Share

Bab 63

Author: Bhay Hamid
last update Huling Na-update: 2025-04-06 18:14:57

Cumi Panggang dan Cumi Sayur Pedas

Untuk menu kelas atas, Raka menghadirkan cumi panggang bumbu madu dan cumi sayur pedas .

Cumi Panggang Bumbu Madu : Cumi-cumi segar direndam dalam campuran madu, bawang putih, dan sedikit air jeruk nipis, lalu dipanggang hingga kecokelatan. Teksturnya kenyal, dengan rasa manis yang berpadu dengan aroma asap dari panggangan.

Cumi Sayur Pedas : Cumi yang dimasak bersama sayuran seperti terong, labu siam, dan cabai merah, menghasilkan hidangan berkuah pedas yang menggugah selera.

“Cumi sayur pedas ini pasti disukai para bangsawan,” ujar Roni sambil mengusap keringat di dahi akibat kepedasan yang menggigit.

Ayam Kremasi: Gurih dan Garing

Raka juga memperkenalkan Ayam Kremasi , sebuah teknik memasak ayam yang belum pernah ada di wilayah itu.

Ayam direbus dengan bumbu rempah hingga empuk, kemudian digoreng dengan api kecil hingga bagian luar menjadi renyah dan kering sementara bagian dalamnya tetap lembut dan juicy.

Disajikan dengan sambal terasi dan lalap
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 64

    Di pagi hari yang cerah, Raka Wironegoro duduk bersama istri ketiga—Aina, Aini, dan Andini—di serambi belakang rumah. Secangkir wedang jahe mengepul di hadapannya, sementara istrinya sibuk mengiris rempah dan mencatat sesuatu di daun lontar.“Kanda,” ujar Aini sambil meletakkan ulekan yang masih berbau harum kunyit dan ketumbar. “Beta berpikir, kenapa kita tidak membuat racikan bumbu yang siap digunakan? Dengan begitu, siapa pun bisa memasak seperti di Sekar Kedaton.”Andini yang sedari tadi menggiling merica hitam menimpali, "Benar adanya! Banyak istri saudagar yang datang kemari mengeluh tak pandai meracik bumbu. Jika kita menjual rempah siap saji, mereka tak perlu bersusah payah menakar dan menghaluskan sendiri."Raka tersenyum, matanya berbinar. "Kalian sungguh cerdik. Dengan ini, tak hanya rumah makan kita yang semakin dikenal, tapi kita juga bisa memperluas usaha ke pasar-pasar yang lebih besar."Aina yang sejak tadi diam kini angkat bicara. "Namun, Kanda, bagaimana caranya bumb

    Huling Na-update : 2025-04-06
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 65

    Angin bertiup pelan membawa aroma khas rempah yang sedang disangrai di dapur Sekar Kedaton. Namun, di balik ketenangan malam, hati Raka Wironegoro bergejolak. Ia baru saja mendapat kabar dari Riko bahwa ada sesuatu yang mencurigakan di balik pencurian resep rumah makannya.Di serambi belakang, Raka duduk dengan wajah serius. Riko dan Roni berdiri di hadapannya, keduanya tampak murka.“Paman Raka, kini terang sudah siapa dalang di balik kejahatan itu,” ujar Riko dengan nada geram."Siapa?" Raka mengangkat wajahnya, menatap tajam ke arah Riko."Keluarga Anom dan Mawar!" Roni menjawab dengan tegas. "Mereka menyuruh Seto, kepala dapur yang dahulu kita percaya, untuk menyalin semua resep Sekar Kedaton!"Raka menggenggam tangan. Seto adalah orang yang telah bekerja lama bersamanya, seseorang yang ia anggap sebagai saudara dalam usaha ini. Namun ternyata, kepercayaannya telah disalahgunakan.“Anom dan Mawar memang sudah lama iri dengan kejayaan rumah makan kita,” kata Roni. "Sekarang, mereka

    Huling Na-update : 2025-04-07
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 66

