Aku tersenyum sebentar seraya menatap susu kaleng yang sudah di tanganku. Aku berbalik, ujaranku terhenti saat orang yang membantuku tidak ada di belakangku.
"Terima ka─"
"Lah? Mana orang tadi?" tanyaku pada diri sendiri.
Aku celingukkan ke kanan dan ke kiri, lalu aku mengintip di sela-sela lemari bahan makanan namun orang tadi tidak ada.
Badanku berkeringat, tubuhku menggigil, apakah yang membantuku tadi adalah bukan orang melainkan... Hantu!
Aku bergidik, lalu dengan cepat berjalan pada kasir dan menunggu antrean. Kasir di sini sangat sibuk, aku bahkan antre di bagian yang masih sedikit jauh. Sudah mirip seperti antre sembako saja.
Aku menunggu lima belas menit di sana, meski sibuk sang kasir hanya ada satu orang. Kasihan, dia sudah susah payah untuk bergerak cepat melayani pembeli.
Sekarang adalah giliranku, saat aku akan menyimpan barangku ke hadapan kasir, tiba-tiba gadis aneh menyerbu dan cepat-cepat ia mengambil antrean yamg seharusnya bagianku.
Aku menggeram, tanganku mencengkram kaleng susu. Ingin sekali aku memukul kepalanya dengan kaleng susu ini.
"Heh! Kalau mau cepet, antre dong! Kamu lihat dari tadi orang-orang ngantri dari lama?" aku menatapnya dengan datar.
Gadis itu berbalik, sialan rambutnya mengibas terkena wajahku. Aku menggeram, dia menatapku dari atas sampai bawah.
"Oh, lo itu yang tadi ya?" tanya gadis aneh itu.
"Apaan sih? Lama banget basa basinya."
Dengan cepat aku menjambaknya, ia meringis sambil memegangi rambutnya, aku menggesernya ke samping agar dia menepi dari hadapanku. Lalu aku menyimpan belanjaanku pada kasir.
Dia berdecih kasar, lalu menghentakkan kakinya dan berjalan ke belakang.
"Ada lagi mbak?" tanya kasir.
"Nggak, aku hanya pesan itu saja." Jawabku.
Setelah selesai, aku segera membayar belanjaanku dan mengambil belanjaan tadi lalu pergi keluar minimarket. Aku melirik sebentar ke tempat gadis itu berada. Dia menatapku dengan tajam seolah akan membalasku di lain hari. Aku mengulum senyum lalu membuka pintu keluar.
Aku melangkah keluar dengan mata yang menyipit, cuaca di luar sangat panas. Aku berjalan dengan cepat agar cepat sampai di cafe nya kakek Pion.
"Akan ku ceritakan kejadian tadi!"
***
Kakek Pion tengah membaca koran, ia menggunakan kacamatanya sebagai alat bantu agar bisa melihat tulisan-tulisan kecil.
Pengunjung cafe cukup ramai saat ini. Pintu terbuka, Bella masuk ke dalam cafe lalu berjalan mendekat ke wastafel. Ia mencuci wortel sebelum menyimpannya ke atas piring.
"Kakek, ada menu baru kah?" tanya Bella tanpa menoleh.
"Tidak, kenapa memangnya?" Kakek malah balik bertanya. Bella menghela napasnya, ia menyimpan wortel itu ke atas piring.
"Ini, ada wortel kakek mau buat dessert baru?"
Kakek menoleh pada Bella, ia melaratkan kacamatanya ke bawah sedikit.
"Itu buat kakek." Jawabnya lalu membenarkan kacamatanya kembali dan membaca korannya kembali.
Bella mengangguk-anggukkan kepalanya, ia segera memasukkan wortelnya ke dalam kulkas.
"You know that... Wortel bagus buat mata." Sahut kakek.
"Ya.. bukan bagus lagi! Kata Ayah Bella sih wortel bagus buat mata."
"Iya, makanya kamu harus banyak-banyak makan wortel." Ujar Kakek.
