Melihat mereka mengobrol dengan begitu antusias, Sergio tidak senang dan melingkarkan lengannya di pundak Hazel, menariknya ke dalam pelukannya."Kalau istriku punya masalah, dia cukup meminta bantuan padaku. Kalian nggak dibutuhkan."Rafael yang dipapah oleh Vexal pun menggodanya, "Wah, protektif sekali sama istri. Sergio, sifat posesifmu kuat sekali. Cuma Hazel yang tahan sama kamu."Digoda di depan banyak orang, Hazel merasa agak malu dan pipinya memerah.Namun, Sergio menanggapinya dengan tenang. Dia menundukkan kepalanya untuk memberikan ciuman kepada Hazel, lalu mengatakan, "Tentu saja. Kita memang sudah ditakdirkan untuk bersama, jadi kita serasi dalam hal apa pun."Melihat Sergio berbicara tentang cinta seolah-olah tidak ada orang lain di sana, semua orang menunjukkan raut masam.Rafael menutupi dadanya dan membuat ekspresi sakit hati. "Aduh, kasihan sekali jomblo sepertiku ini. Nemenin kalian makan saja masih disuguhi kemesraan kalian! Benar-benar menyebalkan!"Mata Vexal berk
"Nyonya Hazel, kenapa kamu menggemaskan sekali?"Begitu menggemaskan hingga membuat Sergio ingin menggigitnya.Hazel mengerjap bingung, tidak mengerti kenapa Sergio tiba-tiba menciumnya lagi.Melihat tatapan bingung Hazel, senyum di sudut bibir Sergio terkembang makin dalam. Dia mengulurkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Hazel, lalu menarik tangannya untuk masuk ke mobil. "Ayo, pulang."Setengah jam kemudian, mobil tiba di Grand Permata.Adam langsung keluar untuk menyambut mereka dengan wajah tertekuk. "Tuan, Nyonya, Tuan Justin datang bersama Nona Darra. Katanya mereka ingin meminta tolong.""Mereka benar-benar masih berani datang ke mari," cibir Sergio.Adam menghela napas dan berkata, "Saya sudah bilang kepada mereka kalau Tuan dan Nyonya nggak di rumah, meminta mereka pergi tulu. Tapi entah apa pun yang saya katakan, mereka tetap nggak mau pergi dan bersikeras menunggu kalian kembali."Selama bertahun-tahun menjadi kepala pelayan, Adam belum pernah bertemu dengan orang-ora
Hazel juga menatap Justin, hanya saja sorot matanya begitu dingin, seperti tengah menatap orang asing.Justin merasa tidak nyaman mendapatkan tatapan seperti ini dari Hazel. Harusnya tidak seperti ini.Dulu, Hazel selalu mengikutinya ke mana-mana. Semua orang mengatakan kalau Hazel sangat mencintainya, bahkan dia rela menjadi ban serep.Namun, entah sejak kapan semuanya mulai berubah.Melihat Justin menatapnya dengan sorot sedih dan penuh penyesalan, Hazel mengerutkan kening, merasa sedikit jijik."Justin, kalau ada yang ingin kamu katakan, lebih baik cepat katakan. Aku dan suamiku sangat lelah setelah menjalani hari yang panjang. Kami harus istirahat."Katanya sambil berinisiatif menggandeng lengan Sergio.Sergio awalnya merasa tidak senang karena tatapan mata Justin. Namun, ketika dia melihat Hazel berinisiatif untuk menggandeng lengannya, kesuraman di hatinya langsung menghilang.Dia mengulurkan tangan, menarik Hazel ke dalam pelukannya dan menatap Justin dengan tatapan sedingin es.