    Dalam beberapa pekan terakhir, Rumah Makan Sekar Kedaton mulai mendapat kabar miring. Para pelanggan setia mulai mendengar desas-desus bahwa makanan di sana tidak lagi dilihat sebelumnya, bahan-bahannya sudah tidak segar, bahkan ada pula yang mengatakan bahwa dapurnya tidak bersih.Rumor itu tidak muncul begitu saja. Keluarga Anom dan Mawar berada di baliknya. Mereka tidak puas hanya dengan mencuri resep, kini mereka ingin menghancurkan reputasi Raka dengan cara yang lebih licik.Seorang pedagang sayur yang biasa menabung ke dapur Sekar Kedaton datang dengan wajah gusar. "Tuan Raka, saya mendengar orang-orang di pasar membicarakan rumah makan ini. Mereka bilang, ada orang-orang yang diupah untuk menyebarkan fitnah."Raka menatap tajam. "Siapa yang melakukannya?"Pedagang itu menghela napas. “Aku tidak tahu pasti, tapi aku melihat orang-orang yang biasa berduka dengan keluarga Anom ikut menyebarkan kabar itu.”Bantuan Kepada PejabatTidak hanya itu, keluarga Anom juga mulai menyuap bebe

    Huling Na-update : 2025-04-07
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 67

    Setelah berbagai peristiwa yang terjadi, Raka duduk termenung di beranda rumahnya, ditemani Roni dan Riko. Mereka telah mempertimbangkan banyak hal, terutama mengenai nasib Rumah Makan Sekar Kedaton di Kecamatan Kemusuk yang semakin hari semakin diganggu oleh permainan licik keluarga Anom.“Paman, apakah ini keputusan terbaik?” tanya Roni dengan ragu. "Bagaimanapun, rumah makan di Kemusuk sudah lama berdiri. Menutupnya berarti menyerah pada muslihat mereka."Raka menghela napas panjang. "Bukan menyerah, Roni. Aku hanya memilih medan perang yang lebih menguntungkan."Riko mengangguk. "Jika kita tetap bertahan di Kemusuk, mereka akan terus menyerang kita. Tapi jika kita pindah ke Kali Bening, kita justru memiliki lebih banyak peluang. Kedai kita akan lebih dekat dengan pelabuhan Desa Petir, tempat para saudagar berkumpul sebelum berlayar."Raka tersenyum tipis. "Benar. Kali Bening memiliki potensi besar. Jika kita memusatkan usaha di sana, maka rumah makan kita akan berkembang lebih pes

    Huling Na-update : 2025-04-07
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 68

    Sejak Rumah Makan Sekar Kedaton dipindahkan ke Desa Kali Bening, para pelanggan setia mulai berdatangan. Awalnya mereka datang hanya ingin kepuasan hidangan khas yang sudah terkenal. Namun, begitu tiba di sana, mereka terkejut melihat keindahan alam yang belum pernah mereka perhatikan sebelumnya ."Oh Dewata, betapa sejuknya udara di desa ini!" seru seorang saudagar kaya sambil menghirup napas dalam-dalam. "Tidak seperti di pasar yang penuh debu dan hiruk pikuk!"Yang lain pun setuju. "Lihatlah sungai itu, airnya jernih. Bukankah ini tempat yang baik untuk bersantai setelah berdagang seharian?"Raka yang duduk di serambi rumah makan, memperhatikan percakapan mereka dengan penuh perhatian. Ia mulai menyadari sesuatu— Desa Kali Bening memiliki potensi yang lebih dari sekadar tempat makan .Keindahan Desa Kali Bening dan Peluang BaruSemakin hari, semakin banyak pelanggan yang datang. Beberapa dari mereka tidak hanya menikmati makanan, tetapi juga berjalan-jalan di sekitar sungai , menik

    Huling Na-update : 2025-04-08
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 69

    Setelah melihat bagaimana Desa Kali Bening semakin ramai didatangi saudagar dan wisatawan dari berbagai daerah, Raka tidak tinggal diam. Ia mulai berpikir lebih jauh— bukan hanya soal rumah makan, tetapi juga tentang tempat menginap bagi mereka yang datang dari jauh .“Jika mereka datang untuk bersantap, mengapa kita tidak menyediakan pula tempat mereka beristirahat?” begitu pikirnya.Maka, dengan tekad yang bulat, Raka mulai membangun beberapa rumah penginapan di Desa Kali Bening . Penginapan yang lama pun ia perlukan, agar dapat menampung lebih banyak tamu. Setiap bangunan dirancang sedemikian rupa, menggunakan kayu-kayu pilihan yang kokoh serta atap rumbia yang sejuk. Kamar-kamar dibuat nyaman, lengkap dengan tikar anyaman halus serta tempat tidur yang tersusun rapi.Namun, tidak semua orang melihat langkah ini sebagai keputusan yang bijak. Beberapa warga menganggap usaha Raka sia-sia."Apa maksudnya membangun banyak rumah penginapan? Desa kita ini hanya desa kecil, bukan kota besa

    Huling Na-update : 2025-04-08
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 70

