Home / Romansa / Hasrat Wanita Kedua / Bab 7 - Lingkar kesempatan

Share

Bab 7 - Lingkar kesempatan

Author: Gumi Gula
last update Last Updated: 2022-04-21 05:31:31

Lula merutuk pelan dalam hati, merasa malu ketika baru menyadari bahwa kaus yang ia kenakan terlalu tipis, memperlihatkan bayangan bra-nya dengan jelas. Apa Eve tidak salah meminjamkan pakaian? Rasa tidak nyaman menggelayuti dirinya saat ia melangkah keluar dari kamar mandi, menundukkan pandangan ketika kembali ke sofa di ruang tamu.

Eve masih duduk di sana, tampak asyik menonton televisi tanpa menyadari kegelisahan yang dirasakan Lula. Merasa sofa di sebelahnya bergoyang, Eve menoleh santai dan tersenyum lebar. "Sudah selesai ganti baju?"

"Iya, terima kasih," jawab Lula, mengusap wajahnya yang sedikit lembab. 

"Besok aku akan mengembalikannya setelah mencucinya," lanjutnya dengan nada ragu.

Eve tertawa kecil. "Tidak perlu buru-buru. Santai aja, kamu bisa kembalikan kapan pun sebisa kamu."

Lula tersenyum canggung. "Baiklah," katanya, meski rasa tidak nyaman itu belum sepenuhnya hilang.

Dia mencoba mengalihkan perhatian dengan menonton film yang diputar di televisi. Namun, suasana tetap terasa canggung. Seakan memahami situasi, ponsel Eve tiba-tiba bergetar di atas meja, menarik perhatian mereka. Eve melirik layar sebentar, lalu tersenyum lebar.

"La, aku harus angkat telepon sebentar. Tunggu di sini, ya?" katanya sambil meraih ponselnya dan berjalan keluar ruangan.

Lula hanya mengangguk, meskipun di dalam hati ia merasa semakin kikuk ditinggalkan sendirian. Dia menatap layar televisi, berusaha fokus pada film horor yang masih berlangsung. Tapi beberapa menit kemudian, perhatiannya teralihkan oleh meja di depannya yang penuh dengan camilan. Ia mengambil satu dan mengunyahnya pelan.

Namun, tiba-tiba ia tersedak. Entah karena camilan yang ditelannya terlalu cepat atau karena kecanggungan yang semakin menjadi. Dengan cepat, ia meraih segelas air dan meminumnya untuk meredakan tenggorokan yang terasa kering.

Ketika Lula kembali memusatkan perhatian pada layar, ekspresi wajahnya berubah. Film yang tadinya penuh ketegangan kini bergeser ke adegan yang jauh lebih intim. Pasangan di layar mulai bertukar tatapan penuh arti, dan suasana yang sebelumnya mencekam berubah menjadi sensual. Lula mengerutkan kening, merasa tak nyaman dengan perubahan tiba-tiba itu.

"Apa-apaan ini?" gumamnya pelan. "Kenapa film horor jadi begini?"

Dia mencoba mencari remote untuk mengganti saluran, tapi tidak menemukannya. Mungkin Eve membawanya saat pergi.

Lula menghela napas, mencoba mengabaikan layar televisi. Namun, suasana semakin tidak nyaman ketika suara langkah kaki terdengar dari arah tangga. Ia mendongak dan melihat Jack turun ke ruang tamu. Pria itu berhenti sejenak, tatapannya jatuh pada layar televisi yang kini menampilkan adegan yang jelas tidak pantas untuk ditonton bersama orang lain.

Jack mengernyit, ekspresinya datar tetapi terlihat sedikit jengah. Lula langsung merasa panas di wajahnya. Dia yakin pria itu pasti berpikir yang macam-macam tentang dirinya.

"Sial, kenapa aku harus ada di sini saat ini?" batinnya panik.

Jack tidak mengatakan apa pun, hanya menghela napas pelan sebelum berbalik dan kembali menaiki tangga. Lula hanya bisa menatapnya dari sudut mata, berharap pria itu tidak menilainya buruk.

