Beranda / Romansa / Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya / Bab 2 Tiket untuk Dua Orang

Share

Bab 2 Tiket untuk Dua Orang

Penulis: Nyx Rai
Sudut pandang Valerie:

Aku duduk di taksi menuju rumah sakit lain untuk menemui Marcel, rumah sakit tempat Alisa berada. Aku merasa sangat tidak nyaman. ​​Mungkin karena mabuk darat, mual di awal kehamilan, atau mungkin ... aku hanya muak dengan perjalanan ini.

Aku paling benci perjalanan yang sudah begitu sering kulalui selama sepuluh tahun terakhir ini. Alisa selalu di rumah sakit dan Marcel selalu berada di dekatnya, bahkan sebelum kami menikah.

Itulah akibatnya jika orang yang kamu cintai mencintai saudaramu yang mengidap Willebrand dan memiliki golongan darah rhesus negatif.

Ya, Alisa mengidap penyakit yang membuatnya tidak bisa sembuh dari pendarahan. Dia juga memiliki golongan darah yang hanya dimiliki oleh 0,3% orang di seluruh dunia.

Luka gores di jari bahkan bisa mematikan baginya. Jadi, tidak heran jika Alisa menjadi permata paling berharga di keluarga kami. Hanya dengan hidup, dia mendapatkan segalanya yang dia inginkan.

Bagaimana denganku? Aku hanyalah orang yang selalu diabaikan. Orang tuaku hanya mementingkan Alisa. Kakakku membenciku, seakan-akan akulah yang mencuri kesehatan Alisa.

Tidak, aku hanya mencuri kekasihnya. Namun, mereka sudah membenciku jauh sebelum itu. Pernikahanku dengan Marcel hanya membuat kebencian mereka kian membesar.

Aku sudah mencuri dan aku juga sudah mendapat ganjarannya. Selama lima tahun pernikahan kami, aku menjalaninya di bawah siksaan.

Kupikir aku bisa menebus dosaku dengan mencurahkan segenap cintaku padanya. Kupikir menikah dengannya adalah mimpi yang jadi kenyataan.

Saat aku menghabiskan malam pengantin sendirian, seharusnya aku sadar bahwa dia sudah bukan pahlawan kecil yang menyelamatkanku 10 tahun lalu. Tidak akan pernah lagi.

[ Maaf, sepertinya rencana kembali berjalan. Apa kamu masih punya waktu? ]

Aku mengirim pesan ke nomor Aurel, merasa bersalah karena aku baru saja memintanya membatalkan penerbangan saat tahu bahwa tiketnya untuk dua orang.

Aurel segera membalas.

[ Untukmu? Selalu. ]

Aku memejamkan mata. Oke, keputusan sudah diambil, aku tidak bisa mundur lagi. Marcel tidak akan mengizinkanku. Dia sudah terlalu lama menunggu surat cerai ini.

Sekarang, aku hanya perlu memikirkan apa yang harus kulakukan dengan bayiku di tengah kekacauan ini. Pertanyaan ini hanya bisa kujawab sendiri. Marcel tidak mungkin menginginkan bayi ini, sementara Alisa ....

Jika Alisa mengizinkan bayi ini hidup, itu sudah sangat baik. Aku yakin jika dia meminta bayiku digugurkan, Marcel akan menurutinya dengan senang hati.

Aku mengatur napas di dalam taksi yang melewati jalanan bergelombang. Lapisan keringat tipis di dahiku mengering dan muntahan yang mengancam ingin keluar kutelan kembali.

Aku memang mudah mabuk darat. Kehamilanku juga membuat perjalanan ini bertambah berat.

Aku menyalahkan bayi ini. Dia pasti laki-laki. Seperti ayahnya, dia hanya membawa masalah bagiku.

Aku mentertawakan pikiran kekanak-kanakanku. Tadi, hatiku terasa dingin dan ngeri saat mendengar tentang keberadaannya.

Aku berpikir bahwa dia hanyalah embrio kecil di rahimku, begitu kecil bahkan untuk terdeteksi mesin USG. Keberadaan kecil yang hanya menjadi masalah untukku.

