Share

Hasrat Terpendam Suamiku
Hasrat Terpendam Suamiku
Penulis: Asia July

01. Pesta

Sophia menatap nanar pada sekelilingnya. Di tengah hiru-pikuk pesta yang meriah, dia berdiri seorang diri di pojokan, berharap tidak seorang pun memperhatikannya berada di sana. Pakaian yang malam ini dikenakannya terasa menggelitik kulit, begitu pun dengan berlian yang menghiasi leher dan tangannya. Tidak ada hal lain yang ingin Sophia lakukan selain melepas semua itu dari tubuhnya dan keluar dari tempat ini.

Aku ingin pulang, batin Sophia berulang kali. Dia sudah muak berada di pesta semacam ini. Tidak ada satupun orang yang memperhatikannya, sekalipun itu yang ia inginkan, Sophia tidak bisa menampik perasaan sedih di dadanya.

Tatapan Sophia kemudian berlabuh pada sosok tinggi Albert Raymond, suaminya, yang saat ini berdiri dikelilingi oleh perempuan-perempuan cantik bak super model yang berlomba-lomba mencari perhatiannya. Sophia mendengus, lalu ketika tatapan Albert teralih padanya, Sophia mengalihkan pandang.

Cukup sudah! batinnya dengan muak. Dia berjalan ke arah meja yang dipenuhi suguhan makanan menggiurkan, lalu mengambil segenggam permen cokelat dari mangkuk dan melangkah pergi.

Sekalipun berita hangat mengenai pernikahannya sebelas bulan lalu sudah berlalu, Sophia masih sering mendengar gosip-gosip tidak mengenakkan dari banyak orang juga artikel-artikel berita di internet.

Hampir semua orang tahu bahwa kehidupan pernikahannya tidak baik, tidak pernah baik, hubungan ini sudah hancur bahkan sebelum dimulai.

Maka dari itu, Sophia memutuskan menghindar lebih jauh dari cahaya, ke sebuah balkon di koridor yang memiliki cahaya minim. Dia tidak punya teman, tidak ada satu pun orang yang dapat dipercayainya, dan tidak ada satupun dari mereka yang juga mau berteman dengannya.

Sophia terkenal sebagai perempuan dingin, ahli waris yang manja dan sombong. Tidak pernah ada satu pun orang yang benar-benar dekat dengannya untuk bisa mengungkapkan seperti apa Sophia sebenarnya. Namun, mereka cukup tahu dari kelakuan perempuan itu yang nyaris tidak pernah tersenyum, lebih suka sendiri, dan menatap lawan bicaranya dengan dingin.

Sophia juga pernah beberapa kali membaca tagline di salah satu majalah gosip, yang mengatakan kemalangan Albert Raymond menikahi perempuan sepertinya. Saat itu, Sophia hanya mendengus dan merobek majalah itu menjadi dua lalu membuangnya, karena jika ada yang malang dalam hubungan ini ... itu adalah dirinya sendiri. Albert telah mendapatkan apa yang pria itu inginkan, sedangkan ampasnya yang tidak berarti dia lemparkan pada Sophia.

Malam ini, batin Sophia pedih, Albert mungkin tidak akan pulang ke rumah lagi. Dia melihat wanita cantik berambut pirang, bertubuh seksi, menempeli Albert nyaris sepanjang pesta itu berlangsung, padahal sudah sangat jelas Albert datang bersama istrinya. Tapi karena rumor-rumor sialan itu, Sophia hanya dianggap sebagai serangga pengganggu oleh mereka, yang sangat tidak berarti.

Kau berarti bagi seseorang, kalimat Albert lima tahun lalu yang tiba-tiba saja terngiang di benak membuat Sophia ingin tertawa terbahak-bahak. Setiap perkataan yang Albert katakan pada malam di kapal itu, sekarang terdengar seperti omong kosong.

Aku tidak berarti bagi siapapun, batin Sophia. Bahkan bagi suaminya sendiri, keluarganya, teman-temannya, Sophia tidaklah berarti.

Sophia menggigit permen cokelatnya sambil mendengus, kapan memang hidupnya pernah berarti?