Setelah beberapa saat, Lula memutuskan untuk bangkit dari sofa. Mungkin lebih baik baginya untuk menjauh sejenak dari ruangan ini. Dia berjalan menuju kamar mandi, membasuh wajahnya untuk menenangkan diri. Ketika keluar, rambutnya setengah basah dan ia memutuskan untuk mengikatnya ke atas.

Saat kembali ke ruang tamu, dia mencoba meregangkan tubuhnya yang terasa tegang. Namun, di tengah gerakan itu, ia merasakan tatapan dari arah tangga. Lula menoleh dan mendapati Jack berdiri di sana, menatapnya tanpa suara. Tatapannya datar, tapi cukup jelas bahwa dia menyadari setiap gerakan Lula.

Pria itu sempat ragu sejenak sebelum akhirnya memalingkan wajah dan kembali naik ke lantai atas. Lula hanya bisa menghela napas, perasaan canggung itu kembali muncul.

Belum sempat suasana benar-benar tenang, suara pintu depan terbuka. Eve kembali dengan langkah tergesa-gesa, wajahnya tampak sedikit panik.

"La, aku harus pergi sebentar. Bisa nggak kamu tunggu di sini?" katanya dengan nada cemas.

"Oh, iya, nggak masalah," jawab Lula, meski sedikit terkejut dengan sikap terburu-buru Eve.

"Kalau kamu nggak bisa mengantarku pulang, aku bisa naik taksi kok."

"Nggak!" seru Eve, suaranya nyaring. "Aku nggak akan biarin kamu pulang sendirian. Ini sudah malam. Taksi? Nggak aman. Tunggu aku sebentar aja, oke?"

Sebelum Lula bisa membalas, Eve sudah berlari keluar. Lula menghela napas panjang, menatap pintu yang tertutup cepat. "Kenapa semua jadi rumit begini? Pulang dengan taksi bukan masalah besar, kan?" pikirnya sambil menggelengkan kepala.

Ia kembali duduk di sofa, berusaha mengabaikan rasa canggung yang masih menyelimuti dirinya. Namun, langkah kaki kembali terdengar dari arah tangga. Jack turun dari kamarnya, kali ini dengan kunci mobil di tangan.

"Jack, kamu harus antar Lula pulang," suara Camelia terdengar dari arah dapur. Wanita itu muncul dengan senyum ramah di wajahnya.

"Mom, aku ada urusan. Aku tidak bisa membawanya," jawab Jack tanpa melihat ke arah ibunya.

Camelia menghela napas. "Jack, apa susahnya mengantar Lula terlebih dahulu?"

Lula menatap mereka dengan canggung. Ia tidak ingin merepotkan siapa pun. "Mom, tidak perlu repot. Aku bisa naik taksi saja."

Camelia menggeleng. "Tidak, sayang. Jack yang akan mengantarmu. Sudah malam, aku ingin kamu pulang dengan aman."

Jack tampak kesal, tapi tidak berdebat lebih jauh. Lula semakin merasa tidak enak.

"Mom, aku naik taksi saja. Aku terbiasa naik taksi kalau mobilku sedang di bengkel. Aku benar-benar nggak mau merepotkan," ujar Lula, berusaha mencari jalan keluar.

"Tidak, Jack yang akan mengantarmu," tegas Camelia. "Jack, Mommy mau kamu antar Lula dengan selamat. Tidak ada bantahan."

Jack hanya berdehem, terlihat enggan tetapi tak berkata apa-apa.

Lula menghela napas dalam. Malam ini benar-benar terasa lebih panjang daripada yang ia duga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 8 - Pulang bersama

    Malam itu, udara dingin merayap pelan di sepanjang jalan yang sepi. Mobil yang dikendarai Jack melaju tanpa suara, hanya deru mesin yang terdengar samar di antara heningnya malam. Lula duduk di kursi penumpang, memeluk tubuhnya sendiri, merasa suhu di dalam mobil hampir sama dinginnya dengan atmosfer di antara mereka. Jack tak banyak bicara sejak perjalanan dimulai. Tatapannya lurus menembus jalanan, wajahnya datar seperti patung tanpa ekspresi. Lula mencuri pandang, berharap ada sedikit celah untuk memulai percakapan. “Terima kasih sudah mau mengantar,” suaranya lirih, nyaris tenggelam di antara desiran angin dari jendela yang sedikit terbuka. Jack tetap diam. Hanya kelopak matanya yang sedikit bergerak, tapi bibirnya tak memberi jawaban. Lula menelan ludah, menggigit bibir bawahnya. Mungkin ucapan itu terlalu sepele untuk direspons, atau Jack memang sengaja tak ingin terlibat dalam pembicaraan. Mereka terus melaju dalam diam sampai tiba-tiba, mobil melambat. Mesin mendadak ber

