tidak membuatnya silau akan harta.
“Ariel, pria yang aku pilihkan untukmu adalah pria yang terbaik. Kau keruk hartanya, dan jika kau sudah muak dengannya, kau racuni saja dia. Kondisi perusahaan kita sedang terpuruk. Cara jalan satu-satunya adalah pernikahanmu dengan pria itu.” Ayah Ariel berkata tanpa sama sekali ada beban.
“Dad—”
“Apa yang dikatakan Daddy benar. Jalan satu-satunya membuat kondisi perusahaan kita membaik adalah kau menikah dengan tua bangka itu.” Flora—kakak tiri Ariel—melenggang dengan anggun menghampiri Ariel. Wajah angkuh wanita itu begitu sangat terlihat.
Ariel menatap Flora dengan tatapan tajam. “Kalau cara menyelamatkan perusahaan dengan cara seperti itu, lebih baik kau saja yang menikah dengannya. Jangan meminta aku untuk menanggung beban sialan ini.”
Flora tersenyum sinis. “Ariel, kau ini kan anak seorang pelacur, jadi sudah sepantasnya kau membalas budi keluarga ini.”
“Jangan pernah menghina ibuku!” bentak Ariel tak terima di kala ibunya dihina dengan sebutan ‘Pelacur’.
“Ibumu memang pelacur,” balas Flora kejam.
Tangan Ariel mengepal begitu kuat. “Kau pikir kau wanita suci?! Kau memiliki pikiran licik, sama saja dengan kau wanita kotor!”
Plakk
Flora melayangkan tamparan keras di wajah Ariel, hingga membuat wanita itu tersungkur di lantai. Sudut bibir Ariel mengeluarkan darah segar. Tamparan yang sangat keras menyebabkan darah keluar dari bibirnya.
“Jaga mulutmu! Kau harusnya sadar diri, Ariel! Kau itu anak pelacur! Kalau bukan karena kebaikan hati ibuku, mana mungkin kau menyandang nama DiLaurentis?!” seru Flora kasar.
Mata Ariel sudah berkaca-kaca menahan air mata sekaligus amarah yang membakarnya. Ini bukan pertama kali Ariel dihina sebagai anak pelacur. Dia sudah mendengar kata-kata itu sejak dirinya masih kecil.
“Enough, Flora.” Yuval menggerakkan kepalanya, meminta Flora untuk berhenti.
Flora masih tak puas. Dia ingin kembali menyerang Ariel. Akan tetapi, permintaan sang ayah tak mungkin dirinya abaikan. Dia terpaksa untuk menjauh menuruti perintah sang ayah.
Ariel menyeka air mata yang keluar dari sudut matanya. Pun wanita itu menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. Wanita itu mengatur napasnya, berusaha meredam kemarahan dalam dirinya.
Ariel bangkit berdiri. “Aku rasa aku sudah cukup berada di sini. Lebih baik kalian menghapus nama DiLaurentis di belakang namaku. Aku tidak butuh nama itu berada di belakang namaku.”
Yuval terpancing emosi mendengar kata-kata Ariel. “Jangan sombong kau, Ariel! Kau pikir kalau bukan karena aku, bagaimana caramu bisa menjadi seorang dokter hebat?! Aku yang menaikan derajatmu. Kalau dulu aku membuangmu, mungkin kau akan tinggal di rumah kumuh milik ibumu itu!”
Mata Ariel menatap Yuval penuh emosi dan kebencian. “Berapa uang yang kau keluarkan untukku?! Aku akan membayar uangmu!”
Yuval tersenyum mencemooh. “Aku mengurusmu dari kau lahir. Itu adalah nominal yang tidak ternilai. Gaji seorang dokter bedah, tetap tidak akan mampu membayar. Tapi, menurutku kalau kau menikah dengan pria pilihanku, maka kau bisa membayar hutang-hutangmu. Pria yang aku pilih sangat kaya. Kau bisa mendapatkan banyak uang ketika menjadi istrinya. Lebih baik kau dijadikan istri daripada hanya simpanan, kan?” balasnya tajam.
Flora menyeringai kejam, menatap sinis adik tirinya itu. “You have no choice, Ariel. Darah seorang pelacur mengalir di seluruh tubuhmu. Sekalipun kau sekarang memiliki profesi cukup bagus, tetap saja kau akan tetap menjadi seorang pelacur. Well, hanya caranya saja yang berbeda. Nasibmu sedikit jauh lebih baik daripada ibumu.”