"Nanti deh, kalau Bella sudah dapat gaji baru makan wortel banyak!" Bella memelotot dan menaikkan alisnya, tangannya membuat gestur lingkaran besar membayangkan kala ia membeli wortel sebanyak yang dipikirannya.
Bella berdiri lalu dengan segara ia mengambil susu kaleng, ia jadi teringat saat di minimarket tadi.
"Oh iya, kakek tahu nggak? Tadi waktu belanja tuh kan Bella rebutan susu kaleng ini!"
"Oh ya? Sama siapa?"
Bella membalikkan badannya membelakangi wastafel.
"Sama cewek, cantik sih memang, tapi skip deh ah! Akhlaknya minus!" sela Bella.
Kakek menoleh pada Bella.
"Tadi kan habis rebutan itu dia langsung nyuri antrean Bella, karena Bella kesel banget kan jadi Bella jambak rambutnya biar dia nyingkir!" ujar Bella sambil tersenyum evil.
Bella berkacak pinggang, ia merasa bangga pada dirinya. Ia pun yakin sekali bahwa kakek juga ikut bangga.
Namun harapannya pupus, bahkan senyuman Bella luntur. Ia mendengus kesal, Kakek Pion malah menertawakannya.
"Lain kali, jangan gitu, Bella." Ujar Kakek Pion seraya tertawa puas.
Bella memang sepertinya salah satu orang yang sifatnya tidak ingin kalah oleh sesuatu.
"Tapikan Bella nunggu lama banget! Lagian ya kakek, Bella nunggu antrean di kasir hampir lima belas menit! Bella kesel banget lah!" sahut Bella tak terima.
"Yaudah iya, terserah Bella. Tolong ambilkan wortelnya satu buat kakek."
Bella mendengus kesal, ia membalikkan badannya menghadap wastafel. Lalu mendekat pada lemari es dan membukanya.
"Kakek kan harusnya tahu, seorang wanita itu tidak pernah salah!" gumam Bella.
"Kakek dengar, lho."
Bella memelotot, badannya menjadi kaku. Harusnya dia tidak mengatakan apapun.
Seorang pengunjung, menggunakan tas merah sambil memeluk beberapa buku paket dan laptop hitamnya. Ia masuk dan langsung duduk di depan kakek.
"Kakek! Pesen kopi pahit satu!" ujarnya.
"Mau kopi buat sesajen?"
Lelaki itu berdecih pelan, "buat ngepet, Kek! Nanti malam, lumayan ngasih yang liar kopi siapa tahu capek lari gegara kepergok warga." Mereka tertawa.
"Dasar!!" kakek pun tertawa.
Bella menoleh sebentar, ternyata kakek Pion orangnya humoris. Bella tidak perlu was-was dan berpikir negative tentangnya.
Bella memberikan wortel tersebut pada Kakek. Lelaki di hadapan kakek menatap Bella tanpa berkedip.
"Kakek dapat bidadari dari mana?" tanyanya.
"Istri Kakek yang kedua!"
Bella terkejut, ia langsung menoleh pada Kakek Pion.
"Yah, kalo jadi istri gue bakal bahagia loh!" Ujar lelaki tersebut.
"Yakali istri kakek, ini karyawan baru kakek."
Lelaki itu berdiri dan menggebrak meja. "Kakek buka lowongan?! Kok gue ngelamar ke sini nggak diterima?" tanya lelaki itu.
"Kakek belum butuh, lagian lu kan harus fokus kuliah! Masa anak lulusan kuliah kerjanya di cafe kecil kayak gini." Ujar Kakek.
"Tertolak lagi, padahal kan niatnya mau PDKT sama karyawan kakek ini!"
Bella tertawa, apa secantik itu dirinya di mata lelaki asing ini?
"Kuliah dulu yang bener! Cinta-cinta mulu hidup lu."
Lelaki itu menghela napasnya, "iya sih. Tapikan gue butuh penyemangat juga." Ujarnya.
"Penyemangat itu cuman diri lu sendiri, orang lain mah cuman sementara. Lagian lu mah bukan nyari penyemangat, tapi mau jadi buaya!" Sahut kakek.
"Nggak dong kakek! Enak aja." Dengusnya.
