Share

Hijrah Cinta Alisa
Hijrah Cinta Alisa
Author: Tessa Amelia

Bab 01. Terbongkar

"Jelaskan kenapa ini bisa ada di tempat sampahmu, Alisa!!"

Sentak Usman dengan nada tinggi kepada Alisa yang saat ini tengah menatapnya dengan terkejut.

Semua orang di ruangan itu terdiam kala Kyai pemilik pondok pesantren itu tiba-tiba datang sembari melemparkan sebuah benda putih ke atas meja.

“A-abi..”

PLAK!!

"Katakan pada Abi, Alisa! Darimana kamu mendapatkan benda ini?!!" suara Usman semakin meninggi.

Bahkan kali ini ia berani main tangan dengan putri yang selama ini selalu ia didik dengan lembut.

Kisah hidup Alisa sejak ia bayi, belajar berjalan, masuk tsanawiyah dan aliyah kini berputar di kepala pria paruh baya itu dan membuatnya semakin sesak.

Diam-diam ia berharap kalau benda itu hanyalah bentuk keisengan putrinya semata.

Namun, garis dua di testpack itu menunjukkan kalau benda itu pernah digunakan dan memberi hasil yang positif.

Sikap Alisa yang tak kunjung menjawab membuat Usman semakin muntab.

Dengan segera ia melangkah maju dan meraih tubuh putri tertuanya itu sebelum kemudian memaksanya mendongak.

"Katakan pada Abi, Alisa! Darimana kamu mendapatkan benda ini? Apa ini benar-benar punyamu?"

Bentakan ayahnya yang pertama kali membuat Alisa tak mampu menahan air mata.

Semua orang yang ada di sana, para santriwati yang sedari tadi berbicara dengannya pun tak ada yang berani bersuara selain menatap Alisa dengan terkejut.

Sebab, selama ini mereka mengenal Alisa sebagai seorang Ning yang shaliha dan tak pernah neko-neko.

Bahkan saat harus berurusan dengan para ikhwan pun Alisa selalu menundukkan pandangan.

"Alisa mohon maafkan Alisa, Abi. Alisa salah, Alisa -"

“Kamu hamil, Alisa?”

Sebuah suara lembut menyambut pendengaran Alisa hingga membuat pertahanan terakhirnya runtuh.

Air matanya semakin deras kala memandang pintu yang menghubungkan ruang tamu dan dapur.

Di sana, Uminya berdiri dengan mata yang membelalak tak percaya.

“Alisa tidak sadar Umi. Alisa khilaf..”

"Apa didikan Abi kurang keras hingga membuat kamu berani melakukan hal menjijikan ini, Alisa? Sekarang apa bedanya kamu dengan jalang di luar sana? Bahkan mereka lebih bermartabat, karena tidak melakukannya dengan gratis!"

seru Usman yang membuat air mata Alisa semakin mengalir dengan deras.

"Abi, umi mohon sudah. Sebaiknya kita mencari tahu siapa pria itu dan memintanya menikahi Alisa secepatnya." pinta umi Usman yang berusaha melindungi putrinya.

"Jangan pernah kamu melindungi Alisa, Umi! Dia telah mencoreng nama baik keluarga kita dan benar-benar membuat malu nama pesantren!" jelas Abi Usman yang benar-benar tidak habis pikir dengan semua ini.

"Apa kamu lupa dengan asal usulmu sebagai Ning dari pesantren ini? Dari seluruh keturunan kakekmu sebagai pendiri pesantren, hanya kamu yang bersikap seperti layaknya perempuan tak tahu agama!!”

Usman benar-benar merasa kecolongan. Bisa-bisanya dia tidak mengetahui apa yang terjadi.

Bahkan yang membuatnya tidak menyangka adalah kenapa bisa putri yang mereka banggakan bisa hamil tanpa sepengetahuan mereka.

"Katakan siapa ayah dari anak itu, Alisa!"

Alisa terdiam dan hanya bisa menangis, karena sejujurnya, dia juga bingung bagaimana harus menjelaskan semua ini kepada abinya.

Sungguh, rasanya sulit sekali untuk menceritakan semua ini pada keluarganya, karena saat ini bukan hanya keluarganya saja, tapi ada para santriwati yang turut melihat.

Awalnya, dia pikir semua akan baik-baik saja setelah kejadian malam itu. Namun, semua berubah saat Alisa mulai kehilangan tamu bulanannya bulan ini.

"Katakan, Alisa!" geram abinya yang kembali ingin memukul Alisa.

"Alisa tidak tahu, Bi. Semuanya terjadi begitu cepat. A-alisa..."