Namun, sekarang aku sudah membayangkan tawa menggemaskannya saat dia kugoda. Sebelum bayi ini lahir, dia bahkan sudah memberikanku kebahagiaan. Aku ingin mempertahankannya.

Gagasan ini membuatku takut. Kalaupun rencana ini benar-benar kulakukan, apa aku benar-benar sanggup membawa bayi ini ke dunia di mana dia kehilangan sang ayah bahkan sebelum kelahirannya?

Air mata menggenang dan mengaburkan pandanganku. Aku hanya bisa menyalahkan hormon.

Setelah air mataku mengering, aku menyeret langkahku yang berat ke bangsal Alisa di lantai lima. Marcel menungguku di dalam, tetapi bukan demi dokumen yang ingin kuberikan padanya. Yang dia inginkan adalah dokumen yang menghancurkan hatiku.

Kupikir aku sudah siap, kupikir dia sudah meluluhlantakkan hatiku hingga tidak ada sedikit pun cinta yang tersisa. Namun, rasanya tetap menyakitkan. Apa yang hendak kulakukan terasa kian mustahil sekarang, terlebih dengan kehadiran bayi di dalam perutku.

"Marcel, aku takut. Aku benci banget momen-momen menegangkan waktu menunggu hasilnya. Peluk aku, dong ...." Suara manja dan feminin Alisa terdengar dari balik pintu, membuat langkahku terhenti.

Satu kalimat dari saudaraku langsung membuatku kehilangan kekuatan untuk masuk. Aku tahu Marcel akan menuruti permintaan Alisa dan memeluknya dengan penuh cinta. Aku tidak tahu seberapa besar cintanya, yang jelas aku sama sekali tidak pernah mendapatkannya.

Keraguanku sebelumnya hilang. Pernikahan ini ditakdirkan untuk berakhir. Aku mengingatkan diri sendiri bahwa tujuanku datang ke sini adalah untuk mengantarkan surat cerai. Bayi ini ... hanya kejutan yang tidak akan mengubah fakta apa pun.

Terjebak dalam kesalahan selama lima tahun adalah waktu yang cukup lama. Aku tidak bisa terus mempertahankan pernikahan yang hanya kuinginkan secara sepihak.

Pernikahan kami hanya di atas kertas. Hati Marcel adalah milik Alisa. Sejak dahulu hingga selamanya akan tetap begitu.

Malam ini aku akan pindah ke kota lain, merelakan pria yang kucintai supaya dia bisa bersama wanita yang dicintainya.

Bab terkait

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 3 Cara Membunuh Naga

    Sudut pandang Valerie:"Bodoh, transplantasi sumsum tulang belakang itu sudah 3 bulan lalu," ujar Marcel. Tawanya terdengar hingga ke koridor yang sepi.Tanganku memegang kenop pintu, tetapi aku tidak memiliki tenaga untuk memutarnya. Aku sudah pernah melihat mereka bermesraan, sudah terlalu sering untuk waktu yang terlalu lama.Seakan-akan ingin menyiksa diri, aku hanya mematung di sana, mendengar percakapan di dalam."Hari ini hanya pemeriksaan rutin. Lagian, sebelum ini hasilnya selalu bagus, 'kan?" hibur Marcel.Aku bisa membayangkan senyum lembut Marcel saat dia membujuk Alisa. Tangannya yang kuat menepuk pelan kepalanya, seolah-olah Alisa adalah bunga paling rapuh sedunia.Kehangatan seperti itu hanya pernah kuterima sekali darinya. Saat itu, kupikir aku telah menemukan matahari. Demi satu-satunya cahaya di hidupku yang gelap, aku mempertaruhkan segalanya dan melemparkan diri ke matahari itu. Hasilnya, aku terbakar.Tidak peduli seberapa dalam cintaku dan sebanyak apa pun pengorb

