Home / Romansa / Hasrat Wanita Kedua / Bab 8 - Pulang bersama

Share

Bab 8 - Pulang bersama

Author: Gumi Gula
last update Last Updated: 2022-04-21 22:58:01

Malam itu, udara dingin merayap pelan di sepanjang jalan yang sepi. Mobil yang dikendarai Jack melaju tanpa suara, hanya deru mesin yang terdengar samar di antara heningnya malam.

Lula duduk di kursi penumpang, memeluk tubuhnya sendiri, merasa suhu di dalam mobil hampir sama dinginnya dengan atmosfer di antara mereka.

Jack tak banyak bicara sejak perjalanan dimulai. Tatapannya lurus menembus jalanan, wajahnya datar seperti patung tanpa ekspresi. Lula mencuri pandang, berharap ada sedikit celah untuk memulai percakapan.

“Terima kasih sudah mau mengantar,” suaranya lirih, nyaris tenggelam di antara desiran angin dari jendela yang sedikit terbuka.

Jack tetap diam. Hanya kelopak matanya yang sedikit bergerak, tapi bibirnya tak memberi jawaban.

Lula menelan ludah, menggigit bibir bawahnya. Mungkin ucapan itu terlalu sepele untuk direspons, atau Jack memang sengaja tak ingin terlibat dalam pembicaraan.

Mereka terus melaju dalam diam sampai tiba-tiba, mobil melambat. Mesin mendadak bergetar aneh sebelum akhirnya berhenti total di tepi jalan.

Lula menoleh, alisnya berkerut. “Ada apa?”

Jack menghela napas berat, seolah menahan kesal. “Mogok.”

Tanpa menunggu, ia keluar dari mobil, membuka kap mesin. Uap panas langsung menyembur, membuat Jack mundur sambil berdesis pelan.

Lula yang khawatir ikut turun, menatap pria itu yang tengah memeriksa mesin. “Apa yang rusak? Apa bisa diperbaiki?”

Jack tidak menjawab, hanya membalikkan badan sekilas. Sorot matanya menunjukkan bahwa kemungkinan itu sangat kecil.

“Akinya habis,” gumamnya akhirnya.

Lula melirik jalanan di sekitar. Sepi. Hanya deretan pohon dan lampu jalan yang redup, nyaris tak ada tanda-tanda kehidupan yang lewat.

“Apa kita harus cari bantuan?” tanyanya hati-hati.

Jack menutup kap mesin dengan suara keras. “Kalau kamu punya cara lain, silakan kasih tahu.” Nadanya terdengar sarkas, membuat Lula semakin merasa bersalah.

Jack masuk kembali ke mobil, merogoh ponselnya dari dashboard. Wajahnya langsung mengeras saat layar ponsel mati total.

“Sial, baterainya habis,” desisnya.

“Gunakan ponselku,” usulnya tiba-tiba.

Lula kemudian buru-buru merogoh saku jaketnya, tapi wajahnya memucat saat sadar ponselnya tertinggal di rumah Jack. “Aku… sepertinya aku meninggalkan ponsel dirumahmu.”

Jack menatapnya tajam, seolah kesalahan kecil itu adalah hal paling bodoh yang bisa dilakukan seseorang di situasi seperti ini.

“Terimakasih, sangat membantu,” sindirnya.

Satu helaan napas panjang keluar dari bibir Jack sebelum akhirnya ia membuka pintu. “Kita jalan kaki. Bengkel terdekat kira-kira tiga kilometer dari sini.”

Lula menoleh ke jalanan gelap, merasa cemas. Namun, melihat Jack sudah melangkah tanpa menunggu, ia buru-buru menyusul, meski rasa takut mulai merayapi hatinya.

Langkah mereka bergema di sepanjang trotoar yang kosong. Angin dingin berhembus, membuat Lula menggigil di balik jaket tipisnya.

“Kamu yakin ini jalan yang benar? Kita todak salah jalan, kan?” gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

Jack menghentikan langkah, menoleh tajam. “Kalau kamu tahu jalan yang lebih baik, silakan tunjukan.”

