Matahari terbit dan memberikan cahaya masuk pada satu kamar dengan gorden tertutup, cahayanya menyelinap melalui celah kecil menyorot pada mata wanita cantik yang tertidur lelap.
Gadis berambut pirang itu perlahan membuka matanya, ia menatap langit-langit kamar dan mengumpulkan nyawanya. Wanita itu memegang pelipisnya dan menoleh ke samping.
Matanya terbelalak tatkala melihat seorang pria tertidur pulas terlentang dan telanjang dada. Mata Bella semakin terbelalak, ia menarik selimutnya dan semakin menutupi badannya. Tangan satunya menutup mulut yang hampir berteriak lepas.
"AAAA!!!"
"Siapa lelaki asing ini?" gumamnya.
Bella melihat dirinya, lalu lalu memijat peipisnya dengan memejamkan matanya. Mencoba mengingat kejadian semalam. Namun Bella tidak ingat apapun.
"A-apa jangan-jangan... semalam...t-tapi terakhir aku ingat tidur di rumah." geramnya.
"Apa yang akan aku katakan pada ayah?"
Bella mencari ponselnya, ponselnya terletak di meja samping dekat ranjangnya, ia mengambilnya dan seketika mata Bella terbelalak lagi, ada puluhan notifikasi telpon dan chat masuk dari Ayahnya, Ibu tirinya dan Adik tirinya.
Diam-diam Bella turun dari ranjang sambil menarik selimut agar tubuhnya tetap tertutupi. Bella memungut bajunya lalu masuk ke kamar mandi dan menatap penampilannya yang acak-acakan. Tubuhnya melemas, Bella menangs tersedu-sedu.
Apa mungkin dirinya sudah melakukan sesuatu dengan pria asing? Jika iya, Bella tidak ingat apapun bahkan dia tidak ingat saat mengunjungi tempat ini.
Bella menghapus air matanya, ia segera mengenakan pakaiannya agar cepat keluar dari kamar dan menghindari pria misterius ini.
Selesai mengenakan pakaian, Bella keluar dari kamar mandi. Ia mengambil ponselnya, Bella melihat ada kertas dan pulpen di laci meja lampu. Ia menulis sesuatu di atas kertas sebelum meninggalkan kamar dan pria aneh ini.
Bella berdiri dan segera meninggalkan pria asing ini sebelum ia terbangun.
Selama perjalanan pulang, Bella terus memikirkan kejadian semalam. Namun tidak ada yang dia ingat. Bella merasa telah gagal menjadi seorang wanita yang tidak bisa menjaga kesuciannya. Apa tanggapan Ayahnya tentang dirinya yang telah hancur?
Bella menahan tangisannya agar terlihat baik-baik saja. Bella melamun sejak berjalan menuju rumahnya. Tidak terbayangkan reaksi ayahnya akan seperti apa.
Membayangkannya saja membuat Bella ingin gantung diri.
Sesampainya di depan rumah, langkahan kaki Bella terhenti saat melihat pintu rumahnya terbuka. Tubuhnya bergetar hebat, Bella menundukkan kepalanya. Ia tidak sanggup ketika bertemu Ayahnya nanti. Bella berjalan dengan sangat pelan mendekat ke ambang pintu.
Ia mengintip ke dalam rumah sebelum menginjakkan kakinya ke dalam rumah, Bella menghela napas lega. Saat ini tidak ada siapapun yang terlihat, Bella mengendap-ngendap melangkah masuk ke dalam rumah.
"Bagus ya kamu, habis dari mana?" suara itu membuat mata Bella terbelalak, ia membalikkan badannya dengan pelan menghadap Ayahnya. Terlihat ada Ibu tiri dan kakak tiri Bella di samping Ayahnya, mereka menatap tajam pada Bella.
"Ayah tanya kamu habis dari mana semalam tidak pulang?" tanya Ayah dengan intinasi meninggi.
"B,bella─"
"Sudah aku katakan, sayang, anakmu ini tidak sebaik yang kamu lihat." Ujar Davina.
"Aku bertaruh pasti dia habis bermalam dengan pria gendut di luar sana!" Sally menunjuk pada Bella membuat jantung Bella tak berhenti berdegub.