Manik mata Ariel, menatap kakak tirinya dan ayahnya dengan penuh kebencian.
***
Hidup Ariel bagaikan berada di neraka. Wanita itu dipaksa menikah dengan seorang pria tua kaya raya, hanya demi membuat perusahaan keluarganya tetap berjaya. Hari ini tepatnya hari di mana yang harusnya membuatnya bahagia—malah membuat Ariel seolah ingin mati.
Gaun pengantin yang indah, dipadukan dengan make-up membuat Ariel bagaikan seorang ratu. Hanya dalam hitungan jam, sebentar lagi dirinya akan menikah dengan pria tua yang sama sekali tak dia cintai.
“Perfect, Anda sangat cantik, Nona,” puji seorang make-up artist dengan penuh kekaguman pada Ariel.
Ariel menatap sang make-up artist yang ada di hadapannya. Otak wanita itu sekarang berpikir bagaimana bisa melarikan diri dari kota ini. “Bisakah aku meminta tolong padamu?” pintanya dengan serius.
Sang make-up artist tersenyum sopan. “Tentu saja, Nona. Apa yang Anda, butuhkan?”
“Tolong ambilkan tas berwarna cokelat yang ada di lantai bawah. Aku membutuhkan tas itu,” pinta Ariel lagi.
Sang make-up artist mengangguk. “Baik, Mohon tunggu, Nona.”
Lalu, sang make-up artist melangkah pergi meninggalkan ruang rias itu. Tepat di kala sang make-up artist sudah pergi—Ariel segera mengganti sepatunya dengan sneakers—dan mengambil tas kecilnya.
Ariel mengendarkan pandangan ke sekitar, di kala dia merasa sudah aman, dia langsung menarik kain tile di kepalanya dan mengikat ke balkon. Dengan cepat, wanita itu melompat turun dari balkon dibantu dengan kain tile yang terikat.
Suara berisik terdengar akibat lompatan Ariel. Tanpa peduli dengan sakit di kaki, wanita itu berlari meninggalkan tempat di mana acara pernikahannya berlangsung. Tampak lima pengawal berbadan besar tersentak terkejut di kala melihat Ariel melarikan diri. Mereka semua serempak kompak mengejar Ariel.
Ariel panik di kala lima pengawal mengejar dirinya. Wanita itu mencari tempat untuk bersembunyi, tapi sayangnya dia kesulitan mencari tempat. Hingga kemudian, tatapan wanita itu teralih pada sebuah mobil mewah berwarna hitam, yang kebetulan pintunya tak tertutup rapat.
Ariel segera masuk ke dalam mobil mewah itu. Lalu sialnya ternyata ada sosok pria tampan yang merupakan pemilik mobil mewah itu berada di dalam sana. Terlihat jelas pria tampan itu terkejut melihat Ariel. Apalagi kondisinya Ariel memakai gaun pengantin.
“Kau—”
Tanpa diduga, Ariel meraih kedua rahang pria itu dan mencium bibir pria itu—demi menghindar dari pengawal keluarganya yang berada di luar mencarinya. Bibirnya menempel begitu lama seolah betah berada di permukaan kenyal pria tampan itu.
Pria tampan itu mendorong bahu Ariel, seraya melayangkan tatapan tajam penuh peringatan. “Apa kau sudah gila?!”
