Bella keluar dari kamarnya menggunakan celana jeans, baju kaos berwarna ungu, rambutnya diikat kuda. Bella menuruni anak tangga. Setelah berada di bawah, Bella menoleh Kakek berada di dapur. Dengan cepat Bella menghampirinya.
"Sekarang Bella harus apa, Kek?" tanya Bella.
Kakek memberikan celemek berwarna pink pada Bella, "kamu pakai ini biar bajunya nggak kotor."
Bella menerimanya, lalu memakainya. "Wah, lucu banget sih!" girangnya.
"Bagus-bagus, dari dulu kakek berharap punya cucu gadis." Puji Kakek.
"Sekarang kakek anggap Bella cucu kakek!" kata Bella, memang terdengar seperti anak kecil. Kakek ini sangat baik padanya.
Satu pelanggan masuk, kakek memberikan mini notes dan bolpoint pada Bella, "Nah, kamu ke sana dan tanya dia mau pesan apa." Bella mengangguk paham.
Bella menghampiri gadis berbaju kuning, membawa tas hitam dan memeluk laptopnya.
"Hallo selamat siang, kak, ada yang bisa dibantu?"
Gadis itu membuka buku menu yang ada di atas meja, "Saya pesan cofee original sama panna cotta."
Bella menulis pesanannya, "baik, ada lagi kah?" tanya Bella. Pelanggan pertama Bella itu menggelengkan kepalanya.
"Gak ada."
"Baik kalau begitu, tunggu sebentar." Ucap Bella lalu pergi mendekat pada dapur cofee.
"Terus, Bella gimana?" tanya Bella sambil memberikan mini notes bertuliskan pesanan tadi.
"Di sini ada yang kurang, kamu harus menuliskan nomor meja di atas tulisan pesanannya. Ingat ya, Kakek buatkan cofeenya dan kamu nunggu lalu nanti berikan pesanannya ke sana lagi." Ujar kakek.
"Baik, kakek." jawab Bella sambil terkekeh pelan.
Lalu pelanggannya semakin siang semakin ramai, Bella menjadi super sibuk dan kakek pun super sibuk. Bella bahkan harus berjalan cepat agar bisa cepat-cepat melayani pelanggan. Ini pertama kalinya Bella bekerja sebagai waiterss. Nampan makanannya terasa berat bagi Bella, belum lagi di tambah makanan dan minuman di atasnya.
Setelah semua pelanggan terlayani, Bella terduduk di kursi yang berada di dekat kasir.
"Capek ya, Bella?" tanya kakek.
"Sepertinya tangan Bella akan berotot, Kakek!" ujarnya seraya tertawa.
"Hebat dong, biar bisa bruak! bruak! bruak! ngelawan penjahat." Ujar kakek seraya meninju-ninju pada angin seolah dirinya tengah bergulat.
Bella tertawa, ia bahkan menepuk-nepuk tangannya. "Nanti Bella di ketawain dong?"
"Ya, engga, nanti Bella tangannya di samping seperti ini." Kakek berkacak pinggang, Bella mengikuti Kakek, ia menegakkan bahunya lalu berkacak pinggang.
"Pasang muka jahat, satukan alis seperti ini." Bella mengikuti ucapan Kakek.
"Oke, satukan alis, pasang muka jahat."
"Lalu kepalkan tangan seperti ini, dan katakan."
"Oke, satukan tangan dan katakan─" ucapan Bella berhenti, ia menoleh pada Kakek. "Katakan apa, kakek?" tanya Bella.
"Berani lo sama gue?!" suara Kakek meninggi membuat Bella membelalakkan matanya sekaligus terkejut.
"Wa.. ahahaha l,lumayan Kakek." Bella gemetar, kakek memang hebat bahkan dirinya hampir merasa takut.
"Nah sekarang coba kamu lakukan."
Blla menggelengkan kepalanya, "N,No! Bella bisa kok, tapi nggak sekarang." Ia tertawa kuda membuat kakek menggelengkan kepalanya.
"Oh! Kakek, Bella ke toilet dulu."
