Share

Bab 4

Toussaint adalah kutukan.

Natalie sudah mengenal hampir semua orang dalam keluarga tersebut sejak kecil dan gadis itu percaya tidak ada sedikit pun keburikan pada paras semua anggota keluarga Toussaint. Ditambah lagi, mereka rata-rata memiliki otak cerdas yang lebih sering digunakan dalam kelicikan. Catherine juga Axel mungkin adalah yang paling tenang. Selain mereka berdua, Natalie tidak memiliki kesabaran lebih untuk menghadapi mereka.

Terutama, Dietrich.

Kapan pun lelaki itu muncul, dapat dipastikan hari Natalie bakal berakhir buruk. Seperti hari ini.

"Nat! Tunggu aku! Astaga, apa telingamu sudah tuli? Nat—" Tangan Dietrich telah berhasil menyambar siku Natalie. Dalam sekejap, lelaki itu membalikkan badan Nat dan berbicara dengan nada menegur yang menyebalkan. "Dengarkan jika ada yang berbicara padamu."

Natalie menghela napas. Ketika mendongak, gadis itu melihat sosok wajah tampan rupawan dengan ekspresi memelas yang membuat Nat seketika mendapatkan bombastic side eye dari orang sekitar. Nah, begitulah Toussaint begitu manipulatif sehingga kini Natalie merasa tersudut dan tersalahkan karena Dietrich mengejarnya dalam kondisi basah kuyup setengah kedinginan.

Mon Dieu. Padahal lelaki ini tahu di mana letak ruang penyimpanan pakaian bersih dan handuk?!

"Aku akan memberikan beberapa masukan yang membantu dalam rapat." Dietrich berkata. "Izinkan aku ikut."

Natalie tidak punya pilihan lain selain membawa Dietrich ke ruang laundry, lalu mengambilkan sebuah handuk untuk lelaki itu.

"Tidak. Tidak perlu. Nanti juga kering sendiri. Aku tidak takut dingin. Aku—"

Natalie tidak mengizinkan Dietrich untuk menyelesaikan ucapan. Tangannya sudah bergerak untuk menyeka air dari kepala Dietrich dengan handuk—seolah ia sedang mengeringkan bulu pudel kesayangan keponakannya.

Namun, Dietrich justru bersikap bagai pudel betulan dengan tertawa-tawa senang. "Sudah lama sekali tidak ada yang mengeringkan rambutku. Lakukan lagi, Nat. Sekalian pijat bagian sini. Berikan tekanan lagi, astaga. Kau ini sungguh tidak bertenaga atau kau belum makan? Porsi makanmu sedikit? Kalau betul begitu, malam ini biarkan aku yang mentraktirmu makan."

Natalie memutar bola mata dan memerhatikan sekitar. Saat yakin tak ada satu pun yang akan mendengar pembicaraan mereka, gadis itu baru mulai membalas perkataan Dietrich.

"Apakah kau tahu kalau kau berisik sekali, Di?” Pandangan Nat beralih pada karpet. “Oh, lihatlah kau sudah mengotori karpet Lyubova dengan semua air hujan yang menetes dari badanmu."

Dietrich tertawa tidak terima. "Menurutmu, karena siapa aku basah? Hmm?"

Natalie memutar bola mata sekali lagi. "Sudahlah. Keringkan badanmu, berganti pakaian dengan kemeja Lyubova, lalu pulanglah."

Dietrich mengerutkan hidung. "Aku tidak terbiasa memakai pakaian pekerja."

Natalie mendelik.

"Oke. Baiklah. Aku akan berganti pakaian. Mon Dieu, kau ini bawel sekali. Persis seperti ibuku. Ah, tidak. Kau lebih mirip bibi Stéphanie." Dietrich mulai membuka pakaian sembarangan.

Namun, Natalie sudah terbiasa. Dengan sopan, gadis itu mengalihkan pandangan ke arah lain. Arah mana pun selain perut sixpack Dietrich Toussaint. "Well. Aku memang anaknya."

Dietrich menyemburkan tawa. "Kau benar."

Natalie memandang keluar jendela. Ke arah langit yang masih berwarna kelabu dan rintik hujan. "Tidak perlu ikut rapat denganku. Aku yakin aku bisa menghadapi klien-klien ini sendiri. Apakah kau mengkhawatirkan aku, Di?"

Dietrich memakai kaus lengan panjang berwarna putih dengan logo Lyubova, merapikan diri di depan cermin, lalu mengedikkan bahu dan tertawa. "Kau benar-benar dipenuhi rasa kepercayaan diri yang teramat berlebihan. Aku tidak mengkhawatirkanmu. Tidak sama sekali."

Natalie mengangguk. Ia mencuri pandang sedikit ke belakang hanya untuk memastikan Dietrich sudah memakai pakaian dengan benar. "Aku mungkin tidak memiliki otak secemerlang kalian dari keluarga Toussaint. Namun, kurasa aku tidak terlalu bodoh."

Dietrich mendengkus. "Sebaiknya begitu."

Natalie tersenyum. "Jangan khawatir. Lyubova berada di tangan yang tepat. Aku bisa menanganinya."

"Nat—"

"Aku tahu kau punya banyak urusan, Dietrich. Akan ada RUPS—Rapat Umum Pemegang Saham—dalam beberapa hari di Patricia Royal Inn Worldwide Inc. Tolong jangan tambah beban pikiranmu dengan sesuatu seremeh Lyubova. Lagi pula, aku tidak sendirian di sini. Kat ada di bawah bersama suaminya. Chiara ada di dalam. Achilleas juga akan bergabung bersama kami lewat video conference. Pulanglah, Dietrich. Kau ditunggu di Brussel." Natalie berkata sungguh-sungguh.