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 4 Kita Bertiga

    Sudut padang Valerie:Aku membuang puntung rokok ke tempat sampah tepat ketika pintu dibuka. Marcel berdiri di depan pintu, berjarak separuh panjang koridor dariku. Matanya berkilat sinis menatapku. Dia benci melihatku merokok.Saat melihatku merokok, Marcel akan memelototiku, memarahiku, atau seperti ini ... berdiri jauh-jauh dengan raut jijik.Merokok memang kebiasaan yang buruk, tetapi seorang wanita butuh sebuah pelampiasan untuk sakit hati di dadanya. Lagi pula, jika Alisa-nya yang rapuh cukup sehat untuk merokok, aku yakin Marcel juga akan mengikutinya."Jadi?" tanya Marcel sambil memasukkan satu tangan ke saku. Dia memelototiku sekali lagi sebelum akhirnya menghampiriku.Marcel selalu bersikap seperti itu padaku. Dia memelototiku saat kesabarannya habis.Aku memandangi wajahnya yang tampan dan dominan, seperti ketika Marcel menemukanku di hutan kala itu. Waktu itu, matanya berkilat jernih seperti bintang-bintang di galaksi. Kini, hanya ada kebencian di matanya. Dia menjentikkan

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 5 Panggilan Terakhir

    Sudut pandang Valerie:Aurel tetap mengantarku ke bandara, tetapi dia tidak menyerahkan tiketku. Setelah memberiku secangkir cokelat panas, dia memelototiku dari seberang meja kecil Mekdi. Lagaknya seperti seorang ibu yang sedang menghakimi anaknya yang bolos sekolah."Aku juga baru tahu hari ini," ucapku dengan takut-takut."Ya, itu katamu!" balasnya.Semua ini juga berada di luar rencanaku. Aku menunduk, memandangi cokelatku, tidak berani menatap Aurel. Aku tahu mengapa dia marah.Aurel hidup berkecukupan. Dia cantik, populer, memiliki badan bagus, dan sebagainya. Namun, Aurel tidak terlahir di keluarga kaya raya. Dia melihat ibunya bekerja keras membesarkannya dan membenci ayahnya yang tidak bertanggung jawab.Alhasil, ternyata sang ayah tidak meninggalkan mereka seperti ucapan ibunya. Ibu Aurel-lah yang berinisiatif meminta pisah. Aurel merasa aku melakukan hal yang sama dengan ibunya."Aku nggak akan mengajari bayiku untuk membencinya ...," gumamku, masih tidak berani menatap waja

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 6 Bank Darah

    Sudut pandang Valerie:"Ada apa?" tanya Aurel sambil mengerjap. Percakapan singkatku di telepon membuatnya heran.Aku meremas ponselku. Untuk kedua kalinya dalam satu hari ini, rencanaku terancam batal. Aku hanya ingin menjauh dan tidak terluka lagi. Apa harapanku terlalu muluk-muluk?Aku memejamkan mata. Sebagian diriku ingin menyambar tiketku dan pergi, meninggalkan dunia bersama semua kegilaannya di belakangku.Namun, aku tidak bisa. Aku harus siaga jika Ibu membutuhkan transfusi darah. Itulah artiku di dalam keluarga ini, menjadi bank darah mereka.Aku berdoa agar panggilan telepon tadi tidak berkaitan dengan pesanku untuk Marcel. Aku tidak yakin situasi mana yang kuharapkan, Ibu benar-benar terluka ataukah Marcel mengadu."Sepertinya aku nggak bisa pergi hari ini. Maaf, tolong antar aku pulang," ucapku pada Aurel sambil menghela napas lelah."Baguslah! Apa itu dia? Dia bilang apa? Apa kalian selalu panggil satu sama lain seperti itu?" tanya Aurel dengan kegembiraan tulus di suaran