"M-maaf, Ayah." Lirih Bella.
"Jadi itu benar, Bella?" tanya Ayah seraya memelotot.
"Tidak seperti itu, Ayah." elaknya, Bella menggelengkan kepalanya, ia sangat bingung akan mengatakan apa lagi.
"Bohong! kau pasti habis tidur dengan seorang paman-paman yang kaya raya bukan?"
"A,aku, aku─"
kling!
ponsel milik Ayah berdering, sebuah pesan masuk dari sebuah nomor asing memberikannya sebuah pesan video, di sana di perlihatkan sebuah Video syur yang dilakukan seorang pria gendut dengan wanita yang melakukan sebuah hubungan terlarang. Meski dalam Video wajah wanita itu tidak jelas, namun Ibu Davina dan Sally meyakinkan Ayah bahwa itu adalah Bella. Mata Ayah terbelalak, Ibu Davina tersenyum miring menoleh pada Sally dan mengedipkan matanya lalu menatap tajam lagi pada Bella. Lalu mendekat pada Ayah.
"Oh ya ampun lihat itu siapa?" ujar Ibu Davina seraya menutup mulutnya.
"Aku tidak menyangka kakak akan melakukan itu malam tadi, kakak tidak pulang ke rumah dan malah bersenang-senang?" penuturan Sally tak kalah membuat sang Ayah memanas. Ayah mendekat pada Bella, Bella menggelengkan kepalanya berusaha ingin menjelaskan sesuatu.
"T-tidak, Ayah, aku bisa jelaskan."
Plak!
"Kemasi barangmu, keluar dari rumah dan jangan pernah panggil aku Ayah!!" bentaknya, Bella terkejut. sebelumnya Ayah belum pernah membentak Bella seperti ini. Ini pertama kalinya untuk Bella.
"A-ayah─"
"Keluar!! saya malu punya anak seperti kamu, Bella."
"Kalau Mama ada di sini, dia akan marah pada Ayah karena mengusir anaknya." Lirih Bella.
"Seyakin itu? Bahkan dia akan merasa malu punya anak sepertimu." balas Ayah.
"Mama selalu percaya sama Bella sejak kecil, Ayah berubah saat ada mereka!!" teriak Bella seraya menunjuk pada Davina dan Sally.
"Jadi kamu menyalahkan kami atas perbuatan memalukanmu? kau sadar Bella?!" bentak Ibu Davina.
"Itu memang pasti kalian dalang semuanya! bahkan aku tidak sudi menyebutmu Mama! Mamaku hanya satu dan dia akan percaya dengan yang aku katakan! tidak seperti Ayah yang─" Bella terisak.
"CUKUP BELLA! KAU TIDUR DENGAN SEORANG PRIA TUA SEPERTI JALANG DI LUAR SANA! LALU KAU MENYALAHKAN DAVINA DAN ANAKNYA PADAHAL KAU SENDIRI YANG MELAKUKAN ITU." Ayah berkacak pinggang. "Sadarlah, Mamamu sudah tiada. Tidak usah di ungkit."
Seperti ada kilat yang menyambar pada diri Bella, dia menangis, air matanya keluar dengan bebas meluncur ke pipinya membuat sungai kecil di sana. Bella menggeram, dengan cepat dia pergi meninggalkan Ayahnya. Bella pergi ke kamarnya dan mengambil sebuah koper. Ia memasukkan beberapa surat-surat penting, ijazah dan baju-baju.
Lalu matanya menoleh pada foto keluarganya saat dulu, Bella mengambil foto tersebut dengan tangan bergetar. Ia memandang tiga insan dalam foto tersebut, sebuah keluarga yang harmonis. Hanya ada Mama, dirinya dan Ayah. Namun semuanya berubah saat Mama meninggalkannya dan Ayah memilih untuk menikah lagi. Rasa sakit yang sangat dalam yang Bella rasakan, Ia mengusap sisa air matanya lalu memasukkan foto itu ke dalam koper.
Bella menutup kopernya, ia menatap kamarnya sebelum ia benar-benar meninggalkan kamar ini, terakhir yang menatanya adalah Mamanya sebelum meninggal. Posisi barangnya tidak pernah Bella ubah. Meski begitu, pasti nanti kamar ini akan menjadi gudang atau akan di tempati Sally, Bella sudah bisa menebaknya.