Kakek mengangguk, lalu memakai kacamatanya dan menulis sesuatu di buku Jurnalnya. pintu Cafe terbuka, seorang pria jangkung mendekat pada kakek dan memberinya salam. Pelanggan wanita melihat kedatangan pria itu tanpa berkedip, ia sangat tampan. Bahkan bisa membuat mereka jatuh cinta sejak pertama melihat.
"Itu siapa? Ganteng banget." Ujar salah satu pelanggan pada teman sebelahnya.
"Itu cucu kakek yang punya cafe ini, lho. Dia suka ke sini kadang-kadang, duh! Jangan di tikung ya itu calon suamigue lho." Jawab salah satu pelanggan kakek lagi.
"Cucu kakek akhirnya datang,"
"Kakek seneng banget kayaknya ya?" ujar pria itu.
"Seneng dong, nih kakek mau kasih tahu sesuatu. Kakek punya karyawan cantik banget! Kamu harus kenalan sama dia." Kata Kakek.
"Ah kakek males ah, bahas cewek mulu. Kakek itu nggak pernah berhenti bahas pasangan buat Revan apa ya?"
"Revan, kamu itu seorang CEO, dan kakek yakin kamu itu sebenarnya banyak yang suka, iya kan?"
Revan merasa risih kalau kakeknya membahas pembahasan seperti ini, menurutnya, bekerja menjadi seorang CEO sudah cukup untuknya.
"Kamu juga harus menikah karena hidup kamu nggak bakalan sempurna tanpa pasangan, I mean that... wife." Kakek mengangkat bahunya berharap cucunya mau menanggapinya.
"Lagian yang mau jadi istri kamu itu ngantri, tapi kakek lebih setuju kalau kamu jadi istri orang sederhana aja, jangan seperti mantan kamu yang ngejar-ngejar kamu itu. Mata duitan emang." Dengus kakek membuat Revan tergelak.
"Kakek pro banget ya baca pikiran orang, nanti Revan nurut kakek aja deh."
"Memang, secara, kakek itu mantan playboy sejak sekolah. Jadi soal begituan mah alah gampang banget di tebak!" Kakek menjentikkan jarinya.
Ponsel Revan berdering, ada panggilan masuk. Revan berdiri lalu melangkah ke luar cafe mendekat pada secretarisnya. Revan memberikan ponselnya pada secretaris.
"Baik, Pak."
Lalu Revan masuk ke dalam Cafe kembali.
"Kamu ada hubungan istimewa dengan secretaris itu?" tanya Kakek.
"Menurut kakek?" Revan meminum cofee yang dibuatkan kakek.
"Kakek memegang dagunya, "Hmmm... You never care." Ujar kakek sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Secretaris pribadi Revan masuk ke dalam cafe dan mendekat pada Revan.
"Tuan, ada pendatang dari turkey yang ingin bertemu dengan tuan, katanya penting."
"Ah, begitu. Katakan saya sibuk."
"Sudah, tuan, katanya penting, dia ingin bekerja sama dan bersedia menjadi media partner perusahaan."
Revan mengakhiri acara minum cofenya, ia pamit kepada kakeknya.
"Kakek, nanti Revan ke sini lagi okay?"
"Kenalan dulu sama karyawan kakek!"
"Males, next time!"
Kakek menggelengkan kepalanya. Bella kembali dari toilet, ia berjalan sambil membenarkan celemeknya.
"Kenapa lama? Tadi cucu kakek ke sini."
"Bella ada panggilan alam." Ujar Bella sambil tertawa kecil.
"Dasar, oh iya Bella boleh ambilkan susu kaleng di kulkas?" pinta Kakek.
Bella mengangguk, Ia mengambil susu kaleng di kulkas dan langsung memberikannya pada kakek.
"Kakek kapan-kapan ajarin Bella bikin cofee." Pinta Bella.
"Ya... nanti kalau persediaan udah lengkap, ini kakek belum beli bahan lagi. Ada yang lupa kakek beli tadi pagi." Ujar Kakek.
Bella menganggukkan kepalanya.
"Kakek biasa tutup cafe jam berapa?" tanya Bella.
"Biasa sih jam sembilan malam, kalau rame bisa sampe jam sebelasan. Tergantung." Jawab Kakek.
Bella memangut-mangut. Ia kebingungan, mungkin karena banyak bertanya jadi ia kehabisan topik.
