Sesampainya di rumah Anna...
"Terima kasih, Mas untuk hari ini. Sampai ketemu lagi jaga kesehatanmu," Anna mengecup pipi Rama.
"Oke minggu depan aku akan menjemput mu, kita akan liburan di luar kota beberapa hari. Jangan mencari pelanggan, aku sudah kirim uang ke rekeningmu," sahut nya.
Baru saja masuk ke dalam rumah lagi-lagi bunda nya meminta uang. Tidak peduli bagaimana keadaan anaknya yang terpenting keuangan keluarga mereka tercukupi.
Bahkan Anna belum sempat mengucapkan salam saat masuk ke dalam rumah.
"Anna, belikan bunda ponsel. Bunda tidak mau pakai ponsel satu berdua dengan ayahmu," ucap Bundanya sembari meruncingkan bibir dan melirik tajam ke suaminya.
"Sekarang itu bukan hal utama, Bun. Aku masih banyak yang harus di pikirkan. Apalagi kebutuhan rumah yang tidak ada habis nya," tolak Anna dengan tegas.
"Kamu kan satu-satunya harapan keluarga ini, hanya beberapa juta saja apa itu memberatkan mu?"
"Lebih penting pengobatan ayah, Bun. Aku juga perlu menabung untuk diriku sendiri," sahut Anna.
"Terserah kamu saja lah Anna, kamu tidak tahu rasanya jadi Bunda. Capek mengurus rumah, mengurus ayahmu, mengurus adik-adik mu. Masa ingin menghibur diri dengan bermain ponsel saja sulit!" pekiknya.
Setelah melewati berdebat cukup panjang akhirnya Anna menyetujui permintaan bundanya. Meskipun hati itu berat tetapi dia tetap menuruti dan berusaha ikhlas.
"Aku masih ada cukup uang untuk menabung," batin Anna.
"Ah atau aku cari pelanggan lagi saja ya, toh mas Rama tidak tahu,"
.
.
Keluarga Anna Pradeepa.
Indra Pradeepa, Ayahnya. Sebelum sakit dia adalah pengusaha dan investor kelas kakap, usahanya adalah furniture. Indra kerap kali menerima pesanan furniture untuk kantor-kantor besar bahkan karyawannya sudah ratusan.
Tapi semuanya hilang saat beberapa tahun terakhir dia sakit, komplikasi yang menimpa dirinya membuat banyak hartanya habis untuk pengobatan. Maka sekarang Anna lah yang bertanggung jawab atas seluruh kebutuhan hidup mereka.
Fina Wulandari, Bundanya. Seorang ibu rumah tangga yang sudah menikah dari muda dan tidak pernah di perbolehkan bekerja oleh suaminya. Jadi dia sama sekali tidak mengerti susahnya mencari pundi-pundi rupiah. Selama hidupnya sebelum menikah dia hanya bisa meminta uang pada orang tuanya, setelah menikah pada suaminya dan kini pada Anna.
Ketiga adik Anna masih kecil, berumur 15 tahun, 12 tahun dan 7 tahun.
.
.
Anna memanggul semua bebannya sendirian.
"Apa hanya aku di dunia ini yang menjadi generasi sandwich? Atau memang aku yang kurang bersyukur, saat ini memang keluargaku ada di bawah tapi aku sudah hampir menyerah rasanya mencari uang," batinnya selalu memberontak tapi dia tidak bisa apa-apa.
Di malam yang sunyi Anna memilih untuk berkirim pesan dengan Dinda.
Anna: "Din aku merasa lelah, tapi aku tidak bisa meninggalkan mereka. Apa jadinya mereka tanpaku din?"
Dinda sudah tahu siapa orang yang di maksud oleh Anna dan dia juga tahu masalah apa yang sedang di hadapi sahabatnya.
Dinda: "Tapi kamu hebat, kamu bisa bertahan aku tahu itu sangat sulit, An. Percayalah badai itu akan berakhir, tidak akan selamanya bukan?"
Anna: "Badai ini menggonjang-ganjingkan tubuhku, aku seperti di terpa reruntuhan bangunan akibat gempa. Aku seperti di pukul berkali-kali, aku seperti berjalan di atas pecahan kaca, Din."
Dinda: "Apa kamu itu kuda lumping berjalalan di atas kepingan kaca?"
Pesan mereka terhenti saat akhirnya mereka memutuskan untuk saling menelpon dan tertawa bersama.
.
.