"Jangan salah loh! Kakek begini juga mantan playboy." Ujar Kakek merasa bangga pada dirinya.
Bella bosan, ia pergi ke lain tempat daripada mendengar topik yang membuatnya semakin tidak mengerti.
"Eh Kakek! Minta nomor karyawan kakek, bisa lah ya?" tanya lelaki itu dengan berbisik.
"Ngga ada nomor-nomor, lu udah ngopi nya? Bayar dulu sini! Banyak bener gayanya."
"Yah, Kakek!"
Bersambung....
Malam sudah tiba, jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Cafe harus tutup. Kakek Pion akan bersiap-siap untuk segera pulang. Namun Bella masih sibuk dengan kain lap di tangannya dan berusaha membersihkan meja. "Nah Bella, jaga cafe dan jangan lupa istirahat!" ujar Kakek seraya tersenyum dan memberikan kunci cadangannya pada Bella. Bella menerima kunci itu, "siap laksanakan! Bella akan jaga cafenya dengan aman seaman-amannya!" "Oh iya, jangan lupa juga itu kalau malem-malem laper kamu masak aja sendiri." Ujar Kakek Pion. Bella mengangguk mantap, "siap! Laksamanakan!" jawab Bella. "Selamat malam, kakek!" ujar Bella. Kakek melambaikan tangannya, "iya." Lalu ia keluar Cafe.
"Silahkan datang kembali," sapa Bella pada salah satu pelanggan seraya memberikan makanan yang akan dibawa pulang. Bella menunduk, ia terduduk di kursi dapur seraya menunggu pelanggan kembali. Kakek Pion berada di mesin kasir seraya membaca koran yang baru saja diterima pagi tadi. "Bella, tau nggak?" ujar Kakek Pion tiba-tiba membuka suaranya. "Ada apa, Kakek?" tanya Bella. "Jaman sekarang ini anak perempuan itu harus bisa menjaga dirinya." Bella menoleh dengan refleks, ia menelan salivanya. "Maksudnya, Kakek?" Bella menatap tanpa berkedip, Bella tahu yang kakek Pion maksud. "You know lah, ada banyak korban pelecehan pada gadis. Ini beritanya masih anget." Bella berdiri, "I-iya... Kakek, Bella mau masak buat kakek. Nanti kakek jadi jurinya ya." Pinta Bella. "Emang bisa masak?" "Ya bisa dong!" "Coba," "Jadi! Pertama-tama Bella mau masak nasi goreng special yan
"I'm the first to say that I'm not perfect~" Bella tengah asyik bernyanyi seraya menunggu pengunjung cofee semakin bertambah."Permisi, apa di sini ada lowongan kerja?" seorang lelaki yang menggunakan kacamata itu bertanya pada Bella membuat Bella menoleh padanya."Hm?" Bella masih belum fokus."Apa ada lowongan pekerjaan di sini?" tanyanya lagi."Emmm.." Bella celingukan ke kanan dan ke kiri mencari sosok kakek Pion tidak ada. Ke mana kakek? Harusnya ini kan berurusan sama dia.Bella terdiam, mungkin lelaki tersebut akan merasa kecewa karena surat lamaran yang ia buat tidak diterima. Setidaknya jika Kakek Pion menolaknya sebagai karyawan, lelaki ini tidak akan terlalu kecewa karena surat lamarannya sudah sampai ke pemilik cafe ini.Bella tersenyum, "Aku tidak tahu di sini ada lowongan atau tidak, dan pemiliknya tidak ada di sini. Mungkin jika lamarannya saya ambil nanti a
Matahari terbit dan memberikan cahaya masuk pada satu kamar dengan gorden tertutup, cahayanya menyelinap melalui celah kecil menyorot pada mata wanita cantik yang tertidur lelap.Gadis berambut pirang itu perlahan membuka matanya, ia menatap langit-langit kamar dan mengumpulkan nyawanya. Wanita itu memegang pelipisnya dan menoleh ke samping.Matanya terbelalak tatkala melihat seorang pria tertidur pulas terlentang dan telanjang dada. Mata Bella semakin terbelalak, ia menarik selimutnya dan semakin menutupi badannya. Tangan satunya menutup mulut yang hampir berteriak lepas."AAAA!!!""Siapa lelaki asing ini?" gumamnya.Bella melihat dirinya, lalu lalu memijat peipisnya dengan memejamkan matanya. Mencoba mengingat kejadian semalam. Namun Bella tidak ingat apapun."A-apa jangan-jangan... semalam...t-tapi terakhir aku ingat tidur di rumah." geramnya."Apa yang akan aku katakan pada ayah?"Bella mencari ponselnya, ponsel