Bella menghela napas dan langsung menarik kopernya secara kasar. Bella berjalan melewati ruang tamu, Ibu Davina dan Sally menoleh pada Bella.
"Aku sedih kau akan pergi," ucapnya.
"Dan aku sedih akan menempati kamarmu yang luas itu~" sindir sally.
Bella memutar bola matanya, ia menarik kopernya lagi.
"Oh satu lagi," langkahan kaki Bella terhenti saat mendekat pada pintu depan.
"Jangan pernah kembali." Peringat Davina.
Bella menoleh ke samping, ia berdecih, "Never." lalu berjalan kembali ke luar rumah.
#Bersambung
Bella keluar dengan air mata yang banjir, pikirannya sedang kacau bahkan benar-benar kacau. Ia tak habis pikir akan melakukan hal seperti ini. Bella sangat hancur sekarang. Ia bingung entah akan ke mana sekarang. Kalau pulang ke saudara pasti ia akan habis di kritik dan di marahi. Mungkin akan di maki dan di usir seperti yang di lakukan Ayahnya.Andai Mama ada di sini, tetapi jika ada pun, Bella mungkin akan malu bertemu Mamanya. Perut Bella keroncongan, ia memegangi perutnya sambil merintih.Bella mengusap air matanya, ia celingukkan mencari sesuatu yang bisa ia beli. Baru sadar kalau ia berada di dekat gerbang taman Nusantara, di mana tempat itu terdapat banyak sekali pedagang kaki lima yang berjajar berjualan.Bella tersenyum tatkala melihat tukang Bakso, makanan kesukaannya. Namun saat akan melangkah, Bella berhenti mengingat jumlah uang yang ia miliki. Niatnya membeli bakso ia urungkan, Bella hanya memiliki uang 5.0
Bella keluar dari kamarnya menggunakan celana jeans, baju kaos berwarna ungu, rambutnya diikat kuda. Bella menuruni anak tangga. Setelah berada di bawah, Bella menoleh Kakek berada di dapur. Dengan cepat Bella menghampirinya."Sekarang Bella harus apa, Kek?" tanya Bella.Kakek memberikan celemek berwarna pink pada Bella, "kamu pakai ini biar bajunya nggak kotor."Bella menerimanya, lalu memakainya. "Wah, lucu banget sih!" girangnya."Bagus-bagus, dari dulu kakek berharap punya cucu gadis." Puji Kakek."Sekarang kakek anggap Bella cucu kakek!" kata Bella, memang terdengar seperti anak kecil. Kakek ini sangat baik padanya.Satu pelanggan masuk, kakek memberikan mini notes dan bolpoint pada Bella, "Nah, kamu ke sana dan tanya dia mau pesan apa." Bella mengangguk paham.Bella menghampiri gadis berbaju kuning, membawa tas hitam dan memel
Sebelumnya sudah pada tahu kan namaku Bella, aku sangat beruntung sekarang ada seseorang yang mau menampungku meski belum tahu masalahku keluar dari rumah dan bahkan diusir. Aku bahkan tidak pernah menyangka pada diriku bisa melakukan hal buruk yang bisa meruntuhkan semua impianku, masa depanku, kebahagiaanku.Aku terus menatap kopi di hadapanku, kopi yang hampir mirip dengan susu. Kalau tidak salah Kakek Pion menyebutnya Piccolo cofee. Atau apalah itu, aku masih sangat asing dengan nama-nama kopi di sini.Sesekali aku mengaduk kopi milikku, melihat pelanggan yang beragam aktivitas membuatku tersenyum. Terlebih lagi saat aku melihat pelanggan yang tengah mengerjakan tugas kuliahnya.Aku tersenyum kecil, sejak dulu aku ingin kuliah namun tidak sempat karena perihal biaya setelah Mama meninggal dunia. Terkadang ingin menangis saat teringat pada Mama, Aya