Namun, sebelum wanita itu sempat menjelaskan lebih lanjut, Usman telah lebih dulu mengalihkan padangan dengan membalikkan tubuhnya ke arah pintu dapur.

"Pergi, Alisa." kata Usman. Semua kesalahan yang putrinya bisa ia maafkan, tapi tidak untuk yang satu ini.

Ucapan Usman membuat Alisa membelalakkan mata, sedangkan uminya yang sedari tadi memeluknya berteriak tak terima.

"Abi!!!”

Jika memang Alisa memiliki kekasih maka Usman pasti akan meminta pria itu untuk bertanggung jawab tanpa harus mengusir Alisa.

Namun, ketidaktahuan Alisa membuat Usman kehilangan pertahanan terakhir yang ia harapkan.

"Alisa, katakan siapa yang telah menghamilimu? Biar kami yang meminta pertanggungjawaban darinya, Nak. Kamu tidak bisa pergi dengan keadaan seperti ini!"

"Alisa nggak tahu siapa laki-laki itu umi. Alisa benar-benar nggak tahu." jawab Alisa karena memang dia tidak mengetahui siapa laki-laki itu.

Mendengar apa yang dijelaskan putrinya membuat umi Zainab merasa sakit.

Dia benar-benar merasa sakit ketika mengetahui bahwa putrinya tidak tahu siapa laki-laki yang telah menghamilinya.

"Sudah dengar kan, Umi? Inilah anak yang selama ini kita bangga-banggakan. Tak ada bedanya dengan Jalang. Pergilah dari sini, Alisa. Abi tidak bisa menerima anak itu. Abi benar-benar tidak bisa menerimanya."

"Baik, jika itu sudah menjadi keputusan Abi. Alisa akan pergi. Alisa tidak akan pernah lagi kembali ke sini. Maaf sudah membuat Abi dan Umi merasa malu. Maafkan Alisa," ucap Alisa.

Sebelum beranjak, ia memegang kedua kaki orang tuanya sebagai penghormatan dan menjatuhkan air matanya di sana.

Setelah itu, Alisa berdiri dan melangkahkan kaki ke depan pintu. Di sana, tas yang sebelumnya ia pakai untuk pergi ke apotek masih teronggok di meja.

Kali ini, ia bersyukur karena santriwati yang biasa membantunya menyimpan tas malah lupa melakukannya.

"Alisa…" Zaenab terus saja menangis saat melihat Alisa menyampirkan tas selempang itu di pundaknya. “Jangan tinggalkan Umi, Nak. Jangan tinggalkan Umi"

teriak umi Zainab karena dia tidak ingin ditinggalkan oleh putrinya seperti itu. Apalagi di luar sedang hujan deras.

Namun, Alisa tetap berdiri dan bersiap.

Dia sudah diusir dan harus mengambil keputusan itu. Oleh karena itu, setelah mengucapkan salam, gadis itu benar-benar pergi dan dia tidak mendengarkan apapun lagi yang dikatakan oleh uminya.

Saat Alisa pergi, hujan turun semakin deras. Hidupnya hancur karena malam terkutuk itu.

Mengingatnya membuat Alisa kembali merasa bersalah.

Sambil  berjalan di tepian agar tidak basah, Alisa menangis. Terlebih kala terbayang bagaimana pria itu menjamah tubuhnya dan pandangan orang-orang terhadap keluarganya.

"Kenapa, ya Allah, kenapa?" 

Setelah keluar dari pondok, dia benar-benar membiarkan tubuhnya dibasahi oleh hujan karena tidak ada atap lagi di sana.

"Aku jijik dengan diriku sendiri ya Allah. Aku benci dengan hidupku sendiri. Apa salahku ya Allah?" tangisannya terdengar begitu menyakitkan.

Sungguh, ini sangat menyakitkan sekali untuknya. Bahkan untuk bernafas dengan tenang saja pun dia sulit. Bayang-bayang malam gelap itu terus aja menghantuinya.

Padahal pada malam itu Alisa sudah berusaha untuk melepaskan dirinya dari cengkeraman laki-laki itu.

Sayangnya tenaganya kalah jauh dan dia harus pasrah saat laki-laki itu menyetubuhi dirinya dengan paksa.

Saat melewati sungai tempatnya bermain air dulu, Alisa berpikir untuk melompat. Namun, jiwa baru yang tumbuh dan berkembang di perutnya membuat Alisa sadar akan dosa.

Alisa sontak memegang perutnya dan beristighfar. Terlalu banyak hal yang dia pikirkan saat ini.

Padahal besok adalah hari ujiannya, tapi hal ini harus terjadi.

"Maafkan Ibu, Nak. Maafkan Alisa, Abi, Umi".

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status