Hayu tertawa geli, dia hanya bercanda, tapi reaksi yang ditunjukkan Jelita padanya menurutnya terlalu berlebihan.“Hei aku hanya bercanda, kenapa kamu seserius itu? Nikmati saja waktumu, toh aku tidak pergi ke mana-mana.”Jelita menghela nafas lega, dia pikir sudah mengganggu Hayu sehingga dia mengusirnya. Jelita menyeruput kopinya dan memakan kembali kue buatan ibu Hayu yang sejak tadi membuat air liurnya menetes.Jelita memasukkan kue basah dengan warna dan aroma pandan ke dalam mulutnya. Baru saja dia mengunyahnya, suara yang sangat familiar menyapa telinganya.“Lho, Jelita, kamu kok di sini, Nak?”Jelita tersedak, Hayu melesatkan tangannya cepat, mengulurkan kopi milik Jelita. “Hati-hati, minumlah, jangan menyepelekan tersedak, itu bisa membuatmu mati!”Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Hayu barusan, malah semakin membuat Jelita terbatuk-batuk.Mami Candra yang memiliki hati yang lembut pun segera menghampiri Jelita dan mengusap punggung gadis itu hingga batukny
Mama Candra terkekeh geli melihat reaksi putranya. Dia menaik -turunkan kedua alisnya, menggoda putranya yang tersenyum-senyum tipis, mempertahankan gengsinya..“Mama nggak pulang? Bukankah ada sesuatu yang mau Mama kerjakan?”“Jadi kamu mengusir Mama? Mau jadi anak durhaka, mau mama kutuk kalian cepat punya anak?”Mama Candra berpura-pura marah pada putranya, tapi sejurus kemudian di terkekeh, dia tahu putranya sengaja mengusirnya. Mama Candra menyeruput tehnya dan menatap Hayu.“Nduk, Mama lupa, Mama ada janji dengan teman-teman arisan Mama. Mama pulang dulu, ya, titip Candra, dia suka nakal kalau nggak ada Mama. Kalau dia macam-macam denganmu bilang Mama, biar langsung Mama nikahkan sama kamu, Nduk.”Hayu ingin tertawa, tapi dia berusaha menahannya dengan melipat kedua bibirnya ke dalam. Dia mengangguk merespons mama Candra. Melihat wajah Hayu yang bersemu merah, Mama Candra tersenyum senang. Apalagi putranya, dia gemas sekali melihat Hayu tersipu malu-malu.Hayu menciu
“Jadi, apa pekerjaan kamu?”“Saya sekretaris di Hardana Grup, Bu.”“Jangan panggil saya, Bu. Panggil saya, Nyonya Adibrata.”“Mi!” seru Bisma anak semata wayangnya.“Jangan ikut campur, Bisma!”Malam ini, Bisma memperkenalkan Hayu dengan keluarganya, keluarga Adibrata. Hayu, yang dulu tidak tahu bahwa Bisma termasuk keluarga ningrat, sekarang mulai mengerti. Kenapa selama mereka menjalin hubungan, Bisma tidak pernah membawa Hayu menemui keluarganya. Jarak antara mereka terlalu jauh. Status sosial mereka sungguh berbeda.Hayu mulai sadar ke mana arah pembicaraan orang tua Bisma. Dia berusaha menguatkan hatinya demi lelaki yang dicintainya itu. Dia harus memasang wajah semanis mungkin, meskipun dia tahu, hatinya akan semakin sakit mendengar kalimat demi kalimat yang akan dilontarkan Nyonya Adibrata.Bisma terdiam menerima teguran dari maminya. Nyonya Ayu Adibrata memandangi Hay
Hayu melongo, kenapa mendadak bosnya ada di sini.“Bapak, jelangkung? Datang tak diundang? Kenapa bisa ada di sini?”“Ini jalan raya, yang siapa saja boleh melewatinya, Hayu. Saya sedang lewat dan melihatmu seperti orang gila. Makanya, saya menghampiri kamu. Lagi ada masalah? Bisma ke mana? Kalian lagi berantem?”Hayu yang tadinya sedih, mendadak menjadi kesal karena bosnya, Candra Hardana. Kalau di novel-novel sosok CEO cenderung dingin, tidak bagi sosok Candra, dia selalu mengganggu sekretarisnya itu. Memiliki jiwa kepo akut dan juga komentator yang luar biasa cerewet.“Bapak, kepo! Mending Bapak antar saya pulang, sekarang.”“Berani ya, kamu menyuruh saya, mau saya potong gaji kamu bulan ini!”“Maaf, Pak. Bagaimana saya hidup, kalau gaji saya dipotong. Kasihani saya, Pak.”“Masuk!” perintah Candra pada sekretarisnya itu.Hayu masuk ke dalam mobil Candra.
