"Ibu harap kamu tumbuh dengan sehat. Kita juga akan memulai semuanya dari awal. Ibu janji ibu akan bertanggung jawab atas diri kamu. Ibu akan berusaha menjadi ibu yang baik. Kita bisa melewati ini semua, Nak." gumam Alisa sembari mengelus perutnya yang masih rata.
Dia baru saja mendapatkan rumah sewa yang menurutnya layak untuk menjadi tempat tinggalnya saat ini.Lokasinya dekat dengan stasiun dan tepat menghadap ke arah timur sehingga Alisa bisa melihat semburat fajar yang menyongsong.
Untuk hari ini biarlah dia istirahat, karena besok dia akan memulai harinya yang baru. Dia pun akan segera mencari pekerjaan dan berharap semuanya akan berjalan dengan lancar. Namun, baru beberapa menit terlelap, Alisa sudah kembali bermimpi tentang kejadian malam itu. "Aku mohon lepaskan aku. Aku mohon jangan lakukan itu. Aku mohon..." Alisa benar-benar gelisah.Sosok pria itu, aromanya, dan hentakannya yang kasar di organ intimnya membuat Alisa tercekat dalam tidur.
Dia bahkan tidak bisa bernapas dengan tenang dan keringat dingin mulai membanjiri wajahnya saat ini.Apalagi saat dia melihat wajah laki-laki itu, Alisa semakin ketakutan dalam mimpinya hingga membuatnya langsung terbangun.
"Astaghfirullah," ucapnya dengan nafas yang memburu. Dadanya naik turun, jantung yang berdebar kencang setiap kali dia bermimpi buruk tentang laki-laki itu. Dia kembali menangis setelah mengingat apa yang terjadi padanya. Tangisannya benar-benar terasa sangat menyakitkan. "Aku mohon pergi, jangan datang dalam mimpi ku lagi. Aku mohon..." Bahkan rasanya dia tidak ingin lagi mengingat kejadian malam itu, karena rasanya sakit sekali setiap dia mengingat malam mengerikan yang menghancurkan hidupnya saat ini. *** Apa yang terjadi saat tidur membuat Alisa memilih untuk mengakhiri masa istirahatnya dan mencari pekerjaan.Oleh karena itu, saat ini langkah kaki mungilnya membawa dia berjalan menyusuri kota kecil tempat di mana dia tinggal sekarang.
Gamis syar'i berwarna hijau miliknya terlihat sangat indah.
Untungnya dia masih memiliki beberapa rupiah yang bisa digunakan untuk membeli beberapa potong pakaian baru dan membayar sewa kontrakan untuk satu bulan. Sepanjang jalan yang dilewatinya, banyak orang-orang yang terus melihat ke arahnya. Bahkan mereka juga memperhatikan dirinya dengan begitu detail. Namun, Alisa sama sekali tidak peduli dengan semua itu, karen sudah sejak dulu dia mengalami hal seperti ini.Jadi, dia sudah terbiasa. Lagipula, ini adalah tempat baru dan lingkungannya juga beragam.
Namun, tak jarang Alisa mendengar sekelebat bisik-bisik berisi pujian akan kecantikannya yang masih bisa terlihat walau dia sudah menutupnya. "MasyaAllah. Matamu indah sekali, Nak," ucap seorang ibu yang rumahnya ia lewati. Alisa hanya tersenyum sebagai tanggapan. Tidak dipungkiri bahwa mereka semua mengetahui kecantikannya walau dia tidak memperlihatkan kecantikan itu sendiri. Langkah kaki membawa Alisa ke sebuah sekolah, di mana tadi mendengar bahwa di sana ada sekolah yang membutuhkan tenaga guru tambahan. Mendengar hal itu membuat Alisa langsung bersemangat. Dia berharap bahwa dia bisa diterima untuk mengajar di sana. Namun, sayangnya harapan itu harus kandas.Sebab, baru saja ia berjalan masuk ke ruang Tata Usaha, guru yang bekerja di bagian administrasi langsung berkata kalau sekolah itu tak bisa mempekerjakan guru yang tak memiliki kelengkapan identitas.
Terlebih, salah satu syarat untuk menjadi pengajar di sekolah itu juga tidak boleh memakai cadar. "Baik pak, saya paham. Kalau begitu saya permisi." pamit Alisa sebelum pergi dari sana. Alisa pun kembali melangkahkan kakinya untuk mencari pekerjaan. Dia benar-benar berharap bahwa dia bisa mendapatkan pekerjaan.Walau letih, Alisa masih terus berusaha. Dia tidak boleh menyerah begitu saja, sampai dia mengingat bahwa ada seorang anak di rahimnya saat ini.