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 7 Tersingkap

    Sudut pandang Marcel:Aku tidak membalas pesan Val. Dia tidak mungkin pergi, dia sudah biasa mengancamku seperti ini.Aku memang terlalu sering bersama Alisa belakangan ini, jadi wajar jika Val mengamuk. Namun, dia seharusnya mengerti bahwa ini menyangkut nyawa seseorang. Meski itu adalah nyawa saudara perempuan yang dibencinya.Sebenarnya aku bisa memahami Val. Sebagai putri yang terlahir sehat, dia iri dengan semua perhatian ekstra yang didapatkan Alisa. Itu sebabnya dia selalu membuat masalah.Val senang memberontak, tetapi angkuh. Dia bersikap cuek, tetapi mengharapkan cinta. Dia selalu mencari perhatianku dengan pesan-pesan cemburu, air mata, atau ancaman perceraian.Aku tidak menyangka kali ini Val benar-benar akan memberikan surat cerai yang sudah ditandatangani. Bayangkan saja masalah apa yang akan menunggu jika aku benar-benar setuju untuk bercerai dengannya.Sesuai dugaanku, Val kembali. Dia tidak membawa koper yang hanya terisi setengah itu. Kurasa sandiwaranya berakhir mala

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 8 Darah Naga

    Sudut pandang Valerie:Aku duduk di lantai yang dingin, baru sadar bahwa aku sudah membuat penilaian yang terlalu cepat. Kukira hidupku selama ini adalah neraka. Aku salah.Meskipun aku selalu diperlakukan dengan buruk, mereka tidak pernah berani menyentuhku. Bagaimanapun, aku adalah bank darah yang berharga bagi Alisa. Mereka tidak sanggup kehilanganku. Namun, sekarang sudah berbeda.Aku memegangi pipiku, perlahan memandang pria yang dahulu kupanggil ayah. Dia tengah menatapku dengan dingin. Aku masih bank darah di keluarga ini, tetapi tidak lagi berharga. Sekarang aku hanya cadangan. Bagaimanapun, Alisa sudah sembuh.Mereka tidak akan membuangku karena aku mungkin masih memiliki sedikit nilai. Mereka tidak peduli meskipun aku kehilangan kesempatan untuk hidup normal.Demi "kemungkinan kecil" itu, aku tidak diizinkan mendapatkan kebebasan. Aku dilarang meninggalkan kota dan menjalani hidupku sendiri.Mereka tidak peduli meski hatiku hancur berkeping-keping setiap kali melihat Marcel b

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 9 Kebencian antara Kakak Adik

    Sudut pandang Marcel:Terdapat banyak pecahan kaca di lantai. Aku tidak berani menurunkan Alisa. Trombosit darahnya mungkin sudah berada di tingkat normal saat ini. Namun, tidak ada yang berani memastikan apakah dia sudah benar-benar keluar dari bahaya.Terakhir kali Alisa membutuhkan transfusi darah, dia hanya terluka gores kecil. Luka itu pun disebabkan oleh Val."Tolong ...," gumam Val sambil berjalan menghampiriku. Tatapannya tidak diarahkan padaku."Aku nggak bisa menurunkan Alisa. Kamu tahu alasannya," ucapku.Val mendengus, lalu akhirnya mendongak dari balik rambutnya yang acak-acakan. Joshua pasti menamparnya dengan sangat kuat hingga rambutnya berantakan begini. Aku juga melihat jejak telapak tangan merah di pipinya."Tolong minggir, aku mau lewat," kata Val dengan suara yang lebih jelas dan nada dingin yang asing.Aku menggendong Alisa di depan pintu. Aku mengernyit, membenci kesinisan di mata Val. Dia tahu mengapa aku salah paham dan dia mengejekku karenanya. Setiap kali aku