    Last Updated : 2022-04-21
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 9 - Ciuman Panas

    Hujan turun semakin deras, menghujam bumi tanpa ampun. Angin malam berhembus kencang, membuat udara semakin menusuk hingga ke tulang. Petir menyambar sesekali, menerangi jalanan sepi yang diselimuti kegelapan. Jack dan Lula berlari di tengah hujan, napas mereka tersengal. Pakaian yang basah kuyup melekat erat di tubuh, membuat dingin semakin merasuk. Butiran air hujan menetes dari rambut mereka, membasahi wajah yang sudah lelah. “Kita… harus cari tempat berteduh,” ujar Lula dengan suara bergetar, berusaha menahan rasa dingin yang menggigit. Jack melirik sekilas, matanya menyapu sekitar hingga menemukan sebuah gubug tua di kejauhan. Tanpa berkata apa pun, dia menarik tangan Lula, membimbingnya menuju tempat itu. Pintu kayu lapuk berderit saat Jack mendorongnya. Udara lembap menyergap begitu mereka masuk, membawa aroma kayu basah dan debu yang sudah lama mengendap. Cahaya dari kilat sesekali menerangi ruangan kecil itu, memperlihatkan meja reyot di sudut dan bangku kayu yang suda

    Last Updated : 2022-04-22
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 10 - Rapat dadakan

    Lula terbangun lebih awal dari biasanya, terkejut oleh bunyi alarm yang memekakkan telinga. Dengan mata setengah terpejam, ia meraih ponsel dan mematikan suara nyaring itu. Detik pertama yang ia sadari adalah jantungnya berdegup kencang, mengingat agenda penting hari ini. Perlahan, ia memaksakan diri bangun, melawan sisa kantuk yang masih membelenggu tubuhnya. Udara pagi menyelinap masuk melalui celah jendela, dingin dan menusuk kulit. Lula menyeret kakinya menuju kamar mandi. Percikan air dingin di wajah membuatnya sedikit lebih segar, meski pikirannya masih berkecamuk. Ia menatap bayangannya di cermin. Mata sembab, wajah pucat—sisa begadang menyiapkan materi meeting semalam masih jelas membekas. Hari ini ia harus menggantikan Irena, yang mendadak sakit, untuk membawakan presentasi di hadapan para pemegang saham. Tugas yang berat, apalagi ditunjuk secara mendadak. Jantungnya kembali berdebar hanya dengan memikirkannya. Setelah selesai mencuci muka, Lula menyisir rambut pirangnya.

    Last Updated : 2022-04-22
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 11 - Membeli Hadiah

    Ting! Suara notifikasi ponsel bergetar pelan, memecah keheningan pagi di kamar sederhana Lula. Udara dingin menyelinap melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma embun sisa hujan semalam. Gadis itu menoleh, menatap layar ponsel yang menyala di atas meja kayu di sudut ruangan. Mata cokelatnya menyipit, malas. Pukul delapan pagi. Siapa yang menghubunginya sepagi ini? Dengan langkah pelan, Lula meraih ponselnya. Layar ponsel menampilkan satu pesan dari nomor tak dikenal. Alisnya berkerut, rasa penasaran menyusup tanpa diundang. [Apa kau memiliki waktu? Aku ingin mengajakmu keluar membeli hadiah untuk Eve.] Lula membaca pesan itu berulang kali. Eve? Ah dia ingat, wanita yang menabrak mobilnya. Tapi siapa yang mengirimkan pesan ini? Pikirannya berputar, mencoba menebak. Tanpa sadar, jari-jarinya mulai mengetik. [Ini Jack?] Pesan terkirim. Hanya butuh beberapa detik sebelum balasan datang. [Ya, Jack Adderson. Aku akan datang menjemput. Bersiaplah.] Lula membeku di tempat.