Lula terdiam, wajahnya memerah. Ia menyesal sudah bertanya.

Mereka kembali berjalan. Hening. Hanya suara langkah kaki yang menemani.

Langit semakin gelap. Jauh di kejauhan, suara gemuruh mulai terdengar samar. Angin berhembus lebih kencang, membuat Lula makin menggigil.

Duar!

Petir tiba-tiba menggelegar, memecah keheningan malam.

Lula terlonjak, langkahnya berhenti mendadak. Napasnya tercekat, tubuhnya langsung menegang.

Jack menoleh, mengernyit. “Kamu kenapa?”

Lula tak menjawab. Tubuhnya gemetar, tangannya menutup telinga rapat-rapat.

Jack mendesah pelan, berjalan mendekat. Tatapannya tetap dingin, tapi ada nada khawatir dalam suaranya. “Cuma petir, tidak ada yang perlu di takutkan. Itu tidak akan menyambar kita.”

Lula menggeleng cepat, napasnya memburu. “Aku… aku takut…”

Jack terdiam sejenak, menatap gadis di depannya dengan pandangan yang sulit diterka. Lalu, perlahan, ia berjongkok di hadapan Lula.

“Kita aman di sini. Aku janji.”

Lula membuka mata perlahan, menatap wajah Jack yang begitu dekat. Namun, sebelum ia sempat merasa lega, suara petir kembali menggelegar.

Duar!

Tanpa sadar, Lula melompat, tubuhnya menabrak Jack. Tangannya melingkar erat di pinggang pria itu, memeluknya seperti anak kecil yang ketakutan.

Jack membeku.

“Kau bilang aman! Aku sangat takut!” kesalnya.

Detik-detik berlalu dalam keheningan. Napas Lula memburu, jantungnya berdetak keras di dada Jack. Tapi pria itu tetap diam, tak bergerak.

Beberapa saat kemudian, Jack menunduk, menatap gadis yang masih menempel padanya.

“Dengarkan aku,” ujarnya pelan.

Gadis itu tak merespons, jemarinya justru semakin erat mencengkeram jaket Jack.

Jack menghela napas panjang, seolah menyerah. Perlahan, tangannya terangkat… ragu-ragu sebelum akhirnya menepuk punggung Lula pelan.

“Kita harus jalan lagi… atau akan terjebak oleh hujan.”

Pria itu benar, akan lebih mengerikan jika mereka terjebak hujan dan berakhir mati mengenaskan.

Lula perlahan melepaskan pelukannya, wajahnya merah padam. “Aku… minta maaf… aku tidak sengaja.”

Jack menatapnya sejenak, lalu berbalik tanpa berkata apa-apa.

Namun, saat pria itu melangkah, ada sesuatu yang berbeda dalam gerakannya — lebih lambat, seolah sengaja memberi Lula ruang untuk berjalan di sisinya.

Lula berjalan di belakang, menunduk dalam-dalam. Tapi jantungnya masih berdegup kencang, bukan lagi karena takut… melainkan karena sentuhan hangat yang baru saja ia rasakan.

Malam itu, di tengah dinginnya udara dan gelapnya jalanan, sesuatu yang halus mulai bergetar di antara mereka.

Sesuatu yang tak terucap… tapi nyata.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 9 - Ciuman Panas

    Hujan turun semakin deras, menghujam bumi tanpa ampun. Angin malam berhembus kencang, membuat udara semakin menusuk hingga ke tulang. Petir menyambar sesekali, menerangi jalanan sepi yang diselimuti kegelapan. Jack dan Lula berlari di tengah hujan, napas mereka tersengal. Pakaian yang basah kuyup melekat erat di tubuh, membuat dingin semakin merasuk. Butiran air hujan menetes dari rambut mereka, membasahi wajah yang sudah lelah. “Kita… harus cari tempat berteduh,” ujar Lula dengan suara bergetar, berusaha menahan rasa dingin yang menggigit. Jack melirik sekilas, matanya menyapu sekitar hingga menemukan sebuah gubug tua di kejauhan. Tanpa berkata apa pun, dia menarik tangan Lula, membimbingnya menuju tempat itu. Pintu kayu lapuk berderit saat Jack mendorongnya. Udara lembap menyergap begitu mereka masuk, membawa aroma kayu basah dan debu yang sudah lama mengendap. Cahaya dari kilat sesekali menerangi ruangan kecil itu, memperlihatkan meja reyot di sudut dan bangku kayu yang suda

