Share

Bab 7

Ketika hari beranjak sore, Natalie mendengar pintu kamarnya diketuk pelan.

"Nona. Ini hampir waktunya minum teh. Apakah Anda sudah bangun? Kami bisa membantu Anda bersiap."

Natalie merenggangkan tubuh, kemudian turun dari tempat tidur bertiang empat di sini dan mengenakan selop kamar. Perempuan itu beranjak ke pintu, membukanya, lalu membiarkan beberapa pelayan perempuan dari Toussaint untuk masuk.

"Nyonya Catherine berpesan agar kami membawakan sebaskom air es untuk menyegarkan wajah Anda." Salah satu dari mereka berujar.

Yang lain ikut masuk dengan senang. "Kami juga membawakan pesan dari Tuan Julien."

Oh, yang satu ini membuat Natalie mengernyit. "Julien?" Bukan Dietrich?

"Oui, Mademoiselle—Ya, Nona." Salah satu pelayan menyodorkan nampan kecil, membuka tudung sajinya yang berwarna keperakan, kemudian membiarkan Natalie mengambil secarik kertas dengan tulisan cakar ayam dari sana.

[Selamat sore, Nona Manis. Aku menunggu untuk mengobrol lebih banyak denganmu pada acara minum teh hari ini.

Yours—Milikmu,

J. T.]

Natalie meletakkan kembali suratnya di atas nampan. Dia tidak berniat membalas. Gagasan mendapatkan surat dari Julien membuatnya merasa geli. Ini seperti teman sekelas yang sudah tahu segala kelakuan bobrok satu sama lain tiba-tiba bersikap sopan dan semacamnya.

Julien. Si konyol yang satu itu. Astaga. Apakah ibunya Nat sudah begitu putus asa sampai mengatakan sesuatu pada Julien Toussaint?

Nat segera mengangguk pada para pelayan. "Kalau begitu, aku akan segera ke sana."

Para pelayan masuk untuk membantu Natalie bersiap. Nat memilih sebuah gaun sore berkerah tinggi dan sepatu heels berujung lancip. Acara minum teh biasanya diadakan di ruang duduk sayap kiri. Ruangan yang tidak terlalu jauh dari drawing room utama. Natalie memadu-padankan pakaiannya dengan dekorasi ruangan yang ia ingat.

Ruangan yang membangkitkan kenangan masa kecil dengan Catherine dan kakaknya yang menyebalkan itu.

Ketika telah siap, Natalie mendapatkan beberapa pujian tulus dari para pelayan yang telah membantunya berpakaian dan menata rambut. "Anda tampak sangat menawan, Nona Natalie."

"Cantik sekali, Nona."

"Anda akan menjadi nona muda paling menarik perhatian di seluruh ruangan, Nona Natalie."

Kalimat yang satu itu membuat Natalie menoleh. "Apa maksudmu? Memangnya ada nona muda lainnya lagi?"

Para pelayan saling pandang dengan tidak enak hati. "Anda tidak tahu? Toussaint mengundang banyak tuan dan nona muda dari kalangan bangsawan Belgia untuk musim gugur tahun ini."

Natalie menyipitkan mata.

"Oh, Toussaint memiliki banyak tuan muda yang belum menikah, Nona Natalie. Tentunya kita tidak bisa hanya mengundang seorang perempuan saja, bukan?" Pelayan yang lain menimpali.

Natalie berusaha tidak menunjukkan reaksi apa pun. Jadi, Toussaint menggelar sebuah musim perjodohan atau bagaimana? Dia akan bertanya pada Dietrich.

Harus bertanya pada Dietrich.

Natalie melangkah dengan ritme yang sengaja dipelankan—padahal sebetulnya dia ingin berlari. Langkah kakinya menimbulkan ketuk halus teredam di atas karpet-karpet mahal di sepanjang lorong menuju ruangan tempat minum teh.

"Selamat datang, Nona." Para penjaga pintu dengan sigap membukakan pintu bagi Natalie ketika melihat kedatangan gadis cantik itu.

Natalie mengangguk pada kedua pria penjaga pintu. Anggukannya kaku. Pada saat pintu akhirnya terbuka, pandangannya secara otomatis memindai seluruh ruangan dan mencari Dietrich.

...