    Last Updated : 2022-05-05
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 12 - Pertemuan tak indah

    Langit malam membentang dengan taburan bintang ketika mobil Jack berhenti tepat di depan apartemen sederhana Lula. Lula menoleh ke arah Jack yang masih duduk di kursi kemudi. Dia tersenyum simpul. “Terima kasih telah mengantar pulang,” ucapnya pelan, mencoba memecah keheningan. Jack hanya mengangguk tanpa menoleh, seakan tatapan matanya sengaja menghindar. Sikap dingin itu seharusnya membuat Lula terbiasa, tapi entah kenapa malam ini terasa berbeda. Dengan hati-hati, Lula membuka sabuk pengamannya, melangkah keluar, dan menutup pintu mobil perlahan. Namun sebelum melangkah pergi, ia melambaikan tangan kecil. “Selamat malam, Jack.” Tak ada jawaban. Hanya kilatan lampu sein yang berkedip sebelum mobil hitam itu perlahan melaju menjauh. Gadis itu menatap kepergian Jack hingga mobilnya menghilang di tikungan jalan. Ada rasa aneh yang menggelitik hatinya—rasa yang tak mampu ia kendalikan. Namun lamunannya buyar ketika suara langkah pelan terdengar di belakangnya. “Astag

    Last Updated : 2022-05-10
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 13 - Ciuman Kedua

    Musik lembut mengalun di dalam ballroom yang penuh cahaya temaram. Tawa kecil sesekali terdengar dari para tamu yang berbaur, sementara aroma bunga segar menyelimuti ruangan. “Gladys! Oh my God, kamu sudah kembali?!” teriak Eleanor dengan mata berbinar. Gladys menoleh, senyum lembutnya masih sama seperti dulu. “Ini hari ulang tahun Eve, aku tidak mungkin melewatkannya.” Eve segera mendekat, menarik Gladys ke dalam pelukan erat. “Kamu memang yang terbaik, adik ipar!” ujarnya dengan terkekeh pelan. Gladys membalas pelukan dengan terkekeh pelan. “Haruskah aku memanggilmu Kakak ipar? Terdengar menggelikan, Eve. Hentikan.” Saat Gladys melepaskan pelukannya, matanya menyapu sekeliling ruangan. “Dimana Jack? Tadi aku melihatnya.” Eve mengangguk, menunjuk ke ruangan sebelah. “Dia ada di sana.” Gladys tersenyum kecil, “Aku akan menemui Jack.” Kemudian, Gladys melangkah pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Lula memperhatikan gerak-gerik Gladys tanpa sadar, perasaan asing menggelitik hatin

    Last Updated : 2022-05-18
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 14 - Menyalakan api

    Lula mengerjapkan mata, udara di dalam mobil terasa menekan dadanya. Ciuman itu masih membekas di bibirnya, membuat pikirannya kacau. Ia menelan ludah, berusaha menata perasaannya yang bergejolak. Dia menatap pria itu sejenak, sebelum membuka suaranya. “Aku tidak akan merespon lebih, aku tau ciuman ini sebuah kesalahan,” suaranya terdengar bergetar. “Aku akan melupakannya, dan kamu juga, Jack.” Jack tidak langsung menjawab. Tangannya menggenggam kemudi, matanya menatap lurus ke depan dengan ekspresi dingin yang sulit diterjemahkan. Napasnya terdengar pelan, namun setiap hembusannya terasa berat. “Tidak.” Hanya satu kata, rendah dan datar, namun cukup membuat Lula membeku. Dia mengerjapkan mata, menatap Jack dengan mata bertanya. “Apa maksudnya?” Jack perlahan menoleh, sorot matanya tajam, seolah menelanjangi segala pikiran yang berusaha disembunyikan gadis itu. “Aku tidak ingin melupakannya.” Lula tercekat. Dadanya berdegup kencang, tetapi wajah Jack tetap tanpa emosi—dingin, s

    Last Updated : 2022-05-19
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 15 - Bos pengganti