Darra membeku di tempat, menatap tangannya yang tergantung di udara dengan tidak percaya.Sejak kapan Hazel menjadi begitu pandai berpura-pura?Tangannya saja masih belum menyentuhnya.Ini fitnah, 'kan? Dia benar-benar menjebaknya!Wajah Darra berubah sedih dan matanya memerah. Dia menatap Justin untuk meminta bantuan. "Justin, barusan kamu juga lihat sendiri. Aku nggak menyentuhnya, dia sengaja menjebakku."Justin menatap Hazel yang berada dalam pelukan Sergio dan tidak mengatakan apa-apa,Hazel perlahan mengangkat wajahnya dari pelukan Sergio dan tidak terlihat kesedihan sedikit pun di matanya."Darra, gimana rasanya dituduh hal yang nggak benar? Kamu harus tahu kalau dikeluarkan dari kampus sudah merupakan hukuman yang paling ringan untukmu."Wajah Darra membeku dan Justin terdiam.Sergio melirik ke arah jam dan menyadari kalau sekarang sudah hampir pukul sebelas malam. Lalu, dia mengatakan, "Sudah malam, kalian bisa pergi sekarang."Darra dan Justin saling berpandangan dan tetap be
Darra tercengang mendengar pertanyaan Hazel dan tidak tahu harus menjawab apa.Sebenarnya jauh di lubuk hatinya, dia tahu kalau dia tidak boleh membenci Hazel. Namun, dia tidak bisa melakukan itu.Karena jika bukan karena Hazel, dia tidak akan menjadi anak haram.Mungkin identitas mereka telah menakdirkan mereka untuk berada di sisi yang berlawanan selama sisa hidup mereka."Hazel, jangan mengalihkan pembicaraan. Bukan ini yang harus kita perdebatkan. Aku sudah minta maaf, kenapa kamu masih nggak mau melepaskanku?"Hazel tiba-tiba tertawa keras. "Kenapa aku harus melepaskanmu?"Darra mengepalkan tangannya perlahan dan tidak bisa menahan amarah di dalam hatinya. "Hazel, jangan bilang kamu masih cinta sama Kak Justin, jadi sengaja memperlakukanku seperti ini? Benar juga, apalagi kamu sudah mencintai Kak Justin selama bertahun-tahun."Saat mengatakan hal ini, dia sengaja mengeraskan suaranya agar Sergio bisa mendengarnya.Seperti yang sudah diduga. Begitu mendengar perkataannya, wajah Ser
Hazel awalnya tidak ingin mengatakan semua ini. Namun, Darra terus saja memojokkannya dan tidak melepaskannya.Selain itu, dia tidak ingin Sergio salah paham.Ketika kata-kata itu keluar, baik Justin maupun Darra terkejut dan langsung terdiam.Sebelumnya, Justin sering secara sengaja atau tidak sengaja menyombongkan diri di depan para tuan muda kaya yang lain, mengatakan kalau dia bukan hanya menemukan cinta sejatinya, tetapi juga menemukan tunangan yang mencintainya mati-matian.Darra juga bangga karena telah merebut tunangan Hazel.Namun pada saat ini, Hazel mengatakan kepada mereka kalau dia tidak pernah benar-benar mencintai Justin.Jika seperti ini, semua hal yang dulu mereka banggakan berubah menjadi lelucon.Justin langsung linglung dan terus menggelengkan kepalanya sambil bergumam, "Nggak, aku nggak percaya. Nggak mungkin seperti itu. Hazel, kamu mencintaiku. Kamu bilang begini pasti karena lagi marah saja, 'kan?"Hazel mengaitkan bibirnya dan mengejek, "Bukannya dulu kamu sang
Hazel tidak menyangka Sergio akan begitu sulit dihadapi hari ini, bersikeras untuk mendapatkan jawabannya.Dia tidak bisa menahan rasa malu di hatinya, jantungnya bahkan berdebar kencang dan tidak terkendali.Hazel memalingkan wajahnya, menekan lonjakan dalam hatinya dan berbicara dengan suara pelan, "Kamu."Jelas hanya sebuah kalimat sederhana, tetapi membutuhkan seluruh keberanian untuk diucapkan. Setelah mengatakan itu, dia bahkan tidak berani menatap mata Sergio lagi.Meskipun tidak melihat wajah Sergio, Hazel masih bisa merasakan betapa panas dan bergulirnya tatapan Sergio saat dia mengucapkan kata itu.Mendapat jawaban yang ingin didengarnya, hati Sergio terasa seperti dipenuhi sesuatu.Dia memeluk Hazel dengan erat, jari-jari rampingnya mengangkat dagu Hazel, lalu mencium bibirnya.Pada saat itu, tidak peduli berapa banyak kata yang diucapkan, semua itu tidak cukup untuk mengungkapkan kegembiraan di dalam hatinya.Hazel mungkin tidak tahu sudah berapa tahun dia menunggu kata-kat
Sergio tersadar dan langsung membuka matanya. Dia menatap Hazel dengan senyuman terkembang manis di wajahnya."Selamat pagi, istriku.""Ini sudah jam sembilan, mana bisa masih disebut pagi? Ini salahmu kalau aku terlambat." Hazel memelototinya tidak senang.Senyum di sudut bibir Sergio makin mengembang. Dia mengulurkan tangannya dan menarik Hazel ke dalam pelukannya. "Karena sudah terlambat, jadi tidur sebentar lagi saja. Kemarin kamu pasti capek, 'kan? Aku akan memijatmu."Hazel merasa jengkel dan mencubit pinggangnya dengan keras. "Sergio, apa kamu ingin merasakan bagaimana rasanya tidur di ruang kerja?"Apakah ini waktu yang tepat untuk tidur?Sergio yang mendengar itu langsung membuka mata dan mengangkat kedua tangannya di atas kepala, menunjukkan tanda menyerah. "Sayang, jangan. Maksudku, kamu nggak perlu terburu-buru. Ini saat yang tepat untuk menyulitkan para orang tua itu."Hazel menatapnya dengan tatapan terkejut. "Apa maksudnya?""Cium dulu baru aku kasih tahu."Sergio langsu