Di sisi lain
Rama sedang berada di pabriknya, memantau segala kegiatan di malam hari. Ia berjalan melewati barisan mesin yang berdengung monoton, sementara para pekerja tampak sibuk dengan tugas masing-masing. Di sudut ruangan, seorang supervisor memberinya laporan hasil produksi bulan ini.
"Pak Rama, hasil produksi kita menurun 15% dibanding bulan lalu," kata supervisor itu dengan nada hati-hati.
Rama mengangguk kecil, matanya fokus pada laporan di tangan. "Apa ada masalah di produksi atau bahan baku?"
"Bahan baku, Pak. Harga bahan mentah naik dan pemasok utama kita mengalami keterlambatan pengiriman."
Rama menghela napas panjang. "Pastikan bahan baku dari pemasok alternatif tersedia minggu ini. Saya tidak mau ada penundaan lagi."
"Baik, Pak." Supervisor itu segera berlalu, meninggalkan Rama sendirian di tengah gemuruh mesin.
Rama melangkah ke ruang kerjanya di lantai dua yang dinding kacanya memberikan pemandangan seluruh area pabrik. Ia duduk di kursi kerjanya, membuka ponsel, dan menatap layar sejenak.
Tapi justru bayangan Anna yang selalu terputar di pikirannya seperti kaset rusak yang memutar berulang kali.
“Terima kasih, Mas, untuk hari ini. Sampai ketemu lagi. Jaga kesehatanmu.”
Rama tersenyum kecil, mengingat wajah Anna yang selalu tampak lelah namun tetap memancarkan ketegaran. Ia memikirkan janji liburan mereka minggu depan. Mungkin itu bisa membuat Anna merasa sedikit lebih tenang.
Namun, benaknya kembali terganggu oleh pertanyaan yang tak pernah ia lontarkan. Apa benar Anna tidak lagi mencari pelanggan selain dirinya?
Rama memijit pelipisnya, mencoba menghilangkan pikiran negatif itu. Ia mengingat dirinya sendiri, bagaimana ia bertemu Anna di dunia yang kelam itu. Ia tahu kehidupan Anna tidak mudah, tapi setiap kali Anna tersenyum padanya, ia merasa menjadi pria yang lebih baik.
Ia beranjak dari kursinya, berjalan menuju balkon kecil di luar ruangannya. Dari sana, ia memandang para pekerja yang sibuk, seperti semut yang terus bekerja tanpa henti.
"Anna," gumamnya lirih.
"Apa kau benar-benar bahagia denganku atau kau hanya bertahan karena uang yang kuberikan?"
Ponselnya berdering, memecah lamunannya. Nama yang muncul di layar membuatnya mengernyit.
"Pak Darma," panggil Rama setelah mengangkat telepon.
"Rama, kita perlu bicara tentang kontrak ekspor bulan depan. Ada revisi dari pihak klien," ujar suara tegas di seberang telepon.
"Baik, Pak. Saya akan segera ke tempat bapak untuk membahasnya."
Rama menutup telepon, lalu menatap pabriknya sekali lagi. Hidupnya mungkin terlihat sempurna dari luar, tapi ada bagian dari dirinya yang terasa kosong. Apakah Anna bisa mengisi kekosongan itu? Atau justru ia hanya menambah keruwetan hidup wanita yang sudah cukup berat bebannya?
Sebelum meninggalkan pabrik, ia mengetik pesan singkat untuk Anna:
“Aku akan sibuk beberapa hari ke depan. Jangan lupa istirahat dan jaga dirimu. Minggu depan, aku ingin melihat senyummu lagi.”
Rama memasukkan ponsel ke sakunya, melangkah menuju mobilnya. Hari ini akan panjang, tapi di ujungnya, ia tahu hanya Anna yang mampu membuatnya merasa hidup.
"Tetaplah hanya tahu bahwa aku seorang dokter, untuk sementara saja sampai aku benar-benar memastikan semuanya berjalan dengan baik untuk masa depanmu, Anna." gumam Rama selama di perjalanan.
