Ketika hari beranjak sore, Natalie mendengar pintu kamarnya diketuk pelan.
"Nona. Ini hampir waktunya minum teh. Apakah Anda sudah bangun? Kami bisa membantu Anda bersiap." Natalie merenggangkan tubuh, kemudian turun dari tempat tidur bertiang empat di sini dan mengenakan selop kamar. Perempuan itu beranjak ke pintu, membukanya, lalu membiarkan beberapa pelayan perempuan dari Toussaint untuk masuk. "Nyonya Catherine berpesan agar kami membawakan sebaskom air es untuk menyegarkan wajah Anda." Salah satu dari mereka berujar. Yang lain ikut masuk dengan senang. "Kami juga membawakan pesan dari Tuan Julien." Oh, yang satu ini membuat Natalie mengernyit. "Julien?" Bukan Dietrich? "Oui, Mademoiselle—Ya, Nona." Salah satu pelayan menyodorkan nampan kecil, membuka tudung sajinya yang berwarna keperakan, kemudian membiarkan Natalie mengambil secarik kertas dengan tulisan cakar ayam dari sana. [Selamat sore, Nona Manis. Aku menunggu untuk mengobrol lebih banyak denganmu pada acara minum teh hari ini. Yours—Milikmu, J. T.] Natalie meletakkan kembali suratnya di atas nampan. Dia tidak berniat membalas. Gagasan mendapatkan surat dari Julien membuatnya merasa geli. Ini seperti teman sekelas yang sudah tahu segala kelakuan bobrok satu sama lain tiba-tiba bersikap sopan dan semacamnya. Julien. Si konyol yang satu itu. Astaga. Apakah ibunya Nat sudah begitu putus asa sampai mengatakan sesuatu pada Julien Toussaint? Nat segera mengangguk pada para pelayan. "Kalau begitu, aku akan segera ke sana." Para pelayan masuk untuk membantu Natalie bersiap. Nat memilih sebuah gaun sore berkerah tinggi dan sepatu heels berujung lancip. Acara minum teh biasanya diadakan di ruang duduk sayap kiri. Ruangan yang tidak terlalu jauh dari drawing room utama. Natalie memadu-padankan pakaiannya dengan dekorasi ruangan yang ia ingat. Ruangan yang membangkitkan kenangan masa kecil dengan Catherine dan kakaknya yang menyebalkan itu. Ketika telah siap, Natalie mendapatkan beberapa pujian tulus dari para pelayan yang telah membantunya berpakaian dan menata rambut. "Anda tampak sangat menawan, Nona Natalie." "Cantik sekali, Nona." "Anda akan menjadi nona muda paling menarik perhatian di seluruh ruangan, Nona Natalie." Kalimat yang satu itu membuat Natalie menoleh. "Apa maksudmu? Memangnya ada nona muda lainnya lagi?" Para pelayan saling pandang dengan tidak enak hati. "Anda tidak tahu? Toussaint mengundang banyak tuan dan nona muda dari kalangan bangsawan Belgia untuk musim gugur tahun ini." Natalie menyipitkan mata. "Oh, Toussaint memiliki banyak tuan muda yang belum menikah, Nona Natalie. Tentunya kita tidak bisa hanya mengundang seorang perempuan saja, bukan?" Pelayan yang lain menimpali. Natalie berusaha tidak menunjukkan reaksi apa pun. Jadi, Toussaint menggelar sebuah musim perjodohan atau bagaimana? Dia akan bertanya pada Dietrich. Harus bertanya pada Dietrich. Natalie melangkah dengan ritme yang sengaja dipelankan—padahal sebetulnya dia ingin berlari. Langkah kakinya menimbulkan ketuk halus teredam di atas karpet-karpet mahal di sepanjang lorong menuju ruangan tempat minum teh. "Selamat datang, Nona." Para penjaga pintu dengan sigap membukakan pintu bagi Natalie ketika melihat kedatangan gadis cantik itu. Natalie mengangguk pada kedua pria penjaga pintu. Anggukannya kaku. Pada saat pintu akhirnya terbuka, pandangannya secara otomatis memindai seluruh ruangan dan mencari Dietrich. ... Yang rupanya sedang tertawa dan bercanda di sebuah meja bundar yang dipenuhi sekumpulan perempuan cantik nan modis—dan kalau boleh Natalie menebak, garis keturunannya juga pasti dapat diurutkan hingga mencapai Queen Victoria dari Inggris. Natalie menelan ludah. Ia tak sempat berpikir, tak sempat merasakan apa pun, karena ia sudah mendengar ibunya