Sementara itu, Albert yang dikenal sebagai playboy, tetap dicap seperti itu dan diperlakukan seperti itu juga. Digilai oleh banyak wanita karena tampang dan hartanya yang melimpah. Wanita datang silih berganti di kehidupannya bahkan sebelum dan sesudah pernikahan ini berlangsung. Sophia tidak bisa menyalahkan Albert sepenuhnya, ini juga salahnya sendiri karena membiarkan sisi dirinya yang lemah terjun dalam kesengsaraan ini.

Orang-orang pernah berharap bahwa kehadiran Sophia di kehidupan Albert dapat merubah tabiat laki-laki itu. Namun, manusia tidak bisa berubah sebesar itu. Terlebih lelaki seperti Albert. Selamanya, dia akan menjadi dirinya yang sekarang, bermain-main dengan wanita dan bersenang-senang dengan uangnya.

Sophia menghela napas, menopang kedua tangannya pada birai balkon, menatap kemerlap lampu warna-warni di taman. Tinggal satu jam lagi pesta ini akan berakhir. Ya, Sophia menghitung dengan muak setiap menitnya. Hanya menunggu sesi dansa dimulai, setelah itu acara inti dan semua orang perlahan-lahan akan kembali ke dalam limusin mereka.

“Kau tidak mau berdansa denganku?” tanya sebuah suara di belakang Sophia.

Sophia tidak menjawab, menggigit satu lagi permen cokelatnya. Kata orang, cokelat dapat membuatmu merasa lebih baik, walau sampai sekarang Sophia belum bisa membuktikan kebenarannya. Dia menikmati cokelat karena rasanya, bukan karena pengaruh yang cokelat berikan padanya.

“Enyahlah, Albert,” cerca Sophia ketika Albert berdiri di sampingnya. Bahkan dengan sambutan yang sangat tidak baik itu, Albert tidak merasa tersinggung dan malah berdiri di dekat Sophia.

Sophia menjauh darinya karena aroma parfum menyengat Albert, tapi Albert justru mendekat padanya, sampai Sophia menghentikan lelaki itu dengan menahan dadanya. “Kenapa kau malah mendekat?!”

“Kenapa kau menjauh?”

“Karena parfum sialanmu!”

Albert mengerti, lalu berdiri sejauh mungkin dari Sophia. “Ini pasti karena si pirang bodoh itu,” gumam Albert, membaui tubuhnya sendiri.

Sophia mendelik padanya. “Jangan mengatai sembarang perempuan bodoh seperti itu. Kalau mereka bodoh, maka kau lebih bodoh karena telah meniduri orang bodoh.”

Albert menatapnya geli. “Sekarang kau tampak seperti istri pencemburu.”

Sophia mendengus dalam hati, karena kenyataannya memang benar, bahwa dia cemburu. Tapi, Albert tidak tahu apa pun. Sejauh yang Sophia ketahui, Albert membencinya, dan sedikit pun tidak peduli padanya. Dan Albert pun hanya tahu bahwa Sophia juga membencinya sebesar dia membenci lelaki itu.

“Kenapa kau di sini?” tanya Sophia. “Bukankah di sana lebih menyenangkan?”

Albert terkekeh. “Suami macam apa aku ini kalau meninggalkan istriku berpesta seorang diri?”

Sophia sedikit pun tidak merasa tersanjung oleh ucapannya. Hatinya semakin mengeras. Karena Sophia sangat mengetahui alasan mengapa Albert memilih mendatanginya ketimbang melanjutkan kesenangannya. Ada dua alasan; Pertama, tidak ada perempuan yang cukup menarik untuk diajaknya bersenang-senang. Kedua, formalitas.

Jadi kali ini, Sophia bertanya-tanya; yang mana?

Mungkin yang nomor dua.

“Aku ingin pulang,” kata Sophia, sebelum berbalik pergi.

Dan seperti dugaannya, Albert sama sekali tidak mencoba menghentikannya. Namun, ketika telah sampai di mobil yang siap membawanya pergi, Albert membuka pintu dan duduk di sebelahnya.

Sophia menatapnya dingin. Dia menambahkan satu lagi alasan, yaitu bosan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status