“Nduk, ada apa dengan kamu dan Bisma? Apa kalian ada masalah, kalian sedang bertengkar? Kenapa kamu pulangnya diantar Pak Candra. Nduk, di dalam sebuah hubungan, wajar jika ada masalah, kalian harus menyelesaikannya biar tidak berlarut-larut.”“Bu, Hayu tidak bertengkar dan juga tidak ada masalah apapun antara kami berdua, Bu.”Seandainya ibu Hayu tahu, apa yang terjadi dengan anaknya di rumah Bisma, Hayu yakin, ibunya pasti akan sangat bersedih. Hayu tidak mau itu terjadi, Hayu tidak ingin melihat ibunya sedih dan merasa bersalah.“Apa kamu yakin? Nduk, ingat, kamu bisa menceritakan semua hal pada Ibu. Kamu satu-satunya yang Ibu miliki di dunia ini. Jangan berbohong pada ibu, Nduk. Perasaan seorang ibu itu peka sekali, Hayu. Ibu hanya menunggu waktu saja, kapan kamu akan menceritakan semua pada Ibu. Ibu mungkin tidak bisa membantumu mengatasi masalah kalian. Tapi setidaknya, hati kamu akan merasa lega, setelah menceritakan semuanya
Pagi ini matahari bersinar cerah sekali, sinarnya yang masuk di antara celah jendela kamar Hayu, membuat Hayu menutupi wajahnya dengan sebelah tangan, dia hampir terlambat. Tidak biasanya dia bangun kesiangan seperti pagi ini. Semalaman dia tidak bisa tidur, berpikir banyak hal tentang hubungannya dengan Bisma. Bu Tuti mengetuk pintu kamar anaknya. “Nduk, Bisma sudah menunggumu di luar.” “Masih berani ke sini rupanya.” Hayu membatin kekasihnya itu. “Ya, Bu. Hayu sedang bersiap-siap,” teriak Hayu berlari ke kamar mandi. Dia harus bergegas kalau tak mau terlambat dan kena omel bosnya yang kepo akut itu. Selesai mandi ala kadarnya, dia bergegas keluar kamar, untungnya dia tidak perlu memakai make up, dia tidak suka. Wajahnya yang cantik hanya menggunakan pelembab dan liptint. Baginya itu sudah cukup. Di anugerahi kulit kuning langsat, membuatnya tidak perlu menempelkan berbagai macam kosmetik. Hayu berpamitan pada ibunya yang masih sibuk membuat kue-kue yang sudah d
Hayu mendesah, apalagi yang akan dia alami kali ini, dia berdoa dalam hati semoga semuanya baik-baik saja. Dia tidak mau, kalau Candra tahu apa yang terjadi pada hubungan mereka.Candra keluar dari mobilnya berjalan beriringan dengan Hayu masuk ke dalam restoran.“Lewat sini, Pak Candra,” ucap Hayu menunjukkan jalan. Ternyata mereka datang terlebih dahulu. Malang tak dapat di tolak, tempat mereka duduk, ternyata berdekatan dengan mami Bisma, hanya saja terhalang sekat.“Aku pikir kita terlambat, nyatanya sampai di sini mereka masih belum datang. Kamu yakin jam 10 mereka datang? Kamu sudah mengkonfirmasi lagi jadwal kita bukan?”“Tentu saja sudah, Pak. Mungkin saja macet, jadi mereka agak terlambat.”“Hem, kalau begitu, aku pergi ke toilet dulu sebentar. Kamu nggak apa-apa, kan, saya tinggal sendirian, jangan merindukan aku, ya.” Candra menggoda sekretarisnya itu, tersenyum dan berlalu meninggalkan Hay
Hayu yang sedang menatap ponselnya menoleh ke arah sumber suara. Sekretaris Sean memanggilnya. Hayu melambaikan tangan. Dina menghampiri sahabatnya itu, tak lupa menyapa atasan Hayu yang juga rekan kerja bosnya. “Selamat Pagi, Pak Candra.” Candra hanya mengangguk menanggapi sapaan Dina. “Kenapa terlambat, kami sudah menunggu dari tadi,” tanya Hayu, pada sekretaris Sean yang juga sahabat baiknya “Maaf, Hayu, Pak Sean mendadak harus berangkat ke Macau pagi ini, jadi saya yang akan menggantikan beliau.” “Kalau begitu, ayo kita mulai meetingnya.” Candra berubah menjadi dingin dan tegas begitu bersama klien. Berbanding terbalik saat bersama Hayu. Mereka mendiskusikan kerja sama yang akan mereka lakukan. Tepat ketika jam makan siang, meeting selesai. “Sebaiknya kita makan siang dulu, baru kembali ke kantor,” tawar Candra pada dua sekretaris di depannya itu. “Maaf, Pak. Sebelumnya terima kasih, tapi saya harus kembali ke kantor karena setelah makan siang