Bella keluar dengan air mata yang banjir, pikirannya sedang kacau bahkan benar-benar kacau. Ia tak habis pikir akan melakukan hal seperti ini. Bella sangat hancur sekarang. Ia bingung entah akan ke mana sekarang. Kalau pulang ke saudara pasti ia akan habis di kritik dan di marahi. Mungkin akan di maki dan di usir seperti yang di lakukan Ayahnya.Andai Mama ada di sini, tetapi jika ada pun, Bella mungkin akan malu bertemu Mamanya. Perut Bella keroncongan, ia memegangi perutnya sambil merintih.Bella mengusap air matanya, ia celingukkan mencari sesuatu yang bisa ia beli. Baru sadar kalau ia berada di dekat gerbang taman Nusantara, di mana tempat itu terdapat banyak sekali pedagang kaki lima yang berjajar berjualan.Bella tersenyum tatkala melihat tukang Bakso, makanan kesukaannya. Namun saat akan melangkah, Bella berhenti mengingat jumlah uang yang ia miliki. Niatnya membeli bakso ia urungkan, Bella hanya memiliki uang 5.0
Bella keluar dari kamarnya menggunakan celana jeans, baju kaos berwarna ungu, rambutnya diikat kuda. Bella menuruni anak tangga. Setelah berada di bawah, Bella menoleh Kakek berada di dapur. Dengan cepat Bella menghampirinya."Sekarang Bella harus apa, Kek?" tanya Bella.Kakek memberikan celemek berwarna pink pada Bella, "kamu pakai ini biar bajunya nggak kotor."Bella menerimanya, lalu memakainya. "Wah, lucu banget sih!" girangnya."Bagus-bagus, dari dulu kakek berharap punya cucu gadis." Puji Kakek."Sekarang kakek anggap Bella cucu kakek!" kata Bella, memang terdengar seperti anak kecil. Kakek ini sangat baik padanya.Satu pelanggan masuk, kakek memberikan mini notes dan bolpoint pada Bella, "Nah, kamu ke sana dan tanya dia mau pesan apa." Bella mengangguk paham.Bella menghampiri gadis berbaju kuning, membawa tas hitam dan memel
Sebelumnya sudah pada tahu kan namaku Bella, aku sangat beruntung sekarang ada seseorang yang mau menampungku meski belum tahu masalahku keluar dari rumah dan bahkan diusir. Aku bahkan tidak pernah menyangka pada diriku bisa melakukan hal buruk yang bisa meruntuhkan semua impianku, masa depanku, kebahagiaanku.Aku terus menatap kopi di hadapanku, kopi yang hampir mirip dengan susu. Kalau tidak salah Kakek Pion menyebutnya Piccolo cofee. Atau apalah itu, aku masih sangat asing dengan nama-nama kopi di sini.Sesekali aku mengaduk kopi milikku, melihat pelanggan yang beragam aktivitas membuatku tersenyum. Terlebih lagi saat aku melihat pelanggan yang tengah mengerjakan tugas kuliahnya.Aku tersenyum kecil, sejak dulu aku ingin kuliah namun tidak sempat karena perihal biaya setelah Mama meninggal dunia. Terkadang ingin menangis saat teringat pada Mama, Aya