    Hari demi hari, Desa Kali Bening semakin ramai. Para saudagar, pelancong, dan pekerja mulai berdatangan , menjadikan desa yang dulu sepi kini penuh dengan aktivitas.Di sepanjang jalan utama, warung-warung mulai bermunculan , menjajakan berbagai makanan dan barang dagangan. Beberapa rumah warga bahkan diubah menjadi tempat penginapan sederhana , menampung para musafir yang ingin beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan.Di sisi lain, usaha Raka berkembang pesat . Rumah makan Sekar Kedaton yang baru kini menjadi tempat persinggahan utama para saudagar kaya . Setiap harinya, pundi-pundi perak terus mengalir , bukan hanya dari hasil penjualan makanan, tetapi juga dari bumbu siap saji, penginapan, serta produk unggulan desa .Tidak butuh waktu lama, kabar tentang pesatnya perkembangan Desa Kali Bening sampai ke para pedagang besar dan pejabat kota ."Luar biasa! Siapa yang mengira desa kecil ini bisa tumbuh menjadi pusat perdagangan baru?" ujar seorang saudagar saat menikmati hidangan

    Huling Na-update : 2025-04-08
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 71

    Malam itu, angin berhembus pelan menyusuri pematang sawah dan menyelinap ke rumah-rumah penduduk Desa Kali Bening. Namun tak seperti biasanya, malam yang biasanya diterangi oleh lampu minyak, kini justru memancarkan cahaya hangat dari jendela rumah bata merah warga.Raka, kini telah mengenalkan benda sederhana namun mengubah banyak hal—lilin kayu malam.“Cahaya ini… seperti sinar rembulan yang turun ke bumi,” gumam seorang perempuan tua sambil menatap lilin yang menyala di sudut rumahnya.“Iya, Mak,” sahut cucunya, “kata Kak Raka, kayu malam memang punya minyak yang bisa membakar lama.”Di penginapan milik Raka sendiri, cahaya lilin menghiasi setiap sudut. Para tamu yang bermalam duduk melingkar, mengobrol tanpa takut disengat gelap malam.“Sungguh, penginapanmu ini tak lagi seperti rumah desa, Raka,” kata Pak Leman, saudagar dari Kutaraja, sambil menyeruput air jahe. “Terang dan nyaman. Aku betah berlama-lama di sini.”Raka hanya tersenyum, lalu menjawab rendah hati.“Hanya kayu dan

    Huling Na-update : 2025-04-09

Pinakabagong kabanata

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 118

    Pagi itu, mentari baru saja menggeliat dari balik Bukit Langgundi. Di dalam aula utama Madya Utama Surya Manggala, suasana sunyi mencekam seperti medan perang sebelum genderang dipukul. Para siswa duduk tegak, pena bulu di tangan, mata tajam menatap lembaran lontar berisi soal-soal yang rumit dan membingungkan.Raka, duduk di barisan tengah, menarik napas perlahan. Matanya menatap soal dengan jernih, namun hatinya dilanda keraguan.“Jika aku menyelesaikan ini terlalu sempurna… bisa jadi mereka menarikku ke istana. Tapi… jika nilainya terlalu rendah, aku akan dicap tak layak,” batinnya berkecamuk.Ia sengaja mengulur waktu, menyelipkan beberapa jeda dan memperlambat langkah-langkah pemecahan yang biasanya bisa ia selesaikan dalam waktu singkat. Namun meski begitu, tangannya tetap menari luwes, menjawab soal demi soal dengan ketelitian luar biasa.Beberapa hari kemudian, hasil ujian diumumkan. Suasana aula berubah jadi pasar bisik-bisik.“Raka… sembilan puluh tujuh persen!” seru salah s

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 117

    Kabut masih menggantung di perbukitan saat suara kaki kuda menggema di jalan utama Kadipaten. Sudah beberapa pekan berlalu sejak kejadian itu—namun berita penculikan Andini, istri ketiga Raka, masih berbisik di antara lorong-lorong sunyi para pejabat desa. Aneh bin ajaib, kabar itu tidak pernah sampai ke telinga warga Desa Kali Bening.Di ruang sidang Kadipaten, Zeno, Riko, dan Roni duduk di bangku kayu panjang. Wajah mereka tegang, namun teguh. Di hadapan mereka berdiri Penghulu Kadipaten, berjubah hitam dengan sorot mata tajam."Kalian dipanggil karena menjadi saksi atas temuan prajurit kerajaan... Baurekso dan empat orang lainnya ditemukan bersimbah darah di hutan Gunung Tekukur," suara penghulu menggetarkan langit-langit balairung.Zeno menjawab tenang, "Kami tak melihat kejadian langsung, tapi kami tahu siapa yang memerintahkan mereka. Semua jejak mengarah pada Lurah Wiroguno dan si Anom."Suasana berubah dingin. Beberapa pejabat saling menatap dengan kegelisahan samar.Beberapa