Aku tersenyum sebentar seraya menatap susu kaleng yang sudah di tanganku. Aku berbalik, ujaranku terhenti saat orang yang membantuku tidak ada di belakangku."Terima ka─""Lah? Mana orang tadi?" tanyaku pada diri sendiri.Aku celingukkan ke kanan dan ke kiri, lalu aku mengintip di sela-sela lemari bahan makanan namun orang tadi tidak ada.Badanku berkeringat, tubuhku menggigil, apakah yang membantuku tadi adalah bukan orang melainkan... Hantu!Aku bergidik, lalu dengan cepat berjalan pada kasir dan menunggu antrean. Kasir di sini sangat sibuk, aku bahkan antre di bagian yang masih sedikit jauh. Sudah mirip seperti antre sembako saja.Aku menunggu lima belas menit di sana, meski sibuk sang kasir hanya ada satu orang. Kasihan, dia sudah susah payah untuk bergerak cepat melayani pembeli.Sekarang adalah giliranku, saat aku akan menyimpan barangku ke hadapan kasir, tiba-tiba gadis aneh menyerbu dan cepat-cepat ia mengambil antrean y
Malam sudah tiba, jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Cafe harus tutup. Kakek Pion akan bersiap-siap untuk segera pulang. Namun Bella masih sibuk dengan kain lap di tangannya dan berusaha membersihkan meja. "Nah Bella, jaga cafe dan jangan lupa istirahat!" ujar Kakek seraya tersenyum dan memberikan kunci cadangannya pada Bella. Bella menerima kunci itu, "siap laksanakan! Bella akan jaga cafenya dengan aman seaman-amannya!" "Oh iya, jangan lupa juga itu kalau malem-malem laper kamu masak aja sendiri." Ujar Kakek Pion. Bella mengangguk mantap, "siap! Laksamanakan!" jawab Bella. "Selamat malam, kakek!" ujar Bella. Kakek melambaikan tangannya, "iya." Lalu ia keluar Cafe.
"Silahkan datang kembali," sapa Bella pada salah satu pelanggan seraya memberikan makanan yang akan dibawa pulang. Bella menunduk, ia terduduk di kursi dapur seraya menunggu pelanggan kembali. Kakek Pion berada di mesin kasir seraya membaca koran yang baru saja diterima pagi tadi. "Bella, tau nggak?" ujar Kakek Pion tiba-tiba membuka suaranya. "Ada apa, Kakek?" tanya Bella. "Jaman sekarang ini anak perempuan itu harus bisa menjaga dirinya." Bella menoleh dengan refleks, ia menelan salivanya. "Maksudnya, Kakek?" Bella menatap tanpa berkedip, Bella tahu yang kakek Pion maksud. "You know lah, ada banyak korban pelecehan pada gadis. Ini beritanya masih anget." Bella berdiri, "I-iya... Kakek, Bella mau masak buat kakek. Nanti kakek jadi jurinya ya." Pinta Bella. "Emang bisa masak?" "Ya bisa dong!" "Coba," "Jadi! Pertama-tama Bella mau masak nasi goreng special yan
"I'm the first to say that I'm not perfect~" Bella tengah asyik bernyanyi seraya menunggu pengunjung cofee semakin bertambah."Permisi, apa di sini ada lowongan kerja?" seorang lelaki yang menggunakan kacamata itu bertanya pada Bella membuat Bella menoleh padanya."Hm?" Bella masih belum fokus."Apa ada lowongan pekerjaan di sini?" tanyanya lagi."Emmm.." Bella celingukan ke kanan dan ke kiri mencari sosok kakek Pion tidak ada. Ke mana kakek? Harusnya ini kan berurusan sama dia.Bella terdiam, mungkin lelaki tersebut akan merasa kecewa karena surat lamaran yang ia buat tidak diterima. Setidaknya jika Kakek Pion menolaknya sebagai karyawan, lelaki ini tidak akan terlalu kecewa karena surat lamarannya sudah sampai ke pemilik cafe ini.Bella tersenyum, "Aku tidak tahu di sini ada lowongan atau tidak, dan pemiliknya tidak ada di sini. Mungkin jika lamarannya saya ambil nanti a
