"Jelaskan kenapa ini bisa ada di tempat sampahmu, Alisa!!"
Sentak Usman dengan nada tinggi kepada Alisa yang saat ini tengah menatapnya dengan terkejut.
Semua orang di ruangan itu terdiam kala Kyai pemilik pondok pesantren itu tiba-tiba datang sembari melemparkan sebuah benda putih ke atas meja. “A-abi..” PLAK!! "Katakan pada Abi, Alisa! Darimana kamu mendapatkan benda ini?!!" suara Usman semakin meninggi.Bahkan kali ini ia berani main tangan dengan putri yang selama ini selalu ia didik dengan lembut.
Kisah hidup Alisa sejak ia bayi, belajar berjalan, masuk tsanawiyah dan aliyah kini berputar di kepala pria paruh baya itu dan membuatnya semakin sesak.Diam-diam ia berharap kalau benda itu hanyalah bentuk keisengan putrinya semata.
Namun, garis dua di testpack itu menunjukkan kalau benda itu pernah digunakan dan memberi hasil yang positif.
Sikap Alisa yang tak kunjung menjawab membuat Usman semakin muntab.Dengan segera ia melangkah maju dan meraih tubuh putri tertuanya itu sebelum kemudian memaksanya mendongak.
"Katakan pada Abi, Alisa! Darimana kamu mendapatkan benda ini? Apa ini benar-benar punyamu?" Bentakan ayahnya yang pertama kali membuat Alisa tak mampu menahan air mata.Semua orang yang ada di sana, para santriwati yang sedari tadi berbicara dengannya pun tak ada yang berani bersuara selain menatap Alisa dengan terkejut.
Sebab, selama ini mereka mengenal Alisa sebagai seorang Ning yang shaliha dan tak pernah neko-neko.Bahkan saat harus berurusan dengan para ikhwan pun Alisa selalu menundukkan pandangan.
"Alisa mohon maafkan Alisa, Abi. Alisa salah, Alisa -" “Kamu hamil, Alisa?” Sebuah suara lembut menyambut pendengaran Alisa hingga membuat pertahanan terakhirnya runtuh.Air matanya semakin deras kala memandang pintu yang menghubungkan ruang tamu dan dapur.
Di sana, Uminya berdiri dengan mata yang membelalak tak percaya.
“Alisa tidak sadar Umi. Alisa khilaf..” "Apa didikan Abi kurang keras hingga membuat kamu berani melakukan hal menjijikan ini, Alisa? Sekarang apa bedanya kamu dengan jalang di luar sana? Bahkan mereka lebih bermartabat, karena tidak melakukannya dengan gratis!"seru Usman yang membuat air mata Alisa semakin mengalir dengan deras.
"Abi, umi mohon sudah. Sebaiknya kita mencari tahu siapa pria itu dan memintanya menikahi Alisa secepatnya." pinta umi Usman yang berusaha melindungi putrinya. "Jangan pernah kamu melindungi Alisa, Umi! Dia telah mencoreng nama baik keluarga kita dan benar-benar membuat malu nama pesantren!" jelas Abi Usman yang benar-benar tidak habis pikir dengan semua ini. "Apa kamu lupa dengan asal usulmu sebagai Ning dari pesantren ini? Dari seluruh keturunan kakekmu sebagai pendiri pesantren, hanya kamu yang bersikap seperti layaknya perempuan tak tahu agama!!” Usman benar-benar merasa kecolongan. Bisa-bisanya dia tidak mengetahui apa yang terjadi.Bahkan yang membuatnya tidak menyangka adalah kenapa bisa putri yang mereka banggakan bisa hamil tanpa sepengetahuan mereka.
"Katakan siapa ayah dari anak itu, Alisa!" Alisa terdiam dan hanya bisa menangis, karena sejujurnya, dia juga bingung bagaimana harus menjelaskan semua ini kepada abinya.Sungguh, rasanya sulit sekali untuk menceritakan semua ini pada keluarganya, karena saat ini bukan hanya keluarganya saja, tapi ada para santriwati yang turut melihat.
Awalnya, dia pikir semua akan baik-baik saja setelah kejadian malam itu. Namun, semua berubah saat Alisa mulai kehilangan tamu bulanannya bulan ini. "Katakan, Alisa!" geram abinya yang kembali ingin memukul Alisa. "Alisa tidak tahu, Bi. Semuanya terjadi begitu cepat. A-alisa..." Namun, sebelum wanita itu sempat menjelaskan lebih lanjut, Usman telah lebih dulu mengalihkan padangan dengan membalikkan tubuhnya ke arah pintu dapur. "Pergi, Alisa." kata Usman. Semua kesalahan yang putrinya bisa ia maafkan, tapi tidak untuk yang satu ini. Ucapan Usman membuat Alisa membelalakkan mata, sedangkan uminya yang sedari tadi memeluknya berteriak tak terima. "Abi!!!” Jika memang Alisa memiliki kekasih maka Usman pasti akan meminta pria itu untuk bertanggung jawab tanpa harus mengusir Alisa.Namun, ketidaktahuan Alisa membuat Usman kehilangan pertahanan terakhir yang ia harapkan.