"Kakek sebelumnya pernah punya karyawan?" tanya Bella.
Kakek menggelengkan kepalanya, "Pernah, tapi dia bawa lari uang di kasir, rugi besar kakek. Jadi Kakek gak pernah mau lagi cari karyawan karena saat itu Kakek masih kuat mengerjakan semuanya sendiri." Ujar Kakek.
"Nanti kalau Bella bawa kabur uang kakek gimana?" tanya Bella sambil menggosokkan kedua tangannya seperti orang yang lapar akan uang.
"Nanti kakek potong tangan kamu!"
Bella terdiam, ia memelotot.
"Oh, oke, nggak jadi." Ucap Bella sambil menyembunyikan kedua tangannya di belakangnya membuat kakek tertawa pelan.
#Bersambung
Sebelumnya sudah pada tahu kan namaku Bella, aku sangat beruntung sekarang ada seseorang yang mau menampungku meski belum tahu masalahku keluar dari rumah dan bahkan diusir. Aku bahkan tidak pernah menyangka pada diriku bisa melakukan hal buruk yang bisa meruntuhkan semua impianku, masa depanku, kebahagiaanku.Aku terus menatap kopi di hadapanku, kopi yang hampir mirip dengan susu. Kalau tidak salah Kakek Pion menyebutnya Piccolo cofee. Atau apalah itu, aku masih sangat asing dengan nama-nama kopi di sini.Sesekali aku mengaduk kopi milikku, melihat pelanggan yang beragam aktivitas membuatku tersenyum. Terlebih lagi saat aku melihat pelanggan yang tengah mengerjakan tugas kuliahnya.Aku tersenyum kecil, sejak dulu aku ingin kuliah namun tidak sempat karena perihal biaya setelah Mama meninggal dunia. Terkadang ingin menangis saat teringat pada Mama, Aya
Aku tersenyum sebentar seraya menatap susu kaleng yang sudah di tanganku. Aku berbalik, ujaranku terhenti saat orang yang membantuku tidak ada di belakangku."Terima ka─""Lah? Mana orang tadi?" tanyaku pada diri sendiri.Aku celingukkan ke kanan dan ke kiri, lalu aku mengintip di sela-sela lemari bahan makanan namun orang tadi tidak ada.Badanku berkeringat, tubuhku menggigil, apakah yang membantuku tadi adalah bukan orang melainkan... Hantu!Aku bergidik, lalu dengan cepat berjalan pada kasir dan menunggu antrean. Kasir di sini sangat sibuk, aku bahkan antre di bagian yang masih sedikit jauh. Sudah mirip seperti antre sembako saja.Aku menunggu lima belas menit di sana, meski sibuk sang kasir hanya ada satu orang. Kasihan, dia sudah susah payah untuk bergerak cepat melayani pembeli.Sekarang adalah giliranku, saat aku akan menyimpan barangku ke hadapan kasir, tiba-tiba gadis aneh menyerbu dan cepat-cepat ia mengambil antrean y
Malam sudah tiba, jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Cafe harus tutup. Kakek Pion akan bersiap-siap untuk segera pulang. Namun Bella masih sibuk dengan kain lap di tangannya dan berusaha membersihkan meja. "Nah Bella, jaga cafe dan jangan lupa istirahat!" ujar Kakek seraya tersenyum dan memberikan kunci cadangannya pada Bella. Bella menerima kunci itu, "siap laksanakan! Bella akan jaga cafenya dengan aman seaman-amannya!" "Oh iya, jangan lupa juga itu kalau malem-malem laper kamu masak aja sendiri." Ujar Kakek Pion. Bella mengangguk mantap, "siap! Laksamanakan!" jawab Bella. "Selamat malam, kakek!" ujar Bella. Kakek melambaikan tangannya, "iya." Lalu ia keluar Cafe.