    Derit pintu terdengar saat Jack memasuki rumah, melepaskan jas dengan gerakan lambat. Melihat Jack pulang, Eve turun dengan wajah segar, mengenakan gaun rumah berwarna krem. Bibirnya melengkung dalam senyuman ramah. “Jack, kamu sudah pulang?” sapanya lembut. Jack hanya melirik sekilas sambil menggantungkan jas di gantungan. Garis wajahnya menunjukkan kelelahan, namun sorot matanya tetap dingin. “Ya. Ada apa?” Eve tersenyum, menghampiri sambil melipat tangannya di depan dada. “Terima kasih sudah mengantar Lula pulang.” Jack tidak menanggapi. Matanya hanya menatap lurus, seolah tidak ingin membahas topik itu lebih jauh. “Oh, aku juga punya pesan,” lanjut Eve santai. “Gladys bilang dia harus segera berangkat ke LA.” Jack menghentikan gerakannya. Seketika, ekspresinya berubah, sedikit berkerut. “LA?” Suaranya terdengar berat. “Kenapa dia tidak mengabariku?” Eve mengangkat bahu. “Aku juga tidak tahu. Aku hanya kebetulan bertemu dengannya di bandara saat mengantar kekasihku. Jadwal

    Last Updated : 2022-06-01

Latest chapter

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 32 - Persiapan Pernikahan

    Pagi itu, Gladys sudah sibuk dengan berbagai persiapan. Ia tidak ingin membuang waktu. Jika ini harus terjadi, maka semuanya harus sempurna.Di sebuah butik eksklusif, ia berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih dengan desain klasik yang elegan. Sofia duduk di sofa, mengamati putrinya dengan kritis.“Gaun ini bagus, tapi aku rasa kita bisa mencari yang lebih istimewa,” katanya akhirnya. “Sesuatu yang lebih… berkelas.”Gladys hanya tersenyum kecil. Ia tidak terlalu peduli gaun seperti apa yang akan ia kenakan, karena pikirannya jauh dari sini.Jack.Ia memikirkan pria itu—reaksinya saat ia setuju untuk menikah lebih cepat. Ada sesuatu dalam tatapannya yang tidak bisa ia artikan.Keraguan?Atau rasa bersalah?Gladys mengalihkan pandangannya ke cermin. Tidak, ia tidak bisa membiarkan pikirannya dipenuhi oleh hal-hal yang tidak perlu. Ia percaya bahwa Jack mencintainya. Salah satu pegawai butik mendekat, membawa beberapa pilihan gaun lain. “Nona Gladys, kami memilik

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 37 - Aku siap

    Lula menyisipkan rambutnya ke belakang telinga, pandangannya sekilas menyapu ke arah restoran yang ramai. Suara alat makan beradu dengan piring bercampur percakapan pelanggan lain, menciptakan suasana makan siang yang tampak wajar. Namun, tidak baginya. Ada sesuatu yang mengganggu, sesuatu yang membuatnya sulit menikmati hidangan di hadapannya. Perlahan, ia meletakkan garpunya dan menatap pria di hadapannya. “Jack, aku rasa kita sedang diawasi,” bisiknya tanpa mengubah ekspresi. Jack tidak langsung merespons. Ia hanya mengangkat cangkir kopinya dengan santai, menyesapnya seolah tak terjadi apa-apa. Tetapi, Lula tahu pria itu tengah mengamati pantulan kaca besar di belakangnya. Dari sana, dua sosok terlihat duduk tak jauh dari mereka—Eleanor dan Jennie. Jack menaruh cangkirnya, bibirnya melengkung samar. “Kamu benar, entah bagaimana mereka bisa datang disini.” “Aku curiga, mereka datang untuk mengawasi. Tidak ada kemungkinan kebetulan didunia ini.” “Aku pikir kamu benar. Jika

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 36 - Selingkuh?