memanggil. "Natalie, sini!" Nat menoleh dan menghampiri sang mama dengan patuh. Di meja yang diduduki oleh Princess Stéphanie, sudah ada Julien Toussaint beserta kedua orang tua Jules. Natalie memberikan salam pada Arthur Toussaint dan istrinya. "Natalie Casiraghi sudah lama sekali aku tidak melihatmu. Sekarang kau tumbuh jadi gadis yang sangat cantik!" Arthur berkata dengan binar kesenangan di matanya. Natalie tersenyum. "Terima kasih banyak, Paman." Julien mengulurkan tangan pada Nat, dan Natalie merasa begitu terpojok untuk tidak balas memberikan tangannya. Ketika lelaki tampan yang satu itu mendaratkan ciuman kecil di punggung tangannya, Natalie tahu seharusnya dia tersanjung. Bukannya merasa risih. "Paman Axel dan Dietrich benar. Kau adalah permata dalam keluarga kerajaan Monegasque. Mungkin, selama ini kita tumbuh bersama dan terlalu banyak bercanda sampai aku tidak benar-benar memperhatikan kecantikanmu, Nat." Julien berkata. Natalie melirik ibunya sendiri dengan curiga. Namun, karena Princess Stéphanie menghindari tatapannya terang-terangan, Nat mengembalikan perhatian pada Julien. "Wah, ada apa ini? Tumben sekali kau bicara begitu, Jules? Tapi, terima kasih. Akhirnya seseorang dalam keluargamu bilang bahwa aku cukup menarik." "Dietrich cukup sering bilang bahwa kau cantik. Awalnya aku bahkan berpikir mungkin dia menginginkanmu untuk dirinya sendiri." Julien berbisik. Natalie hampir saja tersedak, padahal ia belum mulai minum teh atau apa pun. "Well, terima kasih. Namun, kurasa Dietrich tidak memiliki kemampuan untuk tertarik pada perempuan. Dia menganggap aku dan Catherine sama. Sebagai adik-adiknya." Julien mengedikkan bahu. "Entahlah. Awalnya aku tidak yakin." Lelaki itu mendekatkan bibirnya pada Natalie untuk membisikkan konspirasi yang lebih besar. Nat menurut, kemudian mencondongkan telinganya mendekat pada mulut Julien untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh pria itu selanjutnya. "Akan tetapi, Nat. Sekarang aku sudah tahu bahwa kau benar." Natalie meringis. "Aku suka berpikir bahwa aku benar dalam banyak hal. Namun, kali ini, dalam hal apa?" "Bahwa Dietrich hanya menganggapmu sebagai seorang adik." Julien menegaskan. Perut Natalie melilit, entah mengapa. Pandangannya terlempar otomatis ke seberang ruangan—tepat di mana Dietrich masih dikelilingi oleh perempuan-perempuan muda berdarah biru dengan penampilan menarik. Nat kembali pada Julien lalu berusaha menampilkan senyuman terbaiknya. "Itu tidak perlu dikatakan lagi. Semua orang juga tahu, ‘kan? Lagi pula, Dietrich tidak berminat menikah." Julien mengangguk-angguk. "Pada mulanya aku ragu. Namun, setelah aku melihat sendiri cap dengan nama Dietrich tertera pada proposal pendekatanku denganmu, aku baru yakin." Natalie terdiam selama beberapa saat. Pikirannya mencerna kata-kata Julien dengan cepat. "Tunggu sebentar. Apa?" Natalie memandang Julien bingung. Gadis cantik itu juga sempat melemparkan pertanyaan lewat sorot matanya pada Princess Stéphanie, tetapi sang putri sibuk berbincang dengan ayah dan ibu Julien. Julien mengerjap. "Kau tidak tahu? Dietrich memberikan stempel persetujuannya dalam proposal pendekatan kita. Dia setuju jika di akhir musim nanti mungkin aku akan melamarmu." Natalie menelan ludah. Dadanya tiba-tiba terasa sesak dan wajahnya berubah pias. ♡♡♡Natalie berpikir. Berpikir keras. Mengesampingkan seluruh perasaan asing menyakitkan yang menderanya, gadis cantik itu mulai mempertanyakan banyak hal. Ini adalah hidupnya. Kisah cintanya. Mengapa banyak sekali orang yang ingin ikut campur?Suasana minum teh di Toussaint begitu hangat dan seharusnya menyenangkan. Denting sendok kecil beradu dengan porselen Sevrés, aroma berbagai macam teh bercampur dengan susu dan madu, dan percakapan-percakapan ringan yang bergulir di seluruh ruangan.Namun, Natalie justru larut dalam lamunan."Nat?" Mungkin ini sudah ketiga kalinya sang mama memanggil—sebelum Natalie pada akhirnya menoleh."Oui—Ya?" Natalie membalas tatapan ibunya dengan sorot teguh tak menampilkan kerapuhan apa pun, meski jauh di dalam hati ia sedikit merasa hancur.Oke, lumayan banyak. Kehancurannya. Nat tidak tahu mengapa, tapi yang diinginkannya saat ini adalah kabur dan menangis di suatu tempat terpencil di sudut kastil atau berada di dalam perlindungan kamarnya dan tidak kelua