"I'm the first to say that I'm not perfect~" Bella tengah asyik bernyanyi seraya menunggu pengunjung cofee semakin bertambah."Permisi, apa di sini ada lowongan kerja?" seorang lelaki yang menggunakan kacamata itu bertanya pada Bella membuat Bella menoleh padanya."Hm?" Bella masih belum fokus."Apa ada lowongan pekerjaan di sini?" tanyanya lagi."Emmm.." Bella celingukan ke kanan dan ke kiri mencari sosok kakek Pion tidak ada. Ke mana kakek? Harusnya ini kan berurusan sama dia.Bella terdiam, mungkin lelaki tersebut akan merasa kecewa karena surat lamaran yang ia buat tidak diterima. Setidaknya jika Kakek Pion menolaknya sebagai karyawan, lelaki ini tidak akan terlalu kecewa karena surat lamarannya sudah sampai ke pemilik cafe ini.Bella tersenyum, "Aku tidak tahu di sini ada lowongan atau tidak, dan pemiliknya tidak ada di sini. Mungkin jika lamarannya saya ambil nanti a
"Silahkan datang kembali," sapa Bella pada salah satu pelanggan seraya memberikan makanan yang akan dibawa pulang. Bella menunduk, ia terduduk di kursi dapur seraya menunggu pelanggan kembali. Kakek Pion berada di mesin kasir seraya membaca koran yang baru saja diterima pagi tadi. "Bella, tau nggak?" ujar Kakek Pion tiba-tiba membuka suaranya. "Ada apa, Kakek?" tanya Bella. "Jaman sekarang ini anak perempuan itu harus bisa menjaga dirinya." Bella menoleh dengan refleks, ia menelan salivanya. "Maksudnya, Kakek?" Bella menatap tanpa berkedip, Bella tahu yang kakek Pion maksud. "You know lah, ada banyak korban pelecehan pada gadis. Ini beritanya masih anget." Bella berdiri, "I-iya... Kakek, Bella mau masak buat kakek. Nanti kakek jadi jurinya ya." Pinta Bella. "Emang bisa masak?" "Ya bisa dong!" "Coba," "Jadi! Pertama-tama Bella mau masak nasi goreng special yan
Malam sudah tiba, jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Cafe harus tutup. Kakek Pion akan bersiap-siap untuk segera pulang. Namun Bella masih sibuk dengan kain lap di tangannya dan berusaha membersihkan meja. "Nah Bella, jaga cafe dan jangan lupa istirahat!" ujar Kakek seraya tersenyum dan memberikan kunci cadangannya pada Bella. Bella menerima kunci itu, "siap laksanakan! Bella akan jaga cafenya dengan aman seaman-amannya!" "Oh iya, jangan lupa juga itu kalau malem-malem laper kamu masak aja sendiri." Ujar Kakek Pion. Bella mengangguk mantap, "siap! Laksamanakan!" jawab Bella. "Selamat malam, kakek!" ujar Bella. Kakek melambaikan tangannya, "iya." Lalu ia keluar Cafe.
Aku tersenyum sebentar seraya menatap susu kaleng yang sudah di tanganku. Aku berbalik, ujaranku terhenti saat orang yang membantuku tidak ada di belakangku."Terima ka─""Lah? Mana orang tadi?" tanyaku pada diri sendiri.Aku celingukkan ke kanan dan ke kiri, lalu aku mengintip di sela-sela lemari bahan makanan namun orang tadi tidak ada.Badanku berkeringat, tubuhku menggigil, apakah yang membantuku tadi adalah bukan orang melainkan... Hantu!Aku bergidik, lalu dengan cepat berjalan pada kasir dan menunggu antrean. Kasir di sini sangat sibuk, aku bahkan antre di bagian yang masih sedikit jauh. Sudah mirip seperti antre sembako saja.Aku menunggu lima belas menit di sana, meski sibuk sang kasir hanya ada satu orang. Kasihan, dia sudah susah payah untuk bergerak cepat melayani pembeli.Sekarang adalah giliranku, saat aku akan menyimpan barangku ke hadapan kasir, tiba-tiba gadis aneh menyerbu dan cepat-cepat ia mengambil antrean y