"Alisa, katakan siapa yang telah menghamilimu? Biar kami yang meminta pertanggungjawaban darinya, Nak. Kamu tidak bisa pergi dengan keadaan seperti ini!" "Alisa nggak tahu siapa laki-laki itu umi. Alisa benar-benar nggak tahu." jawab Alisa karena memang dia tidak mengetahui siapa laki-laki itu. Mendengar apa yang dijelaskan putrinya membuat umi Zainab merasa sakit.Dia benar-benar merasa sakit ketika mengetahui bahwa putrinya tidak tahu siapa laki-laki yang telah menghamilinya.
"Sudah dengar kan, Umi? Inilah anak yang selama ini kita bangga-banggakan. Tak ada bedanya dengan Jalang. Pergilah dari sini, Alisa. Abi tidak bisa menerima anak itu. Abi benar-benar tidak bisa menerimanya." "Baik, jika itu sudah menjadi keputusan Abi. Alisa akan pergi. Alisa tidak akan pernah lagi kembali ke sini. Maaf sudah membuat Abi dan Umi merasa malu. Maafkan Alisa," ucap Alisa.Sebelum beranjak, ia memegang kedua kaki orang tuanya sebagai penghormatan dan menjatuhkan air matanya di sana.
Setelah itu, Alisa berdiri dan melangkahkan kaki ke depan pintu. Di sana, tas yang sebelumnya ia pakai untuk pergi ke apotek masih teronggok di meja.Kali ini, ia bersyukur karena santriwati yang biasa membantunya menyimpan tas malah lupa melakukannya.
"Alisa…" Zaenab terus saja menangis saat melihat Alisa menyampirkan tas selempang itu di pundaknya. “Jangan tinggalkan Umi, Nak. Jangan tinggalkan Umi"teriak umi Zainab karena dia tidak ingin ditinggalkan oleh putrinya seperti itu. Apalagi di luar sedang hujan deras.
Namun, Alisa tetap berdiri dan bersiap.Dia sudah diusir dan harus mengambil keputusan itu. Oleh karena itu, setelah mengucapkan salam, gadis itu benar-benar pergi dan dia tidak mendengarkan apapun lagi yang dikatakan oleh uminya.
Saat Alisa pergi, hujan turun semakin deras. Hidupnya hancur karena malam terkutuk itu.Mengingatnya membuat Alisa kembali merasa bersalah.
Sambil berjalan di tepian agar tidak basah, Alisa menangis. Terlebih kala terbayang bagaimana pria itu menjamah tubuhnya dan pandangan orang-orang terhadap keluarganya.
"Kenapa, ya Allah, kenapa?" Setelah keluar dari pondok, dia benar-benar membiarkan tubuhnya dibasahi oleh hujan karena tidak ada atap lagi di sana. "Aku jijik dengan diriku sendiri ya Allah. Aku benci dengan hidupku sendiri. Apa salahku ya Allah?" tangisannya terdengar begitu menyakitkan. Sungguh, ini sangat menyakitkan sekali untuknya. Bahkan untuk bernafas dengan tenang saja pun dia sulit. Bayang-bayang malam gelap itu terus aja menghantuinya. Padahal pada malam itu Alisa sudah berusaha untuk melepaskan dirinya dari cengkeraman laki-laki itu.Sayangnya tenaganya kalah jauh dan dia harus pasrah saat laki-laki itu menyetubuhi dirinya dengan paksa.
Saat melewati sungai tempatnya bermain air dulu, Alisa berpikir untuk melompat. Namun, jiwa baru yang tumbuh dan berkembang di perutnya membuat Alisa sadar akan dosa. Alisa sontak memegang perutnya dan beristighfar. Terlalu banyak hal yang dia pikirkan saat ini.Padahal besok adalah hari ujiannya, tapi hal ini harus terjadi.