Natalie dan Chiara berkuda santai di sepanjang track pacuan yang berada tepat melewati ruang perjamuan minum teh. Pada saat melaluinya, kepala Natalie tidak bisa berhenti untuk menoleh—meski apa yang terjadi di dalam tidak sepenuhnya dapat terlihat dari luar."Aku akan dijodohkan dengan Julien Toussaint." Nat tidak tahan untuk tidak menyemburkan semuanya pada Chiara saat mereka berdua sudah tidak berada di jarak dengar siapa pun.Chiara menoleh. Matanya melebar. "Julien? Julien?! Bukankah dia jahil sekali? Tidak. Tidak mungkin. Kalian sama sekali tidak cocok. Dia bahkan tidak terlalu menyukaimu, Nat!"Natalie melajukan kuda milik Paman Axel pelan-pelan. "Aku tahu. Kami bahkan ... tidak berteman. Tidak sedekat itu, tapi dia memujiku cantik."Chiara menghela napas. Wajahnya mendongak ke langit seolah meminta pertolongan kepada Tuhan. "Kau memang cantik. Semua orang bisa melihatnya. Sedikit pujian dari Julien Toussaint seharusnya tidak menggoyahkanmu."Natalie mengedikkan bahu. "Aku tida
Dietrich tidak sempat berpikir panjang. Ketika semua orang berhamburan keluar membentuk kerumunan di sepanjang pacuan kuda, dia mengikuti arus. Bedanya, saat berhasil keluar melewati pintu-pintu kaca berornamen keemasan dari tempat perjamuan minum teh, Dietrich langsung berderap cepat menuju istal."Siapkan kudaku!" Lelaki tampan itu berteriak pada siapa pun yang bisa mendengarnya di dalam istal.Kuda miliknya, sebuah kuda hitam besar yang tak kalah garang dibanding milik Paman Axel, siap dalam waktu singkat. Masih mengenakan jas dan pakaian semi formal, Dietrich melompat naik ke atas kudanya sendiri.Setelah itu dia dan kudanya berderap bagai satu kesatuan menuju ke pacuan kuda. Berusaha mengejar kuda yang ditunggangi oleh Natalie.Di sisi lain, Natalie berusaha melakukan teknik scrunch. Dengan satu tangan, gadis itu menyatukan tali kekang dan menyelipkan tangannya yang lain di bawah tali tersebut, untuk membuat "remasan" yang ketat pada leher kuda. Hal ini akan memicu rangsang pada
"Kau tampak kacau." Julien dan Axel Junior mengunjungi Dietrich di ruang kerja kepala keluarga Toussaint sebelum makan malam.Yah, benar. Dietrich memang kacau. Kacau balau! Lelaki tampan itu mengurung diri berteman dengan vodka milik Vladimir Alexandrov yang tertinggal—atau sengaja ditinggal—di perpustakaan. Rambutnya kusut masai. Bekas diacak-acak berulang kali oleh tangannya sendiri.Dietrich merebahkan diri di kursi kebesaran milik Toussaint. Sebelah tangannya masih menggenggam leher botol vodka, sedangkan yang sebelah lagi terkulai di sisi tubuh. Pikirannya melanglang buana entah ke mana bahkan si pria tampan masih tetap bergeming saat kedua sepupunya masuk ke ruangan."Aku tidak ada di sana, tapi aku mendengar apa yang terjadi." Axel Junior berkata dengan nada geli yang terdengar kental. "Kudengar Natalie Casiraghi menunggangi kuda milik papa.""Kuda balap." Dietrich membetulkan dengan sengit."Oke. Kuda balap milik papa." Axel Junior membetulkan. Lelaki itu menarik kursi di had
