Share

Bab 02. Bertemu

"Ibu harap kamu tumbuh dengan sehat. Kita juga akan memulai semuanya dari awal. Ibu janji ibu akan bertanggung jawab atas diri kamu. Ibu akan berusaha menjadi ibu yang baik. Kita bisa melewati ini semua, Nak." gumam Alisa sembari mengelus perutnya yang masih rata.

Dia baru saja mendapatkan rumah sewa yang menurutnya layak untuk menjadi tempat tinggalnya saat ini.

Lokasinya dekat dengan stasiun dan tepat menghadap ke arah timur sehingga Alisa bisa melihat semburat fajar yang menyongsong.

Untuk hari ini biarlah dia istirahat, karena besok dia akan memulai harinya yang baru. Dia pun akan segera mencari pekerjaan dan berharap semuanya akan berjalan dengan lancar.

Namun, baru beberapa menit terlelap, Alisa sudah kembali bermimpi tentang kejadian malam itu.

"Aku mohon lepaskan aku. Aku mohon jangan lakukan itu. Aku mohon..." Alisa benar-benar gelisah.

Sosok pria itu, aromanya, dan hentakannya yang kasar di organ intimnya membuat Alisa tercekat dalam tidur.

Dia bahkan tidak bisa bernapas dengan tenang dan keringat dingin mulai membanjiri wajahnya saat ini.

Apalagi saat dia melihat wajah laki-laki itu, Alisa semakin ketakutan dalam mimpinya hingga membuatnya langsung terbangun.

"Astaghfirullah," ucapnya dengan nafas yang memburu.

Dadanya naik turun, jantung yang berdebar kencang setiap kali dia bermimpi buruk tentang laki-laki itu. Dia kembali menangis setelah mengingat apa yang terjadi padanya.

Tangisannya benar-benar terasa sangat menyakitkan. "Aku mohon pergi, jangan datang dalam mimpi ku lagi. Aku mohon..." 

Bahkan rasanya dia tidak ingin lagi mengingat kejadian malam itu, karena rasanya sakit sekali setiap dia mengingat malam mengerikan yang menghancurkan hidupnya saat ini.

***

Apa yang terjadi saat tidur membuat Alisa memilih untuk mengakhiri masa istirahatnya dan mencari pekerjaan.

Oleh karena itu, saat ini langkah kaki mungilnya membawa dia berjalan menyusuri kota kecil tempat di mana dia tinggal sekarang.

Gamis syar'i berwarna hijau miliknya terlihat sangat indah.

Untungnya dia masih memiliki beberapa rupiah yang bisa digunakan untuk membeli beberapa potong pakaian baru dan membayar sewa kontrakan untuk satu bulan.

Sepanjang jalan yang dilewatinya, banyak orang-orang yang terus melihat ke arahnya. Bahkan mereka juga memperhatikan dirinya dengan begitu detail.

Namun, Alisa sama sekali tidak peduli dengan semua itu, karen sudah sejak dulu dia mengalami hal seperti ini.

Jadi, dia sudah terbiasa. Lagipula, ini adalah tempat baru dan lingkungannya juga beragam.

Namun, tak jarang Alisa mendengar sekelebat bisik-bisik berisi pujian akan kecantikannya yang masih bisa terlihat walau dia sudah menutupnya.

"MasyaAllah. Matamu indah sekali, Nak," ucap seorang ibu yang rumahnya ia lewati.

Alisa hanya tersenyum sebagai tanggapan. Tidak dipungkiri bahwa mereka semua mengetahui kecantikannya walau dia tidak memperlihatkan kecantikan itu sendiri.

Langkah kaki membawa Alisa ke sebuah sekolah, di mana tadi mendengar bahwa di sana ada sekolah yang membutuhkan tenaga guru tambahan.

Mendengar hal itu membuat Alisa langsung bersemangat. Dia berharap bahwa dia bisa diterima untuk mengajar di sana.

Namun, sayangnya harapan itu harus kandas.

Sebab,  baru saja ia berjalan masuk ke ruang Tata Usaha, guru yang bekerja di bagian administrasi langsung berkata kalau sekolah itu tak bisa mempekerjakan guru yang tak memiliki kelengkapan identitas.

Terlebih, salah satu syarat untuk menjadi pengajar di sekolah itu juga tidak boleh memakai cadar.

"Baik pak, saya paham. Kalau begitu saya permisi." pamit Alisa sebelum pergi dari sana.

Alisa pun kembali melangkahkan kakinya untuk mencari pekerjaan. Dia benar-benar berharap bahwa dia bisa mendapatkan pekerjaan.