"Maafkan Ibu, Nak. Maafkan Alisa, Abi, Umi"."Ibu harap kamu tumbuh dengan sehat. Kita juga akan memulai semuanya dari awal. Ibu janji ibu akan bertanggung jawab atas diri kamu. Ibu akan berusaha menjadi ibu yang baik. Kita bisa melewati ini semua, Nak." gumam Alisa sembari mengelus perutnya yang masih rata. Dia baru saja mendapatkan rumah sewa yang menurutnya layak untuk menjadi tempat tinggalnya saat ini.Lokasinya dekat dengan stasiun dan tepat menghadap ke arah timur sehingga Alisa bisa melihat semburat fajar yang menyongsong. Untuk hari ini biarlah dia istirahat, karena besok dia akan memulai harinya yang baru. Dia pun akan segera mencari pekerjaan dan berharap semuanya akan berjalan dengan lancar. Namun, baru beberapa menit terlelap, Alisa sudah kembali bermimpi tentang kejadian malam itu. "Aku mohon lepaskan aku. Aku mohon jangan lakukan itu. Aku mohon..." Alisa benar-benar gelisah.Sosok pria itu, aromanya, dan hentakannya yang kasar di organ intimnya membuat Alisa tercekat dalam tidur. Dia bahkan tidak bisa b
Sepeninggal pria itu, jantung Alisa masih terasa berdebar kencang dan dadanya terasa sesak. Bayangan kilas balik adegan itu terus berputar di kepalanya hingga membuat Alisa dipenuhi oleh keringat dingin. Tanpa sadar, suara isak tangis yang ia sedari awal berusaha Alisa tahan mulai keluar dengan bebas. Air mata yang keluar dari matanya pun semakin deras hingga membasahi cadar yang Alisa kenakan. "Astaghfirullah, kamu siapa?" Suara seorang pria membuat isakan Alisa sontak berhenti dan menatap ke arah sumber suara. Saat ini di depannya, berdiri seorang pria dengan celana cingkrang dan baju koko berwarna putih. Sosok pria itu mendekatinya dan Alisa semakin mundur ke belakang. Dia mulai ketakutan ketika melihat laki-laki itu. Apalagi saat laki-laki itu ingin menyentuhnya. "Jangan sentuh aku! Aku mohon jangan sentuh aku," ucapnya dengan perasaan takut. Bayangan kejadian malam itu membuat Alisa bertarung dengan memori dalam otaknya dan melupakan realita aktual yang ia lalui seka
Setelah kejadian itu, Alisa di antar ke rumah kontrakannya oleh keluarga Zaki.Dia juga baru mengetahui bahwa laki-laki yang menolongnya tadi bernama Zaki, dan ibunya bernama Fatimah.Sedangkan seorang wanita lainnya lagi bernama Zahra. Mereka mengantarnya sampai ke depan rumahnya dan Alisa berterima kasih banyak karena mereka telah menolong dirinya.Sebab, entah apa yang akan terjadi kalau tadi mereka tidak menolongnya. Namun, yang membuatnya lebih bersyukur lagi adalah karena dia tidak bertemu dengan laki-laki itu.Alisa tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia sampai bertemu dengan laki-laki itu tadi. "Ya, Allah apa lagi rencana-Mu untuk hamba?" apa yang akan terjadi setelah ini?" tanya Alisa sambil menatap potret dirinya di dalam cermin.Kata orang, dia memiliki struktur wajah yang mirip dengan abinya, sedangkan alis dan matanya mirip dengan uminya. Terlihat cantik. “Abi.. umi.. Alisa rindu" gumam Alisa dengan wajah berlinang air mata. Pada waktu seperti ini, biasan
Saat Damian masuk ke dalam ruangan, Jack langsung berdiri dan menyambut kedatangannya dengan sigap. "Semua yang Anda butuhkan ada di dalamnya, Pak" ucap Jack kepada Damian. Perkataan Jack membuat Damian mengambil map coklat itu tanpa basa-basi. Baris demi baris ia baca hingga akhirnya netra coklatnya menangkap deretan huruf kapital yang tersusun menjadi sebuah nama, "Alisa Al-Humaira". "Alisa," ucapnya untuk memvalidasi setelah mengetahui bahwa wanita yang dicarinya bernama Alisa. Ternyata, memang tidak sia-sia dia menghabiskan banyak uang untuk menyuruh para anak buahnya untuk mencari informasi tentang wanita yang bersamanya malam itu. Dia melakukan semuanya karena dia ingin bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Namun, entah kenapa dia mau mengejar wanita itu sejauh ini. Padahal, selama ini dia bisa mendapatkan wanita manapun yang diinginkan tanpa harus bersusah payah. Bahkan mereka dengan sukarela menyerahkan diri untuk naik ke atas ranjangnya. "Apa alamatnya jauh