"Silahkan datang kembali," sapa Bella pada salah satu pelanggan seraya memberikan makanan yang akan dibawa pulang. Bella menunduk, ia terduduk di kursi dapur seraya menunggu pelanggan kembali. Kakek Pion berada di mesin kasir seraya membaca koran yang baru saja diterima pagi tadi. "Bella, tau nggak?" ujar Kakek Pion tiba-tiba membuka suaranya. "Ada apa, Kakek?" tanya Bella. "Jaman sekarang ini anak perempuan itu harus bisa menjaga dirinya." Bella menoleh dengan refleks, ia menelan salivanya. "Maksudnya, Kakek?" Bella menatap tanpa berkedip, Bella tahu yang kakek Pion maksud. "You know lah, ada banyak korban pelecehan pada gadis. Ini beritanya masih anget." Bella berdiri, "I-iya... Kakek, Bella mau masak buat kakek. Nanti kakek jadi jurinya ya." Pinta Bella. "Emang bisa masak?" "Ya bisa dong!" "Coba," "Jadi! Pertama-tama Bella mau masak nasi goreng special yan
"I'm the first to say that I'm not perfect~" Bella tengah asyik bernyanyi seraya menunggu pengunjung cofee semakin bertambah."Permisi, apa di sini ada lowongan kerja?" seorang lelaki yang menggunakan kacamata itu bertanya pada Bella membuat Bella menoleh padanya."Hm?" Bella masih belum fokus."Apa ada lowongan pekerjaan di sini?" tanyanya lagi."Emmm.." Bella celingukan ke kanan dan ke kiri mencari sosok kakek Pion tidak ada. Ke mana kakek? Harusnya ini kan berurusan sama dia.Bella terdiam, mungkin lelaki tersebut akan merasa kecewa karena surat lamaran yang ia buat tidak diterima. Setidaknya jika Kakek Pion menolaknya sebagai karyawan, lelaki ini tidak akan terlalu kecewa karena surat lamarannya sudah sampai ke pemilik cafe ini.Bella tersenyum, "Aku tidak tahu di sini ada lowongan atau tidak, dan pemiliknya tidak ada di sini. Mungkin jika lamarannya saya ambil nanti a
Matahari terbit dan memberikan cahaya masuk pada satu kamar dengan gorden tertutup, cahayanya menyelinap melalui celah kecil menyorot pada mata wanita cantik yang tertidur lelap.Gadis berambut pirang itu perlahan membuka matanya, ia menatap langit-langit kamar dan mengumpulkan nyawanya. Wanita itu memegang pelipisnya dan menoleh ke samping.Matanya terbelalak tatkala melihat seorang pria tertidur pulas terlentang dan telanjang dada. Mata Bella semakin terbelalak, ia menarik selimutnya dan semakin menutupi badannya. Tangan satunya menutup mulut yang hampir berteriak lepas."AAAA!!!""Siapa lelaki asing ini?" gumamnya.Bella melihat dirinya, lalu lalu memijat peipisnya dengan memejamkan matanya. Mencoba mengingat kejadian semalam. Namun Bella tidak ingat apapun."A-apa jangan-jangan... semalam...t-tapi terakhir aku ingat tidur di rumah." geramnya."Apa yang akan aku katakan pada ayah?"Bella mencari ponselnya, ponsel
Bella keluar dengan air mata yang banjir, pikirannya sedang kacau bahkan benar-benar kacau. Ia tak habis pikir akan melakukan hal seperti ini. Bella sangat hancur sekarang. Ia bingung entah akan ke mana sekarang. Kalau pulang ke saudara pasti ia akan habis di kritik dan di marahi. Mungkin akan di maki dan di usir seperti yang di lakukan Ayahnya.Andai Mama ada di sini, tetapi jika ada pun, Bella mungkin akan malu bertemu Mamanya. Perut Bella keroncongan, ia memegangi perutnya sambil merintih.Bella mengusap air matanya, ia celingukkan mencari sesuatu yang bisa ia beli. Baru sadar kalau ia berada di dekat gerbang taman Nusantara, di mana tempat itu terdapat banyak sekali pedagang kaki lima yang berjajar berjualan.Bella tersenyum tatkala melihat tukang Bakso, makanan kesukaannya. Namun saat akan melangkah, Bella berhenti mengingat jumlah uang yang ia miliki. Niatnya membeli bakso ia urungkan, Bella hanya memiliki uang 5.0