"Huek..." Alisa tiba-tiba saja merasa mual.Jantungnya berdebar kencang dan keringat dingin mulai membasahi wajahnya.
Dia baru mengingat, bahwa dia sudah terlalu jauh berjalan. Bahkan dia juga merasa kram di bagian perutnya. "Maafin, Ibu, Nak. Ibu lupa," ucapnya sambil mengelus perutnya saat ini. Alisa duduk di bangku yang disediakan di sisi jalan. Dia beristirahat di sana untuk menghabiskan sepotong roti dan air mineral yang sempat dibelinya tadi. Di saat dia sedang duduk di taman, tiba-tiba saja ada sebuah mobil melewatinya dan mobil itu membuat bajunya terkena cipratan air kotor yang tergenang. "Astaghfirullah," ucapnya kaget sambil melihat pakaiannya yang kotor. Sedangkan orang yang berada di dalam mobil tadi langsung berbalik arah saat ada sesuatu yang tiba-tiba saja membuatnya melihat ke arah belakang. "Berhenti!" titah pria yang duduk di dalam mobil. Perintah itu membuat supirnya langsung menghentikan mobilnya saat itu juga.Sayangnya nasib baik tidak berpihak pada mereka, karena saat mobilnya berhenti polisi langsung menghampiri mereka.
"Berhenti!" teriak pria itu, Damian, pada wanita yang duduk di bangku taman tadi. Mendengar ada seseorang yang memanggil membuat Alisa menoleh. Deg! Sosok Damian membuat jantungnya Alisa berdebar kencang. Terlebih saat pria itu mulai membuka pintu dan keluar.Tubuhnya refleks berlari untuk pergi dari sana secepat mungkin. Bahkan dia tidak lagi mempedulikan keadaannya saat ini.
Alisa berlari sekencang yang dia bisa agar menjauh dari laki-laki itu, sedangkan Damian juga berlari mengejar wanita yang sengaja berlari ketika dia memanggilnya. Damian sangat yakin jika itu pasti adalah wanita yang dicarinya. Damian sangat yakin karena mata mereka yang serupa.Namun, baru saja dia hendak mengejar Alisa, seorang polisi langsung menghalanginya.
"Lepaskan saya, Pak!" sentak Damian. "Ada ditilang, Pak. Mobil anda-" "Silakan urus semua keperluan Bapak dengan supir saya." kata Damian hingga membuatnya langsung mendorong polisi tadi dan dia mengejar wanita itu. Alisa yang berlari sudah mulai menjauhi Damian. Dia terus saja berdoa agar dia tidak bertemu dengan laki-laki itu. "Sial! kemana dia?!" Damian mengumpat kesal saat dia kehilangan jejak Alisa. Kini dia berdiri tepat di depan sebuah masjid.Entah mengapa kedua kakinya membawa Damian untuk semakin memasuki tempat tersebut, karena dia yakin bahwa wanita itu berada di tempat ini karena hanya ini saja tempat yang mungkin di menjadi tempat persembunyiannya.
Sedangkan Alisa, kini dia bersembunyi di balik mimbar yang berada di dalam masjid tadi. Saat dia mendengar suara pintu yang terbuka membuat jantung Alisa semakin berdebar kencang. "Ya Allah, tolong hamba ya Allah. Tolong hamba mu ini ya Rabb..." Alisa berdoa dalam hati agar dua tidak di temukan oleh laki-laki itu. Dia berusaha menahan rasa sakit di bagian perutnya saat berlari cukup jauh tadi.Dia harap anaknya akan baik-baik saja, karena dia tidak ingin terjadi apa pun pada anak yang ada di kandungannya saat ini.