Yang rupanya sedang tertawa dan bercanda di sebuah meja bundar yang dipenuhi sekumpulan perempuan cantik nan modis—dan kalau boleh Natalie menebak, garis keturunannya juga pasti dapat diurutkan hingga mencapai Queen Victoria dari Inggris.

Natalie menelan ludah. Ia tak sempat berpikir, tak sempat merasakan apa pun, karena ia sudah mendengar ibunya memanggil. "Natalie, sini!"

Nat menoleh dan menghampiri sang mama dengan patuh. Di meja yang diduduki oleh Princess Stéphanie, sudah ada Julien Toussaint beserta kedua orang tua Jules. Natalie memberikan salam pada Arthur Toussaint dan istrinya.

"Natalie Casiraghi sudah lama sekali aku tidak melihatmu. Sekarang kau tumbuh jadi gadis yang sangat cantik!" Arthur berkata dengan binar kesenangan di matanya.

Natalie tersenyum. "Terima kasih banyak, Paman."

Julien mengulurkan tangan pada Nat, dan Natalie merasa begitu terpojok untuk tidak balas memberikan tangannya. Ketika lelaki tampan yang satu itu mendaratkan ciuman kecil di punggung tangannya, Natalie tahu seharusnya dia tersanjung. Bukannya merasa risih.

"Paman Axel dan Dietrich benar. Kau adalah permata dalam keluarga kerajaan Monegasque. Mungkin, selama ini kita tumbuh bersama dan terlalu banyak bercanda sampai aku tidak benar-benar memperhatikan kecantikanmu, Nat." Julien berkata.

Natalie melirik ibunya sendiri dengan curiga. Namun, karena Princess Stéphanie menghindari tatapannya terang-terangan, Nat mengembalikan perhatian pada Julien. "Wah, ada apa ini? Tumben sekali kau bicara begitu, Jules? Tapi, terima kasih. Akhirnya seseorang dalam keluargamu bilang bahwa aku cukup menarik."

"Dietrich cukup sering bilang bahwa kau cantik. Awalnya aku bahkan berpikir mungkin dia menginginkanmu untuk dirinya sendiri." Julien berbisik.

Natalie hampir saja tersedak, padahal ia belum mulai minum teh atau apa pun. "Well, terima kasih. Namun, kurasa Dietrich tidak memiliki kemampuan untuk tertarik pada perempuan. Dia menganggap aku dan Catherine sama. Sebagai adik-adiknya."

Julien mengedikkan bahu. "Entahlah. Awalnya aku tidak yakin." Lelaki itu mendekatkan bibirnya pada Natalie untuk membisikkan konspirasi yang lebih besar. Nat menurut, kemudian mencondongkan telinganya mendekat pada mulut Julien untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh pria itu selanjutnya. "Akan tetapi, Nat. Sekarang aku sudah tahu bahwa kau benar."

Natalie meringis. "Aku suka berpikir bahwa aku benar dalam banyak hal. Namun, kali ini, dalam hal apa?"

"Bahwa Dietrich hanya menganggapmu sebagai seorang adik." Julien menegaskan.

Perut Natalie melilit, entah mengapa. Pandangannya terlempar otomatis ke seberang ruangan—tepat di mana Dietrich masih dikelilingi oleh perempuan-perempuan muda berdarah biru dengan penampilan menarik.

Nat kembali pada Julien lalu berusaha menampilkan senyuman terbaiknya. "Itu tidak perlu dikatakan lagi. Semua orang juga tahu, ‘kan? Lagi pula, Dietrich tidak berminat menikah."

Julien mengangguk-angguk. "Pada mulanya aku ragu. Namun, setelah aku melihat sendiri cap dengan nama Dietrich tertera pada proposal pendekatanku denganmu, aku baru yakin."

Natalie terdiam selama beberapa saat. Pikirannya mencerna kata-kata Julien dengan cepat.

"Tunggu sebentar. Apa?" Natalie memandang Julien bingung. Gadis cantik itu juga sempat melemparkan pertanyaan lewat sorot matanya pada Princess Stéphanie, tetapi sang putri sibuk berbincang dengan ayah dan ibu Julien.

Julien mengerjap. "Kau tidak tahu? Dietrich memberikan stempel persetujuannya dalam proposal pendekatan kita. Dia setuju jika di akhir musim nanti mungkin aku akan melamarmu."

Natalie menelan ludah. Dadanya tiba-tiba terasa sesak dan wajahnya berubah pias.

♡♡♡

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status