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 10 Kejahatan Terburuk

    Sudut pandang Marcel:Aku tahu Alisa sangat sensitif tentang kondisi kesehatannya. Apalagi dia harus berulang kali memohon pada saudara yang tidak disukainya ini untuk menyelamatkan hidupnya.Itu sebabnya, saat Val menggunakan hal ini untuk memaksaku menikahinya, Alisa mulai benar-benar membenci Val.Val membalas Alisa dengan tajam, "Mudah saja bagimu untuk berkata begitu. Kamu bisa bersikap angkuh sesukamu karena pasukanmu bahkan bisa mengikatku di meja dan menguras darahku kalau kamu perlu.""Valerie!" bentakku.Alisa mengangkat tangannya lagi, tetapi aku memiringkan tubuh ke samping agar Alisa tidak bisa menjangkau Val.Pada saat yang sama, Val menangkap lengan Alisa. Semuanya terjadi dengan begitu cepat. Mendengar Alisa menjerit kesakitan, aku sontak mendorong Val pergi.Val tersungkur ke lantai, tangannya menekan pecahan kaca yang tajam. Aku tahu dia sengaja.Aku bahkan tidak mendorongnya dengan kuat. Val pasti sengaja jatuh seperti itu untuk membuatku merasa bersalah.Aku ingin m

Bab terbaru

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 100 Modus Alisa

    Sudut pandang Valerie:"Aku akan buat dia membayar!"Teriakan ayah angkatku terdengar begitu aku keluar dari lift. Aku bahkan tidak perlu bertanya di mana letak kamar 713."Dia sudah ditangkap, Ayah!" Alisa tersenyum, seolah-olah dia adalah malaikat yang polos. "Aku sudah menduganya sejak wanita itu melompat dari gedung itu! Seperti pepatah, buah jatuh nggak jauh dari pohonnya."…."Aveline, hasil laporannya seharusnya sudah keluar sekarang," kata Joshua tiba-tiba. Dengan panik, aku langsung menyelinap masuk ke ruangan di sebelahnya. Aku sebenarnya tidak berniat menguping, tetapi sekarang aku merasa bersalah setengah mati.Tidak lama kemudian, Aveline melewati pintu di depanku. Aku segera menutup pintu dan menempelkan telingaku ke dinding yang berbagi dengan kamar 713. Joshua jelas sengaja menyuruhnya pergi. Apa yang ingin dia bicarakan dengan Alisa sampai istrinya sendiri tidak boleh tahu?"Bersihkan media sosialmu dari semua tentang wanita itu." Suara Joshua terdengar rendah, nyaris

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 99 Neraka Pribadi

    Sudut pandang Valerie:Adrian tetap diam saat kami duduk di dalam mobil dan melaju keluar dari area parkir. Aku bertanya-tanya apakah aku sudah mengatakan terlalu banyak padanya.Mungkin ketika seseorang menunjukkan kalau dia berpihak padamu, sulit untuk menahan diri untuk tidak mencurahkan semua kesedihan kepadanya. Sekarang, aku mulai memahami Alisa dengan lebih baik.Namun, Adrian bukan milikku. Dia milik Aurel. Aku sedang dalam perjalanan untuk menemukan keluargaku yang sebenarnya …. Keluarga yang bisa aku tangisi tanpa rasa bersalah.Aku tidak pernah mau mengakuinya, tetapi aku sangat iri pada Alisa. Aku iri karena dia bisa dicintai oleh begitu banyak orang, bisa bertindak sesuka hatinya tanpa khawatir. Sementara aku, meskipun sudah melakukan yang terbaik, tidak pernah bisa mendapatkan sekadar tatapan peduli dari keluarga dan teman yang sama dengannya.Apa orang tuaku akan mencintaiku seperti keluarga Salim mencintai Alisa?Kalau aku lahir dengan penyakit yang mengerikan di sisi o

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 98 Ruang untuk Bernapas

    Sudut pandang Valerie:Apakah ada jiwa yang lebih baik lagi di dunia ini? Aku memandang Adrian, diam-diam iri pada Aurel karena dia dicintai oleh seseorang sebaik Adrian.Namun, aku tidak bisa. "Aku ingin menjadi temanmu, Adrian." Aku menggeleng, merasakan sesak di dadaku. "Jadi, aku nggak bisa menjadi beban untukmu. Kamu mengerti, 'kan?"Adrian menatapku dengan penuh pengertian. Aku tahu dia mengerti. Berbicara dengannya selalu terasa begitu mudah."Kamu meremehkanku dengan menganggap kalau melindungi satu gadis saja adalah beban besar bagiku." Adrian berkata setengah bercanda. "Aku nggak bisa melindungimu dengan baik kalau kamu pergi, terutama ke tempat sejauh itu. Kalau di sini, aku janji mereka nggak akan bisa mengambil setetes pun darahmu lagi kalau kamu nggak menginginkannya."Kata-katanya terdengar sangat manis. Namun, aku tidak bisa memberikan beban sebesar ini pada Adrian. Aku sudah cukup merasa bersalah menerima begitu banyak bantuannya selama ini, apalagi hanya karena kesala