"Aku terlambat mengenalmu, tapi aku tidak akan terlambat membuatmu bahagia. Apapun caranya aku usahakan itu,"
"Ini, Bun. Cukup untuk bunda beli ponsel baru." ucap Anna menyerahkan lembaran merah untuk bunda nya."Terima kasih anakku semoga rejeki mu bertambah banyak," Anna hanya terdiam merasa uang yang dia cari seperti hilang begitu saja, dia bahkan belum pernah membeli barang yang dia inginkan. Sering kali hanya untuk kebutuhan keluarga nya.Ting!Suara notifikasi dari aplikasi yang di tunggu akhirnya muncul juga...."Bisakah datang ke hotel nanti malam?" pesan dari seseorang yang dia tidak tahu wujud nya nanti seperti apa. Menggunakan nama samaran dan profil nya pun tidak jelas."Boleh, Mas. Nanti kirimkan saja alamat hotel nya ya," balas Anna.Tak sabar Anna menunggu jam pulang untuk segera menuju hotel, jika tidak ia lakukan maka ia tidak bisa menyisihkan uangnya.Terkait Rama, Anna memikirkan mengapa terkadang dia benar-benar hilang komunikasi. Tapi di saat akan menemui pelanggan, hal itu cukup membantu.***Tok! Tok! Tok!Laki-laki berbadan berisi, kulit putih dan wajah ganteng yang m
“Kamu sudah dapat uang tambahan untuk berobat ayahmu, Na?” tanya ibunda Anna Pradeepa.“Belum, Bun. Aku sudah ambil tambahan pekerjaan di resto usai jam kantor, ini bayaran nya dalam satu hari,” jawab Anna mengulungkan satu lembar uang berwarna merah dari dalam tas nya.“Sebenarnya kurang tapi tidak apa-apa bisa buat tambahan bunda belanja,”.Kehidupan keluarga mereka terjun payung semenjak ayah Anna sakit. Dia menjadi tulang punggung yang harus membiayai pengobatan ayahnya juga membiayai sekolah 3 orang adik laki-lakinya. Sedangkan bundanya hanya ibu rumah tangga selama ini.Anna meneteskan air mata selama perjalanan ke kantor menggunakan motor matic hasil kerja kerasnya. Hari ini dia hanya mengantongi sepuluh ribu saja untuk mengisi bensin motor itu.“Dor! Pagi-pagi kok lesu sekali sih Ann," ucap Dinda gadis rumahan yang selalu ceria. Dia adalah salah satu teman dekat Anna di kantor.“Biasa lah, aku pusing kemana lagi harus cari uang.” jawab Anna lemas di sertai cacing dalam perut
“Sepertinya aku ini pelanggan pertama ya untukmu?” tanya pria itu.Anna tersenyum kecut dan hanya menganggukan kepalanya, pria itu terus memandangi Anna dengan senyuman yang lebar dan aneh.“Bukan kah harga mu terlalu murah, bagaimana kalau aku ajarkan caranya. Naikan hargamu setelah denganku ya, kali ini aku juga akan membayarmu dua kali lipat," ucapnya.Pria itu mulai menc*mbu tubuh Anna yang putih mulus, gunung kembarnya masih kencang ukuran yang pas di tangan para pria hidung belang. Anna berusaha menepis halus pria itu tapi semakin Anna berusaha menolak pria itu justru semakin bringas. “Panggil aku mas Welly,” ucapnya sembari membuka pakaian Anna.Anna pasrah dengan apa yang dilakukan pelanggannya itu, meskipun di dalam batin dia sedikit mual akibat bau di mulut sang pria. Tapi itu adalah konsekuensi yang tidak bisa dihindari, tidak bisa memilih seperti apa pelanggan yang dia mau.“Ini bayaran kamu,” memberikan segepok uang lembaran biru.“Terima kasih, Mas,” Anna segera memakai
“Cherry, namamu?” tanyanya mendadak, membuat Anna terkejut.“Be... Betul, Mas. Kamu?” tanya Anna balik.“Aku Rama, kamu sepertinya anak baik. Boleh aku tahu alasanmu melakukan ini?” Anna terdiam sejenak. Dia ragu akan berkata jujur, namun berbohong untuk apa pikirnya dia tidak akan bertemu dengan orang itu lagi. “Ayahku sedang sakit dan aku memiliki 3 orang adik laki-laki jadi aku harus mencari tambahan uang untuk mereka.” Rama terdiam merasa kasihan dengan gadis cantik ini, hal ini juga baru pertama kali di lakukan oleh Rama. Mereka sama-sama canggung untuk melakukannya.“Emmh aku izin buka bawahnya ya.” ucap Anna menurunkan celana Rama. Pria itu hanya menatap Anna, detak jantungnya terasa hebat hingga suara nya terdengar jelas.Anna mulai memasu-kan mulut nya ke bagian sensitif itu, memainkan nya dengan jago hingga suasana ruangan menjadi panas. Anehnya dengan Rama, Anna sama sekali tidak merasa jijik. Tubuhnya ikut merasakan sensasi yang luar biasa.“Cukup, aku akan berada di ata