Sebelumnya sudah pada tahu kan namaku Bella, aku sangat beruntung sekarang ada seseorang yang mau menampungku meski belum tahu masalahku keluar dari rumah dan bahkan diusir. Aku bahkan tidak pernah menyangka pada diriku bisa melakukan hal buruk yang bisa meruntuhkan semua impianku, masa depanku, kebahagiaanku.Aku terus menatap kopi di hadapanku, kopi yang hampir mirip dengan susu. Kalau tidak salah Kakek Pion menyebutnya Piccolo cofee. Atau apalah itu, aku masih sangat asing dengan nama-nama kopi di sini.Sesekali aku mengaduk kopi milikku, melihat pelanggan yang beragam aktivitas membuatku tersenyum. Terlebih lagi saat aku melihat pelanggan yang tengah mengerjakan tugas kuliahnya.Aku tersenyum kecil, sejak dulu aku ingin kuliah namun tidak sempat karena perihal biaya setelah Mama meninggal dunia. Terkadang ingin menangis saat teringat pada Mama, Aya
Bella keluar dari kamarnya menggunakan celana jeans, baju kaos berwarna ungu, rambutnya diikat kuda. Bella menuruni anak tangga. Setelah berada di bawah, Bella menoleh Kakek berada di dapur. Dengan cepat Bella menghampirinya."Sekarang Bella harus apa, Kek?" tanya Bella.Kakek memberikan celemek berwarna pink pada Bella, "kamu pakai ini biar bajunya nggak kotor."Bella menerimanya, lalu memakainya. "Wah, lucu banget sih!" girangnya."Bagus-bagus, dari dulu kakek berharap punya cucu gadis." Puji Kakek."Sekarang kakek anggap Bella cucu kakek!" kata Bella, memang terdengar seperti anak kecil. Kakek ini sangat baik padanya.Satu pelanggan masuk, kakek memberikan mini notes dan bolpoint pada Bella, "Nah, kamu ke sana dan tanya dia mau pesan apa." Bella mengangguk paham.Bella menghampiri gadis berbaju kuning, membawa tas hitam dan memel
Bella keluar dengan air mata yang banjir, pikirannya sedang kacau bahkan benar-benar kacau. Ia tak habis pikir akan melakukan hal seperti ini. Bella sangat hancur sekarang. Ia bingung entah akan ke mana sekarang. Kalau pulang ke saudara pasti ia akan habis di kritik dan di marahi. Mungkin akan di maki dan di usir seperti yang di lakukan Ayahnya.Andai Mama ada di sini, tetapi jika ada pun, Bella mungkin akan malu bertemu Mamanya. Perut Bella keroncongan, ia memegangi perutnya sambil merintih.Bella mengusap air matanya, ia celingukkan mencari sesuatu yang bisa ia beli. Baru sadar kalau ia berada di dekat gerbang taman Nusantara, di mana tempat itu terdapat banyak sekali pedagang kaki lima yang berjajar berjualan.Bella tersenyum tatkala melihat tukang Bakso, makanan kesukaannya. Namun saat akan melangkah, Bella berhenti mengingat jumlah uang yang ia miliki. Niatnya membeli bakso ia urungkan, Bella hanya memiliki uang 5.0
Matahari terbit dan memberikan cahaya masuk pada satu kamar dengan gorden tertutup, cahayanya menyelinap melalui celah kecil menyorot pada mata wanita cantik yang tertidur lelap.Gadis berambut pirang itu perlahan membuka matanya, ia menatap langit-langit kamar dan mengumpulkan nyawanya. Wanita itu memegang pelipisnya dan menoleh ke samping.Matanya terbelalak tatkala melihat seorang pria tertidur pulas terlentang dan telanjang dada. Mata Bella semakin terbelalak, ia menarik selimutnya dan semakin menutupi badannya. Tangan satunya menutup mulut yang hampir berteriak lepas."AAAA!!!""Siapa lelaki asing ini?" gumamnya.Bella melihat dirinya, lalu lalu memijat peipisnya dengan memejamkan matanya. Mencoba mengingat kejadian semalam. Namun Bella tidak ingat apapun."A-apa jangan-jangan... semalam...t-tapi terakhir aku ingat tidur di rumah." geramnya."Apa yang akan aku katakan pada ayah?"Bella mencari ponselnya, ponsel