    Lula merasa hubungannya dengan Jack semakin membaik. Tidak ada lagi pertengkaran tak perlu atau tatapan penuh ketegangan di antara mereka. Setidaknya, Jack tidak lagi berusaha mencari masalah dengannya setiap saat, dan Lula pun mulai merasa lebih nyaman berada di dekat pria itu.Hari ini, Jack tiba-tiba mengajaknya makan siang di luar. Biasanya, Lula akan menolak atau mencari alasan untuk menghindar, tapi entah kenapa, kali ini ia mengiyakan tanpa banyak berpikir.Mereka memilih restoran dengan suasana tenang, duduk di meja dekat jendela yang menghadap ke jalanan kota. Percakapan mereka mengalir ringan—tidak lagi dipenuhi sindiran atau debat kusir yang melelahkan.Namun, saat obrolan mereka mulai mereda, Jack tiba-tiba mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku jasnya dan meletakkannya di atas meja. Lula mengernyit, merasa curiga.“Apa ini?”Jack hanya menyodorkan kotaknya. “Buka saja.”Dengan sedikit ragu, Lula membuka kotak itu dan mendapati sebuah kalung perak dengan liontin berbent

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 35 - Aku akan menemuimu

    Lula masih terengah, dadanya naik turun dengan cepat. Tangannya mengepal di atas pangkuan, berusaha menenangkan diri setelah ciuman yang mencuri napasnya barusan. Jack tetap di tempatnya, menatapnya dengan intens, seolah menantang setiap emosi yang bergejolak di mata Lula. “Kau sudah selesai marah?” Jack bertanya, nada suaranya masih datar, tapi sorot matanya tidak bisa menyembunyikan api yang membakar di dalamnya. Lula mengatupkan rahangnya. “Kau tidak bisa seenaknya, Jack.” “Aku tidak sedang bermain-main,” balas Jack tanpa ragu. “Kalau aku mau bermain, aku bisa melakukan jauh lebih dari ini.” Lula menelan ludah, berusaha menepis panas yang merayap di kulitnya. Ia menggeleng pelan, mencoba mencari celah untuk mengendalikan situasi. “Aku lelah,” katanya akhirnya, suaranya melemah. Jack tidak langsung menanggapi. Ia hanya menatap Lula dengan sorot mata yang dalam, penuh sesuatu yang sulit ditebak. Namun kemudian, ia bersandar ke kursinya, ekspresinya sedikit melunak. “Aku tahu.

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 34 - Kegilaan Jack

    Lula mengetik cepat di depan layar komputernya, jemarinya bergerak lincah di atas keyboard. Matanya terpaku pada data yang harus ia rapikan sebelum laporan diserahkan ke Jack. Ruangan kantor terasa sunyi, hanya suara ketikan dan sesekali bunyi kertas yang dibalik. Tiba-tiba, suara langkah terburu-buru mendekat, disusul suara Emil yang setengah terengah-engah. “Lula! Tolong banget, kali ini aja!” Lula mengangkat kepala dengan kening berkerut. “Kenapa lagi, Mil?” Emil menjatuhkan beberapa dokumen di meja Lula dengan ekspresi putus asa. “Aku butuh banget tanda tangan Pak Jack. Sejam lagi kalau ini nggak beres, bisa mampus aku, La. Aku beneran lupa.” Lula mendesah, menatap dokumen-dokumen yang berserakan. “Pak Jack baru saja keluar makan siang.” Emil hampir menangis. “Please, La. Tau sendiri kalau yang kejar Pak Jack aku, dia nggak bakal mau. Tapi kamu… kamu kan sekretarisnya. Kamu pasti bisa!” Lula memijat pelipisnya. “Jadi aku harus ngejar dia sekarang?” Emil mengangguk

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 33 - Noda kemeja

    Pagi di kediaman keluarga Pramono dipenuhi suasana tenang. Cahaya matahari menembus jendela besar, menyapu ruang keluarga yang luas dengan nuansa hangat. Aroma teh melati menguar dari cangkir porselen di meja, sementara Gladys bersandar santai di sofa.Mengenakan robe sutra tipis, ia menggulir layar ponselnya tanpa terganggu, menikmati waktu paginya. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama saat langkah teratur mendekat, dan Sofia duduk di hadapannya dengan anggun.“Gladys.”Nada suara ibunya lembut, tapi mengandung sesuatu kekhawatiran yang terselubung. Gladys masih tetap menatap ponselnya. “Hm?”“Kapan kamu akan menikah dengan Jack?”Jari Gladys berhenti sejenak sebelum melanjutkan. Ia mendesah ringan, akhirnya menatap ibunya dengan ekspresi bosan. “Mom, kita sudah membahas ini berkali-kali. Aku masih ingin fokus pada karirku.”Sofia meletakkan cangkir tehnya dengan gerakan lembut. “Menunda terlalu lama bukan hal yang baik, Sayang. Lihat anaknya Tante Rina. Tunangannya berselingkuh