Anna selalu bangun fajar sebelum semua orang rumah nya bangun, dia melakukan aktivitas hariannya membantu bunda bersih-bersih rumah.“Kamu sudah di jemput teman kantormu itu, suara mobilnya terdengar di luar.” seru bundanya.“Iya iya bunda sebentar, lagi ambil sepatu, daaa ayah daa bunda,” Anna menyalami kedua tangan orang tuanya dan tersenyum bahagia.Tetapi orang tua nya bergumam saat anak nya sudah pergi…“Seperti nya pria itu sedang dekat dengan Anna, Yah. Lebih kaya pasti dari pada Randy,” ucap Bunda Anna.“Husst, doakan saja yang terbaik untuk anak kita, Bun. Anna itu anak baik dia sudah bekerja keras untuk kita,” jawab Ayah..“Oh jadi kalau kerja cantik gini juga ya?” pertanyaan menggoda dari Rama saat melihat Anna dari dalam mobil.Anna tersenyum kecil malu-malu.“Bisa saja kamu ini.”Sesaat kemudian ponsel Rama berdering…“Iya lagi di jalan, nanti aku telepon lagi,” terdengar datar saat Rama menjawab telepon itu.“Maaf ya kalau pagi begini biasanya kerjaan sudah pada telepon,
"Ini, Bun. Cukup untuk bunda beli ponsel baru." ucap Anna menyerahkan lembaran merah untuk bunda nya."Terima kasih anakku semoga rejeki mu bertambah banyak," Anna hanya terdiam merasa uang yang dia cari seperti hilang begitu saja, dia bahkan belum pernah membeli barang yang dia inginkan. Sering kali hanya untuk kebutuhan keluarga nya.Ting!Suara notifikasi dari aplikasi yang di tunggu akhirnya muncul juga...."Bisakah datang ke hotel nanti malam?" pesan dari seseorang yang dia tidak tahu wujud nya nanti seperti apa. Menggunakan nama samaran dan profil nya pun tidak jelas."Boleh, Mas. Nanti kirimkan saja alamat hotel nya ya," balas Anna.Tak sabar Anna menunggu jam pulang untuk segera menuju hotel, jika tidak ia lakukan maka ia tidak bisa menyisihkan uangnya.Terkait Rama, Anna memikirkan mengapa terkadang dia benar-benar hilang komunikasi. Tapi di saat akan menemui pelanggan, hal itu cukup membantu.***Tok! Tok! Tok!Laki-laki berbadan berisi, kulit putih dan wajah ganteng yang m
Sesampainya di rumah Anna..."Terima kasih, Mas untuk hari ini. Sampai ketemu lagi jaga kesehatanmu," Anna mengecup pipi Rama."Oke minggu depan aku akan menjemput mu, kita akan liburan di luar kota beberapa hari. Jangan mencari pelanggan, aku sudah kirim uang ke rekeningmu," sahut nya.Baru saja masuk ke dalam rumah lagi-lagi bunda nya meminta uang. Tidak peduli bagaimana keadaan anaknya yang terpenting keuangan keluarga mereka tercukupi.Bahkan Anna belum sempat mengucapkan salam saat masuk ke dalam rumah."Anna, belikan bunda ponsel. Bunda tidak mau pakai ponsel satu berdua dengan ayahmu," ucap Bundanya sembari meruncingkan bibir dan melirik tajam ke suaminya."Sekarang itu bukan hal utama, Bun. Aku masih banyak yang harus di pikirkan. Apalagi kebutuhan rumah yang tidak ada habis nya," tolak Anna dengan tegas."Kamu kan satu-satunya harapan keluarga ini, hanya beberapa juta saja apa itu memberatkan mu?" "Lebih penting pengobatan ayah, Bun. Aku juga perlu menabung untuk diriku send
