Alisa baru saja turun dari angkutan umum dan hendak melangkah menuju ke toko roti milik Fatimah kala sebuah mobil berwarna putih melintas begitu saja di hadapannya. TINN!! “Astagfirullah, Ya Allah.” gumam Alisa. Suara klakson yang kencang itu membuat Alisa tersentak kaget hingga tubuhnya sedikit terlonjak. Gadis itu pun sontak mundur satu langkah ketika ketika mobil itu tiba-tiba berbelok dengan tajam dan hampir menyerempet tubuhnya yang memang sedang berdiri di tikungan. Alisa lantas menatap ke arah sang pemilik mobil yang kini telah keluar sembari memandangnya dengan sinis. “Assalamualaikum, Zahra.” sapa Alisa. Namun, alih-alih menjawab, gadis itu memilih untuk bergeming sembari tersenyum meremehkan, sebelum kemudian dengan angkuh berjalan ke arah toko. Dia bahkan tidak membalas salam Alisa sama sekali. Alisa hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan berat dan mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Walau jantungnya masih berdebat kencang. Saat dia hendak masuk ke dalam toko
Alisa baru saja pulang dari toko roti milik ibunya Zaki dan setelah beberes, Alisa langsung pamit pulang pada Zahra karena dia merasa bahwa pekerjanya sudah selesai. "Zahra, sampaikan sama ibu kalau aku pulang ya." kata Alisa pada Zahra yang tidak menanggapinya sama sekali.Dia terlihat sibuk dengan dirinya sendiri tanpa mempedulikan apa yang Alisa katakan. Melihat Zahra yang tidak meresponnya membuat Alisa pun memilih pergi. Yang penting dia sudah berpamitan pada Zahra untuk menyampaikan salamnya pada ibu Fatimah. "Aku pamit, Zahra. Assalamu'alaikum." pamitnya pergi walau wanita itu masih tidak menganggapnya sama sekali. Alisa berjalan keluar dari toko dan dia ingin menikmati malam Minggu ini.Berjalan-jalan di pinggir kota sambil menikmati udara malam yang cukup sejuk. Entah mengapa tiba-tiba saja dia melihat ada penjual jagung bakar di sana. Rasanya dia menginginkan jagung bakar tersebut. Alisa memilih mampir untuk menikmati jagung tersebut. Di sana dia terlihat cukup men
Tadi malam, banyak hal yang mereka ceritakan. Dimana Zaki terus saja mengajak wanita itu bercerita dan untuk pertama kalinya lagi setelah sekian lama dia memiliki teman cerita. Setelah bercerita banyak hal, Alisa baru mengetahui jika ternyata Zaki pernah mengalami kegagalan dalam menjalin hubungan. "Nggak boleh Alisa. Ingat, Zaki itu laki-laki yang baik dan kamu nggak pantes buat dia. Kamu hanya perempuan kotor yang tidak pantas bersanding dengan laki-laki sepertinya." kata Alisa berusaha meyakinkan dirinya bahwa dia tidak pantas bersama dengan laki-laki itu. Apalagi dengan keadaannya saat ini. Itu membuat Alisa semakin sadar diri bahwa semua itu tidak mudah. Dia harus bisa membuat laki-laki itu mengerti dan juga ibunya, malah dia memang tidak pantas untuk mereka. "Zaki berhak mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku. Aku tidak pantas bersanding dengannya dan kamu harus sadar diri Alisa. Kamu itu hanya perempuan kotor. Kamu tidak pantas bersanding dengannya," ucap Alisa lagi