"I'm the first to say that I'm not perfect~" Bella tengah asyik bernyanyi seraya menunggu pengunjung cofee semakin bertambah."Permisi, apa di sini ada lowongan kerja?" seorang lelaki yang menggunakan kacamata itu bertanya pada Bella membuat Bella menoleh padanya."Hm?" Bella masih belum fokus."Apa ada lowongan pekerjaan di sini?" tanyanya lagi."Emmm.." Bella celingukan ke kanan dan ke kiri mencari sosok kakek Pion tidak ada. Ke mana kakek? Harusnya ini kan berurusan sama dia.Bella terdiam, mungkin lelaki tersebut akan merasa kecewa karena surat lamaran yang ia buat tidak diterima. Setidaknya jika Kakek Pion menolaknya sebagai karyawan, lelaki ini tidak akan terlalu kecewa karena surat lamarannya sudah sampai ke pemilik cafe ini.Bella tersenyum, "Aku tidak tahu di sini ada lowongan atau tidak, dan pemiliknya tidak ada di sini. Mungkin jika lamarannya saya ambil nanti a
"Silahkan datang kembali," sapa Bella pada salah satu pelanggan seraya memberikan makanan yang akan dibawa pulang. Bella menunduk, ia terduduk di kursi dapur seraya menunggu pelanggan kembali. Kakek Pion berada di mesin kasir seraya membaca koran yang baru saja diterima pagi tadi. "Bella, tau nggak?" ujar Kakek Pion tiba-tiba membuka suaranya. "Ada apa, Kakek?" tanya Bella. "Jaman sekarang ini anak perempuan itu harus bisa menjaga dirinya." Bella menoleh dengan refleks, ia menelan salivanya. "Maksudnya, Kakek?" Bella menatap tanpa berkedip, Bella tahu yang kakek Pion maksud. "You know lah, ada banyak korban pelecehan pada gadis. Ini beritanya masih anget." Bella berdiri, "I-iya... Kakek, Bella mau masak buat kakek. Nanti kakek jadi jurinya ya." Pinta Bella. "Emang bisa masak?" "Ya bisa dong!" "Coba," "Jadi! Pertama-tama Bella mau masak nasi goreng special yan
Malam sudah tiba, jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Cafe harus tutup. Kakek Pion akan bersiap-siap untuk segera pulang. Namun Bella masih sibuk dengan kain lap di tangannya dan berusaha membersihkan meja. "Nah Bella, jaga cafe dan jangan lupa istirahat!" ujar Kakek seraya tersenyum dan memberikan kunci cadangannya pada Bella. Bella menerima kunci itu, "siap laksanakan! Bella akan jaga cafenya dengan aman seaman-amannya!" "Oh iya, jangan lupa juga itu kalau malem-malem laper kamu masak aja sendiri." Ujar Kakek Pion. Bella mengangguk mantap, "siap! Laksamanakan!" jawab Bella. "Selamat malam, kakek!" ujar Bella. Kakek melambaikan tangannya, "iya." Lalu ia keluar Cafe.
Aku tersenyum sebentar seraya menatap susu kaleng yang sudah di tanganku. Aku berbalik, ujaranku terhenti saat orang yang membantuku tidak ada di belakangku."Terima ka─""Lah? Mana orang tadi?" tanyaku pada diri sendiri.Aku celingukkan ke kanan dan ke kiri, lalu aku mengintip di sela-sela lemari bahan makanan namun orang tadi tidak ada.Badanku berkeringat, tubuhku menggigil, apakah yang membantuku tadi adalah bukan orang melainkan... Hantu!Aku bergidik, lalu dengan cepat berjalan pada kasir dan menunggu antrean. Kasir di sini sangat sibuk, aku bahkan antre di bagian yang masih sedikit jauh. Sudah mirip seperti antre sembako saja.Aku menunggu lima belas menit di sana, meski sibuk sang kasir hanya ada satu orang. Kasihan, dia sudah susah payah untuk bergerak cepat melayani pembeli.Sekarang adalah giliranku, saat aku akan menyimpan barangku ke hadapan kasir, tiba-tiba gadis aneh menyerbu dan cepat-cepat ia mengambil antrean y