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 116

    Mentari pagi belum sepenuhnya tinggi saat seekor kuda cokelat berhenti di depan gerbang Desa Kali Bening. Di punggungnya duduk seorang pria berjubah hijau lumut dengan lambang Adipati Kota Madya Utama di dadanya. Di tangannya tergenggam gulungan surat berstempel lilin merah."Aku mencari Tetua Kades Zeno," ucap si utusan, suaranya mantap, tak tergesa.Warga yang sedang menjemur padi dan membersihkan jalanan langsung menoleh, lalu saling berbisik penasaran. Tak setiap hari utusan adipati datang ke desa kecil seperti mereka.Tak lama, Zeno keluar dari rumah panggungnya. Pria tua itu mengenakan ikat kepala kelabu dan sorot matanya menyimpan wibawa yang bijak."Aku Zeno. Ada urusan apakah dari Kota Madya Utama hingga membuat langit pagi di sini jadi lebih bergema?"Utusan itu menunduk hormat sebelum menyodorkan surat."Surat ini dari Adipati untuk keluarga Raka. Mohon disampaikan kepada yang berhak. Isinya... kabar yang mulia."Zeno mengangguk, memanggil anak kembarnya Riko dan Roni, lalu

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 115

    Hari itu, langit di atas Desa Dalam Raja memancarkan cahaya keemasan. Panji-panji Kerajaan Surya Manggala berkibar di setiap sudut, bunyi gamelan dan tabuhan kendang bersahut-sahutan mengisi udara. Di tengah alun-alun desa, sebuah panggung kayu didirikan, dikelilingi bunga kenanga, kemenyan, dan dupa yang mengepul halus ke langit.Hari itu, bukan hari biasa. Hari itu adalah Upacara untuk Raka.Penduduk dari berbagai dusun datang membawa sesajen dan buah-buahan, menaruhnya di meja panjang, berjejer dengan nasi tumpeng setinggi lutut orang dewasa.Seorang tetua desa—berjubah putih dengan tongkat ukiran ular kembar—berdiri dan mengangkat suaranya, "Mulai hari ini, Raka... bukan lagi hanya seorang pelajar. Tapi ia telah sejajar dengan para bangsawan muda Surya Manggala, meski usianya belum lagi lewat seperempat abad!"Orang-orang bersorak. Anak-anak berlarian, mengangkat miniatur pedang kayu dan meneriakkan nama Raka sambil tertawa.Raka sendiri duduk bersila di atas panggung, mengenakan

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 114

    Hening menyelimuti langit Akademi Utama Kerajaan. Riuh para penonton yang tadi menggema di tanah latihan, kini terganti dengan desau angin dan napas para siswa yang masih tersisa. Tubuh-tubuh kelelahan bergelimpangan di pinggir arena. Namun satu sosok masih berdiri tegap di tengah lingkaran batu raksasa itu: Raka.Tubuhnya penuh memar. Biru keunguan menghiasi lengan, pundak, bahkan bagian samping wajahnya. Namun langkahnya tetap kokoh, napasnya masih teratur, dan sorot matanya masih setajam awal pertandingan.Seorang guru mendekatinya dengan ragu, lalu berbisik, "Raka... kau yakin tak perlu pengobatan dari tabib istana?"Raka hanya mengangguk pelan, lalu menjawab tanpa mengubah nada suaranya,"Syukurlah tubuh ini cepat menyembuh. Sedikit nyeri seperti ini... takkan membuatku tumbang."Di atas podium kehormatan, Maha Patih Maheswara, panglima tertinggi yang mengawasi ujian itu, mematung dalam diam. Raut wajahnya kaku, mata menatap kosong ke arah Raka. Di balik jubah emasnya yang berat,