Tadi malam, banyak hal yang mereka ceritakan. Dimana Zaki terus saja mengajak wanita itu bercerita dan untuk pertama kalinya lagi setelah sekian lama dia memiliki teman cerita. Setelah bercerita banyak hal, Alisa baru mengetahui jika ternyata Zaki pernah mengalami kegagalan dalam menjalin hubungan. "Nggak boleh Alisa. Ingat, Zaki itu laki-laki yang baik dan kamu nggak pantes buat dia. Kamu hanya perempuan kotor yang tidak pantas bersanding dengan laki-laki sepertinya." kata Alisa berusaha meyakinkan dirinya bahwa dia tidak pantas bersama dengan laki-laki itu. Apalagi dengan keadaannya saat ini. Itu membuat Alisa semakin sadar diri bahwa semua itu tidak mudah. Dia harus bisa membuat laki-laki itu mengerti dan juga ibunya, malah dia memang tidak pantas untuk mereka. "Zaki berhak mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku. Aku tidak pantas bersanding dengannya dan kamu harus sadar diri Alisa. Kamu itu hanya perempuan kotor. Kamu tidak pantas bersanding dengannya," ucap Alisa
Semalaman dia tidak bisa tidur. Ya, Alisa memikirkan semua yang terjadi kemarin. Dia merasa bahwa karena dirinya hubungan antara Zaki dan Zahra berantakan. Jadi dia sudah memutuskan bahwa dirinya akan berhenti bekerja di toko roti milik ibunya Zaki dari pada harus terus menjadi beban di sana dan membuat Zahra merasa terganggu dengan kehadirannya, maka Alisa memilih untuk berhenti saja dari sana. "Ya, aku harus melakukan ini. Aku tidak mungkin terus berada di sana dan merusak hubungan mereka." ujar Alisa. Dia benar-benar sudah memutuskan bahwa di akan berhenti bekerja demi kebaikan banyak orang. Setelah memikirkan semua itu, Alisa memilih untuk bergegas karena dia akan pergi ke toko dan mengundurkan diri dari tempat itu. Alisa pergi ke toko tempat dimana dia bekerja. Ternyata saat dia sampai disana, Alisa melihat ada Zaki. "Assalamu'alaikum, Mas..." sapa Alisa ketika melihat ada laki-laki itu disana. Dia tau bahwa itu memang Zaki. Jadi dia memilih untuk menyapanya lebih d
Saat bangun tidur, tiba-tiba saja perutnya bergejolak dan dia merasa seperti ada yang ingin keluar dari sana. Sungguh, ini membuat Damian merasa tidak nyaman dengan semua itu sampai di mana dia memutuskan untuk pergi ke kamar mandi karena tidak tahan dengan semua itu. Damian memuntahkan semua isi perutnya sampai dia merasa bahwa tenggorokannya terasa perih akibat terlalu lama muntah. "Astaga, ada apa ini?" tanya Damian sambil menatap wajahnya di dalam cermin. Dia merasa tubuhnya sehat dan tidak merasa sakit apapun. Tapi, kenapa tiba-tiba dia merasa seperti ini. Seperti ada sesuatu yang berasal dari dalam perutnya yang terus saja memaksa ingin keluar. Entah mengapa tiba-tiba terjadi keringat pada Alisa. Dia tidak bisa melupakan bayangan wanita itu hingga saat ini. "Alisa," gumam Damian ketika kembali terbayang wajah wanita itu. Kenapa sulit sekarang mencari keberadaan wanita gitu hingga. Apalagi dia yang tidak bisa melawan papanya. Rasanya Damian benar-benar ingin mengump
Claudia benar-benar memainkan perannya dengan begitu baik. Dia bahkan bisa membuat Damian yang sedang bekerja langsung terkejut ketika mendengar sebuah berita yang menyiarkan tentang pertentangan mereka. Kedua tangannya terkepal erat saat mendengar berita tersebut. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Claudia berani melakukan hal itu tanpa persetujuan darinya. Tepat setelah berita itu rilis, Damian langsung menghubungi Claudia karena dia ingin meminta penjelasan langsung dari wanita itu apa maksudnya melakukan semua ini. Sedangkan Claudia sendiri hanya tersenyum saja ketika melihat reaksi Damian terhadapnya. Dia sudah menduganya, bahwa laki-laki itu akan langsung menghubunginya ketika berita itu tayang. "Katakan apa maksudmu melakukan semua ini Claudia?" tanya Damian saat wanita itu menjawab panggilan telepon harinya. "Ada apa honey?" jawab Claudia membuat Damian naik darah. Dia sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Apalagi saat berita itu menyiarkan tentang pertu