Sebelumnya sudah pada tahu kan namaku Bella, aku sangat beruntung sekarang ada seseorang yang mau menampungku meski belum tahu masalahku keluar dari rumah dan bahkan diusir. Aku bahkan tidak pernah menyangka pada diriku bisa melakukan hal buruk yang bisa meruntuhkan semua impianku, masa depanku, kebahagiaanku.Aku terus menatap kopi di hadapanku, kopi yang hampir mirip dengan susu. Kalau tidak salah Kakek Pion menyebutnya Piccolo cofee. Atau apalah itu, aku masih sangat asing dengan nama-nama kopi di sini.Sesekali aku mengaduk kopi milikku, melihat pelanggan yang beragam aktivitas membuatku tersenyum. Terlebih lagi saat aku melihat pelanggan yang tengah mengerjakan tugas kuliahnya.Aku tersenyum kecil, sejak dulu aku ingin kuliah namun tidak sempat karena perihal biaya setelah Mama meninggal dunia. Terkadang ingin menangis saat teringat pada Mama, Aya
Bella keluar dari kamarnya menggunakan celana jeans, baju kaos berwarna ungu, rambutnya diikat kuda. Bella menuruni anak tangga. Setelah berada di bawah, Bella menoleh Kakek berada di dapur. Dengan cepat Bella menghampirinya."Sekarang Bella harus apa, Kek?" tanya Bella.Kakek memberikan celemek berwarna pink pada Bella, "kamu pakai ini biar bajunya nggak kotor."Bella menerimanya, lalu memakainya. "Wah, lucu banget sih!" girangnya."Bagus-bagus, dari dulu kakek berharap punya cucu gadis." Puji Kakek."Sekarang kakek anggap Bella cucu kakek!" kata Bella, memang terdengar seperti anak kecil. Kakek ini sangat baik padanya.Satu pelanggan masuk, kakek memberikan mini notes dan bolpoint pada Bella, "Nah, kamu ke sana dan tanya dia mau pesan apa." Bella mengangguk paham.Bella menghampiri gadis berbaju kuning, membawa tas hitam dan memel
Bella keluar dengan air mata yang banjir, pikirannya sedang kacau bahkan benar-benar kacau. Ia tak habis pikir akan melakukan hal seperti ini. Bella sangat hancur sekarang. Ia bingung entah akan ke mana sekarang. Kalau pulang ke saudara pasti ia akan habis di kritik dan di marahi. Mungkin akan di maki dan di usir seperti yang di lakukan Ayahnya.Andai Mama ada di sini, tetapi jika ada pun, Bella mungkin akan malu bertemu Mamanya. Perut Bella keroncongan, ia memegangi perutnya sambil merintih.Bella mengusap air matanya, ia celingukkan mencari sesuatu yang bisa ia beli. Baru sadar kalau ia berada di dekat gerbang taman Nusantara, di mana tempat itu terdapat banyak sekali pedagang kaki lima yang berjajar berjualan.Bella tersenyum tatkala melihat tukang Bakso, makanan kesukaannya. Namun saat akan melangkah, Bella berhenti mengingat jumlah uang yang ia miliki. Niatnya membeli bakso ia urungkan, Bella hanya memiliki uang 5.0
Matahari terbit dan memberikan cahaya masuk pada satu kamar dengan gorden tertutup, cahayanya menyelinap melalui celah kecil menyorot pada mata wanita cantik yang tertidur lelap.Gadis berambut pirang itu perlahan membuka matanya, ia menatap langit-langit kamar dan mengumpulkan nyawanya. Wanita itu memegang pelipisnya dan menoleh ke samping.Matanya terbelalak tatkala melihat seorang pria tertidur pulas terlentang dan telanjang dada. Mata Bella semakin terbelalak, ia menarik selimutnya dan semakin menutupi badannya. Tangan satunya menutup mulut yang hampir berteriak lepas."AAAA!!!""Siapa lelaki asing ini?" gumamnya.Bella melihat dirinya, lalu lalu memijat peipisnya dengan memejamkan matanya. Mencoba mengingat kejadian semalam. Namun Bella tidak ingat apapun."A-apa jangan-jangan... semalam...t-tapi terakhir aku ingat tidur di rumah." geramnya."Apa yang akan aku katakan pada ayah?"Bella mencari ponselnya, ponsel