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 97 Kota Adrian

    Sudut pandang Valerie:"Dasira?" Adrian menatapku dengan kaget saat kami berjalan menuju area parkir. "Itu sangat jauh dari sini. Gimana kamu bisa tahu orang tua kandungmu ada di sana?"Dokter itu adalah kenalan Adrian. Atas janjinya, kami meninggalkan ruangannya dengan perasaan aman tentang rahasiaku. Aku merasa bersalah menyembunyikannya dari Marcel, tetapi sebelum aku yakin bisa melindungi bayiku dari mereka, aku tidak bisa mengambil risiko untuk memberi tahu siapa pun di keluargaku tentang ini.Adrian adalah orang ketiga dari sedikit orang yang bisa aku percayai dengan rahasia ini. Aku menjelaskan secara singkat kepadanya tentang situasiku dan bagaimana ayah angkatku selalu berhasil menemukanku dalam upaya-upayaku untuk kabur dari rumah sebelumnya.Semua bermula saat Marcel menemukanku di hutan. Saat itu, aku baru saja mendapatkan teman pertama yang berjanji akan membantuku kabur jika aku benar-benar membenci rumahku. Dia membawaku masuk ke dalam hutan. Setelah beberapa belokan, di

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 96 Perangkap Mematikan

    Sudut Pandang Valerie:Bertemu Marcel tadi adalah sebuah kejutan. Aku tidak pernah membayangkan ada sesuatu yang bisa menariknya dari Alisa, terutama saat dia benar-benar terluka kali ini. Dia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya, dia sepertinya mengubah pikirannya menjadi pertanyaan yang tidak ada artinya. Aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Sejujurnya, aku rasa dia juga tidak benar-benar mengharapkan jawaban yang pasti. Kapan dia kehilangan aku? Apakah saat berbulan-bulan, di menjadikan rumah sakit Alisa sebagai satu-satunya rumahnya? Ciuman yang dia berikan kepada Alisa? Semua pengabaian selama bertahun-tahun, ejekan, dan cibiran dinginnya? Atau malam pernikahan kami yang dia habiskan bersama Alisa? Atau mungkin, dia sudah kehilangan aku sejak hari kedua dia menyelamatkanku, ketika dia menganggap Alisa sebagai naga kecil yang harus dia selamatkan. Kurasa pernikahan ini telah mati jauh sebelum ini. Pernikahan ini mati di salah satu malam pan

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 95 Kapan Aku Kehilangan Kamu?

    Sudut pandang Marcel:"Valerie." Aku meraih lengannya dengan lembut. Namun, dia langsung menepis tanganku. "Aku …."Valerie menatapku tajam, menunggu dengan tidak sabar.Melihat matanya yang dingin begitu menyakitkan. Rasa sakit itu mencengkeram dadaku, tetapi aku tidak berdaya di hadapannya. Tidak ada yang bisa kulakukan. Aku nyaris tidak mengenali gadis yang dulu selalu tersenyum paling cerah padaku ini.Valerie tahu aku meninggalkan Alisa di rumah sakit untuk datang ke sini. Dulu, setiap kali aku melakukan itu untuknya, wajahnya akan bersinar, matanya yang indah akan melengkung seperti bulan sabit saat dia melompat ke pelukanku, tersenyum licik seperti rubah kecil. Namun sekarang, dia bahkan tidak mau menatapku."Aku ...." Aku membuka mulut, tetapi semua kata yang ingin kuucapkan tiba-tiba lenyap. "Aku ...." Aku tidak bisa menemukan satu pun kata untuk diucapkan.Valerie mengerlingkan matanya dan berbalik pergi."Aku akan memberimu apa yang kamu mau!" seruku, tahu itu satu-satunya h