Zaki memutuskan bahwa dia benar-benar akan melamar Alisa. Dia bahkan sudah bicara pada ibunya bahwa dia akan melamar wanita itu menjadikan istrinya. Benar yang ibunya katakan bahwa wanita itu memang wanita baik-baik, mungkin dia yang Allah kirimkan untuknya. Setelah yakin dengan semua itu, Zaki memutuskan untuk melamar Alisa. Bahkan dia sudah menyiapkan segalanya, termasuk cincin yang akan diberikan untuk wanita itu. "Ibu harap Alisa mau menerima kamu, Nak. Ibu yakin bahwa Alisa memang jodoh yang baik, jodoh yang telah Allah siapkan untuk kamu." ujar Fatimah pada putranya. Dia ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakan putranya. Tidak sia-sia selama ini dia berusaha untuk mendekatkan Zaki dan juga Alisa. Terbukti jika saat ini putranya itu mau melamar Alisa. Zaki sendiri tersenyum, dia percaya bahwa pilihan orang tua adalah yang terbaik. Dia juga merasa bahwa Alisa memang jodohnya yang tertunda kemarin. Jadi sekarang Allah memberikan jalan itu untuk mereka. "Iya, Bu. Zaki hara
Tika berusaha untuk membujuk Alisa agar mau membawa Abidzar. Tapi, wanita bernama Alisa itu tidak mau melakukannya. Egonya masih setinggi langit dan dia belum bisa menerima keadaan saat ini, bahwa Abidzar memang membutuhkan perawatan yang lebih baik dari di negara ini."Ayolah, Alisa. Kamu tidak bisa egois terus-terusan seperti ini. Bagimana pun kamu harus memikirkan keadaan putramu. Bukan aku menyayangkan pengobatan di sini, hanya bisa jadi luar negeri lebih baik fasilitasnya. Tolong jangan pikirkan apapun tentang laki-laki itu. Fokus saja pada kesehatan mentalmu dan juga putramu, karena saat ini hanya itu yang bisa menolong dirimu sendiri." jelas Tika. Dia berharap bahwa Alisa benar-benar bisa mengontrol dirinya dan tidak terus berputar dalam masa lalunya. Dia tidak menyalahkan siapa-siapa di sini, hanya saja Alisa harus memikirkan keadaan putranya yang membutuhkan penanganan secepatnya. Abidzar masih memiliki kesempatan untuk kembali pulih, dan mungkin saja jalan satu-satunya memb
Damian sudah memutuskan bahwa dia akan bicara dengan Alisa perihal tentang rencana pemindahan Abidzar ke rumah sakit yang lebih besar lagi. Seperti sekarang ini, Damian memberanikan dirinya untuk bertemu dengan Alisa, walau dia tahu kemungkinan besar wanita itu akan menolaknya. Tapi dia akan tetap mencobanya lagi karena bagaimanapun Damian ingin yang terbaik untuk putranya. Alisa dan ketika langsung menatap ke arah pintu ruangannya ketika mendengar ada seseorang yang mengetuk pintunya. "Masuk," ucap Tika mempersilahkan seseorang tersebut untuk masuk. Deg!Jantung Alisa seperti berhenti berdetak ketika melihat siapa yang datang. Walau dia sudah bisa mengendalikan dirinya, tapi tetap saja dia merasakan hal yang sama. Masih ada rasa takut yang tertinggal dalam dirinya dan itu masih dirasakan hingga saat ini ketika melihat Damian. "Bisa aku bicara?" tanya Damian untuk pertama kalinya, saat dia sudah dipersilakan untuk masuk. "Pergi, aku tidak ingin melihatmu lagi. Aku tidak ingin mel