Anna selalu bangun fajar sebelum semua orang rumah nya bangun, dia melakukan aktivitas hariannya membantu bunda bersih-bersih rumah.“Kamu sudah di jemput teman kantormu itu, suara mobilnya terdengar di luar.” seru bundanya.“Iya iya bunda sebentar, lagi ambil sepatu, daaa ayah daa bunda,” Anna menyalami kedua tangan orang tuanya dan tersenyum bahagia.Tetapi orang tua nya bergumam saat anak nya sudah pergi…“Seperti nya pria itu sedang dekat dengan Anna, Yah. Lebih kaya pasti dari pada Randy,” ucap Bunda Anna.“Husst, doakan saja yang terbaik untuk anak kita, Bun. Anna itu anak baik dia sudah bekerja keras untuk kita,” jawab Ayah..“Oh jadi kalau kerja cantik gini juga ya?” pertanyaan menggoda dari Rama saat melihat Anna dari dalam mobil.Anna tersenyum kecil malu-malu.“Bisa saja kamu ini.”Sesaat kemudian ponsel Rama berdering…“Iya lagi di jalan, nanti aku telepon lagi,” terdengar datar saat Rama menjawab telepon itu.“Maaf ya kalau pagi begini biasanya kerjaan sudah pada telepon,
“Cherry, namamu?” tanyanya mendadak, membuat Anna terkejut.“Be... Betul, Mas. Kamu?” tanya Anna balik.“Aku Rama, kamu sepertinya anak baik. Boleh aku tahu alasanmu melakukan ini?” Anna terdiam sejenak. Dia ragu akan berkata jujur, namun berbohong untuk apa pikirnya dia tidak akan bertemu dengan orang itu lagi. “Ayahku sedang sakit dan aku memiliki 3 orang adik laki-laki jadi aku harus mencari tambahan uang untuk mereka.” Rama terdiam merasa kasihan dengan gadis cantik ini, hal ini juga baru pertama kali di lakukan oleh Rama. Mereka sama-sama canggung untuk melakukannya.“Emmh aku izin buka bawahnya ya.” ucap Anna menurunkan celana Rama. Pria itu hanya menatap Anna, detak jantungnya terasa hebat hingga suara nya terdengar jelas.Anna mulai memasu-kan mulut nya ke bagian sensitif itu, memainkan nya dengan jago hingga suasana ruangan menjadi panas. Anehnya dengan Rama, Anna sama sekali tidak merasa jijik. Tubuhnya ikut merasakan sensasi yang luar biasa.“Cukup, aku akan berada di ata
“Sepertinya aku ini pelanggan pertama ya untukmu?” tanya pria itu.Anna tersenyum kecut dan hanya menganggukan kepalanya, pria itu terus memandangi Anna dengan senyuman yang lebar dan aneh.“Bukan kah harga mu terlalu murah, bagaimana kalau aku ajarkan caranya. Naikan hargamu setelah denganku ya, kali ini aku juga akan membayarmu dua kali lipat," ucapnya.Pria itu mulai menc*mbu tubuh Anna yang putih mulus, gunung kembarnya masih kencang ukuran yang pas di tangan para pria hidung belang. Anna berusaha menepis halus pria itu tapi semakin Anna berusaha menolak pria itu justru semakin bringas. “Panggil aku mas Welly,” ucapnya sembari membuka pakaian Anna.Anna pasrah dengan apa yang dilakukan pelanggannya itu, meskipun di dalam batin dia sedikit mual akibat bau di mulut sang pria. Tapi itu adalah konsekuensi yang tidak bisa dihindari, tidak bisa memilih seperti apa pelanggan yang dia mau.“Ini bayaran kamu,” memberikan segepok uang lembaran biru.“Terima kasih, Mas,” Anna segera memakai
“Kamu sudah dapat uang tambahan untuk berobat ayahmu, Na?” tanya ibunda Anna Pradeepa.“Belum, Bun. Aku sudah ambil tambahan pekerjaan di resto usai jam kantor, ini bayaran nya dalam satu hari,” jawab Anna mengulungkan satu lembar uang berwarna merah dari dalam tas nya.“Sebenarnya kurang tapi tidak apa-apa bisa buat tambahan bunda belanja,”.Kehidupan keluarga mereka terjun payung semenjak ayah Anna sakit. Dia menjadi tulang punggung yang harus membiayai pengobatan ayahnya juga membiayai sekolah 3 orang adik laki-lakinya. Sedangkan bundanya hanya ibu rumah tangga selama ini.Anna meneteskan air mata selama perjalanan ke kantor menggunakan motor matic hasil kerja kerasnya. Hari ini dia hanya mengantongi sepuluh ribu saja untuk mengisi bensin motor itu.“Dor! Pagi-pagi kok lesu sekali sih Ann," ucap Dinda gadis rumahan yang selalu ceria. Dia adalah salah satu teman dekat Anna di kantor.“Biasa lah, aku pusing kemana lagi harus cari uang.” jawab Anna lemas di sertai cacing dalam perut