Share

Bab 05. Alisa Al Humaira

Saat Damian masuk ke dalam ruangan, Jack langsung berdiri dan menyambut kedatangannya dengan sigap.

"Semua yang Anda butuhkan ada di dalamnya, Pak" ucap Jack kepada Damian.

Perkataan Jack membuat Damian mengambil map coklat itu tanpa basa-basi.

Baris demi baris ia baca hingga akhirnya netra coklatnya menangkap deretan huruf kapital yang tersusun menjadi sebuah nama, "Alisa Al-Humaira".

"Alisa," ucapnya untuk memvalidasi setelah mengetahui bahwa wanita yang dicarinya bernama Alisa.

Ternyata, memang tidak sia-sia dia menghabiskan banyak uang untuk menyuruh para anak buahnya untuk mencari informasi tentang wanita yang bersamanya malam itu.

Dia melakukan semuanya karena dia ingin bertanggung jawab atas apa yang dilakukan.

Namun, entah kenapa dia mau mengejar wanita itu sejauh ini. Padahal, selama ini dia bisa mendapatkan wanita manapun yang diinginkan tanpa harus bersusah payah.

Bahkan mereka dengan sukarela menyerahkan diri untuk naik ke atas ranjangnya.

"Apa alamatnya jauh dari sini?" tanya Damian.

Dia bertanya sembari menatap alamat sebuah pondok pesantren dan flayer pendaftaran murid baru di tangannya.

Sebuah informasi tambahan telah berhasil didapatkan oleh anak buahnya. Ternyata, Alisa anak dari seorang guru besar yang tak lain adalah pemilik pondok pesantren itu.

Kini Damian benar-benar merasa bersalah karena telah merusak kehidupan wanita baik-baik seperti Alisa.

"Cukup jauh, Pak. Sebab, kita akan membutuhkan waktu beberapa jam untuk bisa sampai ke sana. Apa bapak hendak berangkat sekarang juga?" tanya Jack untuk memastikan.

Sebab, dia tak ingin lagi memperparah traumanya akibat dibentak oleh Damian.

Dulu sekali dia pernah salah membelikan pria itu sarapan dan berakhir dimaki-maki dengan hebat. Lebih baik bertanya daripada hidupnya penuh perkara.

Tanpa menunggu waktu lama, Damian langsung memutuskan untuk pergi ke alamat tersebut dan memastikan dengan mata kepalanya sendiri, kalau wanita yang pernah dia setubuhi itu benar-benar ada di sana.

Damian lantas teringat dengan liontin yang ditemukannya tadi dan mengeluarkannya dari dalam saku.

Huruf “A” yang menjadi bandul dari liontin itu membuatnya sangat yakin kalau wanita bernama Alisa itu adalah wanita dari malam itu.

Oleh karena itu, selagi ia berada dalam perjalanan ke pesantren, dia juga memerintahkan para anak buahnya untuk terus memantau masjid yang di datanginya tadi.

"Kita berangkat sekarang dan tugaskan dua orang untuk memantau masjid tadi. Laporkan segala pergerakan, khususnya pergerakan dari wanita bercadar." titah Damian.

Sepanjang perjalanan menuju pesantren tempat di mana keluarga Alisa berada, tidak sedikitpun Damian memejamkan matanya.

Dia terus terjaga dan membuka matanya dengan lebar, bahkan saat mereka telah sampai di sana.

Setelah turun dari mobi, Damian langsung mencari pria bernama Usman yang dia ketahui sebagai ayahnya Alisa.

Kedatangannya menjadi pusat perhatian banyak orang, karena pakaian yang ia kenakan begitu mencolok.

Setelan tuxedo hitam yang dipadukan dengan kacamata dan pantofel membuat banyak orang terpesona.

Para santriwati langsung diperintahkan untuk menunduk dan menjaga pandangan, sedangkan para santri menatap setiap langkah Damian dengan heran.

Segera setelah sampai ke ruangan khusus tamu, Damian langsung dibawa untuk menemui seorang laki-laki paruh baya yang berbusana gamis putih, Abi Usman.

Tatapan pria terlihat menelisik dan tajam sehingga membuat Abi Usman merasa tidak nyaman.

"Sebelumnya, bisakah Anda memperkenalkan diri? Lalu, apa kedatangan anda kemari?" tanya Abi Usman.

Usman sama sekali tidak bisa menebak apa maksud dan tujuan pria berwajah datar ini ke pesantren.

Sebab, dari penampilannya saja dia tidak terlihat sebagai seorang muslim. Oleh karena itu, Usman takut kalau orang yang ada di hadapannya ini bukan orang baik-baik.

"Saya mencari wanita bernama Alisa Al-Humaira. Apa dia ada di sini?" tanya Damian tanpa berbasa-basi sama sekali.

Sebab, bagi Damian, urusan orang lain tidak pernah lebih penting dari urusannya.

Pertanyaan Damian membuat Usman menatap datar ke arah laki-laki yang ada di hadapannya saat ini. Entah mengapa, Usman merasa tidak nyaman saat mendengar nama Alisa disebut.

"Dia tidak ada di sini." jawab Usman dengan tegas, meski wajahnya terlihat datar.

"Jangan macam-macam ya, Pak. Saya sama sekali tidak akan segan untuk menghancurkan siapa pun yang berani berhodong.” jawab Damian dengan nada mengancam.

“Di mana Alisa? Saya ingin bertemu dengannya?"

"Saya sudah mengatakan yang sesungguhnya, Pak. Alisa tidak ada di sini, karena dia sudah pergi!" jawab Usman yang membuat Damian semakin kesal.

Damian marah bukan karena perkataan pria itu yang sengak dan datar, tapi karena Alisa tidak ada di pondok pesantren.

Padahal, dia sudah menempuh perjalanan cukup jauh hanya untuk bertemu dengan gadis itu.

"Lalu di mana dia? Apa ini milik Alisa?" tanya Damian sambil mengeluarkan liontin berbandul huruf A dari saku jas-nya. Kalung yang dipegang Damian membuat Usman tertegun.

Tentu saja da tahu dengan jelas siapa pemilik kalung itu. Sebab, benda yang di tangan Damian itu memang milik Alisa yang sengaja dipesan khusus untuk merayakan hari wisuda gadis itu.

"Bagaimana bisa benda itu ada pada anda?" tanya Abi Usman yang ingin mengambil benda tersebut.

Namun, sebelum tangan Usman sempat meraih kalung Alisa dari Damian, pria itu telah lebih dulu memasukan liontin itu ke dalam jasnya.

"Anda sebaiknya tidak perlu tahu. Sebab, caranya akan sama dengan cara saya menemukan Alisa." ucap Damian dengan tegas sebelum kemudian pergi meninggalkan ruangan Usman.

Tepat saat Damian hendak keluar dari ruangannya, Usman langsung mencegah laki-laki itu dan bertanya siapa dirinya.

"Sebenarnya Anda siapa? Dan apa hubungan anda dengan Alisa?" tanya Usman lagi.

Namun, Damian tidak menjawab dan bahkan tidak menoleh.

Dengan cara yang sama saat dia masuk, Damian berjalan dengan tegap melewati pandangan ratusan santri yang mengintipnya dari jauh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status