Alisa pergi ke Mushola setelah melihat keadaan putranya yang belum sadarkan diri hingga saat ini. Bahkan setelah mendapatkan penanganan cepat, Abidzar belum menunjukkan kemajuan apapun. Hal itu pula yang membuat Alisa semakin sedih. Hatinya hancur berkeping-keping melihat begitu banyaknya alat-alat yang menunjang kehidupan untuk putranya. "Kapan aku bisa merasa tenang ya, Allah? kenapa harus Abidzar. Kenapa harus putraku yang merasakannya. Andai waktu bisa di putar, lebih baik aku yang merasakan semua rasa sakitnya. Jangan putraku lagi." Alisa menangis dalam sembah sujudnya. Sajadah yang menjadi teman untuknya saat ini juga mengetahui seberapa hancurnya hati wanita itu. Dia seorang ibu yang berjuang sendiri untuk putranya. Dia telah bertahan selama ini dengan segala rasa sakit yang di alaminya. Alisa pikir, setelah melewati begitu banyaknya cobaan dia tidak akan mendapatkan cobaan apapun lagi. Sayangnya dia salah. Alisa salah besar. Karena semua ini dia harus merasakan rasa sakit
Setelah mendapatkan kabar dimana keberadaan suaminya, Claudia langsung menuju lokasinya. Ternyata rumah sakit, dan bahkan dari informasi yang dia dapatkan dari orang suruhannya, Claudia mengetahui jika Damian berada di rumah sakit. Entah siapa yang di tunggunya, yang jelas Claudia tidak bisa menahan amarahnya lagi. Sejak tadi, dia terus saja gelisah memikirkan siapa yang di temui suaminya di rumah sakit. Sampai tiba-tiba ingatannya tertuju pada sebuah nama yang sering di sebut Damian saat tidur. "Sh*t!" umpat Claudia saat dia mengingat nama Alisa. Supir yang berada di depan juga kaget saat Claudia menyikut kaca jendela mobil yang mereka tumpangi saat ini. "Lebih cepat lagi!" titah Claudia pada supirnya karena dia sudah tidak bisa menahannya lagi. Tujuan utamanya saat ini memang rumah sakit, dan dia ingin melihat sejauh mana Damian berani bertindak. "Baik, Nyonya." jawab sopirnya dan dia menambah lagi kecepatan mobil mereka agar bisa lepas sampai ke rumah sakit. Sedangkan di
Mendengar kabar Abidzar yang kritis membuat Damian langsung berlari menuju ruangan tempat dimana putranya di rawat. Tepat saat dia sampai disana, Alisa langsung menatapnya dengan tajam. "Bagaimana keadaan Abidzar, Alisa?" tanya Damian panik. Dari raut wajahnya saja sudah sangat tentara sekali jika laki-laki itu begitu mengkhawatirkan keadaan putranya. Walau hingga saat ini dia belum mendapatkan validasi atas semua itu, kaki tetap saja dia yakin bahwa Abidzar memang benar-benar putranya. Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Damian membuat Alisa berusaha untuk menguatkan dirinya. Dia maju beberapa langkah hingga tepat di depan Damian, hingga tanpa di duga oleh siapapun, Alisa menampar wajah Damian. Plak! "Alisa?" Tika kaget saat melihat Alisa menampar wajah Damian. Sumpah demi apapun, mereka tidak menyangka dengan semua ini. "Tampar lagi, Alisa. Lakukan itu jika bisa membuatmu memaafkan ku. Tampar aku lagi, Alisa. Plak! Alisa kembali melakukannya. Bahkan tanpa di
Saat darahnya di ambil, Damian terus saja merasa gelisah. Dia bingung dengan semua ini. Apalagi saat melihat Alisa yang terlihat ketakutan saat bertemu dirinya. Itu membuat hati Damian terasa hancur. Belum lagi kenyataan yang baru diketahuinya, bahwa Abidzar ternyata putranya. "Sudah selesai, Pak." ujar suster yang mengambil darah Damian tadi. Mengetahui semua ini sudah selesai membuat Damian langsung ingin bangkit dari tempat tidurnya. Melihat Damian yang ingin pergi begitu saja membuat susternya langsung panik. Apalagi darah yang mereka ambil cukup banyak. Jadi Damian harus istirahat lebih dulu. "Anda harus istirahat sebentar, Pak." ucap susternya, saat melihat Damian ingin turun dari ranjang pasiennya. "Tidak bisa, Suster. Saya harus melihat anak saya. Saya juga harus melihat ibu dari anak saya." jawab Damian karena memang dia mengkhawatirkan kedua orang tersebut. Dia tidak peduli dengan dirinya, karena saat ini yang harus dia pikirkan adalah Abidzar dan juga Alisa.