Damian semakin memasuki tempat tersebut. Namun, baru saja dia melangkah memasukinya ada seseorang yang menahan dirinya agar tidak masuk ke dalam. "Permisi pak, kalau masuk sepatunya tolong dibuka," ucap salah seorang yang menjaga masjid ini. "Saya sedang mencari seorang wanita yang masuk ke sini." kata Damian karena dia yakin bahwa wanita itu berada di dalam sini. "Tidak ada siapa pun di sini, Pak." "Saya yakin tadi dia masuk ke dalam sini tadi, Pak" Damian masih dengan keyakinannya bahwa wanita tadi memang masuk ke dalam sini. "Saya juga yakin, Pak. Masjid ini baru saya bersihkan dan tidak ada siapa pun di sini." jawab pria itu karena memang dia yakin tidak ada orang yang datang ke masjid ini setelah ia membersihkannya.Sepeninggal pria itu, jantung Alisa masih terasa berdebar kencang dan dadanya terasa sesak. Bayangan kilas balik adegan itu terus berputar di kepalanya hingga membuat Alisa dipenuhi oleh keringat dingin. Tanpa sadar, suara isak tangis yang ia sedari awal berusaha Alisa tahan mulai keluar dengan bebas. Air mata yang keluar dari matanya pun semakin deras hingga membasahi cadar yang Alisa kenakan. "Astaghfirullah, kamu siapa?" Suara seorang pria membuat isakan Alisa sontak berhenti dan menatap ke arah sumber suara. Saat ini di depannya, berdiri seorang pria dengan celana cingkrang dan baju koko berwarna putih. Sosok pria itu mendekatinya dan Alisa semakin mundur ke belakang. Dia mulai ketakutan ketika melihat laki-laki itu. Apalagi saat laki-laki itu ingin menyentuhnya. "Jangan sentuh aku! Aku mohon jangan sentuh aku," ucapnya dengan perasaan takut. Bayangan kejadian malam itu membuat Alisa bertarung dengan memori dalam otaknya dan melupakan realita aktual yang ia lalui seka
Setelah kejadian itu, Alisa di antar ke rumah kontrakannya oleh keluarga Zaki.Dia juga baru mengetahui bahwa laki-laki yang menolongnya tadi bernama Zaki, dan ibunya bernama Fatimah.Sedangkan seorang wanita lainnya lagi bernama Zahra. Mereka mengantarnya sampai ke depan rumahnya dan Alisa berterima kasih banyak karena mereka telah menolong dirinya.Sebab, entah apa yang akan terjadi kalau tadi mereka tidak menolongnya. Namun, yang membuatnya lebih bersyukur lagi adalah karena dia tidak bertemu dengan laki-laki itu.Alisa tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia sampai bertemu dengan laki-laki itu tadi. "Ya, Allah apa lagi rencana-Mu untuk hamba?" apa yang akan terjadi setelah ini?" tanya Alisa sambil menatap potret dirinya di dalam cermin.Kata orang, dia memiliki struktur wajah yang mirip dengan abinya, sedangkan alis dan matanya mirip dengan uminya. Terlihat cantik. “Abi.. umi.. Alisa rindu" gumam Alisa dengan wajah berlinang air mata. Pada waktu seperti ini, biasan
Saat Damian masuk ke dalam ruangan, Jack langsung berdiri dan menyambut kedatangannya dengan sigap. "Semua yang Anda butuhkan ada di dalamnya, Pak" ucap Jack kepada Damian. Perkataan Jack membuat Damian mengambil map coklat itu tanpa basa-basi. Baris demi baris ia baca hingga akhirnya netra coklatnya menangkap deretan huruf kapital yang tersusun menjadi sebuah nama, "Alisa Al-Humaira". "Alisa," ucapnya untuk memvalidasi setelah mengetahui bahwa wanita yang dicarinya bernama Alisa. Ternyata, memang tidak sia-sia dia menghabiskan banyak uang untuk menyuruh para anak buahnya untuk mencari informasi tentang wanita yang bersamanya malam itu. Dia melakukan semuanya karena dia ingin bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Namun, entah kenapa dia mau mengejar wanita itu sejauh ini. Padahal, selama ini dia bisa mendapatkan wanita manapun yang diinginkan tanpa harus bersusah payah. Bahkan mereka dengan sukarela menyerahkan diri untuk naik ke atas ranjangnya. "Apa alamatnya jauh
Saat sedang asyik membaca, Alisa terkejut karena tiba-tiba saja ada orang yang mengetuk pintu rumah. Dirinya yang sedang tidak memakai hijab pun langsung berlari mencari di mana hijabnya tadi, lalu memakai cadarnya sebelum membuka pintu. Saat Alisa pintu dibuka, Alisa mendapati sosok perempuan paruh baya yang berdiri berdampingan dengan sosok pria yang ia kenal. "Assalamu'alaikum nak, Alis," ucap Fatimah saat Alisa membukakan pintu rumahnya. "Waalaikumsalam, Ibu." jawab Alisa sebelum mengambil tangan wanita itu untuk dicium. Apa yang Alisa lakukan saat ini membuat Fatimah semakin menyukai wanita itu. Dia semakin yakin bahwa Alisa yang terbaik untuk Zaki dan menjadi pendamping dari anaknya. "Ibu ganggu kamu tidak?" tanya Fatimah sebelum Alisa mempersilahkan mereka untuk masuk. "Nggak kok, Bu. Ayo, masuk." ajaknya pada mereka. Saat kedua orang itu duduk, Alisa langsung merasa tidak nyaman. Sebab, di rumah ini, tidak ada apa pun selain tikar yang menjadi alas untuk mereka d