"I'm the first to say that I'm not perfect~" Bella tengah asyik bernyanyi seraya menunggu pengunjung cofee semakin bertambah."Permisi, apa di sini ada lowongan kerja?" seorang lelaki yang menggunakan kacamata itu bertanya pada Bella membuat Bella menoleh padanya."Hm?" Bella masih belum fokus."Apa ada lowongan pekerjaan di sini?" tanyanya lagi."Emmm.." Bella celingukan ke kanan dan ke kiri mencari sosok kakek Pion tidak ada. Ke mana kakek? Harusnya ini kan berurusan sama dia.Bella terdiam, mungkin lelaki tersebut akan merasa kecewa karena surat lamaran yang ia buat tidak diterima. Setidaknya jika Kakek Pion menolaknya sebagai karyawan, lelaki ini tidak akan terlalu kecewa karena surat lamarannya sudah sampai ke pemilik cafe ini.Bella tersenyum, "Aku tidak tahu di sini ada lowongan atau tidak, dan pemiliknya tidak ada di sini. Mungkin jika lamarannya saya ambil nanti a
"Silahkan datang kembali," sapa Bella pada salah satu pelanggan seraya memberikan makanan yang akan dibawa pulang. Bella menunduk, ia terduduk di kursi dapur seraya menunggu pelanggan kembali. Kakek Pion berada di mesin kasir seraya membaca koran yang baru saja diterima pagi tadi. "Bella, tau nggak?" ujar Kakek Pion tiba-tiba membuka suaranya. "Ada apa, Kakek?" tanya Bella. "Jaman sekarang ini anak perempuan itu harus bisa menjaga dirinya." Bella menoleh dengan refleks, ia menelan salivanya. "Maksudnya, Kakek?" Bella menatap tanpa berkedip, Bella tahu yang kakek Pion maksud. "You know lah, ada banyak korban pelecehan pada gadis. Ini beritanya masih anget." Bella berdiri, "I-iya... Kakek, Bella mau masak buat kakek. Nanti kakek jadi jurinya ya." Pinta Bella. "Emang bisa masak?" "Ya bisa dong!" "Coba," "Jadi! Pertama-tama Bella mau masak nasi goreng special yan
Malam sudah tiba, jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Cafe harus tutup. Kakek Pion akan bersiap-siap untuk segera pulang. Namun Bella masih sibuk dengan kain lap di tangannya dan berusaha membersihkan meja. "Nah Bella, jaga cafe dan jangan lupa istirahat!" ujar Kakek seraya tersenyum dan memberikan kunci cadangannya pada Bella. Bella menerima kunci itu, "siap laksanakan! Bella akan jaga cafenya dengan aman seaman-amannya!" "Oh iya, jangan lupa juga itu kalau malem-malem laper kamu masak aja sendiri." Ujar Kakek Pion. Bella mengangguk mantap, "siap! Laksamanakan!" jawab Bella. "Selamat malam, kakek!" ujar Bella. Kakek melambaikan tangannya, "iya." Lalu ia keluar Cafe.
Aku tersenyum sebentar seraya menatap susu kaleng yang sudah di tanganku. Aku berbalik, ujaranku terhenti saat orang yang membantuku tidak ada di belakangku."Terima ka─""Lah? Mana orang tadi?" tanyaku pada diri sendiri.Aku celingukkan ke kanan dan ke kiri, lalu aku mengintip di sela-sela lemari bahan makanan namun orang tadi tidak ada.Badanku berkeringat, tubuhku menggigil, apakah yang membantuku tadi adalah bukan orang melainkan... Hantu!Aku bergidik, lalu dengan cepat berjalan pada kasir dan menunggu antrean. Kasir di sini sangat sibuk, aku bahkan antre di bagian yang masih sedikit jauh. Sudah mirip seperti antre sembako saja.Aku menunggu lima belas menit di sana, meski sibuk sang kasir hanya ada satu orang. Kasihan, dia sudah susah payah untuk bergerak cepat melayani pembeli.Sekarang adalah giliranku, saat aku akan menyimpan barangku ke hadapan kasir, tiba-tiba gadis aneh menyerbu dan cepat-cepat ia mengambil antrean y