Pyar...Alisa yang sedang membersihkan kamar putrinya tiba-tiba saja kaget ketika melihat foto dirinya bersama dengan Abidzar tiba-tiba saja jatuh dan pecah hingga berserakan di lantai. Penasaran, Alisa melihat kaca yang berserakan di lantai. Saat dia hendak membersihkan serpihan kacanya, tiba-tiba saja tangannya tergores oleh pecahan kaca tersebut. "Astaghfirullah, ada apa ini?" Alisa melihat jarinya yang berdarah. Dadanya juga merasa sesak ketika dia memikirkan tentang putranya. Dia takut jika terjadi sesuatu pada anak laki-lakinya itu, karena tadi Dia pamit untuk bertemu dengan paman yang memberikannya begitu banyak mainan. Alisa memang sudah mengatakan pada Abidzar untuk mengembalikan semua barang-barang tersebut. Tapi, kenapa hingga saat ini putranya itu belum bisa kembali. Terlebih lagi saat ini perasaanmu semakin tidak karuan. Pikiran buruk mulai menghantuinya. Dia terus saja memikirkan Abidzar.Saat dia sedang membersihkan serpihan kaca tersebut, tiba-tiba saja Tika datang
Sudah beberapa hari ini Damian terus saja menunggu, Abidzar. Dia merasa begitu sangat merindukan anak laki-laki itu. Namun, sayangnya hingga saat ini dia belum bisa bertemu dengannya. Dia belum bisa bertemu dengan Abidzar, bahkan dia tidak berani hanya untuk mendatangi rumah anak itu, walau dia tahu di mana tempat tinggalnya. Damian masih ingin menghargai privasi keluarga, Abidzar, karena dia tahu bahwa keluarga itu adalah keluarga seorang dokter dan dia tidak mungkin mengganggu privasi mereka.Sampai di mana, saat dia sudah lelah menunggu anak laki-laki itu di taman, tiba-tiba saya terdengar ada seseorang yang memanggil namanya. "Om, Damian!" mendengar suara teriakan itu membuat Damian langsung berbalik arah, dan dia kaget ketika melihat siapa yang datang. Abidzar, anak laki-laki itu datang dengan senyum yang begitu lebar. Begitu juga dengan Damian, dia langsung menyambut kedatangan Abidzar dengan penuh kebahagiaan. "Abidzar?" Damian tersenyum ketika melihat anak laki-laki itu da
Melihat Abidzar sudah pulang membuat Alisa langsung mencari keberadaan anaknya itu. Dia benar-benar sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan anak itu, jadi dia langsung datang menghampirinya ke kamar. "Dari akan saja kamu, Abidzar?" tanya Alisa dengan nada yang lebih tinggi dari biasanya. Abidzar tahu jika saat ini ibunya pasti sangat marah. Tidak pernah-pernahnya dia melihat wanita itu terlihat marah seperti ini. Jadi, Abidzar harus bisa meminta maaf atas semua ini."Maafkan, Abi, Ibu. Abi-""Apa ini? apa ini Abidzar?" tanya Alisa melihat barang-barang yang dibawa pulang oleh anaknya. Dia tahu bahwa barang itu bukan barang sembarangan. Itu barang-barang mahal yang memiliki harga jual yang cukup tinggi. Tidak pernah sedikitpun dia bermimpi untuk membelikan anak yang mainan seperti itu karena menurutnya percuma. "Apa ini Abidzar?" tanya Alisa dengan tegas. Dia ingin tau dari mana anak yang bisa mendapatkan barang-barang mahal itu. "Ibu tak pernah mengajari kamu untuk meminta p