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 94 Valerie Tanzil

    Sudut pandang Marcel:"Pak Salim?" Dokter masuk dengan setumpuk berkas dan aku langsung berdiri."Eee, bukan ... namaku Marcel, Marcel Tanzil." Aku mengernyit, mengulurkan tangan untuk mengambil hasil tes Valerie yang dokter ambil untukku. "Val ... Valerie Salim adalah istriku."Valerie bahkan tidak menggunakan margaku lagi? Aku tahu dia sudah mengubahnya di dokumen resmi, tetapi ....Aku tidak pernah memanggilnya dengan nama margaku lagi. Seperti yang dia inginkan.Dokter itu ragu-ragu dan menatapku dengan curiga."Aku bisa membuktikannya, aku punya surat nikah di rumah." Yang sebenarnya aku bahkan tidak tahu di mana itu sekarang. Aku mengacak-acak rambutku dengan frustrasi. Aku tidak suka diingatkan kembali betapa aku telah kehilangan Valerie dalam setiap detail kecil. "Aku hanya ingin tahu apakah dia baik-baik saja, itu saja.""Dia ...." Dahi dokter itu semakin berkerut."Kamu bukan lagi suaminya!" Tepat ketika dokter hendak berbicara, Adrian melangkah masuk dengan nada dingin. "Dok

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 93 Aku Adalah Dunianya

    Sudut pandang Marcel:Di ruang dokter, aku sedang menunggu hasil tes Valerie. Aku tidak berani pergi bersama Nenek karena aku tahu Valerie tidak ingin melihatku. Dia hanya ingin surat cerai itu.Aku tidak memilikinya. Aku tidak ingin melepaskannya. Ini sangat sulit dan aku tidak tahu mengapa.Aku pikir aku bisa. Aku pikir aku tidak ingin menceraikannya hanya karena sudah terbiasa dengan semua yang telah dia lakukan untukku. Aku pikir aku hanya terbiasa memilikinya di sekitarku. Aku pikir aku telah menerima bahwa dia akan menjadi istriku.Namun, tidak satu pun dari semua itu yang bisa menjelaskan kenapa aku hanya ingin terjun bersamanya ketika kursinya jatuh dari tepi saat itu.Saat aku menangkap kursi Alisa, aku merasa senang. Aku senang telah menyelamatkannya. Namun, bukan itu yang kurasakan ketika aku melompat untuk Valerie.Ketika aku melihat Liam menendang kursinya, pikiranku kosong sejenak. Seolah-olah jiwaku melayang keluar dari tubuhku, takut menerima apa yang sedang terjadi. Ak

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 92 Malaikat Sejati

    Sudut pandang Valerie:"Kenapa? Aku nggak boleh membalaskan dendam seorang teman terhadap sekelompok pengisap darah yang nggak punya hati itu?" Adrian mengerlingkan matanya seperti anak kecil yang manja. "Kebahagiaan hidup cintaku berada di tanganmu! Aku menunggumu memberi perintah, Nyonya!"Aku tertawa mendengar nada misteriusnya. Dia tersenyum bersamaku. Luar biasa rasanya menghabiskan waktu bersama Adrian. Dia memiliki energi cerah yang bisa membuatku tertawa, membuatku merasa seolah-olah tidak ada awan gelap dalam hidup ini yang berarti, seperti keajaiban."Sebenarnya, aku memang ingin ….""Senang melihatmu sudah sehat dan bersemangat setelah penculikan itu." Suara orang yang mengetuk pintu, terdengar sebelum membuka pintu.Aku terkejut. "Nenek?"Dari semua orang, aku paling tidak menyangka akan melihat Nenek di sini. Bagaimana dia tahu aku ada di sini? Yang paling penting, apakah dokter memberitahunya tentang kehamilanku?Aku mencengkeram lengan Adrian dengan panik. Dia langsung m

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status