Keesokan harinya, Alisa yang baru saja selesai bersiap-siap langsung dikagetkan oleh kedatangan Fatimah dan Zaki di depan pintu rumahnya. "Assalamu'alaikum cantiknya, Ibu." ujar Bu Fatimah ketika melihat Alisa yang baru saja membuka pintu rumah. Alisa hampir saja berteriak saat melihat mereka berdua sudah tiba di rumahnya tanpa aba-aba. Sebab, dia memang telah memperkirakan kedatangan Fatimah dan Zaki, tapi ia sama sekali tidak menyangka kalau mereka akan datang secepat ini. "Waalaikumsalam ibu" jawab Alisa dengan lembut setelah lebih dulu beristighfar di dalam hati. Wajah Fatimah yang berseri membuat perasaan Alisa menjadi damai. Dia merasa bahwa wanita ini terlihat begitu mirip dengan Uminya di pondok yang juga begitu menyayangi dirinya. Namun, Alisa tidak ingin berbesar kepala, karena ia sadar kalau semua mungkin tidak akan sama lagi apabila kehamilannya telah ketahuan. Tiba-tiba saja Alisa melihat ke arah Zaki dan kedua mata mereka saling mengunci satu sama lain. Buru-buru
Suara derap kaki yang kencang dan terburu-buru timbul dari suara pantofel yang dikenakan oleh Damian. Mata tajamnya menatap lurus ke depan, sedangkan lengan kanannya terkepal erat. Ia buru-buru datang dari kantor setelah mendapat kabar kalau pelayan yang menyuguhkan minum padanya malam itu telah ditemukan setelah sebelumnya berhasil kabur hingga ke negara tetangga. Sesampainya di basement, Damian membiarkan para anak buahnya yang berjaga untuk membukakan pintu dan menyalakan lampu bagi lorong yang sebelumnya gelap. Setelah pintu kayu itu terbuka, Damian kembali beranjak dengan langkah yang semakin cepat karena ia sudah tak sabar untuk bertemu dengan orang yang telah membuatnya terpengaruh obat sialan itu. Saat Damian masuk, ternyata orang yang melakukan hal itu adalah seorang perempuan. Wanita itu terduduk di kursi dengan tangan yang terikat dan diletakkan di atas pangkuan. Kedatangan Damian membuat tubuh perempuan itu langsung bergetar dengan mata yang terbelalak. Sebab,
"Kerjain tuh pesanan!" titah Zahra yang sengaja melakukan hal itu pada Alisa yang sedang membersihkan etalase toko. Perkataan Zahra membuat Alisa kaget, karena tiba-tiba saja gadis itu datang dan memberinya perintah. Padahal tadi Fatimah sudah mengatakan bahwa pekerjaan itu adalah pekerjaan Zahra. Namun, kenapa tiba-tiba gadis itu menyerahkan pekerjaan itu padanya? "Bukannya tadi kata Bu Fatimah kamu yang ngerjain, ya?" tanya Alisa yang membuat Zahra merasa kesal karena wanita itu berani menjawabnya. "Heh! Ingat, ya Alisa. Kamu tuh anak baru di sini dan Bu Fatimah selalu mempercayakan toko ini kepadaku. Jadi, kamu yang harus mengerjakan itu semua!" ujar Zahra sembari menatap Alisa dengan tajam. Perkataan Zahra membuat Alisa benar-benar tidak menyangka kalau ini merupakan sifat asli gadis itu. Sebab, seharian kemarin dia terlihat sangat baik dan memperlakukannya dengan baik pula. Namun, hari ini sikapnya sangat berubah drastis dan perlakuan gadis itu pun sangat buruk padanya.
Ayah Damian sedang menikmati hari bersama dengan lembaran koran di tangan. Itu membuat pria berusia 58 tahun itu menarik sudut bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman yang tidak dilihat oleh putranya. Damian yang berdiri tepat di hadapan ayahnya saat sudah terlihat muak dengan laki-laki itu. Sebab, sudah lebih dari tiga puluh menit dia berdiri di sana, tapi ayahnya masih tidak berkata sepatah kata pun juga. "Akhirnya kamu pulang juga. Bagaimana dengan perjalananmu?" tanya ayahnya setelah 45 menit Damian menunggu. Ia tampaknya sengaja mengalihkan pembicaraan di antara mereka saat ini dengan berbasa-basi. "Langsung ke intinya saja. Aku tahu apa yang papa rencanakan. Jadi, Papa harus ingat satu hal: aku tidak akan menerima pertunangan ini. Kalau Papa masih bersikeras, maka aku yang akan membuat Claudia menolak pertunangan ini!" katanya yang membuat ayahnya kembali tersenyum. Dia tau bahwa Damian akan menolak pertunangan ini. Jadi, dia menyiapkan Claudia yang sangat tepat untuk Dami