    Last Updated : 2022-04-22
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 10 - Rapat dadakan

    Lula terbangun lebih awal dari biasanya, terkejut oleh bunyi alarm yang memekakkan telinga. Dengan mata setengah terpejam, ia meraih ponsel dan mematikan suara nyaring itu. Detik pertama yang ia sadari adalah jantungnya berdegup kencang, mengingat agenda penting hari ini. Perlahan, ia memaksakan diri bangun, melawan sisa kantuk yang masih membelenggu tubuhnya. Udara pagi menyelinap masuk melalui celah jendela, dingin dan menusuk kulit. Lula menyeret kakinya menuju kamar mandi. Percikan air dingin di wajah membuatnya sedikit lebih segar, meski pikirannya masih berkecamuk. Ia menatap bayangannya di cermin. Mata sembab, wajah pucat—sisa begadang menyiapkan materi meeting semalam masih jelas membekas. Hari ini ia harus menggantikan Irena, yang mendadak sakit, untuk membawakan presentasi di hadapan para pemegang saham. Tugas yang berat, apalagi ditunjuk secara mendadak. Jantungnya kembali berdebar hanya dengan memikirkannya. Setelah selesai mencuci muka, Lula menyisir rambut pirangnya.

    Last Updated : 2022-04-22
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 11 - Membeli Hadiah

    Ting! Suara notifikasi ponsel bergetar pelan, memecah keheningan pagi di kamar sederhana Lula. Udara dingin menyelinap melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma embun sisa hujan semalam. Gadis itu menoleh, menatap layar ponsel yang menyala di atas meja kayu di sudut ruangan. Mata cokelatnya menyipit, malas. Pukul delapan pagi. Siapa yang menghubunginya sepagi ini? Dengan langkah pelan, Lula meraih ponselnya. Layar ponsel menampilkan satu pesan dari nomor tak dikenal. Alisnya berkerut, rasa penasaran menyusup tanpa diundang. [Apa kau memiliki waktu? Aku ingin mengajakmu keluar membeli hadiah untuk Eve.] Lula membaca pesan itu berulang kali. Eve? Ah dia ingat, wanita yang menabrak mobilnya. Tapi siapa yang mengirimkan pesan ini? Pikirannya berputar, mencoba menebak. Tanpa sadar, jari-jarinya mulai mengetik. [Ini Jack?] Pesan terkirim. Hanya butuh beberapa detik sebelum balasan datang. [Ya, Jack Adderson. Aku akan datang menjemput. Bersiaplah.] Lula membeku di tempat.

    Last Updated : 2022-05-05
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 12 - Pertemuan tak indah

    Langit malam membentang dengan taburan bintang ketika mobil Jack berhenti tepat di depan apartemen sederhana Lula. Lula menoleh ke arah Jack yang masih duduk di kursi kemudi. Dia tersenyum simpul. “Terima kasih telah mengantar pulang,” ucapnya pelan, mencoba memecah keheningan. Jack hanya mengangguk tanpa menoleh, seakan tatapan matanya sengaja menghindar. Sikap dingin itu seharusnya membuat Lula terbiasa, tapi entah kenapa malam ini terasa berbeda. Dengan hati-hati, Lula membuka sabuk pengamannya, melangkah keluar, dan menutup pintu mobil perlahan. Namun sebelum melangkah pergi, ia melambaikan tangan kecil. “Selamat malam, Jack.” Tak ada jawaban. Hanya kilatan lampu sein yang berkedip sebelum mobil hitam itu perlahan melaju menjauh. Gadis itu menatap kepergian Jack hingga mobilnya menghilang di tikungan jalan. Ada rasa aneh yang menggelitik hatinya—rasa yang tak mampu ia kendalikan. Namun lamunannya buyar ketika suara langkah pelan terdengar di belakangnya. “Astag