Walau letih, Alisa masih terus berusaha. Dia tidak boleh menyerah begitu saja, sampai dia mengingat bahwa ada seorang anak di rahimnya saat ini.

"Huek..." Alisa tiba-tiba saja merasa mual.

Jantungnya berdebar kencang dan keringat dingin mulai membasahi wajahnya.

Dia baru mengingat, bahwa dia sudah terlalu jauh berjalan. Bahkan dia juga merasa kram di bagian perutnya.

"Maafin, Ibu, Nak. Ibu lupa," ucapnya sambil mengelus perutnya saat ini.

Alisa duduk di bangku yang disediakan di sisi jalan. Dia beristirahat di sana untuk menghabiskan sepotong roti dan air mineral yang sempat dibelinya tadi.

Di saat dia sedang duduk di taman, tiba-tiba saja ada sebuah mobil melewatinya dan mobil itu membuat bajunya terkena cipratan air kotor yang tergenang.

"Astaghfirullah," ucapnya kaget sambil melihat pakaiannya yang kotor.

Sedangkan orang yang berada di dalam mobil tadi langsung berbalik arah saat ada sesuatu yang tiba-tiba saja membuatnya melihat ke arah belakang.

"Berhenti!" titah pria yang duduk di dalam mobil. Perintah itu  membuat supirnya langsung menghentikan mobilnya saat itu juga.

Sayangnya nasib baik tidak berpihak pada mereka, karena saat mobilnya berhenti polisi langsung menghampiri mereka.

"Berhenti!" teriak  pria itu, Damian, pada wanita yang duduk di bangku taman tadi.

Mendengar ada seseorang yang memanggil membuat Alisa menoleh.

Deg!

Sosok Damian membuat jantungnya Alisa berdebar kencang. Terlebih saat pria itu mulai membuka pintu dan keluar.

Tubuhnya refleks berlari untuk pergi dari sana secepat mungkin. Bahkan dia tidak lagi mempedulikan keadaannya saat ini.

Alisa berlari sekencang yang dia bisa agar menjauh dari laki-laki itu, sedangkan Damian juga berlari mengejar wanita yang sengaja berlari ketika dia memanggilnya.

Damian sangat yakin jika itu pasti  adalah wanita yang dicarinya. Damian sangat yakin karena mata mereka yang serupa.

Namun, baru saja dia hendak mengejar Alisa, seorang polisi langsung menghalanginya.

"Lepaskan saya, Pak!" sentak Damian.

"Ada ditilang, Pak. Mobil anda-"

"Silakan urus semua keperluan Bapak dengan supir saya." kata Damian hingga membuatnya langsung mendorong polisi tadi dan dia mengejar wanita itu.

Alisa yang berlari sudah mulai menjauhi Damian. Dia terus saja berdoa agar dia tidak bertemu dengan laki-laki itu.

"Sial! kemana dia?!" Damian mengumpat kesal saat dia kehilangan jejak Alisa.

Kini dia berdiri tepat di depan sebuah masjid.

Entah mengapa kedua kakinya membawa Damian untuk semakin memasuki tempat tersebut, karena dia yakin bahwa wanita itu berada di tempat ini karena hanya ini saja tempat yang mungkin di menjadi tempat persembunyiannya.

Sedangkan Alisa, kini dia bersembunyi di balik mimbar yang berada di dalam masjid tadi. Saat dia mendengar suara pintu yang terbuka membuat jantung Alisa semakin berdebar kencang.

"Ya Allah, tolong hamba ya Allah. Tolong hamba mu ini ya Rabb..." Alisa berdoa dalam hati agar dua tidak di temukan oleh laki-laki itu.

Dia berusaha menahan rasa sakit di bagian perutnya saat berlari cukup jauh tadi.

Dia harap anaknya akan baik-baik saja, karena dia tidak ingin terjadi apa pun pada anak yang ada di kandungannya saat ini.

Damian semakin memasuki tempat tersebut. Namun, baru saja dia melangkah memasukinya ada seseorang yang menahan dirinya agar tidak masuk ke dalam.

"Permisi pak, kalau masuk sepatunya tolong dibuka," ucap salah seorang yang menjaga masjid ini.

"Saya sedang mencari seorang wanita yang masuk ke sini." kata Damian karena dia yakin bahwa wanita itu berada di dalam sini.

"Tidak ada siapa pun di sini, Pak."

"Saya yakin tadi dia masuk ke dalam sini tadi, Pak" Damian masih dengan keyakinannya bahwa wanita tadi memang masuk ke dalam sini.

"Saya juga yakin, Pak. Masjid ini baru saya bersihkan dan tidak ada siapa pun di sini." jawab pria itu karena memang dia yakin tidak ada orang yang datang ke masjid ini setelah ia membersihkannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status