Dietrich terdiam agak lama. Namun, lelaki itu kemudian mengangguk. "Kalau begitu aku akan kembali setelah RUPS untuk menagih traktiran makan malam darimu."

Natalie memberengut. "Tadi, kau sendiri yang bilang bahwa tenagaku menyedihkan dan kau bahkan merasa iba sampai ingin mentraktirku makan."

Dietrich mengedikkan bahu. "Baiklah. Aku yang akan mentraktirmu makan. Sabtu malam. Pukul delapan tepat. Di Le Meurice Alain Ducasse."

Tunggu sebentar. Mengapa Natalie merasa seolah dirinya sedang ... dijebak?

Sebelum melangkah pergi, Dietrich berhenti dan menoleh sekali lagi. "Aku tidak menerima keterlambatan. Sampai jumpa hari Sabtu."

♡♡♡

Le Meurice Alain Ducasse memiliki ruang makan yang menampilkan kesan klasik. Tempat itu didominasi oleh cermin antik, lampu kristal, barang-barang dari perunggu, marmer, dan lukisan dinding. Jendela besar membingkai pemandangan yang menghadap langsung ke Jardins des Tuileries. Salah satu taman terindah yang paling disukai Natalie di seluruh penjuru Paris.

Gadis itu menghabiskan hampir sepanjang minggu dengan bekerja. Akan tetapi, ada perasaan aneh yang mengganjal di dalam hatinya.

Semuanya terlalu ... tenang. Bukannya dia tidak menyukai ketenangan. Hanya saja tidak bertemu dengan Dietrich membuat hati Nat jadi mengalami sebuah ketenangan yang aneh. Sepertinya begitulah rasanya ketika kau sudah tumbuh sejak kecil dengan seseorang, lalu tiba-tiba tidak bertemu dengannya.

Natalie mendengkus. Mon Dieu. Dietrich bahkan bukan kakaknya sungguhan. Mengapa dia sampai harus repot-repot merasakan perasaan yang sulit untuk didefinisikan hanya karena tidak bertemu Dietrich?

"Nona Casiraghi." Salah satu pelayan restoran datang menghampiri saat melihat Natalie memasuki area. "Anda sudah ditunggu."

Natalie berhati-hati melirik jam tangannya. Belum pukul delapan, tapi Dietrich sudah datang?

Seluruh ruangan didominasi desain klasik kontemporer berwarna putih. Namun, lelaki itu memakai pakaian earth tone—pilihannya berkutat di sekitar cokelat, beige, sedikit krem, dan tampilan yang selalu dipadukan hingga detail terkecil. Meskipun tampil menonjol, Dietrich Toussaint tidak pernah menonjol dengan cara yang tidak nyaman untuk dilihat. Bahkan, Natalie tidak akan heran jika seseorang akan salah menduga Dietrich sebagai bintang film Hollywood yang sedang liburan.

Pria tampan itu sedang bersandar santai dengan lengan terulur di sandaran kursi sampingnya. Posturnya santai, kakinya disilangkan. Pandangan matanya fokus di kejauhan, memandang daun-daun musim gugur di Jardin des Tuleries. Itu sebelum ia mendengar langkah kaki Natalie dan menoleh.

"Aku sudah bilang bahwa aku tidak menolerir keterlambatan." Dietrich mulai bersungut-sungut.

"Ini belum jam delapan." Natalie memprotes.

"Aku sudah tiba di sini dan kau belum. Itu artinya kau terlambat." Dietrich membalas cepat.

Natalie hendak memprotes lebih lanjut, tetapi memutuskan untuk mengurungkannya. Benar. Tidak ada gunanya berdebat dengan Dietrich—apalagi saat lelaki itu sudah mulai ngotot bahwa ia benar.

"Bagaimana kabar bibi Stéphie?" Dietrich bertanya saat Natalie sudah duduk di hadapannya.

Mereka berdua memesan beberapa menu, sebelum Natalie membiarkan pelayan untuk pergi. "Mama baik-baik saja. Dia sedang sibuk dengan beberapa acara kerajaan. Sesuatu semacam charity—pengumpulan dana untuk amal."

"Papamu?" Dietrich bertanya lagi.

"Papa sibuk dengan bisnisnya." Natalie menjawab. "Tolong jangan mulai bertanya tentang kakak-kakakku."

Dietrich menyengir kuda. "Bagaimana dengan kakak-kakakmu?"

Natalie memutar bola mata. "Mereka mulai terdengar seperti mama."

Dietrich menaikkan kedua alisnya. "Maksudmu?"

"Mereka mulai bertanya kapan aku akan menikah." Natalie mendengkus. "Seolah mereka berharap aku bisa menjawab kapan aku akan mati. Menikah itu bukan sesuatu yang bisa diusahakan sendirian, dan ketika aku menjawab begitu, mereka akan murka."

Dietrich mulai tertawa terbahak-bahak. "Lain kali, nikmatilah liburanmu di Brussel. Kau tidak akan pusing dengan pertanyaan-pertanyaan yang melelahkan seperti itu."

Natalie mengedikkan bahu. "Saran yang bagus."

"Aku bersungguh-sungguh. Tidak akan ada yang menanyakan pertanyaan konyol semacam itu padamu." Dietrich tersenyum. "Paling-paling, Paman Axel hanya akan menjodohkanmu dengan Julien."

Natalie memberengut dengan cara yang paling menggemaskan. "Tidak lucu."

Namun, Dietrich tertawa terbahak-bahak.

♡♡♡

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status