    Last Updated : 2022-05-10
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 13 - Ciuman Kedua

    Musik lembut mengalun di dalam ballroom yang penuh cahaya temaram. Tawa kecil sesekali terdengar dari para tamu yang berbaur, sementara aroma bunga segar menyelimuti ruangan. “Gladys! Oh my God, kamu sudah kembali?!” teriak Eleanor dengan mata berbinar. Gladys menoleh, senyum lembutnya masih sama seperti dulu. “Ini hari ulang tahun Eve, aku tidak mungkin melewatkannya.” Eve segera mendekat, menarik Gladys ke dalam pelukan erat. “Kamu memang yang terbaik, adik ipar!” ujarnya dengan terkekeh pelan. Gladys membalas pelukan dengan terkekeh pelan. “Haruskah aku memanggilmu Kakak ipar? Terdengar menggelikan, Eve. Hentikan.” Saat Gladys melepaskan pelukannya, matanya menyapu sekeliling ruangan. “Dimana Jack? Tadi aku melihatnya.” Eve mengangguk, menunjuk ke ruangan sebelah. “Dia ada di sana.” Gladys tersenyum kecil, “Aku akan menemui Jack.” Kemudian, Gladys melangkah pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Lula memperhatikan gerak-gerik Gladys tanpa sadar, perasaan asing menggelitik hatin

    Last Updated : 2022-05-18
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 14 - Menyalakan api

    Lula mengerjapkan mata, udara di dalam mobil terasa menekan dadanya. Ciuman itu masih membekas di bibirnya, membuat pikirannya kacau. Ia menelan ludah, berusaha menata perasaannya yang bergejolak. Dia menatap pria itu sejenak, sebelum membuka suaranya. “Aku tidak akan merespon lebih, aku tau ciuman ini sebuah kesalahan,” suaranya terdengar bergetar. “Aku akan melupakannya, dan kamu juga, Jack.” Jack tidak langsung menjawab. Tangannya menggenggam kemudi, matanya menatap lurus ke depan dengan ekspresi dingin yang sulit diterjemahkan. Napasnya terdengar pelan, namun setiap hembusannya terasa berat. “Tidak.” Hanya satu kata, rendah dan datar, namun cukup membuat Lula membeku. Dia mengerjapkan mata, menatap Jack dengan mata bertanya. “Apa maksudnya?” Jack perlahan menoleh, sorot matanya tajam, seolah menelanjangi segala pikiran yang berusaha disembunyikan gadis itu. “Aku tidak ingin melupakannya.” Lula tercekat. Dadanya berdegup kencang, tetapi wajah Jack tetap tanpa emosi—dingin, s

    Last Updated : 2022-05-19
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 15 - Bos pengganti

    Derit pintu terdengar saat Jack memasuki rumah, melepaskan jas dengan gerakan lambat. Melihat Jack pulang, Eve turun dengan wajah segar, mengenakan gaun rumah berwarna krem. Bibirnya melengkung dalam senyuman ramah. “Jack, kamu sudah pulang?” sapanya lembut. Jack hanya melirik sekilas sambil menggantungkan jas di gantungan. Garis wajahnya menunjukkan kelelahan, namun sorot matanya tetap dingin. “Ya. Ada apa?” Eve tersenyum, menghampiri sambil melipat tangannya di depan dada. “Terima kasih sudah mengantar Lula pulang.” Jack tidak menanggapi. Matanya hanya menatap lurus, seolah tidak ingin membahas topik itu lebih jauh. “Oh, aku juga punya pesan,” lanjut Eve santai. “Gladys bilang dia harus segera berangkat ke LA.” Jack menghentikan gerakannya. Seketika, ekspresinya berubah, sedikit berkerut. “LA?” Suaranya terdengar berat. “Kenapa dia tidak mengabariku?” Eve mengangkat bahu. “Aku juga tidak tahu. Aku hanya kebetulan bertemu dengannya di bandara saat mengantar kekasihku. Jadwal

    Last Updated : 2022-06-01
  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 16 - Hampir bercumbu