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 32 - Gairah Panas

    Jack melepas seatbelt dengan satu sentakan, pandangannya mengunci Lula tanpa memberi celah untuk melarikan diri.Tanpa aba-aba, tangannya terulur, meraih tengkuk wanita itu, menariknya mendekat hingga napas mereka hampir bersatu.“Jack…”Hanya bisikan rendah itu yang terdengar sebelum bibir Jack menahan bibir mungilnya, panas, dalam, menggoda dengan gerakan perlahan yang menuntut.Lula bergetar, kedua tangannya terangkat tanpa sadar, mencengkeram kerah jas Jack. Desah napasnya beradu, membuat Jack semakin memperdalam ciumannya. Lidahnya menelusup, menuntut balasan, sementara jemari besar pria itu menyusuri sisi wajah Lula, turun ke leher, hingga membuka satu kancing kemeja wanita itu dengan cekatan.Lula tersentak kecil, tapi tidak menolak. Justru, matanya terpejam, membiarkan jemari Jack melonggarkan satu demi satu kancing, memperlihatkan kulit pucat di baliknya.Bibir Jack beralih, melumat garis rahangnya, turun ke leher yang berdenyut. Napasnya panas, membuat Lula menggigit bibir

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 31 - Kecupan

    Pagi itu terasa berat bagi Lula. Langit mendung menambah rasa sesak di dadanya, seolah alam pun ikut merasakan beban yang selama ini ia pikul. Tangan mungilnya menggenggam setangkai bunga lili putih, langkahnya pelan menyusuri jalan berbatu. Setiap kunjungan ke tempat ini selalu membawa luka lama yang sulit disembuhkan. Lula berlutut di depan nisan, menaruh bunga dengan hati-hati. Pandangannya nanar menelusuri nama yang terukir di batu. “Bu… aku datang lagi.” Suara itu lirih, hampir tenggelam oleh hembusan angin. Ia diam sejenak, membiarkan emosi yang selama ini ditahan memenuhi dada. Hanya di tempat ini, ia bisa meluruhkan segala hal yang tak bisa diucapkan pada siapa pun. “Aku lelah… tapi aku tidak bisa berhenti.” Matanya memanas. “Dia pria paling memuakkan, aku benar-benar membencinya.” Lula menunduk, jari-jarinya meremas ujung blazer. Kenyataan bahwa ia mulai goyah membuatnya semakin benci pada dirinya sendiri. “Apa langkah yang akan aku ambil adalah hal yang benar?” Ke

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 30 - Manis

    Lula tidak pernah menyukai pagi, apalagi setelah malam yang dihabiskannya lembur hanya karena permainan licik Jack. Ia baru saja duduk, berniat menuntaskan sisa pekerjaan semalam, saat suara langkah berat terdengar dari arah pintu. Tanpa menoleh, ia tahu siapa yang datang. “Kita ada meeting jam sepuluh. Jangan lupa bawa tablet dan semua dokumen kemarin,” ucap Jack datar. Lula menahan dengusan kesal. Seperti biasa, dia hanya menarik bibirnya membentuk senyuman palsu. “Baik Pak.” Dan seperti biasa—tanpa bertanya, tanpa permisi, tanpa memberi kesempatan menolak. Jack tetap memerintah seenaknya. “Dan setelah itu, ikut aku makan siang.” Lula mengernyit. Kali ini ia menoleh, menatap Jack yang sudah berjalan menuju ruangannya. “Makan siang? Untuk urusan kerja?” tanyanya menekan nada suara. Jack melirik dari balik bahu, mata tajamnya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. “Anggap saja begitu.”Bola matanya memutar malas, jika bukan karena dia atasannya, Lula pasti akan malas. —

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status