Suara bentakan keras tak membuat Ariel gentar ataupun takut. Kondisi yang memaksanya untuk melakukan sebuah tindakan gila. Kalau saja dirinya tidak berada di ambang bahaya, mana mungkin dirinya mencium seorang pria.Tapi tunggu! Raut wajah Ariel menunjukkan keterkejutan sekaligus kebingungan. Wanita itu seolah mengenali sosok pria tampan yang membentaknya ini. Matanya mengerjap beberapa kali—dan meyakinkan bahwa apa yang dia lihat ini tidaklah salah.“K-kau … k-kau Tuan kaya yang pernah menjadi pasienku, kan? Tidak, maksudku keluarga pasienku.” Ariel tak mungkin lupa pada sosok pria tampan dan kaya yang merupakan keluarga pasien yang dulu dia tangani. Selain itu, dia pun dulu pernah tersangkut masalah.Shawn berdecak kesal. “Dan kau dokter ceroboh yang pernah menabrak mobilku, kan?” serunya mengungkit-ungkit kejadian lampau.Shawn Geovan—pria tampan dan gagah itu—tak mengira akan kembali dipertemukan dengan dokter konyol. Tepatnya dia tak mungkin lupa beberapa kejadian yang membuatny
“Aaaaaaa—” Suara lengkingan teriakan Ariel sontak membuat Shawn yang tertidur di samping, langsung membuka mata. Pria tampan itu mengumpat kasar seraya menyentuh telinganya yang sakit akibat suara teriakan Ariel.“Apa kau ini tinggal di hutan? Kenapa kau berteriak-teriak?” Shawn menatap jengkel Ariel yang ada di sampingnya. Pria itu benar-benar berusaha menahan kesabaran. Bayangkan saja, sudah sejak tadi malam, dirinya disusahkan oleh wanita ajaib itu.Ariel menarik selimutnya, memincingkan mata, menatap tajam Shawn. “Apa yang sudah kau lakukan padaku?! K-kau memerkosaku?”Shawn ingin mengumpat kasar pada wanita di sampingnya. “Kau lihat tubuhmu masih terbalut bathrobe. Kau masih memakai pakaian utuh. Kau juga dokter, kau tahu tanda-tanda tubuhmu telah diperkosa. Kenapa kau malah menanyakan pertanyaan konyol? Kau ini dokter lulusan mana?!”Ariel terdiam sebentar mendengar apa yang dikatakan oleh Shawn. Ingatannya langsung teringat bahwa tadi malam setelah membersihkan tubuh, dia sanga
New York, USA. Tiga bulan berlalu …Ariel terpaksa pindah dari pekerjaannya sekaligus apartemen lamanya, demi tidak bisa dilacak oleh keluarganya. Tidak hanya itu saja, tapi dia juga mengganti nomor teleponnya. Ya, Ariel meninggalkan semua hal yang diketahui oleh keluarga besarnya, demi dirinya mendapatkan kehidupan yang aman.Sebelumnya, Ariel tinggal di London. Akan tetapi sekarang dia memutuskan tinggal di New York. Dia tahu ke mana pun dirinya berada akan selalu menjadi incaran dari keluarga besarnya. Tapi, apa boleh buat. Kondisi yang membuatnya menjadi seperti ini. Melarikan diri adalah pilihan terbaik. Pagi itu, Ariel memulai pekerjaan baru di sebuah rumah sakit bergengsi yang ada di New York. Dia sempat menganggur hampir tiga bulan, karena tak langsung mendapatkan pekerjaan baru. Namun, untunglah nasib baik menghampiri Ariel sekarang. Dia mendapatkan pekerjaan baru di rumah sakit yang ada di Brooklyn.Hal yang paling Ariel lebih syukuri adalah dia mendapatkan gaji yang jauh
Ariel mengerjapkan mata beberapa kali, berharap bahwa apa yang dia lihat ini adalah sebuah kesalahan. Tapi semakin banyak dia mengerjap, malah membuatnya semakin yakin bahwa apa yang dia lihat ini adalah nyata. Tidak salah sama sekali. Sosok pria yang berdiri tak jauh darinya adalah pria yang sering sekali bertemu dengannya, tanpa sengaja.Ariel menjadi salah tingkah. Dia ingin berbalik pergi menghindar. Dia sangat malu bertemu pria kaya itu. Apalagi pria kaya itu tengah bersama dengan kakeknya. Rasanya dia ingin berlari sekencang mungkin. Tapi bagaimana bisa dirinya berlari?Sial! Ariel terjebak. Dia memilih untuk menunduk. Tidak mau melihat ke arah pria kaya itu. Meskipun otaknya konyol, tetap saja Ariel memiliki urat malu. Tiga bulan lalu, dia mengatakan hal konyol pada pria kaya itu. Lalu sekarang semesta seolah mengajaknya bercanda mempertemukannya dengan pria kaya yang menyebalkan.Shawn berdiri tegap di samping kakeknya yang mulai menyapa para dokter. Pria itu sedikit melihat k