Sebelumnya sudah pada tahu kan namaku Bella, aku sangat beruntung sekarang ada seseorang yang mau menampungku meski belum tahu masalahku keluar dari rumah dan bahkan diusir. Aku bahkan tidak pernah menyangka pada diriku bisa melakukan hal buruk yang bisa meruntuhkan semua impianku, masa depanku, kebahagiaanku.Aku terus menatap kopi di hadapanku, kopi yang hampir mirip dengan susu. Kalau tidak salah Kakek Pion menyebutnya Piccolo cofee. Atau apalah itu, aku masih sangat asing dengan nama-nama kopi di sini.Sesekali aku mengaduk kopi milikku, melihat pelanggan yang beragam aktivitas membuatku tersenyum. Terlebih lagi saat aku melihat pelanggan yang tengah mengerjakan tugas kuliahnya.Aku tersenyum kecil, sejak dulu aku ingin kuliah namun tidak sempat karena perihal biaya setelah Mama meninggal dunia. Terkadang ingin menangis saat teringat pada Mama, Aya
Bella keluar dari kamarnya menggunakan celana jeans, baju kaos berwarna ungu, rambutnya diikat kuda. Bella menuruni anak tangga. Setelah berada di bawah, Bella menoleh Kakek berada di dapur. Dengan cepat Bella menghampirinya."Sekarang Bella harus apa, Kek?" tanya Bella.Kakek memberikan celemek berwarna pink pada Bella, "kamu pakai ini biar bajunya nggak kotor."Bella menerimanya, lalu memakainya. "Wah, lucu banget sih!" girangnya."Bagus-bagus, dari dulu kakek berharap punya cucu gadis." Puji Kakek."Sekarang kakek anggap Bella cucu kakek!" kata Bella, memang terdengar seperti anak kecil. Kakek ini sangat baik padanya.Satu pelanggan masuk, kakek memberikan mini notes dan bolpoint pada Bella, "Nah, kamu ke sana dan tanya dia mau pesan apa." Bella mengangguk paham.Bella menghampiri gadis berbaju kuning, membawa tas hitam dan memel
Bella keluar dengan air mata yang banjir, pikirannya sedang kacau bahkan benar-benar kacau. Ia tak habis pikir akan melakukan hal seperti ini. Bella sangat hancur sekarang. Ia bingung entah akan ke mana sekarang. Kalau pulang ke saudara pasti ia akan habis di kritik dan di marahi. Mungkin akan di maki dan di usir seperti yang di lakukan Ayahnya.Andai Mama ada di sini, tetapi jika ada pun, Bella mungkin akan malu bertemu Mamanya. Perut Bella keroncongan, ia memegangi perutnya sambil merintih.Bella mengusap air matanya, ia celingukkan mencari sesuatu yang bisa ia beli. Baru sadar kalau ia berada di dekat gerbang taman Nusantara, di mana tempat itu terdapat banyak sekali pedagang kaki lima yang berjajar berjualan.Bella tersenyum tatkala melihat tukang Bakso, makanan kesukaannya. Namun saat akan melangkah, Bella berhenti mengingat jumlah uang yang ia miliki. Niatnya membeli bakso ia urungkan, Bella hanya memiliki uang 5.0
Matahari terbit dan memberikan cahaya masuk pada satu kamar dengan gorden tertutup, cahayanya menyelinap melalui celah kecil menyorot pada mata wanita cantik yang tertidur lelap.Gadis berambut pirang itu perlahan membuka matanya, ia menatap langit-langit kamar dan mengumpulkan nyawanya. Wanita itu memegang pelipisnya dan menoleh ke samping.Matanya terbelalak tatkala melihat seorang pria tertidur pulas terlentang dan telanjang dada. Mata Bella semakin terbelalak, ia menarik selimutnya dan semakin menutupi badannya. Tangan satunya menutup mulut yang hampir berteriak lepas."AAAA!!!""Siapa lelaki asing ini?" gumamnya.Bella melihat dirinya, lalu lalu memijat peipisnya dengan memejamkan matanya. Mencoba mengingat kejadian semalam. Namun Bella tidak ingat apapun."A-apa jangan-jangan... semalam...t-tapi terakhir aku ingat tidur di rumah." geramnya."Apa yang akan aku katakan pada ayah?"Bella mencari ponselnya, ponsel