    Lula berdiri terpaku di ambang pintu, menatap sosok Jack yang duduk santai di kursi kebesarannya dengan tangan menyilang di dada. Cahaya matahari yang menembus jendela besar di belakangnya mempertegas garis rahang pria itu, menambah aura dingin dan berkuasa yang memancar dari tubuhnya. Hatinya berdebar tak karuan. Perasaan canggung bercampur penasaran bergumul di dadanya. Bagaimana mungkin pria yang selama ini berusaha ia hindari kini justru menjadi atasannya? Apakah ini kebetulan, atau ada hal lain di balik kehadiran Jack di kantor ini? Jack menyadari tatapan Lula yang menelisik dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bibirnya melengkung tipis, seolah menikmati kebingungan wanita itu. “Kau sudah puas memandangiku, Lula? Atau aku harus berbalik agar kau bisa melihat dari segala sudut?” suara berat Jack memecah keheningan, disertai nada mengejek yang membuat pipi Lula memanas. Lula berdehem, berusaha menguasai dirinya. Ia melangkah mendekat dengan hati-hati, menatap Jack dengan sor

    Last Updated : 2022-06-16

Latest chapter

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 32 - Persiapan Pernikahan

    Pagi itu, Gladys sudah sibuk dengan berbagai persiapan. Ia tidak ingin membuang waktu. Jika ini harus terjadi, maka semuanya harus sempurna.Di sebuah butik eksklusif, ia berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih dengan desain klasik yang elegan. Sofia duduk di sofa, mengamati putrinya dengan kritis.“Gaun ini bagus, tapi aku rasa kita bisa mencari yang lebih istimewa,” katanya akhirnya. “Sesuatu yang lebih… berkelas.”Gladys hanya tersenyum kecil. Ia tidak terlalu peduli gaun seperti apa yang akan ia kenakan, karena pikirannya jauh dari sini.Jack.Ia memikirkan pria itu—reaksinya saat ia setuju untuk menikah lebih cepat. Ada sesuatu dalam tatapannya yang tidak bisa ia artikan.Keraguan?Atau rasa bersalah?Gladys mengalihkan pandangannya ke cermin. Tidak, ia tidak bisa membiarkan pikirannya dipenuhi oleh hal-hal yang tidak perlu. Ia percaya bahwa Jack mencintainya. Salah satu pegawai butik mendekat, membawa beberapa pilihan gaun lain. “Nona Gladys, kami memilik

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 37 - Aku siap

    Lula menyisipkan rambutnya ke belakang telinga, pandangannya sekilas menyapu ke arah restoran yang ramai. Suara alat makan beradu dengan piring bercampur percakapan pelanggan lain, menciptakan suasana makan siang yang tampak wajar. Namun, tidak baginya. Ada sesuatu yang mengganggu, sesuatu yang membuatnya sulit menikmati hidangan di hadapannya. Perlahan, ia meletakkan garpunya dan menatap pria di hadapannya. “Jack, aku rasa kita sedang diawasi,” bisiknya tanpa mengubah ekspresi. Jack tidak langsung merespons. Ia hanya mengangkat cangkir kopinya dengan santai, menyesapnya seolah tak terjadi apa-apa. Tetapi, Lula tahu pria itu tengah mengamati pantulan kaca besar di belakangnya. Dari sana, dua sosok terlihat duduk tak jauh dari mereka—Eleanor dan Jennie. Jack menaruh cangkirnya, bibirnya melengkung samar. “Kamu benar, entah bagaimana mereka bisa datang disini.” “Aku curiga, mereka datang untuk mengawasi. Tidak ada kemungkinan kebetulan didunia ini.” “Aku pikir kamu benar. Jika

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 36 - Selingkuh?