Ariel merentangkan kedua tangannya sambil melangkah keluar dari ruang operasi. Wanita itu baru saja menggantikan pekerjaan salah satu dokter yang berhalangan datang. Sebagai dokter bedah umum, sudah hal biasa menangani tindakan operasi seperti halnya tumor jinak.Sudah jam waktunya pulang. Ariel dan Harmony tidak bersamaan, karena Harmony memiliki jadwal operasi di malam hari. Wanita itu memutuskan untuk segera bergegas pulang. Dia ingin langsung tidur.Hari pertama bekerja, sudah harus menjadi dokter pengganti. Untungnya pengalaman Ariel bisa dikatakan cukup. Jadi hal-hal seperti tadi bukanlah sebuah hal yang berat.Ariel melihat jam dinding waktu menunjukkan pukul enam sore. Wanita itu berjalan menuju ke halaman parkir rumah sakit. Namun, di kala dirinya hendak ingin menuju mobil—langkahnya berpapasan dengan Shawn yang juga masuk ke dalam mobil.Ariel dan Shawn saling melemparkan tatapan satu sama lain. Tatapan Shawn dingin. Sedangkan Ariel mengandung tatapan yang tak disangka. Duni
Tinggal sendiri di apartemen sederhana yang ada di Manhattan, membuat Ariel selalu melakukan apa pun sendirian. Bersih-bersih, masak, mencuci, dan lain sebagainya. Dia tak memakai pelayan karena dalam tahap penghematan.Memiliki profesi sebagai dokter sebenarnya membuat Ariel, memiliki hidup yang nyaman. Meskipun bukan pengusaha ternama, tapi dia hidup tanpa kekurangan. Akan tetapi, kemarin di kala dirinya di Washington D.C—tabungannya dikuras habis oleh Flora.Flora mengatakan bahwa Ariel tidak harus memiliki banyak uang. Bahkan kakak tirinya itu juga menjual asset yang dimiliki Ariel seperti apartemen di London. Ya, Ariel bukan takut melawan Flora, tapi dia menganggap bahwa dirinya sudah mencicil uang yang telah keluarga DiLaurentis keluarkan untuknya.Ariel memulai kembali semuanya dari nol di kala dirinya tiba di New York. Wanita itu menyewa apartemen sederhana dengan tipe studio. Pun mobil yang dia miliki bukanlah mobil mewah.Ariel tidak membayar sopir atau pelayan, demi penghem
Mata Ariel mengerjap beberapa kali terkejut melihat William Geovan—pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja—merupakan suami dari wanita paruh baya yang dia selamatkan. Napas Ariel sesak. Tangannya keringat dingin.“I-iya, Tuan Geovan.” Ariel menjawab dengan gugup.Ariel terlalu fokus menyelamatkan Marsha, sampai tidak melihat kartu identitas milik Marsha. Sungguh, Ariel tidak pernah tahu kalau dirinya menyelamatkan istri dari pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja.William tersenyum samar. “Terima kasih, Ariel.”“Dengan sennag hati, Tuan. Aku hanya menjalankan tugasku.” Ariel menundukkan kepalanya di hadapan William.“Grandma?” Shawn berjalan cepat masuk ke dalam ruang rawat Marsha. Pria itu langsung meninggalkan meeting, di kala mendengar kabar neneknya masuk rumah sakit.“Cucuku yang tampan.” Marsha tersenyum di kala Shawn memeluknya.“Grandma, apa yang terjadi? Katakan di mana yang sakit?” Shawn mengurai pelukannya, menatap cemas dan penuh khawatir neneknya itu.Marsha memb
“Ariel, perawat bilang kau tadi malam bermalam di rumah sakit?” Harmony melangkah menghampiri Ariel yang berada di ruang kerja temannya itu. Dia duduk tepat di hadapan Ariel. Sebelumnya, dia diberi tahu perawat kalau Ariel tak pulang dari kantor. Temanya itu malah memutuskan untuk bermalam di ruang kerja.Ariel menyesap kopi susu yang baru saja diantar oleh office boy. “Iya, aku tidak pulang. Aku terbangun di jam tiga pagi. Tidak mungkin aku pulang jam tiga pagi. Lebih baik aku bermalam di ruang kerjaku saja.”Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku pikir kau sudah pulang. Tadi malam kan aku memiliki operasi. Jadi, aku langsung pulang saja. Kalau aku tahu kau tertidur di ruang kerjamu, aku pasti akan membangunkanmu.”Ariel tersenyum samar. “It’s okay, Harmony. Aku memiliki beberapa pakaian ganti di ruang kerjaku. Jadi tidak sama sekali masalah kalau aku bermalam di ruang kerjaku.”Sebagai seorang dokter, yang terkadang memiliki jadwal mendadak—dia sudah menyiapkan beberapa perlen