Natalie tidak heran jika pada pengaturan tempat duduk untuk makan malam, dirinya mendapatkan kursi di samping Julien Toussaint. Sementara itu, lewat sudut matanya, Nat bisa melihat Dietrich berada di kepala meja. Tampak begitu berwibawa sebagai head of the family—kepala keluarga Toussaint.Nat sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa Dietrich akan cocok sekali mengemban posisi tersebut. Kecongkakan yang hanya dapat dilahirkan dari kekayaan tak habis tujuh turunan sebelumnya, ditambah kepercayaan diri mutlak yang berasal murni dari dalam jiwa lelaki itu, membuat Dietrich seolah tak tersentuh. Pria tampan itu bersinar terang, pembawaannya menimbulkan kesan yang kuat—seolah dirinya adalah raja.Dietrich terlihat berbincang dengan beberapa orang penting dari anggota senat. Meskipun tampak akrab dengan para pria paruh baya tersebut, Natalie menyadari bahwa pria-pria yang diundang kemari semuanya memiliki anak gadis yang belum menikah! Mon Dieu. Toussaint sepertinya tidak main-main kali
Natalie terpaku. Seluruh tubuhnya lunglai bagai tak bertulang. Seolah kejadian dengan kuda belum cukup buruk, saat ini reputasinya terancam hancur akibat berduaan dengan lelaki di semak-semak. Namun, justru bukan itu yang Nat pikirkan.Ini adalah Dietrich Toussaint.Lelaki ini berhasil memporak-porandakan seluruh hidupnya dalam sekejap. Memberikannya begitu saja pada Julien, menyambarnya dari atas kuda dan memarahinya habis-habisan di depan seluruh tamu kalangan atas, dan kini ... menciumnya.Mon Dieu!Natalie tidak percaya ini. Dia sedang ... berciuman dengan Dietrich Toussaint?!Nat berusaha melepaskan diri—sebelum kesadaran akan apa yang sebaiknya tidak dilakukan hilang dari pikirannya. Akan tetapi, ketika gadis cantik itu merasakan tangan Dietrich diletakkan di pinggangnya, kemudian turun untuk menangkup bokongnya, seluruh pergolakan batin Nat menguap ke awan.Gadis itu menyerah terhadap rasa nikmat. Mon Dieu—Ya, Tuhan! Natalie belum pernah dicium sebelumnya. Akan tetapi, tidak ad
Natalie tadinya merasa senang. Gadis cantik itu berada di elemennya—persis di sebuah kedai bunga yang cantik di kawasan Chaillot, Paris. Kota ini romantis. Banyak pasangan muda datang untuk memilih bunga bersama pacar masing-masing. Namun, Natalie tidak. Gadis itu memilih bunga untuk acara orang lain.Natalie memiliki sebuah usaha event organizer yang dirintis bersama teman-temannya. Dia tidak sungguhan ingin bekerja. Biasanya pun Catherine—temannya— yang menjadi pentolan grup dan lebih banyak bekerja dalam berbagai rapat penting serta bertemu klien. Natalie hanya … well … mengatur bunga apa yang harus dirangkai agar tempat pestanya nanti tampak cantik. Setidaknya, Natalie tahu seleranya cukup bagus untuk itu. Akan tetapi, Catherine kemudian menikah. Lagi! Lantas sekarang, sahabat Natalie itu tengah mengandung bayi kembar. Padahal, dia sudah memiliki dua anak perempuan berumur lima tahun yang sedang aktif-aktifnya. Kepengurusan Lyubova Event Organizer dalam sekejap berganti kepem
Natalie selalu sendiri. Dia berada di urutan kedelapan tahta Monako, sedangkan dua kakak laki-laki ada di atasnya. Ibunya, anak ketiga dari raja, menikah dengan pengusaha dari kalangan rakyat jelata, dan lebih memilih agar putra-putrinya tidak menyandang gelar di depan nama.Lingkungan pergaulan Natalie terbatas. Tidak banyak yang bisa diajak benar-benar terlibat dalam sebuah pertemanan tulus di kalangan jetset. Seolah semua orang punya maksud dan tujuan masing-masing untuk mendekati Natalie.Kecuali, mungkin, keluarga Toussaint dari Belgia.Mereka sangat kaya. Darah mereka biru bahkan lebih biru daripada monarki yang kini berkuasa—meski mereka tidak lagi memiliki gelar. Toussaint dianggap sebanding. Setara. Kekuasaan mereka sungguh luas karena para wanita dalam keluarga itu selalu menikah dengan bangsawan tinggi atau minimal pemimpin sebuah keluarga.Termasuk Catherine—sahabat Natalie sejak bayi. Perempuan itu belum lama ini menikah kembali dengan mantan suami—bisakah Natalie men