Saat sedang asyik membaca, Alisa terkejut karena tiba-tiba saja ada orang yang mengetuk pintu rumah. Dirinya yang sedang tidak memakai hijab pun langsung berlari mencari di mana hijabnya tadi, lalu memakai cadarnya sebelum membuka pintu. Saat Alisa pintu dibuka, Alisa mendapati sosok perempuan paruh baya yang berdiri berdampingan dengan sosok pria yang ia kenal. "Assalamu'alaikum nak, Alis," ucap Fatimah saat Alisa membukakan pintu rumahnya. "Waalaikumsalam, Ibu." jawab Alisa sebelum mengambil tangan wanita itu untuk dicium. Apa yang Alisa lakukan saat ini membuat Fatimah semakin menyukai wanita itu. Dia semakin yakin bahwa Alisa yang terbaik untuk Zaki dan menjadi pendamping dari anaknya. "Ibu ganggu kamu tidak?" tanya Fatimah sebelum Alisa mempersilahkan mereka untuk masuk. "Nggak kok, Bu. Ayo, masuk." ajaknya pada mereka. Saat kedua orang itu duduk, Alisa langsung merasa tidak nyaman. Sebab, di rumah ini, tidak ada apa pun selain tikar yang menjadi alas untuk mereka d
Keesokan harinya, Alisa yang baru saja selesai bersiap-siap langsung dikagetkan oleh kedatangan Fatimah dan Zaki di depan pintu rumahnya. "Assalamu'alaikum cantiknya, Ibu." ujar Bu Fatimah ketika melihat Alisa yang baru saja membuka pintu rumah. Alisa hampir saja berteriak saat melihat mereka berdua sudah tiba di rumahnya tanpa aba-aba. Sebab, dia memang telah memperkirakan kedatangan Fatimah dan Zaki, tapi ia sama sekali tidak menyangka kalau mereka akan datang secepat ini. "Waalaikumsalam ibu" jawab Alisa dengan lembut setelah lebih dulu beristighfar di dalam hati. Wajah Fatimah yang berseri membuat perasaan Alisa menjadi damai. Dia merasa bahwa wanita ini terlihat begitu mirip dengan Uminya di pondok yang juga begitu menyayangi dirinya. Namun, Alisa tidak ingin berbesar kepala, karena ia sadar kalau semua mungkin tidak akan sama lagi apabila kehamilannya telah ketahuan. Tiba-tiba saja Alisa melihat ke arah Zaki dan kedua mata mereka saling mengunci satu sama lain. Buru-buru
Suara derap kaki yang kencang dan terburu-buru timbul dari suara pantofel yang dikenakan oleh Damian. Mata tajamnya menatap lurus ke depan, sedangkan lengan kanannya terkepal erat. Ia buru-buru datang dari kantor setelah mendapat kabar kalau pelayan yang menyuguhkan minum padanya malam itu telah ditemukan setelah sebelumnya berhasil kabur hingga ke negara tetangga. Sesampainya di basement, Damian membiarkan para anak buahnya yang berjaga untuk membukakan pintu dan menyalakan lampu bagi lorong yang sebelumnya gelap. Setelah pintu kayu itu terbuka, Damian kembali beranjak dengan langkah yang semakin cepat karena ia sudah tak sabar untuk bertemu dengan orang yang telah membuatnya terpengaruh obat sialan itu. Saat Damian masuk, ternyata orang yang melakukan hal itu adalah seorang perempuan. Wanita itu terduduk di kursi dengan tangan yang terikat dan diletakkan di atas pangkuan. Kedatangan Damian membuat tubuh perempuan itu langsung bergetar dengan mata yang terbelalak. Sebab,
"Kerjain tuh pesanan!" titah Zahra yang sengaja melakukan hal itu pada Alisa yang sedang membersihkan etalase toko. Perkataan Zahra membuat Alisa kaget, karena tiba-tiba saja gadis itu datang dan memberinya perintah. Padahal tadi Fatimah sudah mengatakan bahwa pekerjaan itu adalah pekerjaan Zahra. Namun, kenapa tiba-tiba gadis itu menyerahkan pekerjaan itu padanya? "Bukannya tadi kata Bu Fatimah kamu yang ngerjain, ya?" tanya Alisa yang membuat Zahra merasa kesal karena wanita itu berani menjawabnya. "Heh! Ingat, ya Alisa. Kamu tuh anak baru di sini dan Bu Fatimah selalu mempercayakan toko ini kepadaku. Jadi, kamu yang harus mengerjakan itu semua!" ujar Zahra sembari menatap Alisa dengan tajam. Perkataan Zahra membuat Alisa benar-benar tidak menyangka kalau ini merupakan sifat asli gadis itu. Sebab, seharian kemarin dia terlihat sangat baik dan memperlakukannya dengan baik pula. Namun, hari ini sikapnya sangat berubah drastis dan perlakuan gadis itu pun sangat buruk padanya.