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 113

    Tubuh Master Resi Kumara terbaring lemah. Tubuhnya dibalut ramuan hangat dan balur akar-akar langka dari Pegunungan Sembilak. Di sisi tempat tidurnya, berdiri seorang lelaki tua berjubah cokelat tanah dengan sabuk hijau zamrud—Tabib Nambi, sang penyembuh istana.“Sepempat Kekuatan Saja Sudah Cukup”Patih Nambi berdiri di sisi ranjang, wajahnya tenang namun suaranya berat saat berbicara kepada salah satu guru besar.“Jika benar seperti yang kalian katakan... bahwa Raka hanya menggunakan sepempat kekuatannya, maka bersyukurlah Master Kumara masih bisa bernapas.”“Separuh saja sudah seperti ini...” gumam Guru Lomas, menunduk.“Kalau separuh tenaganya dilepas,” lanjut Tabib Nambi, “aku tak yakin tubuh manusia bisa bertahan. Ia bisa lumpuh... bahkan mati, dalam sekejap.”Semua yang mendengar berita itu terdiam. Terbayang di kepala mereka: Raka yang santun, diam, ternyata menyimpan kekuatan seolah bukan milik manusia biasa.Keesokan harinya, Raka mendapat pesan khusus. Ia diminta datang ke

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 112

    Hari itu, halaman utama Akademi Surya Manggala ramai luar biasa. Langit bersih, tapi ketegangan seperti menggantung di udara. Para murid berdesakan, tak ingin melewatkan ujian bela diri tingkat tinggi—yang akan mempertemukan Raka dengan Master Resi Kumara dalam pertandingan resmi di depan seluruh guru besar.Resi Kumara berdiri gagah, tongkatnya menyentuh tanah, dan suaranya bergema.“Raka dari kelas S. Ujian ini bukan hanya untukmu, tapi juga untuk kehormatan seluruh angkatan. Jangan kira aku akan menahan diri.”Raka mengangguk hormat. “Aku tidak ingin menang dengan belas kasihan.”Lonceng ujian berdentang. Dalam sekejap, Resi Kumara menyerang dengan kecepatan luar biasa. Tapi Raka sudah bersiap. Ia tak hanya menangkis—ia memutar tubuh, memanfaatkan momentum lawan, dan selalu menghindar Ketika resi kumara menyerang dengan keahlian resi yang di atas rata-rata penduduk Kerajaan surya manggala, namun tidak bagi raka.Raka terus mengelak hingga membuat resi jengkel dan mengeluarkan jurus

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 111

    Langit Surya Manggala mulai menguning. Angin sore membawa bau tanah dan daun kering dari taman belakang Akademi Kerajaan. Suasana yang biasanya tenang mendadak berubah menjadi arena sorak-sorai. Di tengah halaman utama, Raka berdiri dengan napas tenang, dikelilingi oleh murid-murid dari kelas A yang penuh amarah.Teknik Rahasia“Raka! Kau terlalu sombong! Kelas S seharusnya tahu diri!” bentak Darwa, pemimpin kelas A, sembari mengayunkan serangan cepat ke arah dada Raka.Raka menghindar tipis, langkahnya ringan seperti angin musim semi. Ia tak berkata apa-apa, hanya mengangkat tangan kanan, menekuk jari-jari dengan formasi aneh yang belum pernah dilihat siapa pun.“Ap—apa itu?” bisik salah satu murid di kerumunan.Dalam sekejap, Darwa terpental ke belakang. Suara desis halus terdengar, seperti angin memecah udara. Raka memutar badannya, tiga lawan lainnya terjatuh sebelum mereka sempat menyentuh jubahnya.Teknik itu... bukan berasal dari Surya Manggala.“Teknik apa itu, Raka?” tanya Ni

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 110

    Kabut pagi masih tipis menyelimuti halaman utama Akademi Surya Manggala. Hari itu, suasana terasa berbeda. Hari ujian kerajaan — momen penting di mana beberapa siswa terbaik dari berbagai kelas diundang untuk mengikuti seleksi lanjutan yang bisa menentukan masa depan mereka. Termasuk satu sesi rahasia: pertukaran sandera antar wilayah kekuasaan untuk misi diplomatik.Namun semua tak berjalan seperti rencana.Di lorong timur akademi, suara langkah kaki panik terdengar.“Cepat! Panggil tabib! Dia pingsan!” seru seorang penjaga.Seorang pelajar dari kelas B — bernama Dawa — tergeletak, darah merembes dari mulutnya. Tubuhnya gemetar, wajahnya pucat pasi. Ujian pun dihentikan seketika.Di sisi lain halaman, suara benturan terdengar keras. Di bawah tangga batu utama, Raka tergeletak sambil meringis menahan sakit. Tangannya menggantung tidak wajar.“Rakaaa!” Temon berteriak, berlari dari arah perpustakaan. “Apa yang terjadi? Siapa yang dorong kau?”Raka menahan rasa nyeri sambil mencoba bangk

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status