    Lula merasa hubungannya dengan Jack semakin membaik. Tidak ada lagi pertengkaran tak perlu atau tatapan penuh ketegangan di antara mereka. Setidaknya, Jack tidak lagi berusaha mencari masalah dengannya setiap saat, dan Lula pun mulai merasa lebih nyaman berada di dekat pria itu.Hari ini, Jack tiba-tiba mengajaknya makan siang di luar. Biasanya, Lula akan menolak atau mencari alasan untuk menghindar, tapi entah kenapa, kali ini ia mengiyakan tanpa banyak berpikir.Mereka memilih restoran dengan suasana tenang, duduk di meja dekat jendela yang menghadap ke jalanan kota. Percakapan mereka mengalir ringan—tidak lagi dipenuhi sindiran atau debat kusir yang melelahkan.Namun, saat obrolan mereka mulai mereda, Jack tiba-tiba mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku jasnya dan meletakkannya di atas meja. Lula mengernyit, merasa curiga.“Apa ini?”Jack hanya menyodorkan kotaknya. “Buka saja.”Dengan sedikit ragu, Lula membuka kotak itu dan mendapati sebuah kalung perak dengan liontin berbent

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 35 - Aku akan menemuimu

    Lula masih terengah, dadanya naik turun dengan cepat. Tangannya mengepal di atas pangkuan, berusaha menenangkan diri setelah ciuman yang mencuri napasnya barusan. Jack tetap di tempatnya, menatapnya dengan intens, seolah menantang setiap emosi yang bergejolak di mata Lula. “Kau sudah selesai marah?” Jack bertanya, nada suaranya masih datar, tapi sorot matanya tidak bisa menyembunyikan api yang membakar di dalamnya. Lula mengatupkan rahangnya. “Kau tidak bisa seenaknya, Jack.” “Aku tidak sedang bermain-main,” balas Jack tanpa ragu. “Kalau aku mau bermain, aku bisa melakukan jauh lebih dari ini.” Lula menelan ludah, berusaha menepis panas yang merayap di kulitnya. Ia menggeleng pelan, mencoba mencari celah untuk mengendalikan situasi. “Aku lelah,” katanya akhirnya, suaranya melemah. Jack tidak langsung menanggapi. Ia hanya menatap Lula dengan sorot mata yang dalam, penuh sesuatu yang sulit ditebak. Namun kemudian, ia bersandar ke kursinya, ekspresinya sedikit melunak. “Aku tahu.

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 34 - Kegilaan Jack

    Lula mengetik cepat di depan layar komputernya, jemarinya bergerak lincah di atas keyboard. Matanya terpaku pada data yang harus ia rapikan sebelum laporan diserahkan ke Jack. Ruangan kantor terasa sunyi, hanya suara ketikan dan sesekali bunyi kertas yang dibalik. Tiba-tiba, suara langkah terburu-buru mendekat, disusul suara Emil yang setengah terengah-engah. “Lula! Tolong banget, kali ini aja!” Lula mengangkat kepala dengan kening berkerut. “Kenapa lagi, Mil?” Emil menjatuhkan beberapa dokumen di meja Lula dengan ekspresi putus asa. “Aku butuh banget tanda tangan Pak Jack. Sejam lagi kalau ini nggak beres, bisa mampus aku, La. Aku beneran lupa.” Lula mendesah, menatap dokumen-dokumen yang berserakan. “Pak Jack baru saja keluar makan siang.” Emil hampir menangis. “Please, La. Tau sendiri kalau yang kejar Pak Jack aku, dia nggak bakal mau. Tapi kamu… kamu kan sekretarisnya. Kamu pasti bisa!” Lula memijat pelipisnya. “Jadi aku harus ngejar dia sekarang?” Emil mengangguk

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 33 - Noda kemeja

    Pagi di kediaman keluarga Pramono dipenuhi suasana tenang. Cahaya matahari menembus jendela besar, menyapu ruang keluarga yang luas dengan nuansa hangat. Aroma teh melati menguar dari cangkir porselen di meja, sementara Gladys bersandar santai di sofa.Mengenakan robe sutra tipis, ia menggulir layar ponselnya tanpa terganggu, menikmati waktu paginya. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama saat langkah teratur mendekat, dan Sofia duduk di hadapannya dengan anggun.“Gladys.”Nada suara ibunya lembut, tapi mengandung sesuatu kekhawatiran yang terselubung. Gladys masih tetap menatap ponselnya. “Hm?”“Kapan kamu akan menikah dengan Jack?”Jari Gladys berhenti sejenak sebelum melanjutkan. Ia mendesah ringan, akhirnya menatap ibunya dengan ekspresi bosan. “Mom, kita sudah membahas ini berkali-kali. Aku masih ingin fokus pada karirku.”Sofia meletakkan cangkir tehnya dengan gerakan lembut. “Menunda terlalu lama bukan hal yang baik, Sayang. Lihat anaknya Tante Rina. Tunangannya berselingkuh

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 32 - Gairah Panas

    Jack melepas seatbelt dengan satu sentakan, pandangannya mengunci Lula tanpa memberi celah untuk melarikan diri.Tanpa aba-aba, tangannya terulur, meraih tengkuk wanita itu, menariknya mendekat hingga napas mereka hampir bersatu.“Jack…”Hanya bisikan rendah itu yang terdengar sebelum bibir Jack menahan bibir mungilnya, panas, dalam, menggoda dengan gerakan perlahan yang menuntut.Lula bergetar, kedua tangannya terangkat tanpa sadar, mencengkeram kerah jas Jack. Desah napasnya beradu, membuat Jack semakin memperdalam ciumannya. Lidahnya menelusup, menuntut balasan, sementara jemari besar pria itu menyusuri sisi wajah Lula, turun ke leher, hingga membuka satu kancing kemeja wanita itu dengan cekatan.Lula tersentak kecil, tapi tidak menolak. Justru, matanya terpejam, membiarkan jemari Jack melonggarkan satu demi satu kancing, memperlihatkan kulit pucat di baliknya.Bibir Jack beralih, melumat garis rahangnya, turun ke leher yang berdenyut. Napasnya panas, membuat Lula menggigit bibir

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 31 - Kecupan

    Pagi itu terasa berat bagi Lula. Langit mendung menambah rasa sesak di dadanya, seolah alam pun ikut merasakan beban yang selama ini ia pikul. Tangan mungilnya menggenggam setangkai bunga lili putih, langkahnya pelan menyusuri jalan berbatu. Setiap kunjungan ke tempat ini selalu membawa luka lama yang sulit disembuhkan. Lula berlutut di depan nisan, menaruh bunga dengan hati-hati. Pandangannya nanar menelusuri nama yang terukir di batu. “Bu… aku datang lagi.” Suara itu lirih, hampir tenggelam oleh hembusan angin. Ia diam sejenak, membiarkan emosi yang selama ini ditahan memenuhi dada. Hanya di tempat ini, ia bisa meluruhkan segala hal yang tak bisa diucapkan pada siapa pun. “Aku lelah… tapi aku tidak bisa berhenti.” Matanya memanas. “Dia pria paling memuakkan, aku benar-benar membencinya.” Lula menunduk, jari-jarinya meremas ujung blazer. Kenyataan bahwa ia mulai goyah membuatnya semakin benci pada dirinya sendiri. “Apa langkah yang akan aku ambil adalah hal yang benar?” Ke

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 30 - Manis

    Lula tidak pernah menyukai pagi, apalagi setelah malam yang dihabiskannya lembur hanya karena permainan licik Jack. Ia baru saja duduk, berniat menuntaskan sisa pekerjaan semalam, saat suara langkah berat terdengar dari arah pintu. Tanpa menoleh, ia tahu siapa yang datang. “Kita ada meeting jam sepuluh. Jangan lupa bawa tablet dan semua dokumen kemarin,” ucap Jack datar. Lula menahan dengusan kesal. Seperti biasa, dia hanya menarik bibirnya membentuk senyuman palsu. “Baik Pak.” Dan seperti biasa—tanpa bertanya, tanpa permisi, tanpa memberi kesempatan menolak. Jack tetap memerintah seenaknya. “Dan setelah itu, ikut aku makan siang.” Lula mengernyit. Kali ini ia menoleh, menatap Jack yang sudah berjalan menuju ruangannya. “Makan siang? Untuk urusan kerja?” tanyanya menekan nada suara. Jack melirik dari balik bahu, mata tajamnya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. “Anggap saja begitu.”Bola matanya memutar malas, jika bukan karena dia atasannya, Lula pasti akan malas. —

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status